Вы находитесь на странице: 1из 12

HARGA DIRI RENDAH KRONIS

A. Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Towsend, 1998
dalam Fitriah 2009).
Harga diri rendah juga dapat diartikan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998 dalam
Fitriah 2009).
Harga diri rendah kronis menurut Nanda (2005) adalah evaluasi diri/perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama.
Harga Diri Rendah Kronis adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
termasuk kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak berguna,
pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Departemen Kesehatan, 1998).

B. Tanda dan gejala


Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20)
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit.
Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada
kanker
Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke
rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh
dan tidak tahu apa-apa
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang
lain, lebih suka sendiri.
Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif
tindakan.
Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien
ingin mengakhiri kehidupan.

Tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah kronis adalah:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktifitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Lebih banyak menunduk
8. Bicara lambat dengan nada suara pelan
9. Kurang memperhatikan perawatan diri
10. Berpakaian tidak rapi
11. Selera makan kurang
12. Tidak berani menatap lawan bicara

C. Proses Terjadinya Masalah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situsional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah
mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada
pada suatu yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis
tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan
menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situsional, jika lingkungan
tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

D. Rentang Respon
Respons Adaptif Respons Maladaptif

Depersonalisasi
Aktualisasi Konsep Harga diri Kerancuan
diri diri positif rendah kronis identitas
Menurut
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman yang nyata yang sukses dan diterima.
2. Konsep diri positif apabila individu memiliki pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
4. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikisosial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.

Harga diri rendah merupakan episode deperesi mayor dimana aktivitas merupakan
bentuk hukuman atau punishment ( Stuart & Laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal
manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila menganggu perilaku sehari-
hari, menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit lain. Menurut Nanda (2005), tanda
dan gejala yang dimunculkan sebagai perilaku telah dipertahankan dalam waktu yang lama
atau kronik yang meliputi hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus
menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada,
selalu mengatakan ketidakmampuan /kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada
orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan
balik dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien deperesi kecenderungan harga
diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasi oleh pikiran –pikiran negatif
dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis
adalah:
a. System limbic (pusat emosi), emosi pasien kadang berubah seperti sedih, dan terus
menerus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.
b. Hipotalamus mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga
diri rendah kronis yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari
perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan
perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan
tersebut.
c. Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi
sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks.
Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada
thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu
mendominasi pikiran dari klien.
d. Amigdala berfungsi untuk emosi.

Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak dapat digunakan:
a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberi informasi
penting tentang kerja dan fungsi otak.
b. CT scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
c. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan
tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran
darah yang terjadi.
d. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio dan computer untuk mendapatkan gambaran stuktur tubuh
atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam stuktur tubuh
atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan
akurasi gambar.

Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak seperti:
a. Acetylcholine (Ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan.
b. Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur
“flight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang
mengakibatakan kelemahan dan depresi.
c. Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien
lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
d. Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu
terlihat mengantuk. Selain itu, berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang
sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan:
a. Positron emission tomography (PET), mengukur emisi/pancaran dari bahan kimia
radioaktif yang diberi label dan telah disuntik kedalam aliran darah untuk menghasilkan
gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut didalam
tubuh dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oksigen,
metabolisme glukosa, dan konsentrasi obat dalam jaringan otak yang merefleksikan
aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang fisiologi dan neuro kimiawi
otak.
b. Transcranial magnetic stimulations (TMS) dikombinasikan dengan MRI, para ahli
melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan proses
motorik dan visual dan dapat menghubungkan antar kimiawi dan struktur otak dengan
perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.

Berdasarkan faktor psikologis, harga diri rendah kronis sangat berhubungan dengan
pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan
teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial yang sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis
adalah status ekonomi seperti kemiskinan, tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan,
kultur sosial yang berubah misal ukuran keberhasilan individu. Faktor cultural dapat dilihat
dari tuntutan peran sesuai kebudayaan yang sering meningkatkan kejadian harga diri
rendah kronis antara lain: wanita sudah harus menikah jika umur mencapai duapuluhan,
perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme. Akumulasi faktor predisposisi ini baru
menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi. Faktor
presipitasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar, antara lain
ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan
transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat sakit.

E. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, menurunnya
produktivitas. Gangguan konsep diri: harga diri rendah dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
 Situasional. Gangguan konsep diri: harga diri rendah yang terjadi secara
situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya
harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban perkosaan, atau menjadi
narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga
bisa menyebabkan rendahnya harga diri seseorang dikarenakan penyakit fisik,
pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak
tercapai akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh serta perlakuan petugas kesehatan
yang kurang menghargai klien dan keluarga.
 Kronik. Gangguan konsep diri: harga diri rendah biasanya sudah berlangsung
sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat. Klien
sudah ,memiliki pikiran negatif sebelum dirawat dan menjadi semakin meningkat
saat dirawat.

F. Mekanisme Koping pelajari


Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri dibagi
dua yaitu:
1. Koping jangka pendek

a. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya :

pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton
televisi.
b. Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut kelompok

tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok
tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
c. Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diriatau
identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga, prestasi
akademik, kelompok anak muda.
d. Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang keisengan

akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang.
Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat.
Remaja mungkin menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin
mendapatkan identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan “saya mungkin
lebih baik menjadi anak tidak baik”.
Individu dengan gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego
oriented reaction (mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri.
Macam mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi,
proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan
penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri
criminal, persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi bila telah mempengaruhi seseorang
baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap telah mempengaruhi
koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu
tidak efektif). Bila kondisi klien dibiarkan tanpa ada intervensi lebih lanjut, dapat
menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang
lain (isolasi sosial). Klien yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik
dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko prilaku kekerasan.

G. Teori Para Ahli mengenai Harga Diri Rendah Kronis


Peplau dan Sulivan dalam Fitriah (2009) mengatakan bahwa pengalaman interpersonal
di masa atau tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan
seperti good me, bad me, not me, merasa sering dipersalahkan, atau merasa tertekan, akan
menimbulkan rasa aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan ditolak
oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga
diri rendah kronis.
Caplan dalam Fitriah (2009) mengatakan bahwa lingkungan sosial, pengalaman
individu, dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak, serta tidak
dihargai akan mempengaruhi individu. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan stress dan
menimbulkan penyimpangan perilaku seperti harga diri rendah kronis.

H. Pohon Masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan

Effect perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi social

Core problem harga diri rendah kronis

Causal body image

I. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Harga diri rendah kronis
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi social
4. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. resiko Isolasi social
c. Gangguan citra tubuh/body image
d. resiko perilaku kekerasan

3. Rencana Tindakan Keperawatan


A. Gangguan Konsep Diri
Tujuan umum:
klien dapat melakukan cara pengambilan atau pengendalian keputusan yang efektif untuk
mengendalikan situasi kehidupan ny0a
Tujuan khusus:
1. klien dapat membina hubungan saling percaya
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah
TAK 1
INTERVENSI:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Sapa klien dengan ramah
3. Perkenalkan diri
4. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
5. Buat kontrak waktu yang jelas
6. Jelaskan tujuan intervensi
7. Tunjukan sikap empati
8. Kontak mata dengan klien
9. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan nya
10. Dengar kan unggkapan dengan empati

TAK 2
INTERVENSI
1. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaanya
3. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positive
4. Berikan pujian
TAK 3:
INTERVENSI
1. Kaji gambar koping yang dimiliki oleh klien
2. Tentukan kapan koping akan dimulai
3. Gali kekuatan dan sumber kekuatan yang klien miliki
4. Berikan respon positif
TAK 4
INTERVENSI
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan yang selama ini di lakukan di RS atau di rumah
2. Motivasi klien untuk dapat melakukan rencana kegiatan di RS atau dirumah
3. Beri reinforment positife terhadap mencapaian.
B. Isolasi Sosial
Tujuan umum :
klien dapat melakukan hubungan social secara bertahap

Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positife yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah
4. Klien dapat menyusun atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki di
RS maupun dirumah
TAK 1
INTERVENSI:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Sapa klien dengan ramah,baik verbal maupun non verbal
3. Perkenalkan diri
4. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai
5. Buat kontrak waktu yang jelas
6. Jelaskan tujuan intervensi
7. Tunjukan sikap empati
8. Kontak mata dengan klien
9. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan nya
10. Dengar kan unggkapan dengan empati
TAK 2
INTERVENSI
1. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaanya
3. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positive
4. Berikan pujian
TAK 3:
INTERVENSI
1. Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan juga kemmapuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah
nantinya.
TAK 4
INTERVENSI
1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
2. Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
3. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
C. Gangguan Citra Tubuh
Tujuan umum:
Klien mammpu mengidentifikasi citra tubuhnya
Tujuan khusus:
1. Klien mampu meningkatkan peneriman terhadap citra tubuh
2. Klien mampu mengidentifikasi potensi(aspek positive)
3. Klien mampu mengetahui cara cara untuk meningkatkan citra tubuh
4. Klien mampu melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh nya
5. Klien mampu untuk berinteraksi dengan orang lain tampa terganggu
TAK 1
INTERVENSI
1. Diskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini,perasaan ,dan harapan
terhadap citra tubuh saat ini.
2. Motivasi klien untuk melihat bagian tubuh yang abnormal secara bertahap
3. Diskusikan aspek positive diri
4. Bantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
5. Ajarkan klien untuk meningkatkan citra tubuh dengan cara sebagai berikut:
a. Gunakan prosthesis,kosmetik,alat lain untuk menunjang penampilan nya
b. Motivasi klien untuk melakukan aktifitas yang menggarah pada pembentukan tubuh yang ideal
6. Lakukan interaksi secara bertahap
TAK 2
INTERVENSI
1. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaanya
3. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positive
4. Berikan pujian
TAK 3:
INTERVENSI
1. Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan juga kemmapuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah
nantinya.
TAK 4
INTERVENSI
1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
2. Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
3. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

Вам также может понравиться