Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGERTIAN
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut
yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala
atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat
berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan
baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi
dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya.
ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Neuenschwander, 2007).
ETIOLOGI
Faktor presipitasi dari ADHF menurut Kollef (2008) adalah :
1. Obat-obatan dan diet yang tidak terpenuhi (dietary non compliance)
2. Cardiac Causes
a. Iskemia
b. Aritmia
c. Hipertensi yang tidak terkontrol
3. Non Cardiac Causes
a. Infeksi (pneumonia dengan atau tanpa hipoksia)
b. Eksaserbasi dari komorbiditas (COPD)
c. Pulmonary embolus
4. Toksin (NSAID)
5. Volume overload
KLASIFIKASI
ADHF dapat dikategorikan dalam stage hemodinamik berdasarkan pada Cardiac
Index dan Pulmonary Capillay Wedge Pressure (Galdo, 2013). Cardiac Index
mengindikasikan derajat perfusi; pasien dikategorikan”hangat” atau ”dingin”
berdasarkan adanya hipoperfusi. CI <2.2 L/min/m2 diklasifikasikan “dingin”,
mengindikasikan hipoperfusi. Tanda dan gejala hipoperfusi meliputi kelelahan,
hipotensi, ekstremitas dingin, menurunnya fungsi renal dan gangguan status
mental. Pulmonary Capillay Wedge Pressure mengindikasikan status cairan ;
pasien diklasifikasikan ”kering” atau ”basah” bergantung pada adanya edema,
dimana kategori basah didefinisikan dengan PCWP >18 mmHg. Tanda dan
gejala dari overload cairan meliputi batuk, dyspnea, paroxysmal nocturnal
dyspnea, peningkatan JVP, edema perifer, ascites, hepatomegali, dan
splenomegali.
Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun,
maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk
mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme
kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik
dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan
kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark
di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal
ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan
peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan
meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas
di paru – paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara
fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem
adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal.
Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka
penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan
berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi
garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan
akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang
berujung pada oedema perifer.
GEJALA KLINIS
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang
sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga
dapat disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung,
komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk
penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli
pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal
jantung (Lindenfeld, 2010). Tabel Gambaran Klinis dari ADHF
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal
DIAGNOSIS
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat
dengan manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya.
Pasien yang datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk
didiadnosis. Mereka umunya memiliki tanda dan gejala kongesti paru ( dispneu
saat melakukan kegiatan,Orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan
Ronchi). Sedangkan manifestasi cepat kenyang, mual dan muntah merupakan
akibat dari edema traktus gastrointestinal (GI). Kongesti pada hepar dan spleen
atau keduanya menyebabkan Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau
splenomegaly. Pasien juga menunjukan adanya peningkatan tekanan vena
jugular dengan atau tanpa peningkatan reflex hepatojugular. Asites dan edema
perifer juga muncul akibat akumulasi cairan pada kavitas peritoneum dan perifer
(Crouch, 2006 ; Hollander, 2001)
Gagal jantung dengan hipoperfusi sulit untuk didiagonosis karena
kebanyakan gejala dan tanda tidak spesifik (tabel 4). Hipotensi dan perburukan
fungsi ginjal merupakan tolok ukur objektif terhadap hipoperfusi (Crouch, 2006).
Kesulitan mendiagnosis gagal jantung berdasarkan gejala dan tanda
memicu berkembangnya usaha untuk mengidentifikasikan biomarker terhadap
penyakit ini. Pemeriksaan dengan katerisasi jantung kanan dengan
menggunakan Swan Ganz Catheter yang merupakan gold standart untuk
pengukuran tekanan intrakardiak dan cardiac output, sayangnya katerisasi
jantung merupkan prosedur invasif yang mungkin menimbulkan komlokasi
nantinya. Namun pemeriksaan biomarker terhadap gagal jantung seperti B –
Type Natriuretic Peptide (BNP), yaitu suatu neurohormonal yang dilepaskan dari
ventrikel jantung (miokardium) sebagai respon terhadap overload cairan dan
peningkatan ketegangan dinding (misalnya perenggangan), merupakan
penunjang dignostik untuk ADHF dan merupakan prediksi terhadap keparahan
dan mortalitas yang dikaitkan dengan gagal jantung. Jantung selain berfungsi
sebagai pompa juga berfungsi sebagai organ endokrin yang berfunsi bersama
dengan sistem fisiologi lainnya untuk mengatur volume cairan. Miokardium dalam
hal ini menghasilkan natriuretic peptide, salah satunya B – Type Natriuretic
Peptide , suatu hormone diuretik, natriuretic dan bekerja menrelaksasi otot polos
vascular (Tallaj, 2011). Pengukuran level B – Type Natriuretic Peptide (BNP)
memiliki kaitan terhadap kondisi klinis tertentu antara lain yaitu :
Tabel Kegunaan klinis terhadap level BNP serum (Tallaj, 2011)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap,
SGOT, SGPT.
Gula darah
Kolesterol, trigliserida
Analisa Gas Darah
c. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
Aritmia
Perikarditis
d. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
Edema alveolar
Edema interstitiels
Efusi pleura
Pelebaran vena pulmonalis
Pembesaran jantung
e. Echocardiogram
Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
f. Radionuklir
Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
g. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk :
Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
Mengetahui beratnya lesi katup jantung
Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,
fungsi ventrikel kiri)
Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
PENATALAKSANAAN
Berlawanan dengan gagal ginjal kronis yang dapat dilihat secara dominan
sebagai gangguan neurohormonal, ADHF lebih kearah gangguan hemodinamika
sehingga intervensi seharusnya lebih diarahkan ke keabnormalitasan
hemodinamika. Terapi untuk pasien acute decompensated heart failure tidak
berubah secara signifikan selama 30 tahun. Algoritma terhadap acute
decompensated heart failure yang digunakan untuk mengevaluasi diagnostik
dan prognostik pasien dengan ADHF antara lain yaitu :
Gambar : Algoritma untuk stabilisasi awal pada acute decompensated heart
failure di instalasi gawatdarurat
BP Blood pressure; D5W Dextrose 5% in water; ECG Electrocardiogram; IV
Intravenous; SBP Systolic blood pressure
Gambar 4. Pilihan pengobatan pasien dengan acute decompensated heart
failure (Kirk, 2004)
Gambar 3. Algoritma penatalaksanaan pada Acute decompensated heart failure.
ADHF, acute decompensated heart failure; AJR, abdominal jugular reflex; BiPAP,
bi-level positive airway pressure; BNP, B-type natriuretic peptide; CI, cardiac
index; CPAP, continuous positive airway pressure; DOE, dyspnea on exertion;
HJR, hepatojugular reflex; JVD, jugular venous distention; PCWP, pulmonary
capillary wedge pressure; PND, paroxysmal nocturnal dyspnea; SBP, systolic
blood pressure; SCr, serum creatinine; SOB, shortness of breath; SVR, systemic
vascular resistance (Kirk, 2004).
ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
Pengkajian Keperawatan
FOKUS DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF MASALAH
1 2 3 4
Aktivitas/ - Letih terus menerus - Gelisah - Intoleran
istirahat sepan- - Perubahan status Aktivitas
jang hari. mental, mis letargi - Ggn pola tidur
- Sulit tidur - Tanda vital berubah - Ansietas
- Sakit pada dada saat beraktivitas
saat beraktivitas
- Sesak nafas saat
aktivitas atau saat tidur
Sirkulasi - Riwayat hipertensi , - Perubahan tekanan - Perubahan
penyakit jantung lain darah ( rendah atau Perfusi jar.perif
(AMI ) tinggi) er
- Bengkak pada telapak - Takikardi - Resti
kaki, kaki,perut - Disritmia kerusakan
-Bunyi jantung ( S3 / integritas kulit
gallop, S4 ) - PK :
- Murmur sistolik dan Hipertensi
diastolic - PK : Syok
- Perubahan kardiogenik
denyutan nadi perifer - PK :
dan nadi sentral embolisme
mungkin kuat pulmonal
- Warna kulit dan
punggung kuku
sianotik atau pucat
- Pengisian kapiler
lambat
-Teraba pembesaran
Hepar
- Ada refleks
hepatojugularis
- Bunyi nafas krekels
atau ronchi
- Edema khususnya
pada ekstremitas
- Distensi vena
jugularis
Integritas - Cemas, takut, khawatir - Marah, mudah Ansietas
ego - Stres yang tersinggung
berhubungan dengan
penyakit
Eliminasi - Kencing sedikit - Perubahan
- Kencing berwarna pola eliminasi
gelap urine
- Berkemih malam hari - PK : gagal
( nokturia ) ginjal
Makanan/ - Kehilangan nafsu - Penambahan berat - Perubahan
cairan makan badan cepat kelebihan
- Mual/ muntah - Distensi abdomen volume cairan
- - Perubahan berat badan (asites), - Resti
yang signifikan - Edema (umum, perubahan
- Pembengkakan pada dependent, pitting, nutrisi kurang
ekstremitas bawah tekanan ) dari kebutuhan
- Pakaian / sepatu
terasa sesak
Higiene - Kelelahan selama - Intoleransi
aktivitas perawatan diri aktivitas
Neuro - Keletihan , pening - Letargi, disorientasi - Intoleransi
sensori - Perubahan prilaku ( aktivitas
mudah tersinggung - Ansietas
Nyeri / - Sakit pada dada - Tidak tenang, - Nyeri
keamanan - Sakit pada perut kanan gelisah
atas - Tampak meringis
- Sakit pada otot - takikardia
Pernafasan - Sesak
- Takipnea
saat aktivitas - Kerusakan
- Tidur sambil duduk - Napas dangkal pertukaran gas
- Tidur dengan beberapa - Penggunaan otot - Perubahan
bantal aksesori pernapasan kelebihan
- Batuk dengan atau - Batuk kering atau volume cairan
tanpa dahak nonproduktif atau - Perubahan
mungkin batuk terus perfusi jaringan
menerus dgn / tanpa perifer
pembentukan sputum
- Sputum mungkin
bersemu darah
merah muda/berbuih
- Bunyi napas krakels,
wheezing
- Fungsi mental
mungkin menurun;
letargi; kegelisahan
- Warna kulit
- pucat/sianosis
Diagnosa keperawatan
Intervensi
Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
Kelola pemberian
antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
Minimalkan stress
lingkungan
....................................
Monitor berat badan
Monitor elektrolit
Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat