Вы находитесь на странице: 1из 5

HUBUNGAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR TERHADAP TUMBUH KEMBANG ANAK

Angka kematian bayi di negara-negara Asean seperti Singapura 3/1000 kelahiran hidup,
Malaysia 5.5/1000 kelahiran hidup, Thailand 17/1000 kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 kelahiran
hidup, dan Philipina 26/1000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup
tinggi yakni 26,9/1000 kelahiran hidup (Depkes:2007).
Data survey kesehatan rumah tangga (SKRT) 2010 menyebutkan bahwa penyebab
kematian bayi baru lahir di Indonesia di antaranya asfiksia 27%, bayi berat lahir rendah29%, tetanus
neonatorum 10%, masalah pemberian makanan 10%, gangguan hematologi 6%. Sekitar 50-60%
kematian janin disebabkan oleh masalah asfiksia. Sedangkan Penyebab kematian tertinggi neonatus
pada minggu pertama kelahiran adalah asfiksia lahir dan prematuritas berat. Asfiksia pada bayi baru
lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun.
Asfiksia janin, seperti halnya asfiksia pada kehidupan ekstrauterin, dapat memberikan
dampak terhadap berbagai sistim organ, sehingga akan memberikan gejala bermacam-macam.
Derajat manifestasi gejala asfiksia janin akan bervariasi, tergantung pada berat, kekerapan timbul,
dan kronisitas asfiksia. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap keadaan ekstrauterin. Gagal bernafas pada saat lahir
dapat menyebabkan kerusakan otak

PENGARUH TES DAYA DENGAR PADA ANAK DENGAN RIWAYAT HIPERBILIRUBIN


NEONATUS

Ikterus merupakan masalah yang sering muncul pada masa neonates. Pada sebagian
besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam kehidupannya. Angka
kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan. Pada masa
neonatus, fungsi hepar belum berfungsi dengan optimal sehingga proses glukoronidasi bilirubin tidak
terjadi secara maksimal atau jika terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis
atau kekurangan glukosa, keadaan ini dapat menyebabkan kadar bilirubin indirek dalam darah dapat
meninggi.
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gajala ensefalopati pada
neonates mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia,
selanjutnya bayi mungkin kejang, spastic, dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin di
dapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
Ensefalopati bilirubin atau kernikterus merupakan suatu sindroma klinik yang disebabkan
penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada ganglia basalis dan nucleus batang otak. Manifestasi
klinis kernikterus sangat bervariasi dan lebih dari 15% tidak disertai kelainan neurologis yang nyata.
Kernikterus dapat dibagi ke dalam dua bentuk yaitu bentuk akut dan bentuk kronik. Bentuk akut
selalu dibagi dalam tiga fase; sedangkan bentuk kronis ditandai dengan adanya hipotonia, kelainan
ekstrapiramidal dan kemudian diikuti dengan gangguan pendengaran sensorineural.
Gangguan pendengaran yang didapat (acquired) dapat terjadi pada masa bayi atau masa
anak-anak (progressif atau delayed-onset). JCIH mengklasifikasikan gangguan ini ke dalam dua
kelompok berdasarkan faktor risiko yaitu kelompok bayi dengan risiko tinggi dan kelompok banyi
tanpa risiko. Berbagai faktor risiko gangguan pendengaran pada bayi adalah seperti
hiperbilirubinemia, infeksi, kelainan kraniofasial dan lain-lain (Gambar 2).4 Pada bayi yang memiliki
risiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan audiologi setiap enam bulan sampai usia tiga tahun.
Tes Daya Dengar digunakan untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini, agar
dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak. Yakni
setiap 3 bulan pada bayi kurang dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak usia 12 bulan ke atas.
Sehingga resiko gangguan pendengaran pada anak dengan riwayat hiperbilirubin neonatus dapat
berkurang.

PERBEDAAN KEJADIAN HIPOGLIKEMIA NEONATUS ANTARA BAYI PREMATUR DAN BAYI


CUKUP BULAN PADA BAYI DENGAN BERAT LAHIR RENDAH.

Angka kematian bayi sangat tinggi di Indonesia yaitu 32/1.000 kelahiran hidup atai setiap 1
jam terdapat 10 kematian bayi. Salah satu penyebab kematian bayi terbanyak adalah prematuritas
dan infeksi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
tahun 2007, penyebab kematian bayi usia 0-6 hari di Indonesia karena prematuritas adalah sebesar
34 persen. Sementara pada bayi usia 7-28 hari adalah sebesar 14 persen.
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL
(2.6 mmol/L). Hipoglikemi sering terjadi pada kelahiran prematur dengan BBLR, karena cadangan
glukosa yang rendah. Bayi prematur sangat rentan mengalami hipoglikemia disebabkan karena
mekanisme kontrol glukosa yang masih immatur. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting
untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress
yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada disebabkan karena meningkatkan penggunaan
cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermia dan gangguan pernapasan.
Kondisi ini menjadi penyebab ketergantungan pemberian glukosa dari luar, karenanya pemberian
dekstrosa melalui intravena merupakan suatu kebutuhan pada bayi prematur.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang
yang berakibat terjadinya hipoksia otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

PENGARUH BAYI LAHIR PREMATUR TERHADAP TES DAYA LIHAT PADA ANAK

Bayi dengan lahir prematur, mempunyai kecenderungan untuk mengalami kedisabilitasan.


Beberapa jenis kedisabilitasan yang memungkinkan terjadi pada bayi lahir prematur diantaranya
adalah Retinopaty of prematurity (ROP), gangguan metabolisme, gangguan belajar, gangguan
mental kejiwaan, gangguan bipolar, resiko epilepsi, dan lebih beresiko dengan autis.
Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan kelainan penglihatan yang terjadi pada bayi
dengan lahir prematur. Penyebab dari hal ini adalah adanya pembuluh darah retina yang
pertumbuhannya abnormal. Pertumbuhan abnormal pembuluh darah retina menyebabkan retina
lepas atau terluka. ROP dapat ringan dan membaik, tapi bisa juga menjadi serius dan berakibat pada
kebutaan.
Bayi lahir prematur yang tak punya masalah medis -khususnya bayi laki-laki- masih akan
bergulat secara akademis. Mereka cenderung mengalami masalah ketidakmampuan belajar,
mengalami kesulitan dengan matematika, dan membutuhkan lebih banyak layanan di sekolah
ketimbang anak-anak yang dulunya lahir dengan normal.
Tes Daya Lihat adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan dapat dilihat agar segera
dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat
menjadi lebih besar. dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia prasekolah umur 36- 72 bulan.
Sehingga resiko yang terjadi akibat kelahiran prematur dapat berkurang.

PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM TERHADAP PENCEGAHAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA

Preeklampsia, juga dikenal sebagai toxemia kehamilan, ditandai dengan hipertensi


(tekanan darah tinggi), proteinurea (protein dalam urin), edema (pembengkakan) umum, dan
kenaikan berat badan secara tiba-tiba. Preeklampsia dapat diidentifikasi pada masa kehamilan
dengan memantau tekanan darah, tes protein urin, dan pemeriksaan fisik. Preeklampsia masih
merupakan faktor penyumbang terbesar dalam angka kematian ibu di Indonesia. Pada tahun 2015
di kota semarang sebanyak 34% penyebab utama kematian ibu, disusul perdarahan 28%, penyakit
26%, dan hal lainnya sebanyak 12%.
Pemberian suplementasi kalsium dianjurkan untuk mencegah terjadinya preeklampsia bagi
semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi seperti riwayat preeklampsia di kehamilan
sebelumnya, diabetes, hipertensi kronis, penyakit ginjal, penyakit autoimun dan kehamilan ganda.
Dosis suplementasi kalsium bagi ibu hamil adalah 1.5-2 g/ hari.
Dari studi terbaru menujukkan bahwa suplementasi kalsium mampu mencegah atau
menghambat aktivasi dari sel-sel endotelial, hal ini merupakan kesimpulan dari studi yang dilakukan
oleh Dr. Chen dan kolega yang telah dipublikasikan secara online dalam Journal of Hypertension
bulan Juli 2013. Dalam studinya, Dr. Chan dan kolega melakukan eksplan plasenta yang dikultur
dengan interleukin-6 (IL-6) dalam berbagai konsentrasi dari kalsium. Resultan debris trofoblas akan
terpapar dengan sel-sel endotelial. Sehingga sel-sel endotelial akan terpapar dengan aktivator
termasuk NTD, IL-6 dan sera preekalmsi yang muncul pada berbagai konsentrasi kalsium dan
aktivasi dari sel endotelial tersebut dimonitor menggunakan quantifying cell surface markers dengan
ELISA.
Peningkatan kadar kalsium tidak mencegah induksi IL-6 akibat penumpahan NTD dari
eksplan plasenta tetapi mencegah aktivasi sel endotel dalam merespon IL-6, preeklampsia sera,
atau NTD. Penurunan kadar kalsium secara langsung akan menginduksi aktivasi sel-sel endotelial.
Penghambatan sintetase nitrat oksida menghambat kemampuan kadar kalsium yang tinggi dalam
melindungi aktivasi sel endotel. Aktivitas sel endotel oksida nitrat sintetase diblokir dengan LN-
nitroarginine metil ester.
Hasil penelitian kami menunjukkan kadar kalsium tidak mempengaruhi
penumpahan trofoblas debris tetapi penting terhadap aktivasi sel endotel dan suplementasi kalsium
berpotensi membalikkan aktivasi sel endotel pada wanita preeklampsia. Hasil ini dapat dipakai
dalam menjelaskan manfaat dari suplemen kalsium dalam pengurangan risiko pengembangan
preeklampsia dan memberikan dukungan mekanistik secara in-vitro tentang suplementasi kalsium
pada wanita yang berisiko.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.solider.or.id/2014/10/24/bayi-lahir-prematur-dan-dampaknya-terhadap-kedisabilitasan
WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. Jakarta:
WHO Country Office for Indonesia; 2013. P. 28-30, 160-1
http://www.medicinesia.com/harian/5127/
http://www.kalbemed.com/News/tabid/229/id/6607/Suplementasi-Kalsium-Mencegah-Aktivasi-Sel-
Endotelial-Relevansinya-dengan-Preeklampsia.aspx

Вам также может понравиться