Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ILEUS OBSTRUKSI
Oleh :
Sintia Widiawati
1310311167
Preseptor:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe;
1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum
berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai
nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan
cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena
kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan
limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang
berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus inferior.(10)
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum
dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior.(10) Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi
dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus.
Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak
dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.(9)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar.(9)
Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga
proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus
pelvikus.(10) Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek berlawanan.(9)
2.3 Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. Intramural atau lesi intrinsik dari
dinding usus, dan 3. Kompresi lumen atau kontriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruksi, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
yang ditemukan saat dilakukan operasi.(2)
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal
dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan
menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi
di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi
cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya
gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan
isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,
yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan
intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme
absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif
vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme
bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon
Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon
dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik
dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut:
terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir
terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi
mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang
- lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih
memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan
setelah obstruksi mekanik terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan
aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari
pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada
absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan
intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga
dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif
intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal
di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi
semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada
peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,
akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan
intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya
defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi.
Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi
renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri.
Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan
dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.
Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif (7)
2.4.2 Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.
Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia
dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh
volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam
setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat
merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari
intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan
peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia,
protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis
mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi
sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang
dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok(12):
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (3):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren.
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat
obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua: (5)
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia.(3) Pada ileus obstruktif usus halus kolik
dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
2.7.2.1 Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada
penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran
kontur usus) maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak
jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah
dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.(13)
Gambar 2.6 Dilatasi Usus(15) Gambar 2.7 Multiple air fluid level
dan “string of pearls” sign(15)
Gambar 2.8 Hearing bone appearance(15) Gambar 2.9 Coffee bean apearance
(11)
2.9 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di
monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial,
seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan
cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan
adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (1)
2.9.1 Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan
untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal
karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan
obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan
dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60
– 85% pada obstruksi parsial.(1)
2.9.2 Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi
intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi
yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya
tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus
disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan berbagai resikonya seperti
resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada
strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi
ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24
jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat
diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati
dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa
dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat
dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik;
walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi
dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil
yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit
yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin
moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali.
Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti
segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan
Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
nonstrangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.(5)
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.(5)
2.11 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.(15)
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. YA Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Pekerjaan : IRT Masuk RS : 17 Desember 2017
Alamat : Ujung Labung Malai, Pariaman
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Keadaan gizi : Sedang
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 115 x/menit
Respiration Rate : 28x/menit
Temperatur : 37,10 C
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Kulit : turgor baik, ikterik (-)
Mata :Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), refleks cahaya
(+/+),
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : KGB teraba tidak membesar, deviasi trakea (-), JVP 5-2
cmH2O
Thorax : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: SN vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea mid
clavicula
sinistra, RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat Status lokalis
Ekstremitas : Udem (-), CRT <5 detik, clubbing finger (-)
Status Lokalis
Regio Abdomen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi
PT/APTT : 10,5/27,4
Gambar 3.1 foto LLD dengan gambaran multiple air fluid level (step ledder)
Gambar 3.2 foto posisi supine dengan gambaran hearing bone dan dilatasi kolon
DIAGNOSA KERJA
Ileus Obstruksi total ec susp. Malignancy
DIAGNOSA BANDING
Ileus obstruksi total ec susp. Skibala.
PENATALAKSANAAN
- Rehidrasi: IVFD RL
Dehidrasi: 10% x 36 x 1000= 3600 cc
Maintanace: 36 x 40 = 1440 cc
- Ranitidin 2 x 1 ampul
- Omeprazol 2x 1 ampul
- Dekompresi awal: pasang NGT, puasa
- Pasang kateter: kontol balance cairan (min: 30cc/jam)
- Cek elektrolit, protein (alb dan globulin)
- Injeksi Meropenem 2x 1 g
- Rencana kolostomi
FOLLOW UP
1. Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total
ataupun parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan
terjadinya kegagalan usus untuk mendorong isi usus.
2. Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan
bagi jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik
terletak melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan
sebagai jenis obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti
ketakmampuan isi usus menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara
motilitas.
3. Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh
invaginasi dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi
pada kelompok umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan
karena tumor (60%), diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat
pasien dengan tumor colorectal dating dengan keluhan obstruksi.
4. Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
cardinal, yaitu: Nyeri abdomen yang bersifat cramping, muntah, obstipasi, dan
distensi abdomen.
5. Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif
DAFTAR PUSTAKA