Вы находитесь на странице: 1из 39

Case Report Session

ILEUS OBSTRUKSI

Oleh :

Sintia Widiawati

1310311167

Preseptor:

dr. Risbenny, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ACHMAD MOCHTAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang


sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut
abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi
dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan
dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan. (1)
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal
terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus
dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang
menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal.(2)
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus
atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga
ileus obstruktif (obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi,
invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan
gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik
dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus
maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau
total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya
karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan
bedah darurat.(3)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al,
ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur
sekitar 16 – 98 tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih
banyak daripada laki – laki.(4)
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan
waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi
dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan
keseluruhan pasien.

1.2 Batasan Masalah


CRS ini dibatasi pada pembahasan definisi, anatomi, etiologi, patogenesis,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi, dan prognosis dari ileus
obstruksi.

1.3 Tujuan Penulisan


CRS ini bertujuan untuk memahami definisi, anatomi, etiologi,
patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi, dan
prognosis dari ileus obstruksi.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan CRS ini berupa laporan kasus,
diskusi, dan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ileus Obstruksi


Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu (5)
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal
ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total
dari usus besar dan usus halus.(2)
2.2 Anatomi Usus Halus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter
pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan
ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh
batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang
jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal
diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan
dengan sekum di katup ileosekal.(6)
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya
folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer
Patches.(6)

Gambar 2.1 Gambaran Usus Halus(7)


Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar
terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,
sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak
diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik
kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah
menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus
halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan
dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke
kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales,
dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.(8)
Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia(7)
Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta
tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.
Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum
dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis
membentuk vena porta. (9)
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :
(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika
inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)
sigmoidalis, (3) rektalis superior (6, 9)

Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe;
1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum
berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai
nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan
cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena
kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan
limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang
berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus inferior.(10)

Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum
dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior.(10) Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi
dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus.
Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak
dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.(9)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar.(9)
Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus.(10) Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek berlawanan.(9)

2.3 Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. Intramural atau lesi intrinsik dari
dinding usus, dan 3. Kompresi lumen atau kontriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruksi, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
yang ditemukan saat dilakukan operasi.(2)

Gambar 2.3 Penyebab Ileus Obstruksi (7)


Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur
dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama
dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan
operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan
malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-
anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan
penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan
intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran.
Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis
dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi
lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal.(2)

Tabel 2.1 Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal(2, 6);

2.4 Patofisiologi
2.4.1 Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal
dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan
menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi
di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi
cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya
gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan
isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,
yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan
intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme
absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif
vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon
Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon
dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:
terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir
terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi
mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang
- lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih
memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan
setelah obstruksi mekanik terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan
aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari
pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada
absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan
intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga
dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif
intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal
di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi
semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada
peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,
akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan
intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya
defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi.
Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi
renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri.
Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan
dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.
Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif (7)

2.4.2 Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.
Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia
dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh
volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam
setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat
merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari
intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan
peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia,
protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis
mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi
sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang
dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate (11)

2.4.3 Obstruksi Gelung Tertutup


Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab
yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran
mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan
terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan
intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen
meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin
terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya risiko kejadian strangulasi.
Distensi pada obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya
strangulasi lebih dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

2.4.4 Obstruksi Parsial Intestinal


Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan
dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan
peningkatan kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan.
Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri
dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

2.4.5 Obstruksi kolon


Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal.
Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada
absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya
yang berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar
cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini
memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena
katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal
yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi
cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat
meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia
yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi
bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas abnormal
namun tidak hiperperistaltik.
Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar (11)

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok(12):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (3):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat
obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua: (5)
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.

2.6 Manifestasi Klinis


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Distensi
d. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada lokasi
obstruksi, lamanya obstruksi, penyebabnya, ada atau tidaknya iskemia usus.(5)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi.
Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada
bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga
menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark. (6)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah
linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada
obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting
dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus. (2)
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi.
Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu,
dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak.
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk
mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada
obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase,
fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini
tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan
strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia.(3) Pada ileus obstruktif usus halus kolik
dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
2.7.2.1 Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada
penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran
kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak
jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah
dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.(13)

2.7.2.2 Palpasi dan perkusi


Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan
adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
2.7.2.3 Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani
biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum
maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.(3)
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi
parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal
penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen
(curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan
etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus
dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
2.7.3.1 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, bood urea nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium, jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obstruksi intestinal yang sederhana.
Permeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal da[at mendeteksi adanya
hipokalemia, hipokhloremia, dan azotermia pada 50% pasien.
2.7.3.2 Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (
diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk
mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa
gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan : distensi usus, step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(14)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus
dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara.
Dengan demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus.
Keadaan selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup.
Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.
Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus

Gambar 2.6 Dilatasi Usus(15) Gambar 2.7 Multiple air fluid level
dan “string of pearls” sign(15)
Gambar 2.8 Hearing bone appearance(15) Gambar 2.9 Coffee bean apearance
(11)

Gambar 2.10 Step ledder sign(15)


b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (15)

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)


c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (15)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-90% untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (15)
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).(15)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.(15)
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (15)

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu: (15)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4.Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut

2.9 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di
monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial,
seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan
cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan
adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (1)
2.9.1 Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan
untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal
karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan
obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan
dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60
– 85% pada obstruksi parsial.(1)
2.9.2 Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi
intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi
yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya
tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus
disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan berbagai resikonya seperti
resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi
ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24
jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati
dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa
dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat
dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik;
walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi
dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil
yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit
yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali.
Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti
segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan
Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
nonstrangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.(5)

2.10 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.(5)

2.11 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.(15)
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. YA Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Masuk RS : 17 Desember 2017
Alamat : Ujung Labung Malai, Pariaman

Seorang pasien wanita usia 17 tahun datang ke RS Ahmad Muhtar dengan


Keluhan Utama
Perut membuncit sejak ±8 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Perut membuncit sejak ±8 hari sebelum masuk rumah sakit. Perut
membuncit dirasakan semakin hebat.
- Nyeri menyeluruh pada perut sejak 8 hari yang lalu. Nyeri bertambah
ketika makan, nyeri hilang timbul, nyeri tidak dapat ditujuntuk dengan
jari.
- BAB tidak ada sejak 10 hari yang lalu. Riwayat BAB sebelumnya: BAB
berbentuk kotoran kambing (+), lunak, bercampur darah (+) sejak 1 tahun
yang lalu.
- Flatus (-) sejak 10 hari ini.
- Mual (-), muntah (-)
- Sesak (+) sejak 10 hari ini, sesak tidak dipengaruhi posisi, makanan,
cuaca, ataupun debu.
- BB ↓ sejak 6 bulan ini. Pasien merasa semakin lama berat badan semakin
turun.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


Pasien sudah pernah berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan
keluhan BAB berdarah sejak 1 tahun yang lalu. Telah dilakukan pemeriksaan CT-
Scan terhadap pasien dan didapatkan gambaran massa pada rectum dan pasien
tidak melanjutkan pengobatannya.

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
- Keluarga dengan riwayat keganasan (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, & Kebiasaan


Pasien seorang ibu rumah tangga, merokok (-), alkohol (-), NAPZA (-).

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Keadaan gizi : Sedang

Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 115 x/menit
Respiration Rate : 28x/menit
Temperatur : 37,10 C

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Kulit : turgor baik, ikterik (-)
Mata :Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), refleks cahaya
(+/+),
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : KGB teraba tidak membesar, deviasi trakea (-), JVP 5-2
cmH2O
Thorax : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: SN vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea mid
clavicula
sinistra, RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat Status lokalis
Ekstremitas : Udem (-), CRT <5 detik, clubbing finger (-)
Status Lokalis
Regio Abdomen

Inspeksi : Distensi (+), sikatrik (-), darm contour (+), darm


steifung (-)
Palpasi : NT (+) di seluruh regio perut, NL (-), DM (-).
Perkusi : Hipertimpani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Borborigmi (+), metalic sound (-)

Rectal Touche : Anus: terdapat massa perianal, mudah berdarah, keras


Sphingter: kurang menjepit
Mukosa: massa (+) intralumen, 1 cm dari anokutan
line, massa hampir menutupi seluruh lumen,
konsistensi keras.
Ampula: tidak teraba
Handshoen: darah (+), feses (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi

Hb : 12,7 g/dl (11,5-15,5)


Ht : 35,2 % (35-45)

Leukosit : 5.490 /mm3 (3.500-13.500)

Trombosit : 290.000 /mm3 (150.000-440.000)

PT/APTT : 10,5/27,4

Na/K/Cl : 3,61/ 135,9/ 97,7

Rontgen abdomen 3 posisi dan thorax ½ duduk

Gambar 3.1 foto LLD dengan gambaran multiple air fluid level (step ledder)
Gambar 3.2 foto posisi supine dengan gambaran hearing bone dan dilatasi kolon

Gambar 3.3 foto ½ duduk

Gambar 3.4 foto thorax AP

DIAGNOSA KERJA
Ileus Obstruksi total ec susp. Malignancy

DIAGNOSA BANDING
Ileus obstruksi total ec susp. Skibala.

PENATALAKSANAAN

- Rehidrasi: IVFD RL
Dehidrasi: 10% x 36 x 1000= 3600 cc

Maintanace: 36 x 40 = 1440 cc

8 jam pertama: ½ D + ¼ M = 270cc/ jam

16 jam pertama: ½ D + ¾ M = 180cc/ jam

- Ranitidin 2 x 1 ampul
- Omeprazol 2x 1 ampul
- Dekompresi awal: pasang NGT, puasa
- Pasang kateter: kontol balance cairan (min: 30cc/jam)
- Cek elektrolit, protein (alb dan globulin)
- Injeksi Meropenem 2x 1 g
- Rencana kolostomi

FOLLOW UP

Tanggal 20 Desember 2017

S/ perut membuncit (+) ↓


Sesak (+) ↓
Demam (-)
Nyeri disekitar luka operasi (+)
Turgor baik
Mual (-), Muntah (-)
O/ KU: sedang
Kes: CMC
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 96 x/menit
Nafas: 27 x/menit
Suhu: 36,5 x/menit
Abdomen: Inspeksi: Distensi (+) ↓, darm contour (-)
Palpasi: NT (+) ↓, NL (-), DM (-).
Perkusi: hipertimpani di seluruh lapangan perut
Auskultasi: BU (+) di kuadran kiri atas, BU (-) di kuadran kanan atas,
kiri bawah, kanan bawah
stoma viabel, produksi (+), BAB dari bawah 2x
NGT: 10 cc, warna kuning kehitaman
Urin: 50 cc/ jam, warna kuning jernih
Lab: Hb: 10,2
Ht: 28,7
Leukosit: 5.280
Na/K/Cl: 136,1/3,34/105,0
A/ post kolostomi emergency H1
Segmental paralitik
Anemia ringan
P/ transfusi PRC 1 unit
Koreksi KCL : (4,5-3,34) x 35 kg = 13,53 meg
3
IVFD RL 1500CC/24 jam
Tramadol drip 3x1 ampul
Metoclopramid 3x1 ampul
Meropenem drip dalam NaCl 2x 1g
As. Traneksamat 3x 1 ampl
NGT alur
Cek Hb dan elektrolit post koreksi
Tanggal 21 Desember 2017

S/ perut membuncit (+) ↓↓


Sesak (+) ↓↓
Demam (-)
Nyeri disekitar luka operasi (+)
Turgor baik
Mual (-), Muntah (-)
O/ KU: sedang
Kes: CMC
TD: 120/70 mmHg
Nadi: 92 x/menit
Nafas: 24 x/menit
Suhu: 37 x/menit
Abdomen: Inspeksi: Distensi (+) ↓↓, darm contour (-)
Palpasi: NT (+) ↓, NL (-), DM (-).
Perkusi: hipertimpani di seluruh lapangan perut
Auskultasi: BU (+) di kuadran kiri atas dan kuadran kanan atas,
BU (-) di kiri bawah, kanan bawah
stoma viabel, produksi (+), BAB dari bawah (-)
NGT: 50 cc, warna kuning kehitaman
Urin: 50 cc/ jam, warna kuning jernih
Lab: Hb: 13,1
Ht: 36,5
Leukosit: 11.280
Na/K/Cl: 134,6/3,09/100,3
A/ post kolostomi emergency H2
Segmental paralitik
Imbalance elektrolit
P/ Koreksi KCL : (4,5-3,09) x 35 kg = 16,45 meg
3
Terapi lanjut
NGT alur
Cek elektrolit post koreksi
BAB IV
DISKUSI
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Sumbatan jalannya isi usus akan
menyebabkan isi usus terhalang dan tertimbun di bagian proksimal obstruksi,
sehingga di daerah tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Penyebab ileus
obstruktif ada berbagai macam. Obstruksi dapat terjadi di usus halus ataupun di
usus besar. Penyebab obstruksi dapat terjadi di intralumen,intramural, ataupun
ekstralumen.
Tumor intra lumen merupakan salah satu penyebab ileus obstruksi. Pada
kasus ini, dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik penyebab dari ileus
obstruksinya adalah massa di rektum. Dari pemeriksaan rectal toucher ditemukan
massa intalumen di daerah rectum, keras, 1 cm dari anokutan line, yang berarti
terdapat massa disekitar rektum. Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan
berat badan yang dapat juga merupakan gejala anoreksia dari suatu keganasan.
Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu
4 gejala klinik kardinal menurut Winslet dan Sabiston berupa nyeri abdomen,
muntah, distensi, dan kegagalan defekasi dan atau flatus. Ditambah dengan
pemeriksaan penunjang radiologi dan foto polos abdomen 3 posisi. Pada pasien
ini ditemukan 3 gejala, yaitu nyeri abdomen, distensi, dan kegagalan defekasi dan
flatus. Selain itu hasil dari pemeriksaan foto polos abdomen 2 posisi + foto thorax
setengah duduk menunjukan adanya gambaran ileus obstruksi.
Terapi awal yang diberikan adalah resusitasi cairan, karena pada kasus
obstruksi penyerapan cairan terganggu karena terganggunya permeabilitas mukosa
saluran cerna yang akan mengakibatkan terjadinya imbalance elektrolit dan
cairan. Selain itu, juga dapat dilakukan dekompresi awal dengan cara pemasangan
NGT dan puasakan pasien. Setelah keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
maka dilakukanlah operasi untuk menghilangkan penyebab obstruksi sebagai
terapi definitif untuk kasus ini, yaitu kolostomi.
BAB V
KESIMPULAN

1. Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total
ataupun parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan
terjadinya kegagalan usus untuk mendorong isi usus.
2. Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan
bagi jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik
terletak melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan
sebagai jenis obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti
ketakmampuan isi usus menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara
motilitas.
3. Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh
invaginasi dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi
pada kelompok umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan
karena tumor (60%), diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat
pasien dengan tumor colorectal dating dengan keluhan obstruksi.
4. Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
cardinal, yaitu: Nyeri abdomen yang bersifat cramping, muntah, obstipasi, dan
distensi abdomen.
5. Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif
DAFTAR PUSTAKA

1. Evers B. Sabiston Textbook Of Surgery. philadephia: Elseviers Saunders;


2004.
2. Thompson J. Intestinal Obstruction, Ileus and pseudoobstruction. R.H.
Bell LFRMWM, editor. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher; 2005.
3. Sjamsuhidajat R, Jong, WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC 2005.
4. Markogiannakis HM, E. Dardamanis, D. Pararas, N. Tzertzemelis, D.
Giannopoulos, P. et al. Acute mechanical bowel obstruction: clinical
presentation, etiology, management and outcome World Journal of
gastroenterology. 2007;13:432-7.
5. Ullah S KM, Mumtaz N, Naseer A. . Intestinal Obstruction : A Spectrum
of causes. JPMI. 2009;23(2):188-92.
6. Whang EE, Ashley, S. W., & Zinner, M. J. Small Intestine 8ed. al IBe,
editor: McGraw-Hill Companies; 2005.
7. Simatupang O. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 10,
2016, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
2010.
8. Eroschenko VP. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional 9ed.
Jakarta: ECG; 2003.
9. Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. S. A. Price
LM, & Wilson, editor. Jakarta: EGC; 2003.
10. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Students. 5 ed. New York2004.
11. Bickle IC KB. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ 2002;10:102-3.
12. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray
L, Brown AFT, Heyworth T. Textbook of adult emergency medicine. . 2,
editor. New York:: Churchill Livingstone; 2004.
13. Faradilla N. Ileus obstruksi. 2009. Pekanbaru : FK UNRI
14. Moses S. Mechanical Ileus. Retrieved June 13th, 2016, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.ht. 2008.
15. Nobie BA. Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 13th, 2016, from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
(2009, November 12).

Вам также может понравиться