Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Identitas Pasien
No. RM : 04.02.54
Nama : Rohdearni Barutu
Usia : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Bahagia N0.8 , Kota Medan, Sumatera Utara
Tanggal MRS : 14 November 2017
Tangga keluar : 15 November 2017
B. Anamnesis
1. Keluhan utama : Haid tidak berhenti selama sebulan
2. Telaah : Seorang perempuan berusia 47 tahun datang ke RS.Sri Ratu
pada tanggal 14 november dengan keluhan menstruasi tidak berhenti selama
sebulan, dan sudah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.setiap bulan siklus haid jadi
lama, dalam sebulan bisa mencapai 7-20 hari. Setiap hari ganti pembalut + 4
sampai 5 kali. Darah haid berwarna merah kehitaman. Nyeri pada saat haid
disangkal. Riwayat keputihan tidak ada.
3. Riwayat obstetric terdahulu
Anak I : Lahir spontan, perempuan ditolong dokter kebidanan, BB ; 2700 gr
Anak II : Lahir Spontan, perempuan, ditolong dokter kebidanan,BB :2900gr
Anak III : Lahir Spontan, laki-laki, ditolong dokter kebidanan, BB: 3400 gr.
4. Riwayat ginekologi :
Os mulai mendapatkan haid pertama diusia 15 tahun, siklus haid teratur dalam
rentang 28 hari dan lamanya haid 7 hari. Tetapi 6 bulan terakhir lamanya haid
menjadi 7-20 hari.
4. Riwayat penyakit terdahulu : Os mengatakan pernah mengalami hal yang
sama 7 tahun yang lalu
5. Riwayat keluarga :-
6. Riwayat pemakaian obat :-
C. Pemeriksaan fisik
1. Vital Sign
a. Kesadaran Umum : Compos Mentis
b. Keadaan umum : Ibu tampak lemas
c. Berat badan : 70 Kg
d. Tinggi badan : 157 cm
e. Tekanan darah : 100/80 mmHg
f. Heart rate : 98 x/i
g. Respiratory rate : 20 x/i
1
h. Temperature : 36,0o C
3. Pemeriksaan Khusus/Obstetric
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Luka bekas operasi : () Tidak ada
Arah pembesaran : () Tidak ada
Kelainan : () Tidak ada
Palpasi
TFU : TDP
Tafsiran berat janin : TDP
Letak punggung : TDP
Presentasi : TDP
Bagian terendah : TDP
Kontraksi uterus : TDP
His : TDP
Leopold
L-1 : TDP
L-2 : TDP
L-3 : TDP
L-4 : TDP
3
Auskultasi
Bising usus : () Ada
DJJ : TDP
D. Pemeriksaan penunjang
a. USG
Pemeriksaan usg dilakukan pada tanggal 14 november
Terdapat penebalan hyperplasia endometrium dan tampak adanya massa pada miouteri
b. Patologi anatomi
Makroskopik
Diterima beberapa potong sediaan jaringan kuretase berwarna cokelat kehitaman,
bentuk tidak beraturan, konsistensi kenyal, dengan ukuran jaringan terbesar 2x1x1 cm
dengan ukuran jaringaan terkecil 1x0,7x05 cm pada pemotongan tampak massa
berwarna cokelat kehitaman seukuran 0,7-1 cm.
Mikroskopik
Sediaan jaringan kuret, tampak struktur polipoid dengan kelenjar bentuk bulat tubular
epitel pseudostratified kolumnar, inti bulat, kromatin halus, sitoplasma eosinofilik.
Stroma terdiri massa myomatous, pembuluh darah dilatasi, tampak juga perdarahan-
perdarahan interstitial pada beberapa tempat.
Tidak dijumpai tanda-tanda keganasan pada sediaan ini.
c. Darah Lengkap
Pemeriksaan tanggal 14 November 2017 dan 15 november
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 Hemoglobin 6 mg/dl 12.5 - 14.5
2 Leukosit 13000 /mm3 5.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 8 mm/jam 0 - 20 .
4 Trombosit 197000 /mm3 150000 - 450000 -
5 Hematokrit 18 % 30.5 - 45.0 -
6 Eritrosit 4.57 10^6/mm3 3.50 - 5.50 -
7 MCV 82.2 fL 75.0 - 95.0 -
8 MCH 29.9 pg 27.0 - 31.0 .
9 MCHC 36.4 g/dl 33.0 - 37.0 .
10 RDW 14.1 % 11.50 - 14.50 .
11 PDW 42.9 fL 12.0 - 53.0 .
12 MPV 8.2 fL 6.50 - 9.50 .
13 PCT 0.16 % 0.100 - 0.500 .
14 Hitung Jenis Lekosit.
Eosinofil 0.4 % 1-3 .
Basofil 0.3 % 0-1 .
Monosit 11.2 % 2-8 .
Neutrofil 55.4 % 50 - 70 .
Limfosit 27.9 % 20-40 .
4
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 Hemoglobin 6 mg/dl 12.5 - 14.5
2 Leukosit 13000 /mm3 5.000 - 11.000
LUC 4.8 % 0-4
HEMATOLOGI
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
1 Hemoglobin 9,6 mg/dl 12.5 - 14.5
2 Leukosit 13000 /mm3 5.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah 27 mm/jam 0 - 20 .
4 Trombosit 200000 /mm3 150000 - 450000 -
5 Hematokrit 18 % 30.5 - 45.0 -
6 Eritrosit 4.57 10^6/mm3 3.50 - 5.50 -
7 MCV 82.2 fL 75.0 - 95.0 -
8 MCH 29.9 pg 27.0 - 31.0 .
9 MCHC 36.4 g/dl 33.0 - 37.0 .
10 RDW 14.1 % 11.50 - 14.50 .
11 PDW 42.9 fL 12.0 - 53.0 .
12 MPV 8.2 fL 6.50 - 9.50 .
13 PCT 0.16 % 0.100 - 0.500 .
14 Hitung Jenis Lekosit.
Eosinofil 0.4 % 1-3 .
Basofil 0.3 % 0-1 .
Monosit 11.2 % 2-8 .
Neutrofil 55.4 % 50 - 70 .
Limfosit 27.9 % 20-40 .
LUC 4.8 % 0-4
E. Diagnosis Sementara
Polip Endometrium Dengan Massa Myomateus
F. Terapi
IFVD RL 20 gtt/i
Inj.asam traneksamat 12/jam
Etambion tablet 3x1
G. Tindakan Terapi
1. Curetase
2. Anastesi
5
POLIP ENDOMETRIUM
a) Definisi
Polip endometrium adalah tumor jinak pada dinding endometrium yang merupakan
pertumbuhan aktif stroma dan kelenjar endometrium secara fokal, terutama pada daerah
fundus atau korpus uteri. Polip ini dapat tumbuh tunggal ataupun ganda dengan diameter atau
ukuran yang bervariasi mulai dari milimeter hingga sentimeter. Polip memiliki konsistensi
lunak yang sama dengan endometrium dengan permukaan yang gelap dan mengkilat. Polip
dapat mengalami ulserasi, perdarahan dan bisa terpelintir yang akan menyebabkan nekrosis
b) Epidemiologi
6
Prevalensi dari polip endometrium meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Polip endometrium sering dijumpai pada wanita berusia 29-59 tahun dengan prevalensi
terbanyak pada pasien berumur di atas 50 tahun atau pada wanita postmenapause. Prevalensi
ini meningkat 30- 60% pada wanita dengan riwayat penggunaan tamoxifen (AAGL, 2012).
Prevelansi polip endometrium berbeda beda bergantung pada studi populasi, prevalensi polip
endometrium bervariasi dari 7,8 % hingga 34,9%. Beberapa penelitian melaporkan prevalensi
polip endometrium dapat mencapai 24% pada wanita yang tidak memiliki gejala polip
endometrium. Pada wanita dengan keluhan berupa infertilitas ditemukan bahwa prevalensi
c) Etiology
Penyebab utama polip endometrium belum diketahui secara pasti, tetapi teori
hormonal dan faktor genetik diyakini memiliki peran penting dalam patogenesis penyakit ini.
Faktor risiko yang berperan dalam penyakit ini antara lain: usia, diabetes melitus, hipertensi,
d) Patofisiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti polip endometrium dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa polip merupakan sebuah tumor tunggal
atau ganda yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel
tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom 6 dan 12. Kromosom
tersebut memiliki peranan penting dalam pengaturan proliferasi sel-sel somatik, pertumbuhan
pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah usia, hormonal (estrogen-
progesteron), hipertensi, dan obesitas. Estrogen dan progesteron memiliki peranan dalam
mengatur keseimbangan proliferasi dan apoptosis pada endometrium normal. Dapat dilihat
7
bahwa baik estrogen dan progesteron berpengaruh terhadap elongasi dari kelenjar
endometrium, jaringan stroma, dan arteri spiral yang merupakan karakteristik gambaran polip
endometrium (Salim, 2011). Polip endometrium jarang terdeteksi sebelum menarke, hal ini
Mekanisme molekuler seperti ekspresi berlebih dari reseptor estrogen dan progesteron ,
endometrial aromatase, peningkatan reseptor protein B-cell lymphoma 2, dan mutasi dari gen
e) Manifestasi Klinis
Secara makroskopis polip endometrium tampak sebagai massa ovoid berukuran
polip endometrium memiliki inti stroma dengan jaringan pembuluh darah yang jelas dengan
vena permukaan mukosa yang dapat melapisi komponen glanduler (AAGL, 2012). Kelainan
ini tidak menimbulkan gejala spesifik atau asimptomatik sehingga sebagian besar penderita
tidak mengetahui keberadaan polip endometrium, tetapi beberapa dapat diidentifikasi terkait
utama dari polip endometrium. Pada wanita pre atau post menapause dengan polip
endometrium, perdarahan abnormal terjadi sekitar 68% kasus dan gejala yang paling
umum dikeluhkan adalah adanya menorrhagia, haid tidak teratur, perdarahan post coital,
perdarahan post menapause, atau perdarahan intermenstrual. Ujung polip yang keluar dari
(Salim, 2011).
Nyeri perut , nyeri pelvik, atau dismenore : nyeri timbul karena gangguan reaksi
dapat terjadi sebagai efek penyempitan kanalis servikalis oleh tangkai polip endometrium
(Prawirohardjo, 2011).
8
Infertil : hipotesis infertil, termasuk obstruksi mekanik menghambat fungsi ostium dan
mempengaruhi migrasi sperma, atau efek biokimia polip pada implantasi maupun
metaloproteinase dan sitokin seperti interferon-gamma yang ditemukan pada polip bila
dibandingkan dengan jaringan rahim yang normal, perubahan mediator biomekanik inilah
f) Penegakan Diagnosis
Polip endometrium biasanya muncul sebagai lesi hyperechoic/ echogenic dengan kontur
reguler dalam lumen uterus. Ruang kistik membesar sesuai dengan kelenjar endometrium
dan dipenuhi oleh cairan protein yang dapat dilihat dalam polip atau polip mungkin muncul
bagian endometrium dengan gambaran yang homogen. Selain penilaian lesi polip,
dari arteri uterina dapat juga dinilai, yaitu dengan menggunakan USG color-flow Doppler.
USG ini dapat memvisualisasikan pembuluh arteri yang mensuplai polip yang disebut
sebagai pedicle artery sign dan memperbaiki keakuratan diagnosis polip endometrium.
Polip dengan ukuran kecil dapat diidentifikasi dengan penambahan kontras intra uterine
berupa Saline Infusion Sonography (SIS) atau gel sonografi (Leveno, 2011).
9
Gambar 2.1. USG Color Doppler ( Annan, 2012)
Tiga dimensi ultrasonografi (3-D US) adalah teknik pencitraan non-invasif dengan
kontur eksternal. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi yang lebih akurat antara
Blind Biopsy
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah jika dibandingkan dengan histeroskopi
dengan biopsi. Teknik ini juga dapat menyebabkan fragmentasi polip sehingga dapat
membuat diagnosis histologis sulit diinterpretasikan. Pada wanita menopause, hal ini
terutama terjadi untuk polip, yang cenderung lebih luas berdasarkan dengan permukaan
yang tidak rata disebabkan oleh kista tembus kecil yang ditutupi oleh endometrium atrofi
histopatologi seperti bentuk kelenjar yang tidak beraturan, tangkai fibrovaskular atau
stroma berserat dengan penebalan dinding pembuluh darah, dan terkadang dapat
ditemukan metaplastis epitel skuamosa. Selain itu juga dapat dilihat dari hiperplasia
jaringan lokal yang terbatas pada jaringan polip, karsinoma intraepitel endometrium, dan
10
komponen mesenkim yang mengandung stroma endometrium, jaringan fibrosa, atau otot
Histeroskopi dengan dipandu biopsi adalah gold standard dalam diagnosis polip
sendiri hanya memungkinkan penilaian subjektif dari ukuran, lokasi, dan sifat fisik lesi,
dengan sensitivitas 58% hingga 99% dan spesifisitas 87% sampai 100%, bila dibandingkan
Histerosalpingografi
nonspesifik dalam rongga endometrium, dengan sensitivitas yang tinggi (98%) tetapi
ini dapat digunakan pada wanita subur untuk menilai patensi tuba, namun dengan
intensitas sinyal rendah massa Intracavitary dikelilingi oleh sinyal intensitas tinggi dan
jarang digunakan karena biaya yang sangat tinggi dan ketersediaan terbatas (AAGL, 2012)
11
Memiliki peran yang terbatas karena biaya, paparan radiasi, dan sensitivitas rendah dari
53% untuk ketebalan endometrium bila dibandingkan dengan TVUS, bahkan dengan
g) Tatalaksana
Manajemen konservatif
Sekitar 25% dari kasus polip endometrium dapat hilang spontan. Semakin kecil
ukuran polip, maka peluang untuk hilang secara perlahan semakin besar. Pada pasien
dengan polip pascamenopause yang asimptomatik, tidak akan berkembang menjadi ganas.
Manajemen medis
Manajemen medis memiliki peran yang terbatas pada endometrium polip, meskipun
(Prawirohardjo, 2011).
pada wanita yang sedang menjalani terapi tamoxifen terbukti mengurangi angka kejadian
Blind dilatation dan kuretase terbukti menghilangkan polip endometrium pada 4 dari
secara lengkap pada 21 dari 51 pasien (41%). Pengangkatan polip endometrium dengan
blind kuretase memiliki keberhasilan <50% dan pada banyak kasus dengan metode ini,
12
polip tidak dapat hilang sempurna. Jika terapi histeroskopi tersedia, blind kuretase
2012).
Hysteroscopic Resection
maupun terapeutik. Ada beberapa variasi teknik menghilangkan polip dengan histeroskopi
namun hingga saat ini belum ada studi pembanding antar teknik tersebut (Prawirohardjo,
2011).
biaya yang relatif rendah. Visualisasi dan pengangkatan langsung dilaporkan efektif dan
Bedah radikal
Histerektomi adalah prosedur pembedahan besar dengan biaya yang lebih besar dan
potensial terjadinya morbiditas sehingga pemilihan terapi ini harus secara bijaksana
Histerektomi menjamin tidak adanya kekambuhan polip serta tidak ada potensi
h) Prognosis
Polip endometrium merupakan tumor jinak. Polip juga dapat berkembang menjadi
prakanker atau kanker. Sebagian besar polip mempunyai susunan histopatologik berupa
hiperplasia kistik, hanya sebagian kecil yang menunjukkan hiperplasia adenomatosa. Sekitar
0,5% dari polip endometrium mengandung sel-sel adenokarsinoma, dimana sel-sel ini akan
berkembang menjadi sel-sel kanker (Prawirohardjo, 2011). Polip dapat meningkatkan resiko
13
keguguran pada wanita yang sedang menjalani perawatan fertilisasi in vitro. Jika
pertumbuhan polip dekat dengan saluran telur, maka akan menjadi penyulit untuk hamil
(Pereira, 2015).
Hasil klinis setelah pengobatan polip endometrium umumnya baik. Pada 75%-100%
kasus terdapat perbaikan gejala menjadi sangat baik seperti hilangnya perdarahan uterus
abnormal setelah histeroskopi polypectomy. Risiko adhesi rendah setelah polypectomy karena
miometrium tidak terinsisi dan endometrium memiliki kapasitas regeneratif yang sangat baik
(Leveno, 2011). Dalam sebuah penelitian studi retrospektif, terdapat kekambuhan polip
polypectomyhisteroskopi(AAGL,2012)
MIOMA UTERI
Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,
batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga
dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri
bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.(1,5,6)
Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira
10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari
seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun
(kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang
sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini
14
dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik
menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya
hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan
nullipara.(2,3)
2.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor
monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-
sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor
yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (3)
1. Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis
antara 35-45 tahun.
2. Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka
kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause.
Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan
satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus
atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel
embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen
yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian
menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)
(q15;q24).
15
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek
fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan
dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat
bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-
like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan
munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada
miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti
masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang
berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini. (3)
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
• Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan
dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan
memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan
dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
16
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
• Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai.
Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut
sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium
di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan
terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum.
Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
• Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih
kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus
berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak
memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada
potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor
mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi
menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara
histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk
pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis,
kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos
cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri
dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh
karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi
secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau
transformasi maligna.
17
Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri. (3)
Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : (6)
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara
lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno karsinoma
endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran
mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis
servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
18
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung
kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter
dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi
dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan
edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis
tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena
distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas
sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko
serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan
pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas,
tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Imaging
1) Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan
pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
2) Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
19
3) MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun
biaya pemeriksaan lebih mahal.
Diagnosis banding
1. Adenomiosis (7)
2. Neoplasma ovarium
3. Kehamilan
Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang
diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas
penanganan konservatif dan operatif. (3)
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut : (3)
- Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan.
- Bila anemi (Hb < style="font-weight: bold;">).
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai.
Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada
perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur
pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila
terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.(6)
Mioma
20
Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg
Konservatif Operatif
Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain : (6)
• Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
• Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
• Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat
juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium
atau suatu kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita berusia lanjut
oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur
pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas.
Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi.
21
Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran
tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
• Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
7. Marjono B. A. et all., 2008. Tumor Ginekologi. Available from :
http://www.geocities.com. Accested : March 02, 2008.
8. Edward E., 2007. Uterine Miomas : Comprehensive Review. Available from :
http://www.gynalternatives.com. Accested : March 02, 2008.
9. Stovall et all., 1992. Benign Diseases of the Uterus – Leiomyoma Uteri and the
Hysterectomy. Clinical Manual Gynecology, Second Edition, Mc. Graw-Hill
International, Singapore.
24