Вы находитесь на странице: 1из 20

MAKALAH

DISTRIBUSI ZIS

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Ziswa
Dosen Pengampu: Ani Nurul Imtihanah, M.S.I

Disusun Oleh:
Firda Kusuma (1502100257)

Kelas C

JURUSAN SI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1439 H/2018 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia Nya, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Ziswa dengan tema Distribusi
ZIS.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ani Nurul
Imtihanah, M.S.I dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta
memberikan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
teman-teman.

Metro, Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL
......... i
KATA
PENGANTAR
......... ii
DAFTAR
ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
........................................................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah
........................................................................................................................
2
C. Tujuan
Penulisan
........................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendistribusian Dan Penberdayaan Dana
ZIS
........................................................................................................................
3
B. Sistem Distribusi
ZIS
........................................................................................................................
6

iii
C. Model Distribusi
ZIS
........................................................................................................................
7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
.............................................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu
ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat
beriringan dengan menerangkan shalat. Pada delapan puluh dua tempat Allah
menyebut zakat beriringan dengan urusan shalat ini menunjukan bahwa zakat dan
shalat mempunyai hubungan yang rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat
dipandang seutama-utama ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama
ibadah Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu
ibadah maliyah.
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam
kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan
paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum
zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur. Karena itu kita
harus mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus dizakatkan, nishab-
nishab zakat, tata cara pelaksanan zakat dan berbagai macam zakat.
Nilai zakat tersebut dapat mendatangkan manfaat bagi golongan mampu atau
Muzaki (wajib zakat ), maupun bagi golongan yang tidak mampu atau mustahiq
(kusus bagi golongan miskin). Dengan zakatersebut mustahiq dapat merubah
kehidupan mereka , yaitu untuk meringankan beban biaya hidup, menjadikan kuat
berusaha dengan modal dari zakat, juga memberikan kesadaran penggunaan dana
zakat serta dapat mengembangkan etos kerja.
Sedangkan untuk muzakki nilai tersebut menjadikan diri bersih,
menimbulkan kesadaran dan kepedulian terhadap golongan yang tidak mampu dan
menimbulkan ketenangan dalam hidup karena kewjiban zakat telah terpenuhi.

1
Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan
Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang
sangat besar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Pendistribusian Dan Penberdayaan Dana ZIS?
2. Bagaimanakah Sistem Distribusi ZIS?
3. Bagaimanakah Model Distribusi ZIS?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pendistribusian Dan Penberdayaan Dana ZIS.
2. Untuk mengetahui Sistem Distribusi ZIS.
3. Untuk mengetahui Model Distribusi ZIS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendistribusian Dan Penberdayaan Dana ZIS


Ketentuan syari’at mengenai pemilik kekayaan pribadi ialah harus
membayar zakat sebanding dengan kekayaan yang dimilikinya. Emas, perak,
pertanian, perdagangan, usaha perdagangan dan apa saja yang dimiliki oleh
seseorang selama hidupnya merupakan harta benda yang wajib dizakati. 1 Islam
menekankan agar pemilik harta benda pribadi mempergunakan hartanya di jalan
Allah, yang berarti semua hal yang berfaedah bagi masyarakat serta dapat
mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Begitu banyak segi pemanfaatan
harta benda yang diungkapkan dalam Al-Qur’an. Ayat Al-Qur’an berikut ini
berisikan pemakaian, pemberian dan penggunaan harta kekayaan.
  
   
  
   
   
   
    
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah maha luas
(karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (Al-Baqarah/2: 261)
   
   
    
   
  
    
   
   

1
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani, 2007, h.
241

3
Artinya: “Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik kamu
nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup dan sedikitpun kamu
tidak akan dianiaya.” (Al-Baqarah/2: 272)
 
 
 
  
   
   

Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, maka merekaa mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati.” (Al-Baqarah/2: 274)
Pelaksanaan pemungutan zakat dengan semestinya, secara ekonomik dapat
menghapus tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok dan sebaliknya dapat
menciptakan redistribusi yang merata. Penanganan yang tepat terhadap zakat,
secara bertahap dapat menciptakan keseimbangan dalam tata ekonomi seperti yang
diinginkan. Tata cara pengumpulan zakat ini harus memperhatikan perbedaan
antara zakat kekayaan (harta benda) yang tampak dan yang tidak tampak. Zakat atas
harta kekayaan yang tampak, misalnya: hewan, hasil pertanian, dan sebagainya
dikumpulkan dan disalurkan kembali oleh negara. Sedangkan zakat harta yang tidak
tampak, seperti: emas, perak, dan barang-barang dagangan dibayarkan secara
langsung oleh pemilik kepada penerima zakat (mustahiqq).
Pelaksanaan pengumpulan zakat bukan sekedar tugas individu saja,
melainkan suatu sistem tatanan sosial yang dikelola oleh negara melalui
aparat tersendiri. Mereka yang bertugas mengelolanya, mulai dari
pengumpulannya dari para wajib zakat sampai pendistribusiannya kepada mereka
yang berhak. Hal ini difahami dari firman Allah dalam surat At-Taubah: 60 bahwa
‘amil zakat termasuk ke dalam mustahiqq al-zakat dan At-Taubah: 103 berupa
perintah untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang wajib zakat.

4
  
 
 
 
 
  
   
    
  

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (At-Taubah/9: 60)
   
 
    
    
  
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka…” (At-
Taubah/9: 103)
Pendistribusian zakat dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
1) Pertama, dana zakat diberikan kepada mereka yang mampu berusaha tetapi
penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya, seperti: pedagang kecil,
pengrajin, petani, dan sebagainya. Biasanya mereka tidak mempunyai
perlengkapan dan modal yang cukup untuk mengembangkan usahanya atau
tidak memiliki lahan maupun alat-alat pertanian. Dengan demikian, mereka
mampu mennutupi kebutuhannya secara tetap.
2) Kedua, zakat diberikan kepada mereka yang tidak mampu berusaha, seperti:
orang yang sakit menahun, janda, anak kecil, dan sebagainya. Kepada
orang-orang ini, zakat dapat diberikan selama setahun penuh.
Zakat merupakan ibadah maliyah yaitu pemberdayaan harta bendayang
diberikan Allah kepada manusia yang digunakan untuk kepentingan bersama

5
demikain halnya dengan aspek ekonomi. Zakat mengajak pada muara adanya
kebersamaan untuk menikmati kesejahteraan sehingga timbul adanya pemerataan,
kesamaan dan kebersamaan. Pada titik inilah kenikmatan hidup benar-benar terasa.
Perkembangan zakat di Indonesia saat ini memang cukup menggembirakan
dengan lahirnya UU No 38 tahun 1999 tentang Zakat, akat tetapi pelaksanaan dan
pencapain apa yang menjadi tujuan UU tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan
karena zakat sampai saat ini masih dipahami hanya sebatas kegiatan
mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Padahal inti (urgensi) dari kewajiban zakat
lebih dari itu ada aspek pendidikn moral dan pemberdayaan ekonomi yang selama
ini kurang dipahami oleh masyarakat zakat.
Perkembangan perzakatan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga
fenomena yang menarik. Pertama, penguatan kelembagaan amil zakat di tingkat
nasional maupun local dengan variasi pencapaian yang perlu terus ditingkatkan.
Kedua, kreatifitas program pemberdayaan zakat dalam rangkapenanggulanan
kemiskinan dan permasalahan social kemanusiaan. Ketiga munculnya ternd
kerjasama antar lembaga pengelola zakat dan antar komunitas zakat di level
regional asia tenggara. Dari tiga fenomena tersebut pada dasarnya mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kualitan pengelolaan zakat dan optimalisasi
pendayagunaannya.

B. Sistem Distribusi ZIS


Sistem merupakan kumpulan dari bagian atau komponen baik fisik maupun
nonfisik, yang paling berhubungan dengan yang lain dan bekerja secara harmonis
untuk mencapai suatu tujuan Sedangkan distribusi merupakan penyaluran atau
pembagian sesuatu secara kepada pihak yang berkepentingan. Untuk ini sistem
distribusi zakat berarti kumpulan atau komponen baik fisik maupun nonfisik yang
saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk
menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam meraih
tujuan sosial ekonomi dari pemungutan zakat.
Sasaran Sosial Ekonomi Zakat
1) Orang fakir
2) Orang miskin

6
3) Amil zakat
4) Golongan mualaf
5) Untuk memerdekakan budak belian
6) Orang yang berhutang
7) Untuk biaya di jalan AllahSWT
8) Ibnu sabil
Prinsip zakat dalam tatanan sosial ekonomi mempunyai tujuan untuk
memberikan pihak tertentu yang membutuhkan untuk menghidupi dirinya selama
satu tahun kedepan dan bahkan diharapkan sepanjang hidupnya. Dalam konteks ini,
zakat didistribusikan untuk dapat mengembangkan ekonomi baik melalui
keterampilan yang menghasilkan, maupun dalam bidang perdagangan. Oleh karena
itu prinsip zakat dapat memberikan sosuli untuk menghentaskan kemiskinan dan
kemalasan, pemborosan danpenumpukan harta sehingga menghidupkan
perekonomian mikro maupun makro.
Untuk tercipta visi di atas diperlukan sistem alokasi zakat yang memadai.
Sistem tersebut mencakup :
1) Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang memadai
sebagai indikator praktek yang adil.
2) Sistem seleksi mustahik dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan
kepada kelompok mustahik,
3) Sistem informasi muzakki dan mustahik (SIMM).
4) Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.

C. Model Distribusi ZIS


Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengakui hak individu dan
hak kolektif masyarakat secara bersamaan. Sistem Ekonomi Syariah mengakui
adanya perbedaan pendapatan (penghasilan) dan kekayaan pada setiap orang
dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang
mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko.
Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu
dalam antara yang kaya dengan yang miskin sebab kesenjangan yang terlalu dalam
tersebut tidak sesuai dengan syariah Islam yang menekankan sumber-sumber daya

7
bukan saja karunia Allah, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena
itu, tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan
segelintir orang.
Kurangnya program yang efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial yang
terjadi selama ini, jika tidak diantisipasi, maka akan mengakibatkan kehancuran
umat yang lebih parah. Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi
kekayaan dan pendapatan yang merata sebagaimana yang tercantum dalam Al
Quran Surah Al Hasyr ayat 7.
Salah satu cara yang dituntut oleh Syariah Islam atas kewajiban kolektif
perekonomian umat Islam adalah "lembaga zakat". Secara teknik, zakat adalah
kewajiban financial seorang muslim untuk membayar sebagian kekayaan bersihnya
atau hasil usahanya apabila kekayaan yang dimilikinya telah melebihi nishab (kadar
tertentu yang telah ditetapkan).
Zakat merupakan refleksi tekad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit
kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran−ajaran Islam
yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa
membedakan suku, ras, dan kelompok. Zakat merupakan komitmen seorang
Muslim dalam bidang sosio−ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi
kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara
semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialisme dan negara kesejahteraan
modern
Dalam kenyataan yang terjadi saat ini di Indonesia, zakat yang diterima oleh
Badan atau Lembaga Amil Zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim
yang ada. Kecilnya penerimaan zakat oleh Amil Zakat bukan hanya disebabkan
oleh rendahnya pengetahuan agama masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh
rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Hal itu mengakibatkan masyarakat condong menyalurkan zakat secara
langsung kepada orang, yang menurut mereka, berhak menerimanya. Sehingga
tujuan dari zakat sebagai dana pengembangan ekonomi tidak terwujud, tetapi tidak
lebih hanya sebagai dana sumbangan konsumtif yang sifatnya sangat temporer.
Seperti halnya contoh, hampir setiap menjelang Idul Fitri kita mendengar,
membaca, dan melihat pemandangan yang menyedihkan. Ribuan orang berdesak-

8
desakan sampai beberapa orang pingsan untuk berebut zakat mal dari seorang
pengusaha dan atau pejabat publik. Tentu kita tidak menginginkan peristiwa itu
terulang. Warga miskin mempertaruhkan jiwanya untuk mendapatkan sedikit uang
(antara 10 ribu sampai 25 ribu rupiah).
Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada
mustahiq:2
1) Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan distribusi lokal atau
lebih mengutamakan penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat
dengan lembaga zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya
untuk wilayah lain.
2) Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a) Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap golongan mendapat
bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
b) Pendistribusiannya haruslah menyeluruh kepada delapan golongan yang
telah ditetapkan.
c) Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada beberapa
golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa kebutuhan yang ada
pada golongan tersebut memerlukan penanganan secara khusus.
d) Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang
menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya
tidak bergantung kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan
diwajibkannya zakat.
e) Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi’i sebagai kebijakan umum
dalam menentukan bagian maksimal untuk diberikan kepada petugas
zakat, baik yang bertugas dalam mengumpulkan maupun yang
mendistribusikannya.
3) Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru bisa
diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si penerima
adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal
tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di lingkungannya, ataupun
yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya.

2
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia, Jakarta: Kencana, 2015, h. 54

9
Intermediary sistem yang mengelola investasi dan zakat seperti perbankan
Islam dan lembaga pengelola zakat dewasa ini lahir secara masif. Di Indonesia
sendiri, dunia perbankan Islam dan lembaga pengumpul zakat menunjukan
perkembangan yang cukup pesat. Mereka berusaha untuk berkomitmen
mempertemukan pihak surplus muslim dan pihak defisit muslim. Dengan harapan
terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau
bahkan menjadikan kelompok defisit (mustahiq) menjadi surplus (muzakki).
Dalam kaitan hal tersebut, Agar dana zakat yang disalurkan itu dapat
berdaya guna dan berhasil guna, maka pemanfaatannya harus selektif untuk
kebutuhan konsumtif atau produktif. Mekanisme distribusi zakat kepada mustahiq
bersifat konsumtif dan juga produktif. Menurut Mufraini distribusi zakat tidak
hanya dengan dua cara akan tetapi ada tiga yaitu: distribusi konsumtif, distribusi
produktif, dan investasi.
Dalam kenyataan yang terjadi saat ini di Indonesia, zakat yang diterima oleh
Badan atau Lembaga Amil Zakat tidak signifikan dengan jumlah penduduk muslim
yang ada. Kecilnya penerimaan zakat oleh Amil Zakat bukan hanya disebabkan
oleh rendahnya pengetahuan agama masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh
rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Distribusi Konsumtif, Produktif dan Investasi Dana Zakat, optimalisasi
distribusi dana zakat
1. Distribusi Konsumtif Dana Zakat
Dalam distribusi konsumtif disini dapat diklarifikasi menjadi dua, yaitu:
a. Tradisional
Zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk
kebutuhan konsumsi sehari-hari. Misalnya pembagian zakat fitrah berupa
beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri. Pola ini merupakan
program jangka pendek dalam mengatasi permasalahan umat.
b. Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan
digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan
sosial dan ekonomi yang dihadapi. Proses pengkonsumsian dalam bentuk lain

10
dari barangnya semula. Misalnya diberikan dalam bentuk bea siswa untuk
pelajar.
Pola pendistribusian dana zakat secara konsumtif diarahkan kepada:
1) Upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar dari para mustahiq.
Sama halnya dengan pola distribusi konsumtif tradisional yang
realisasinya tidak jauh pada pemenuhan sembako bagi kelompok delapan
asnaf. Yang menjadi persoalan kemudian adalah seberapa besar volume
zakat, apakah untuk kebutuhan konsumtif sepanjang tahun, atau hanya untuk
memenuhi kebutuhan makan satu hari satu malam.
Pendistribusian yang seperti ini sangat tidak mendidik jika diberikan
sepanjang tahun dan tidak berarti apa-apa jika untuk satu hari satu malam
saja.
2) Upaya pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan tingkat
kesejahteraan sosial dan psikologis.
Diarahkan kepada pendistribusian konsumtif non makanan, walaupun
untuk keperluan konsumsi mustahiq. Misalnya untuk peningkatan
kesejahteraan social yaitu pengupayaan renovasi tempat-tempat pemukiman.
Sedangkan untuk kesejahteraan psikologis adalah dengan Lembaga Zakat
menyalurkan dalam bentuk bantuan pembiayaan. Misal nikah masal, sunat
masal bagi anak-anak mustahiq.
3) Upaya pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan peningkatan SDM
agar dapat bersaing hidup di alam transisi ekonomi dan demokrasi
Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan mustahiq. Baik berupa beasiswa
sekolah, pelatihan-pelatihan dan peningkatan keterampilan non formal. Yang
dapat dimanfaatkan untuk kelanjutan menjalani kehidupan dan menggapai
kesejahteraannya.
2. Distribusi Produktif Dana Zakat
Pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas
mengingat statement syariah menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul
sepenuhnya adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf. Konsep distribusi

11
produktif yang dikedepankan oleh sejumlah lembaga pengumpul zakat, biasanya
dipadukan dengan dana lain yang terkumpul, misal infaq dan sadaqah.
Dalam Pendistribusian Zakat Produktif disini dapat diklarifikasikan
menjadi dua bagian yaitu antara lain:3
a. Tradisional/konvensional
Zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, dimana
dengan menggunakan barang-barang tersebut, para mustahiq dapat
menciptakan suatu usaha. Misalnya pemberian bantuan ternak kambing,
sapi.
b. Kreatif
Zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir,
baik untuk permodalan proyek sosial seperti membangun sekolah, tempat
ibadah, maupun sebagai modal usaha untuk membantu mengembangkan
usaha para pedagang atau pengusaha kecil.
Zakat secara produktif ini bukan tanpa dasar, zakat ini pernah terjadi di
zaman Rasulullah dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari
Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan
kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan
lagi.
Dalam kaitan dengan penyaluran zakat yang bersifat produktif,
pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-
perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya
bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka
sepanjang masa. Dan untuk saat ini peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat
digantikan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
Jika memberikan zakat yang bersifat produktif, harus pula melakukan
pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya
dapat berjalan dengan baik. Disamping melakukan pembinaan dan
pendampingan kepada para mustahik dalam kegiatan usahanya, BAZ dan LAZ

3
Hilman Latief, Melayani umat: filantropi Islam dan ideologi kesejahteraan kaum
modernis, PT Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 126

12
juga harus memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya agar
semakin meningkat kualitas keimanan dan keIslamanannya.
Selain sebagai modal usaha, penyaluran zakat produktif juga dapat
berupa penyediaan sarana kesehatan gratis dan sekolah gratis untuk anak
keluarga miskin. Tetapi sekali lagi, pendataan keluarga miskin ini harus
dilakukan dengan ketat agar zakat tidak terdistribusi kepada golongan yang tidak
berhak.
Pola distribusi zakat produktif yang dikembangkan pada umunya
mengambil skema qardul hasan. Yaitu salah satu bentuk pinjaman yang
menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman.4
Namun bila ternyata si peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan
pokok tersebut, maka hukum zakat mengidentifikasikan bahwa si peminjam
tersebut tidak dapat dituntut atas ketidakmampuannya tersebut, karena pada
dasarnya dana tersebut adalah hak mereka. Pola distribusi produktif yang
mengedepankan pola qardul hasan dapat diilustrasikan sbb:

3. Langkah-langkah Pendistribusian Zakat


Adapun langkah-langkah pendistribusian zakat produktif tersebut berupa
sebagai berikut:5

a. Pendataan yang akurat sehingga yang menerima benar-benar orang yang


tepat.
b. Pengelompokkan peserta ke dalam kelompok kecil, homogen baik dari
sisi gender, pendidikan, ekonomi dan usia dan kemudian dipilih ketua
kelompok, diberi pembimbing dan pelatih.
c. Pemberian pelatihan dasar, pada pendidikan dalam pelatihan harus
berfokus untuk melahirkan pembuatan usaha produktif, manajemen
usaha, pengelolaan keuangan usaha dan lain-lain. Pad pelatihan ini juga

4
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, h.
14
5
Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Edisi Pertama, Jakarta:
Kencana, h. 116

13
diberi penguatan secara agama sehingga melahirkan anggota yang
berkarakter dan bertanggung jawab.
d. Pemberian dana, dana diberikan setelah materi tercapai, dan peserta
dirasa telah dapat menerima materi dengan baik. Usaha yang telah
direncanakan pun dapat diambil. Anggota akan dibimbing oleh
pembimbing dan mentor secara intensif sampai anggota tersebut mandiri
untuk menjalankan usaha sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manusia sebagai penguasa di muka bumi ini diberi titipan oleh Allah berupa
materi. Kerakusan dan ketamakan manusia terhadap harta (materi) menghilangkan
etika martabat manusia. Untuk membawa martabat manusia menjadi lebih baik
maka Allah menciptakan syariat yaitu dengan adanya zakat. Allah juga memberikan
ilmu pengetahuan zakat kepada mereka tentang cara pengelolaan zakat sehingga
mensejahterakan umat manusia disemua kalangan. Dalam pengelolaan
(manajemen) zakat tentunya ada sebuah lembaga atau organisasi yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang memiliki fungsi masing-
masing untuk menjalankan tugasnya.
Oleh karna itu dalam kegiatan melancarkan kegiatan ini dalam
meningkatakan kualitas ekonomi masyarakat yang kurang mumpuni di perlukan
kesadaran bagi muzakki apabila harta yang di miliki sudah pantas di zakatkan maka
di harapkan untuk segera melaksanakan mengingat zakat adalah kewajiban bagi
yang mampu kususnya umat islam yang berpegang teguh pada agama islam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani,


2002,
_______________, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani,
2007,
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia, Jakarta: Kencana, 2015,
Hilman Latief, Melayani umat: filantropi Islam dan ideologi kesejahteraan kaum
modernis, PT Gramedia Pustaka Utama, 2010,
Havis Aravik, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Edisi Pertama,
Jakarta: Kencana,

16

Вам также может понравиться