Вы находитесь на странице: 1из 18

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik


2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku secara keseluruhan baik secara langsung dengan lisan maupun tidsak
langsung melalui media ( Arwani, 2002: 5-6).
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dan klien dalam hubungan ini perawta dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien (Stuart G.W:
1998).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse: 1998).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,
1996 :20 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi.
Seorang penolong (helper) atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah
yang dihadapinya melalui komunikasi (Suryani: 2006).

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Menurut Purwanto( 1996: 21 ) tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya
6

3. mempengaruhi orang lain,lingkungan fisik dan dirinya sendiri


(purwanto,1996,21).

2.1.3 Prinsip – Prinsip Komunikasi Terapeutik


Menurut Purwanto tahun 1996, prinsip- prinsip komunikasi terapeutik adalah:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus memahami,menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motifasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya sehingga tumbuh
makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
7. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira ,sedih,marah, keberhasilan
maupun frustasi.
8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsentrasinya.
9. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
sempati bukan tindakan yang terapeutik
10. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan dari
terapeutik .
11. Mampu berperan sebagai Role model agar dapat menunjukan dan
menyakinkan orang lain tentang kesehatan .oleh karena itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik ,mental,spiritual dan gaya hidup.
12. Dilaksanakan untuk mengekspresikan perasaan .bila dianggap menganggu.
13. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
7

14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

2.1.4 Teknik Komunikasi Terapeutik


Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat
menggunakan komunikasi terapeutik sebagai berikut :
1. Mendengar ( Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi dengan mendengar perawat
mengetahui perasaan klien.beri kesempatan banyak pada klien untuk
bicara,perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Pertayaan terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih beri dorongan dengan cara mendengar atau
mengatakan
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien gunanya untuk menguatkan
ungkapan klien dan beri indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu
mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah.
5. Refleksi
Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar, klasifikasi ide yang diekspresikan
klien dengan pengertian perawat. Refleksi perasaan, memberi respon pada
perasaan klien pada isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima
perasaannya.
6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus
pada realita.
8

7. Membagi presepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dalam pikiran dengan
cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
8. Identifikasi” Tema “
Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang
penting.
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya
memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara pada klien yang
menarik diri teknik diam berarti perawat menerima kien.
10. Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan
11. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masaslah tepat dipakai pada fase kerja
dan tidak tepat pada fase awal berhubungan ( Anna Keliat, 2003 : 26 -28 ).

2.1.5 Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi


Faktor-Faktor penghambat dalam proses komunikasi terapeutik adalah:
1. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
2. Pengamatan / penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
3. Komunikasi satu arah
4. Kepentingan yang berbeda
5. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
6. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
7. Pembicaraan hal- hal yang bersifat pribadi.
8. menuntut bukti, larangan serta penjelasan dari klien mengenai tindakannya
9. memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
10. menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan.
11. terlalu banyak bicara seharusnya mendengarkan.
12. Memperlihatkan sifat jenuh, pesimis.Menurut.(Purwanto, 1996 : 32)
9

2.1.6 Sikap Perawat Dalam Komunikasi


Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb. 1983) Mengidentifikasi lima sikap atau
cara\ untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu:
a. Berhadapan.
Arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda”
b. Mempertahankan kontak mata
kontak mata pada lefel yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki dan tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon pada klien.

2.1.7 Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Ada hal mendasar yang memberi ciri komunikasi terapeutik yaitu :
1. Keiklasan ( Genuinenes)
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif
dalam berhubungan dengan klien perawat berespon dengan tulus tidak berpura –
pura mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya.sikap perawat harus tidak
menghakimi,mengkritik,tidak mengejek atau tidak menghina rasa menghargai
dapat dikomunikasikan melalui : duduk,diam bersama klien yang menangis,
minta maaf atas hal yang tidak disukai klien, menerima permintaan klien untuk
tidak menanyakan pengalaman tertentu.
3. Empati (Empaty)
Merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan
pikiran dan perasaannya, perawat memandang melalui pandangan klien,
merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien
10

serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian Mansfield


( dikutip oleh Stuart dan sundeen, 1987 : 129) mengidentifikasi perilaku Verbal
dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang sangat tinggi sebagai
berikut:
a. Memperkenalkan diri kepada pasien / klien
b. Kepala dan badan membungkuk kearah pasien.
c. Respon verbal terhadap pendapat klien khususnya pada kekuatan dan
sumberdaya klien.
d. Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya: Nada suara,
gelisah,ekspresi wajah.
e. Tunjukkan perhatiannya, minat, kehangatan melalui ekspresi wajah.
f. Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
4. Kongkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan abstrak, perlu untuk
menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan . Ada 3 kegunaan yaitu:
a.Mempertahankan respon perawat terhadap respon klien.
b. Memberi penjelasan yang akurat kepada klien oleh perawat.
c. Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik (Ana Kliet, 2003 : 18-20 ).

2.1.8 Tahap Komunikasi Terapeutik


Menurut Nursalam tahun 2001, ada empat tahap dalam komunikasi terapeutik
yaitu:
a.Persiapan
Sebelum melakukan komunikasi kepada klien, perawat harus melakukan
persiapan dengan membaca status klien, perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk pada klien, karena akan mengganggu hubungan saling percaya.
Seorang perawat yang professional harus belajar dan peka terhadap kebutuhan –
kebutuhan dan mampu menciptakan hubungan yang terapeutik.
b.Pembukaan atau perkenalan.
Perawat dan klien memulai mengembangkan hubungan yang terapeutik.
Seorang perawat yang professional yang memiliki perilaku yang baik dan sangat
membantu dalam menciptakan lingkungan kekeluargaan. Langkah – langkah
11

pertama perawat mengawali komunikasi dengan memperkenalkan diri, nama,


status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan, dan faktor-faktor yang menjadi
pokok pembicaraan .
c.Isi / Tahap kerja.
Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin
diketahui. Hal ini sering kita dapatkan dari data keluhan klien dan biasanya
mencakup
data – data tentang riwayat penyakit, riwayat keluarga, agama dan budaya.
d.Terminasi.
Pada tahap ini perawat mempersiapkan komunikasi untuk penutupan,
sehingga diharapkan dalam akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai
keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen tahun 1987 ada empat fase, yaitu:
fase prainteraksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja, dan fase terminasi dan
setiap fase di tandai dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan.
a. Pra interaksi
Prainteraksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien, perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi adan ketakutannya, sehingga kesadaran dan
kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggung
jawabkan. Perawat yang berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai
tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan
kepewaratan. Ia seharunya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri
yangt adekuat, mempunyai hubungan konstruktif dengan orang lain, dan
berpegang pada kenyataan dalam menolong klien. Pemakaian diri secara
terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan
pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan keperawatan kepada klien.
b. Fase perkenalan atau orientasi
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu
dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat –klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah
membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan
perumusan kontrak dengan klien.
12

c. Fase Kerja
Pada fase kerja, perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghububungkan persepsi,
pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi
kecemasan meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri, dan
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif.
d. Terminasi.
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik. Rasa percaya ada hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan
berada pada tingkat optimal. Terminasi terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas
pada unit tertentu atau klien pulang. Adapun alasan terminasi, tugas perawat pada
fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien
dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses perawatan yang telah dilalui
dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan
diekspersikan. Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep kehilangan.
Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu
klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi
terminasi dalam berbagai cara klien mungkin mengingkari perpisahan atau
mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan marah dan
permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau pembicaraan yang
dangkal. Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan
klien sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya,
dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih
memerlukan bantuannya.

2.1.9 Hal –hal Yang Perlu Dalam Komunikasi Terapeutik


Hal-hal yang perlu dalam komunikasi terapeutik menurut Nursalam tahun 2001
adalah:
1. Fokus wawancara adalah klien, perawat harus menunjukkan rasa
tertarik dan terlibat, memanggil nama klien dan menggunakan kontak mata
dan menghindari perdebatan dengan klien.
13

2. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian.


3. Menanyakan masalah yang dirasakan klien paling utama.
4. Mempergunakan pertanyaan tertutup (Closed ended question)
untuk memperoleh informasi yang spesifik dari klien.
5. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
6. Sentuhan, tehnik ini diperlukan untuk memberikan dorongan
spiritual dan agar klien merasa diperhatikan dan mempunyai teman.

2.2 Kepuasan Pasien


2.2.1 Pengertian kepuasan pasien
Pengertian kepuasan pasien antara lain sebagai berikut:
1. Engel dkk tahun 1995 berpendapat bahwa kepuasan
merupakan evaluasi purna beli dimana alternative yang dipilih sekurang-
kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan
pelanggan.
2. William Krowinski dan Steven Steiber tahun 1996
mendefinisikan kepuasan pasien adalah evaluasi yang positif dari dimensi
pelayanan yang spesifik dan didasari pada harapan pasien dan pelayanan yang
diberikan oleh provider.
Dari berbagai pengertian diatas mengenai kepuasan pasien, umumya
mempunyai kesamaan yaitu membandingkan antara harapan pasien dengan
pelayanan yang diterimanya terhadap produk yang ia beli.
Dengan demikian kepuasan dan ketidakpuasan adalah bentuk kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lalu, komentar kerabatnya, kepentingan individu serta janji atau
informasi pemasaran dari saingannya (Parasuraman, 1999). Pelanggan yang puas
akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan akan memberi
komentar yang baik terhadap institusi pemberi pelayanan. Pada perkembangan
selanjutnya terpenuhi atau tidaknya tuntutan pasien tersebut terkait dengan
timbulnya atau tidaknya rasa puas terhadap pelayanan.
14

Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang


dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pasien akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pasien akan puas. Sedangkan bila
kinerja melebihi harapan, pasien akan sangat puas.
2.2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
1. Umur
Kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh karakteristik pasien itu sendiri.
Hall dan Dorman tahun 1990 berpendapat bahwa karakteristik umur
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Pasien tua lebih merasa puas
dibandingkan pasien muda. Sementara dokter dan perawat lebih responsive
terhadap pasien yang lebih tua. Spelgil, et all tahun 1990 juga mengemukakan
bahwa karakteristik yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien adalah umur,
dimana usia lebih tua menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi untuk
perilaku dari provider tetapi lebih rendah untuk akses dan hasil pelayanan
kesehatan.
2. Pendidikan
Notoatmodjo tahun 1989 menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh
terhadap tingkat kepuasan, dimana pasien dengan tingkat pendidikan lebih tinggi
akan lebih mengerti dan memahami tentang pelayanan pengobatan terhadap
penyakit yang dideritanya. Kemungkinan karena lebih sabar dan memiliki
kesadaran yang lebih baik. Demikian juga yang dikemukakan oleh Spelgil, et all
tahun 1990 yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah mempunyai
tingkat kepuasan yang rendah pula untuk pelayanan kesehatan secara umum.
3. Jenis Kelamin
Abraham dan Shanley tahun 1996 menyatakan bahwa pasien perempuan
lebih cenderung puas terhadap pelayanan kesehatan dibandingkan dengan pasien
laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan sifat laki-laki cenderung lebih dominan,
aktif, bebas yang ditunjukkan dengan sifat percaya diri, terus terang, keras dan
yakin. Sedangkan sifat perempuan cenderung sensitive dalam hubungan formal
yang yang ditunjukkan dengan sifat penuh pengertian, hangat, bijaksana, dapat
bekerja sama dan sabar.
4. Sosiodemografik
15

Faktor sosiodemografik lain yang berhubungan dengan kepuasan pasien


antara lain kedudukan social, tingkat ekonomi dan budaya (Carr-Hill, 1992:
Anderson, 1985: Hays, 1989). Pada penelitian Hays (1989) mengungkapkan
kedudukan sosial pasien berkorelasi negatif terhadap kepuasan pasien. Pasien
yang berkedudukan sosial tinggi mempunyai harapan layanan kesehatan yang
tinggi pula dan mereka kecewa karena harapan mereka tidak sesuai dengan yang
dialami. Begitu pula dengan ekonomi, dimana semakin baik tingkat ekonomi
maka semakin besar pula tuntutannya terhadap layanan sehingga mereka
cenderung tidak puas terhadap layanan yang diberikan bila tidak sesuai dengan
harapan. Selain itu menurut Spelgil, et all tahun 1990 ukuran keluarga juga
mempengaruhi tingkat kepuasan dimana pasien yang berasal dari keluarga besar
umumnya memiliki tingkat kepuasan yang rendah.
2.2.3 Dimensi utama yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, yaitu:
1. Kualitas pelayanan kesehatan termasuk seni merawat dan ketaatan terhadap
standar diagnose dan standar pengobatan.
2. Aksesibilitas meliputi jarak ke lembaga pelayanan kesehatan, waktu tunggu,
dan kemudahan membuat janji.
3. Pembiayaan termasuk keluwesan mekanisme pembayaran.
4. Lingkungan fisik termasuk suasana yang menyenangkan dan kondisi fasilitas
yang bersih.
5. Ketersediaan tenaga, peralatan dan obat-obatan (Ware, 1987).
2.2.4 Metode Pengukuran Kepuasan Pasien
1. Kotler (1994) mengemukakan empat metode untuk mengukur kepuasan
pelanggan, yaitu:
a. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap tempat pelayanan kesehatan yang berorientasi terhadap pasien perlu
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi para pasien untuk
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka dalam hal ini media yang
digunakan dapat berbentuk:
1) Kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat yang mudah dijangkau dan
sering dilewati pasien
16

2) Menyediakan kartu komentar yang bisa diisi langsung ataupun dikirim


melalui pos.
3) Menyediakan saluran telepon khusus bagi pasien
Keuntungan dari metode ini adalah dapat memberikan ide-ide baru dan
masukan yang berharga bagi tempat pelayanan kesehatan tersebut, sehingga
memungkinkan memberikan respon yang cepat dan tanggap terhadap setiap
masalah yang timbul. Sedangkan kerugian dari metode ini adalah sulitnya
mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai kepuasan pasien, karena tidak
semua pasien menyampaikan keluhannya. Upaya mendapat saran juga sulit
diwujudkan dengan metode ini.
b. Survai Kepuasan Pelanggan
Umumnya penelitian mengenai kepuasan pasien dilakukan dengan cara
metode survey, baik melalui pos, telepon atau wawancara pribadi
(Setiawan,1990). Keuntungannya, provider akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan juga sekaligus memberikan sinyal
positif bahwa provider member perhatian kepada pasiennya (Gerson, 2001:
Supranto, 1997)
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara:
1) Directly Reported satisfaction
Pengukuran dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung
melalui pertanyaan yang dibagi berdasarkan skala.
2) Derived Dissatisfaction
Pertanyaan dilakukan menyangkut dua hal utama yakni besarnya harapan
pasien terhadap hal tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
3) Problem Analysis
Pasien yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal
pokok yaitu masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran
tempat pelayanan kesehatan dan saran-saran untuk perbaikan.
4) Importance performance Analysis
Responden diminta untuk merangking berbagai elemen dari penawaran
berdasarkan pentingnya derajat elemen tersebut.
c. Ghost Shopping
17

Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (Ghost


Shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan produk potensial
provider dan pesaing, kemudian mereka menyampaikan temuan-temuan ini
berdasarkan pengalaman mereka.
d. Lost Customer Analysis
Tempat pelayanan kesehatan berusaha menghubungi pasien-pasien yang telah
beralih ketempat pelayanan yang lain, yang diharapkan adalah informasi
penyebab mereka beralih.
2. Menurut Husein Umar
Dalam bukunya Metodologi Riset Perilaku Konsumen Jasa tahun 2003
halaman 15 dikatakan bahwa terdapat lima konsep yang dipakai secara umum
untuk mengukur kepuasan pelanggan / pasien, yaitu:
a. Kepuasan pelanggan / pasien keseluruhan
Caranya yaitu dengan menanyakan pelanggan mengenai tingkat kepuasan
atas jasa yang bersangkutan serta menilai dan membandingkan dengan tingkat
kepuasan pelanggan keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari pesaing.
b. Dimensi kepuasan pelanggan / Pasien
Prosesnya melalui empat langkah, pertama mengidentifikasi dimensi-dimensi
kunci kepuasan pelanggan / pasien, kedua meminta pelanggan menilai jasa
perusahaan / rumah sakit berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan
atau keramahan staf pelayanan terhadap pelanggan. Ketiga meminta pelanggan
menilai jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, keempat meminta
pasien menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka ada dikelompok
penting dalam menilai kepuasan pasien.
c. Konfirmasi harapan
Pada cara ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan
berdasarkan kesesuaian antara harapan pasien dengna kinerja actual jasa /
pelayanan yang dijual perusahaan / rumah sakit.
d. Minat pembelian ulang / minat kunjungan ulang
Kepuasan pelanggan diukur berdasarkan apakah mereka mengadakan
pembelian ulang / kunjungan ulang atas jasa / pelayanan yang diberikan.
e. Kesediaan untuk merekomendasi
18

Cara ini adalah merupakan ukuran yang penting, apalagi bagi jasa yang
pembelian ulangnya relative lama, seperti jasa pendidikan tinggi.

2.3 Jasa/Pelayanan
2.3.1 Pengertian jasa
a. Menurut Philip Kotler (1994 : 464) adalah sebagai berikut : a service is any act
or performance that one party can offer to another that is essentialy intangible
and does not result in the ownership of anything. It’s production may or may not
be tied to physical product.
b. Menurut American Marketing Association (1981: 441) mendefinisikan jasa
sebagai berikut : Services are those separately indentifaiable, essential intangible
activities which provide want satisfaction and that is not necessarily tied to the
sales of a product or anather service. To produce a service may or may not
require the use of tangibles goods. However when such use require, there is no
transfer of title (permanen ownership) to these tangible goods.
Jasa/pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan
cepat hilang, lebih dapat berpartisipasi aktif dalam mengkonsumsi jasa tersebut.

2.3.2 Karakterestik Jasa/pelayanan


Menurut Philip Kotler karakterestik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Intangible ( tidak berwujud)
Suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati
sebelum dibeli konsumen.
b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan)
Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu
bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seorang untuk diserahkan kepada pihak
lainnya, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut.
c. Variability (bervariasi)
Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa,
penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan.
19

d. Perishability (tidak tahan lama)


Daya tahan suatu jasa tergantung suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai
faktor.

2.3.3 Kualitas Pelayanan


Kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pasien serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pasien
dalam mencari kepuasan. Pernyataan ini dipertegas oleh Wyekot (dalam love
lock,1998;12) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Philip kotler (1994: 465) membagi macam-macam jasa sebagai berikut
barang berwujud murni terdiri dari barang berwujud, barang berwujud disertai
jasa terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa untuk
mempertinggi daya tarik pelanggan, campuran terdiri dari barang dan jasa dengan
proporsi yang sama, jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan terdiri dari
jasa utama dengan jasa tambahan dan/atau barang pelengkap, jasa murni hanya
terdiri dari jasa saja.
2.3.4 Mengelola kualitas jasa/pelayanan
Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1991:240) membentuk model kualitas
jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang
diharapkan. Adapun model dibawah ini mengidentifikasikan lima kesenjangan
yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu:
a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen, manajemen
tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan pelanggan.
b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa,
manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi tidak
menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik.
c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitasn jasa dan penyampaian jasa, para
personil mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar.
20

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal, harapan


konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan
perusahaan.
e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.

2.4 Pelayanan Keperawatan


2.4.1 Arti Penting Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan mempunyai peran yang sangat besar dalam
menentukan kepuasan pasien, karena hampir sebagian besar waktu pasien selama
ditempat pelayanan kesehatan akan dilayani oleh perawat terutama pasien rawat
inap. Pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya
mutu dan citra tempat pelayanan kesehatan yang akan mempengaruhi kepuasan
pasien. Oleh karena itu semua proses dan rangkaian kegiatan pada praktek
keperawatan yang diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan yang menggunakan pendekatan proses keperawatan harus berpedoman
pada standar prosedur operasional keperawatan, juga dilandasi oleh etika dan
etiket keperawatan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab perawat
tersebut.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien dari faktor pelayanan
keperawatan ini antara lain ketrampilan dan kemampuan dari perawat, cara
komunikasi antara perawat dengan pasien apakah ramah dan sopan, apakah
perawat memberikan perhatian personalnya terhadap pasien, kemauan dan
kesiapan para perawat untuk memberikan jasa keperawatan yang dibutuhkan pasin
misalnya bila pasien mendapatkan masalah apakah perawat membantu mengatasi
masalah itu secepatnya atau apakah perawat akan selalu menjawab pertanyaan
pasien, tanggung jawab dan konsistensi kerjanya, apakah bisa menimbulkan rasa
aman dan percaya.
Berdasarkan statistik hal-hal yang penting dalam pelayanan keperawatan adalah:
1) Kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan tehnik keperawatan.
2) Cara dan sikap dalam berkomunikasi dengan pasien.
3) Perhatian yang diberikan.
21

4) Kemampuan dari perawat untuk memecahkan masalah pasien dalam bidang


keperawatan.
5) Respon dari perawat ketika pasien memanggil untuk meminta bantuan.
6) Sebaik mana perawat menjalankan tugas mereka.
Semua itu membutuhkan sikap profesionalisme dari pelayanan keperawatan
yang akan memberikan efisiensi, keamanan dan kenyamanan bagi pasien, yang
pada akhirnya akan memberikan kepuasan terhadap pasien tersebut (William J.K
dan Steven RS: 1996).
2.4.2 Dimensi Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Keperawatan.
a. Dimensi Kenyataan
Dimensi kenyataan meliputi 5 hal yaitu informasi tentang tarif, prosedur
pelayanan keperawatan bagi pasien rawat inap, kondisi ruangan, kondisi
peralatan dan kondisi kamar mandi serta WC.
b. Dimensi Kepercayaan
Dimensi kepercayaan meliputi 6 hal yaitu percaya bahwa perawat yang
merawat pasien mampu menangani kasus pasien dengan tepat, pelayanan
keperawatan secara keseluruhan baik, perawat memberitahu dengan jelas
tentang hal-hal yang harus dipatuhi oleh pasien, perawat mampu menangani
masalah perawatan pasien dengan tepat dan profesional, perawat memberitahu
dengan jelas hal-hal yang dilarang dan perawat mengupayakan agar pasien
puas selama dirawat.
c. Dimensi Tanggung Jawab
Dimensi tanggung jawab meliputi 4 hal yaitu perawat segera menangani
pasien, perawat membantu pasien untuk memperoleh obat, perawat membantu
pasien untuk memperoleh pelayanan foto/ radiologi dan perawat membantu
pasien dalam pelayanan laboratorium.
d. Dimensi Jaminan
Dimensi jaminan terdiri dari 3 hal yaitu perawat membuat keluhan pasien
makin berkurang, pelayanan keperawatan sudah memenuhi standar asuhan
keperawatan dan perawat di ruang rawat sudah profesional.
e. Dimensi Empati
22

Dimensi empati terdiri dari 5 hal yaitu perawat membantu pasien saat buang
air kecil, perawat memberi perhatian yang cukup tinggi kepada pasien,
perawat membantu pasien saat buang air besar, perawat selalu berusaha agar
pasien merasa puas, dan perawat merawat pasien dengan penuh kesabaran
(Nursalam, 2008).

Вам также может понравиться