Вы находитесь на странице: 1из 5

PENDAHULUAN

Proporsi ibu hamil dengan KEK di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2010 sebesar 33,5% meningkat menjadi 38,5% pada tahun
2013. Terdapat 37,1% ibu hamil yang mengalami Anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb
kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara kawasan di pedesaan
(37,8%) dan di kawasan perkotaan (36,4%) pada tahun 20131. KEK pada ibu hamil dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain adalah : berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, Anemia, pendarahan, dan terkena penyakit infeksi. Sedangkan
Pengaruh KEK terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sebelum
waktunya (prematur), persalinan sulit dan lama, pendarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat2. Selain itu, KEK ibu hamil juga dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus,
Anemia pada bayi, asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan
lahir rendah (BBLR), bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan3. Sedangkan
Haemoglobin (Hb) merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui prevalensi
Anemia. Dampak yang ditimbulkan dari ibu hamil yang mengalami Anemia adalah
meningkatnya resiko melahirkan bayi dengan BBLR4. Anemia pada kehamilan ini ditandai
karena terjadi penurunan kadar Hb pada trimester II karena pengenceran darah (haemodilusi)
sehingga terjadi Anemia fisiologis dan bila kadar Hb <11 gr% terjadi Anemia patologis5.
Anemia dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan postpartum, abortus, partus lama,
infeksi, dan berat badan lahir bayi rendah (BBLR)3. Anemia dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu umur, pendidikan, status ekonomi, paritas, jarak kelahiran, kebiasaan, dan KEK.
Sedangkan untuk ibu hamil dengan KEK (Kekurangan Energi Kronik) dapat disebabkan
karena ketidakseimbangan

asupan zat gizi (energy dan protein), sehingga zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak
tercukupi6. Berdasarkan penelusuran penelitian sebelumnya di Puskesmas Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil bahwa dari 53 ibu hamil, sebanyak 21 ibu hamil
(39,6%) dalam kategori KEK dan 32 ibu hamil (60,4%) tidak KEK7. Dan berdasarkan
penelusuran penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kabupaten Sidoarjo didapatkan hasil
bahwa kejadian Anemia masih tinggi mencapai 90% dari sampel sebanyak 20 ibu hamil7.
Hal ini sungguh menghawatirkan karena ibu hamil tersebut telah mendapatkan tablet
penambah darah dan meminumnya secara teratur8. KEK dan Anemia selama hamil
mempunyai dampak yang serius untuk kesehatannya dan janinnya, sehingga kondisi KEK
dan Anemia pada ibu hamil sebaiknya segera di tindak lanjuti. Berdasarkan uraian diatas
maka, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur, usia kehamilan, gravida
terhadap kejadian KEK dan Anemia.

Program pemerintah di bidang kesehatan salah satunya adalah Sustainable Development


Goals (SDGs), yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka
pembangunan dan perundingan negara-negara di dunia. Program pemerintah SDGs yang
terdiri dari tujuh belas (17) tujuan dan target SDGs naik menjadi 17 goals, 169 target dan 252
indikator, salah satu tujuannya adalah menurunan angka kematian ibu (AKI) sampai dengan
angka 70 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun (2015) (RAKORPOP Kementerian
Kesehatan RI, 2015).
World Health Organization (WHO) (2015) angka Kematian Ibu (AKI) 99% terjadi di negara
berkembang, pada tahun 2013 adalah 230 per 100.000 kelahiran hidup dibanding 16 per
100.000 kelahiran hidup di negara-negara maju. Menurut WHO pada 2013, tercatat angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sekitar 190 per 100.000 kelahiran. Indonesia masuk
ke dalam jajaran negara dengan AKI tertinggi, yaitu menduduki peringkat ke-3 dalam negara
anggota ASEAN.
Romauli (2013) megatakan bahwa pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab
kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi
penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama
ibu. Muliawati (2013) mengatakan bahwa penyebab kematian tersebut erat hubungannya
dengan asupan gizi, misalnya perdarahan merupakan salah satu akibat dari kekurangan zat
besi, eklampsia disebabkan oleh hipertensi yang juga ada hubungannya dengan asupan gizi.
Ibu hamil yang mengalami kekurangan asupan gizi akan melahirkan bayi dengan Berat
Badan lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2010).
Gizi merupakan elemen yang terdapat dalam makanan dan dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air. Gizi digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan tubuh (Devi, 2010). Pertumbuhan janin sangat dipengaruhi oleh status gizi
ibu hamil. Status gizi yang baik berhubungan dengan penggunaan makanan yang diserap oleh
tubuh (Adriani, 2012). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menurut provinsi di Indonesia
menunjukkan prevalensi risiko KEK pada wanita hamil di bawah rata-rata risiko KEK
nasional (24,2%), berdasarkan laporan program gizi tahun 2013 masih dijumpai
permasalahan gizi di Kota Yogyakarta ibu hamil yang kekuragan energi kronis (KEK)
18,15%, Prevelensi ibu hamil mengalamin penurunan pada tahun 2014 menjadi 13,31%.
Prevalensi ibu hamil KEK di DIY pada tahun 2015 di Kabupaten/Kota Bantul yaitu 35,4%
dan untuk di Kabupaten/Kota Yogyakarta dan Sleman yaitu 12,8% (Dinkes DIY, 2016).
Survei Kesehatan Daerah DIY (2010) mengungapkan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi status gizi pada ibu hamil antara lain umur, berat badan, suhu lingkungan,
aktivitas, status kesehatan, kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pengetahuan
zat gizi dalam makanan, status ekonomi, pekerjaan, tingkat pendidikan, paritas, dan riwayat
penyakit.
Sulistyaningsih (2011) mengatakan bahwa pemantauan status gizi ibu hamil dapat dilakukan
dengan melihat penambahan berat badan selama kehamilan, selain melihat penambahan berat
badan selama hamil, status gizi ibu hamil dapat juga dilihat dari Lingkar Lengan Atas
(LILA). Ukuran LILA yang normal adalah

23,5cm. Ibu dengan ukuran LILA di bawah 23,5 cm menunjukan adanya kekurangan energi
kronis (KEK). LILA telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko KEK untuk ibu
hamil di Indonesia karena tidak terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu
hamil (Ariyani, 2012).
Program pemerintah di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) berusaha memantau status
gizi ibu hamil dengan kunjungan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan, pengisian Kartu
Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan
(PMT) pada ibu hamil (Depkes RI, 2015).
Hasil studi pendahuluan pada bulan November 2016 di Dinas Kabupaten Bantul pada tahun
2015 menunjukkan prevalensi KEK ibu hamil tertinggi di Puskesmas Kasihan I sebesar
21,95% dan terendah di Puskesmas Sewon I sebesar 1,17% (Dinkes Bantul 2015). Target ibu
hamil yang mengalami KEK yaitu 20% dari seluruh ibu hamil. Prevalensi ibu hamil dengan
KEK di Puskesmas Kasihan I, Bantul pada tahun 2016 mengalami penurunan yaitu dari
21,95% menjadi 19,85%, akan tetapi angka tersebut masih tertinggi di daerah Bantul. Data
ibu hamil pada bulan November tahun 2016 yang mengalami KEK atau LILA < 23,5 cm
sebanyak 29 atau 5,38% orang ibu hamil.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran status
gizi ibu hamil berdasaran Lingkar Lengan Atas (LILA) di Puskesmas Kasihan I, Bantul,
Yogyakarta.
Latar belakang: Kualitas sumber daya manusia terbentuk sejak dalam kandungan. Kesehatan
ibu saat hamil akan sangat mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya. Ibu hamil
yang anemia dan menderita kekurangan energi kronis (KEK) tentu akan mempengaruhi
kesehatan janin yang dikandungnya, karena akan menyebabkan bayi lahir dengan berat yang
rendah. Bila tidak bisa tumbuh kejar, bayi BBLR kemungkinan besar akan menderita stunting

Вам также может понравиться