Вы находитесь на странице: 1из 26

Tipe Suami yang Tidak Punya Rasa Cemburu (Dayyuts)

Feb 01, 2015Muhammad Abduh Tuasikal, MScKeluarga0

Bagaimanakah tipe suami yang tidak punya rasa cemburu?

Suami bertipe semacam ini adalah suami yang tercela sebagaimana disebutkan dalam hadits
yaitu hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dengan sanad marfu’ –sampai pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam-, di mana beliau bersabda,

َ ‫ُّوث الَّذِى يُ ِق ُّر فِى أ َ ْه ِل ِه ْال ُخب‬


‫ْث‬ ُ ‫اق َو ْالدَّي‬
ُّ َ‫علَ ْي ِه ُم ْال َجنَّةَ ُم ْد ِم ُن ْالخ َْم ِر َو ْالع‬ َّ ‫ثَالَثَةٌ قَ ْد َح َّر َم‬
َ ُ‫َّللا‬
“Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang
durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui
perkara keji pada keluarganya.” (HR. Ahmad 2: 69. Hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)

Adapun maksud ad dayyuts sebagaimana disebutkan dalam Al Mu’jam Al Wasith adalah para
lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak
punya rasa malu.

Yang dimaksud tidak punya rasa cemburu dari suami adalah membiarkan keluarganya
bermaksiat tanpa mau mengingatkan. Bentuknya pada masa sekarang adalah:

1- Membiarkan anak perempuan atau anggota keluarga perempuan berhubungan via telepon
atau SMS dengan laki-laki yang bukan mahram. Mereka saling berbincang hangat, sambil
bercumbu rayu, padahal tidak halal.

2- Merelakan anggota keluarga perempuan ber-khalwat –berdua-duaan- dengan laki-laki


bukan mahram.

3- Membiarkan anggota keluarga perempuan mengendarai mobil sendirian bersama laki-laki


bukan mahram, misalnya sopirnya.

4- Merelakan anggota keluarga perempuan keluar rumah tanpa menggunakan jilbab atau
hijab syar’i, sehingga bisa dipandang dengan leluasa, ditambah parahnya menggunakan
pakaian ketat yang merangsang nafsu birahi para pria.

5- Mendatangkan film dan majalah penyebar kerusakan dan kemesuman ke dalam rumah.

Semoga Allah menyelamatkan kita –para suami- dari sifat dayyuts. Hanya Allah yang
memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

460 Dosa dan Larangan yang Diremehkan Manusia (Muharramat Istahana bihan Naas),
karya Syaikh Shalih Al Munajjid
CERIAKAN HARIMU

JADIKAN HIDUP INI LEBIH BERMAKNA

Jumat, 01 Juni 2012


Dosa-dosa SUAMI yang dibenci ISTRI

Sekarang cuma mau copas dari buku nya Muhammad Ibrahim Al-Hamd yaitu Dosa-dosa SUAMI yang
dibenci ISTRI.

1. Lalai berbakti kepada orang tua setelah menikah.

2. Kurang serius dalam mengharmoniskan antara istri dan orang tua.

Beberapa hal yang bisa membantu suami mengharmoniskan antara kedua orang tua dan istri
adalah:

 Memperhatikan orang tua dan memahami watak keduanya.


 Bersikap obyektif terhadap istri. Yaitu dengan membela hak-hak istri, tidak menerima begitu
saja setiap perkataan yang ia dengar.
 Mengupayakan kondisi saling memahami.

3. Ragu dan buruk sangka kepada istri.


4. Kurang memiliki sikap cemburu terhadap istri.

"Di antara sikap cemburu ada yang disukai Allah dan ada yang dibenci-Nya. Adapun yang dicintai
oleh Allah adalah sikap cemburu yang muncul karena kegelisahan. Sedangkan yang dibenci Allah
adalah sikap cemburu bukan karena kegelisahan." Diriwayatkan oleh Nasai.

5. Meremehkan kedudukan istri.

Perhatikanlah kecemerlangan pendapat Ummu Salamah radhiyallahu 'anha. Perhatikan juga


bagaimana Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengambil pendapatnya. Seorang suami yang
berakal dan bijak, tentu menaruh perhatian terhadap istrinya, meninggikan kedudukannya dan
meminta pendapatnya, baik terkait masalah umum maupun masalah rumah tangga. Kemudian
suami tidak menghina keluarga istrinya, karena hinaan tersebut akan menyakiti istri. Hak mereka
yang paling ringan atas diri anda, wahai suami, adalah menjaga diri dari mencela mereka dan anda
tidak melupakan kebaikan mereka. Menghina keluarga istri merupakan tindakan mengingkari
kebaikan dan menutup mata atas keutamaan.

Jika pun cacat atau kekurangan pada sebagian anggota keluarga, maka yang wajib adalah segera
memberi nasehat dan memperbaiki, bukannya malah menghina dan mengolok-olok. Nabi
Shalallahu alaihi wasallam bersabda:

"Saling berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum perempuan. Sebab, perempuan itu tercipta
dari tulang rusuk yang bengkok. Dan, bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling
atas. Jika kamu ingin meluruskannya, kamu pasti membuatnya patah. Namun, jika kamu
membiarkannya, ia akan tetap bengkok. Jadi, saling berwasiatlah untuk berbuat baik kepada kaum
perempuan." HR. Bukhari.

6. Melepaskan kendali kepemimpinan dan menyerahkannya kepada istri.

"..Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.
Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripadanya.." (Al-Baqarah: 228)

7. Memakan harta istri secara batil.

8. Kurang semangat dalam mengajari istri ajaran-ajaran agamanya.

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berkata, "Kaum laki-laki sesuai tuntutan kepemimpinannya wajib
mengajarkan kepada istri-istrinya sesuatu yang dengannya mereka bisa menunaikan kewajiban yang
dibebankan atas diri mereka." Nida' lil Jinsi Al-Lathif, hal 32.

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirmu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.." (at-Tahriim: 6)

9. Bersikap pelit terhadap istri.

'Bertakwalah kepada Allah terkait kaum perempuan. Sebab mereka itu adalah tawanan di tangan
kalian. Kalian mengambilnya dengan sarana amanah Allah. Kalian halalkan kemaluannya dengan
kalimat Allah. Hak mereka atas diri kalian adalah memberi rizki dan pakaian kepada mereka secara
makruf.' (HR. Muslim dan Abu Dawud)

"Satu dinar yang kamu belanjakan di jalan Allah, satu dinar yang kamu belanjakan untuk
membebaskan budak, satu dinar yang kamu sedekahkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang
kamu nafkahkan untuk keluargamu. Yang paling besar pahalanya adalah dinar yang kamu nafkahkan
untuk keluargamu." (HR. Muslim)

Dalam hadist Jâbir Radhiyallahu 'anhu disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada seorang
laki-laki, "Mulailah dari dirimu sendiri, maka bersedekahlah untuk dirimu. Jika masih tersisa, maka
sedekahkanlah kepada keluargamu. Jika masih tersisa lagi dari sedekah untuk keluargamu, maka
sedekahkan kepada kaum kerabatmu. Dan, jika masih tersisa dari sedekah kepada kaum kerabatmu,
maka untuk ini dan untuk itu" (HR. Muslim)

10. Banyak mencela dan mengkritik istri.

"Tinggalkanlah mencela, sebab barangkali sebuah keburukan akan meluap-luap disebabkan


celaan yang mengawalinya"

Seorang suami yang berakal dan bijak tidak akan mencela istrinya karena kesalahan sepele, dan
tidak menghukumnya pada kekeliruan pertama. Namun, ia akan mencari berbagai alasan
pembenaran dan menuntunnya menuju kondisi lebih baik. Bila pun ada sesuatu yang
mengharuskan kritikan, hendaknya suami mengkritik dengan lembut, sehingga dengannya istri
menyadari kesalahannya tanpa harus menyulut kemarahannya, atau melupakan sisi kebaikannya.

Kemudian, sungguh indah bila suami mengabaikan dan pura-pura tidak mengetahui kesalahan yang
terjadi. Yang demikian itu adalah salah satu tanda kemuliaan dan keluhuran jiwa; juga bisa
meninggikan kedudukan dan meredakan amarah berikut dampaknya yang menghancurkan. Bila istri
melakukan kesalahan, tidak baik bila suami mengulang-ulang kritikan dan mengungkit-ungkit
celaan dari waktu ke waktu. Sebab, ini bisa memicu kebencian, dan sangat mungkin mengikis rasa
cinta. Siapakah orang yang benar-benar bersih? Tak ada manusia yang sempurna.

11. Kurang berterima kasih dan memotivasi diri.


Ucapan terima kasih termasuk perkataan baik (kalimah thayyibah) yang memperkuat faktor-faktor
pemicu cinta dan kasih sayang. Bila istri mendapat ucapan terima kasih dari suami, ia akan
berbahagia dan merasa lebih giat. Ia akan terdorong untuk terus melayani suami dan bersegera
memenuhi kesenangannya, disebabkan ungkapan kasih sayang, kelembutan dan penghargaan yang
ia terima dari suami. Jika hati istri telah dipenuhi dengan perasaan-perasaan demikian, ia akan
merasa aman dan nyaman hidup bersama suami, serta manfaatnya akan kembali kepada suami,
berupa keharmonisan dan kebahagiaan

12. Banyak bersengketa dengan istri.

Bila anda berangan-angan seandainya semua orang berjalan sesuai kehendak anda, dan segala
sesuatu terjadi sesuai keinginan anda, maka sebaiknya anda tidak menunggu lama-lama, sebab anda
menginginkan sesuatu yang mustahil. Lebih baik anda memposisikan orang-orang-terlebih mereka
yang harus anda pergauli-sebagaimana adanya. Hendaknya anda menghindar dari orang-orang
yang pandai memutar balikkan kata-kata dan suka mencela. Anda berjiwa lapang dada berpikiran
mendalam. Anda menerima perbuatan-perbuatan ringan dengan hati yang lapang dan jiwa yang
tenang. Anda berusaha mencari solusi problematika dengan bijak dan tenang, serta melihat
permasalahan dengan pandangan jauh kedepan, tanpa meremehkan, atau membesar-besarkan.

Jadi, tidak baik bila suami menjadikan rumahnya sebagai lapangan tempat menumpahkan sumpah-
serapah. Atau, berusaha memaksakan setiap pendapatnya kepada istri, baik pendapat benar
maupun salah. Sebaliknya, suami harus menghormati istri, "Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf." Hendaknya dialog antara keduanya
dibasahi oleh embun kasih sayang, wewangian cinta dan hasrat untuk mencapai kebenaran.
Sesungguhnya jiwa itu bisa menjadi tunduk karena perkataan jujur dan argumen kuat. Bila
perdebatan mulai tersulut, maka jalan terbaik untuk memadamkannya adalah meninggalkannya,
atau mengalihkan pembicaraan kepada masalah lain.

Kesimpulannya, seorang suami yang cerdas adalah suami yang mampu menguasai pertengkaran,
artinya tidak memberi pertengkaran kecuali porsi yang menjadi haknya. Ia paham bahwa rumah
tangga tidak pernah sepi dari perselisihan. Rumah tangga bahagia bukan rumah tangga yang bersih
dari problematika sama sekali. Sebab, yang demikian itu tidak mungkin terwujud. Namun, ia adalah
rumah tangga yang mengetahui bagaimana memperlakukan dan menguasai problematika.

13. Sering berada di luar rumah dan jarang bercengkerama dengan keluarga.
Suami keluar rumah untuk refreshing, atau menemani sahabatnya refreshing. Ia bertemu dengan
teman-temannya dan obrolan berlanjut hingga larut malam. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi
dirumah, ke mana anak-anak pergi. Ia tidak menyadari penderitaan seperti apa yang dialaami istri
akibat pengabaiaanya ini. Sesungguhnya kebijaksanaan dan kepandaian mengelola akan terlihat
pada kemampuan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban yang terkadang berbenturan.
Kebijaksanaan ini akan terlihat nyata, begitu pun kepandaian mengelola pada pemenuhan hak
kepada setiap pemilik hak, tanpa merugikan para pemilik hak yang lain. Mengabaikan keluarga
merupakan kelalaian yang besar dan kezhaliman yang nyata. Sudah sepantasnya anda, wahai suami
cerdas, untuk menyeimbangkan antara berbagai hak. Hendaknya anda, meluangkan waktu
bersama keluarga untuk bercengkerama, berbincang hangat, menanamkan kerinduan mereka akan
kasih sayang dan kelembutan anda.

14. Interaksi yang buruk dengan istri.

Ada tipe suami yg kurang baik interaksinya dengan istri, tidak memperhatikan perasaannya, tidak
peduli ketika menyakitinya, dan tidak memperlakukannya seperti yang digariskan norma-norma
interaksi dan kepribadian mulia. Di antara interaksi buruk adalah suami yang bersikap manis kepada
orang-orang dengan gerak-geriknya yang sopan, wajah cerah dan tutur katanya yang lembut, namun
begitu kembali ke keluarga ia bersikap kasar, keras, bermuka masam dan berperangai ketus.

Salah satu hak istri atas suami adalah interaksi yang baik. Yakni suami memperlihatkan
kegembiraannya ketika bertemu istri, mencandainya dan bersenda gurau dengannya. Tujuannya,
untuk menghibur hatinya, sebagai penawar keesedihannya di kala sendiri dan memberitahukan
betapa berharga dirinya bagi suaminya.

15. Tidak mengetahui kondisi biologis perempuan.

Seorang perempuan pasti mengalami kondisi-kondisi seperti hamil, haid, nifas dan lain
sebagainya. Bisa jadi kondisi tersebut diiringi dengan ketidaksukaan kepada beberapa hal, sampai-
sampai ia tidak sanggup melihat suaminya. Mungkin ia tidak menyukai rumahnya, tidak menyukai
suami dan sebagainya. Jika suami tidak mengetahui kondisi ini, ia akan menafsirkannya sebagai
kebencian dan kebosanan istri terhadapnya. Bisa jadi harga diri dan kesombongan begitu
menguasai suami, sehingga ia segera menceraikan istri. Ia tidak mengetahui bahwa tindakan istri
tersebut bukan berasal dari keinginannya sendiri.

16. Terburu-buru dalam talak.


Banyak orang meremehkan urusan talak. Anda melihatnya begitu gampang menggerakkan lidahnya
untuk mengeluarkan kata talak, tanpa terlebih dahulu memikirkan akibatnya. Seringkali talak terjadi
karena sebab-sebab sepele, sehingga talak memporak-porandakan kebahagiaan yang telah tegak
berdiri dan mencerai-berai kekuatan keluarga. Di antara sebab talak adalah luapan kemarahan yang
menguasai seseorang, sehingga membutakan matanya, melumpuhkan pikirannya, mengacaukan
akalnya, lalu menggiringnya untuk menjatuhkan talak. Sebab yang lain adalah saran dari teman-
teman buruk, mereka menginspirasikan kepadanya pandangan yang salah dan bengkok.
Barangkali mereka melakukannya karena dengki, makar, iri dan cemburu.

17. Mencela istri setelah berpisah dengannya.

Kewajiban suami adalah berpisah dengan istrinya adalah menahan lidahnya dari menghina mantan
istri dan menyuruh anak-anak bila mereka dikarunia ana untuk berbakti dan menyambung
silaturrahim dengan ibu mereka, Itulah hak yang dikehendaki oleh agama, kepribadian luhur dan
norma mulia.

18. Kurang setia terhadap istri.

Ada tipe suami yang porsi kesetiaannya terhadap istri sangat minim. Ia tidak pernah memperhatikan
istri kecuali sebatas yang menjadi bagiannya dari istri. Salah satu bentuk sikap kurang setia adalah
mentalak istri bila istri menderita penyakit yagn dikhawatirkan menyebabkan kematiannya guna
mengeluarkan istri dari daftar ahli warisnya. Selanjutnya sering meninggalkan istri tanpa ada
keperluan untuk pergi. Dan, berbagai sikap kurang setia yang menunjukkan perangai tercela dan
kurang perhatian terhadap nilai luhur. Adapun orang-orang yang terhormat dan pribadi-pribadi
setia, mereka itu selalu menjaga cinta dan tidak melupakan kebaikan, meskipun waktu telah berjalan
cukup lama. Dalam urutan pertama yang mereka pelihara adalah hak istri. Sebab, istri yang telah
mempersembahkan kesabaran, keikhlasan dan pergaulan yang baik kepada mereka. Anda melihat
orang-orang terhormat itu begitu setia menjaga janji cinta. Mereka selalu teringat kebaikan istri,
selalu mendoakannya, senantiasa hadir di sisinya dengan penuh kelembutan, baik ketika sakit,
setelah renta, atau ketika tertimpa bencana. Bahkan, mereka menjaga hak istri setelah ia meninggal.

Lihatlah penghulu segenap makhluk, Nabi kita Muhammad Shallahu Alaihi Wasallam beliau
begitu setia menjaga istrinya, Ummul Mukminin Khadijah Radhiyallahu Anha, Setelah Khadijah
meninggal dan beliau menikah dengan Aisyah Radhiyallahu Anha, serta beberapa perempuan
cantik dan terhormat lainnya, beliau tidak melupakan Khadijah berikut kesengsaraannya dalam
masuk Islam dan infaknya di jalan Allah, Sering kali beliau menyebut nama Khadijah dan
menyanjungnya. Bahkan Aisyah pun berkata, "Aku tidak pernah cemburu kepada seorang
perempuan seperti cemburuku kepada Khadijah, disebabkan seringnya Rasulullah Shallahu Alaihi
Wasallam menyebutkan namanya."

Ibnu Darraj Al-Qasthali berkata ketika pergi meninggalkan istrinya:

Ketika masa perpisahan telah semakin dekat, ketika benang kesabaran mulai kurajut.

Isak tangis itu tak kuasa kubendung.

Hari-hari penuh cinta menari-nari di pelupuk mataku.

Tapi di liang lahat teriakan senyaring apapun kan terdengar lirih.

Hingga ucapannya:

Sayap kerinduan membawaku terbang tinggi

Bersama kepak sayap pipit yang menjelajah langit.

Romantisme semacam ini seringkali terlihat pada detik-detik menjelang kematian, seperti wasiat
Yahya Al-Hindi Al-Andalusi untuk dimakamkan di dekat istrinya yang telah lebih dulu meninggal,
sehingga ia merasa sangat sedih karenanya. Yahya berpesan:

Bila aku meninggal, kuburkanlah jasadku di samping kekasihku.

Agar tulang belulangku bertemu dengan tulang belulangnya di tanah.

Aturlah makamku sekehendak kalian, apakah kekasihku yang didepanku.

Ataukah aku yang berada di depannya.

Semoga saja Rabb Pemilik Arsy menurunkan rahmat-NYA.

Sehingga Dia tinggikan derajatku dan derajatnya di sisi-NYA.

Romantisme dan rasa rindu ini juga terlihat ketika jaraka memisahkan, sebagaimana senandung
seorang ahli hadist, Ibnu Hajar Radhiyallahu Anhu,sebagai ungkapan rasa rindunya kepada istrinya,
Laila Al-Halabiyah.
Aku pergi dengan meninggalkan kekasih di rumahnya

Walaupun hatiku tidak sekalipun condong kepada yang lain

Aku bersibuk diri dengan hadist sepanjang hari

Dan ketika malam menjelang, kerinduanku membuncah kepada Laila

19. Kurang puas dan selalu melirik perempuan lain.

Ada tipe suami yang selalu merasa kurang puas dengan apa yang dimilikinya, selalu melirik
kenikmatan yang menjadi milik orang lain. Ia tidak puas dengan apa yang dikaruniakan Alloh, meski
jumlahnya sangat banyak. Hatinya tidak tenang karena resah melihat hak milik orang lain, sekalipun
jumlahnya sangat sedikit.

Oleh karenanya, anda melihatnya selalu iri terhadap istri saudara, kerabat atau teman-temannya.
Anda melihatnya selalu membuat perbandingan antara kondisinya dengan kondisi mereka. Ia
menduga mereka menikmati kehidupan yang lebih baik daripada kehidupannya, dan istri-istri
mereka mempunyai apa yang tidak dimiliki istrinya. Padahal, bisa jadi realitanya sangat bertolak
belakang dengan semua asumsinya.

Termasuk sikap ini adalah tindakan suami yang selalu memperhatikan perempuan lain selain istrinya.
Bila matanya menangkap sesosok perempuan, pandangannya terus mengikuti dan barangkali
hatinya terpikat kepadanya. Yang lebih buruk lagi adalah bila pandangan matanya lekat mengawasi
para penyiar, artis dan penari perempuan yang menggunakan make up tebal, dimana jika dipakaikan
kepada perempuan paling sederhana sekalipun akan merubahnya laksana rembulan.

Anda melihat laki-laki tipe ini memandang artis-artis tersebut dengan penuh takjub. Kemudian
pandangannya beralih ke istrinya, ia hanya memandang sekilas dengan tatapan merendahkan.
Barangkali permulaan ini akan mengantarkan kepada tindakan menjauhi istri, bahkan mungkin
berakhir dengan pengkhianatan. Sebuah pengkhianatan akan menghancurkan kehidupan rumah
tangga dan menghilangkan kepercayaan istri kpd suami. Secara kodrati perempuan membenci
pengkhianatan suami melebihi kebenciannya kpd perkara apapun yang lain. Bagaimana tidak,
sedangkan ia mempersembahkan kesehatan cinta dan masa mudanya?
Demikianlah. Sesungguhnya penyebab terbesar kegemaran memandang perempuan lain adalah
maraknya ikhthilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan) dan tabarruj (berdandan
dengan menampakkan perhiasan). Karenanya, kasus pengkhianatan ini banyak terjadi pada negara
dan masyarakat yang didalamnya berkembang sikap permisifme dan kekejian. Sebaliknya, sangat
sedikti terjadi pada negara dan masyarakat yang menjaga tata susila dan rasa malu. Fenomena
suami yang melirik perempuan lain dan kurangnya perasaan puas terhadap istri merupakan
faktor terbesar bagi hancurnya bangunan rumah tangga.

Ibnul Jauzi Radhiyallahu Anhu, melanjutkan, "Hendaknya seseorang merasa puas dengan
perempuan yang bagian dalamnya adalah agama dan bagian luarnya adalah ketertutupan serta
kesederhanaan. Dengan demikian, ia akan bergaul dengan rahasia yang baik dan hati yang
bersih." Bila seseorang mendapat istri yang shalihah, maka hendaknya ia bergembira dan
menjaganya baik-baik. Pasalnya, ia adalah 'perniagaan yang menguntungkan'. Sungguh indah apa
yang disenandungkan seorang penyair tentang perempuan muslimah dalam kesucian diri,
ketertutupan dan kebahagiaanya orang yang mendapatkannya berikut:

Dialah mutiara di dalam kulit kerang tertutup, merdeka dan jauh mengungguli mutiara lain

Berkilauan, memancarkan sinar terang benderang, keindahannya semakin mempesona ketika ia


tertutup

Cahayanya adalah air wudhu, jernih, bening, memancar dari hati nan bersinar laksana rembulan

Dia tutup dirinya dari kilatan pandangan palsu ataupun rayuan gombal penuh kenistaan

Hampir-hampir ia tampil mempesona di hadapan mereka, sekiranya tidak ada penutup diri dan
rasa malu yang menjaganya

Ia memukau bagaikan bintang, tidak semua tangan dan pandangan mampu menjangkaunya

Ia memukau bagaikan bintang, tidak semua tangan dan pandangan mampu menjangkaunya

Alloh menjaganya untuk laki-laki yang telah dijanjikan untuknya, yang mengangankan kebaikan,
gemar berkorban bersabar.
Kesalahan Ketujuh: Memakan Harta Sang Istri Dengan Cara yang Bathil.

Ada sebagian suami yang minim dalam pemahaman agama dan sedikitnya rasa malu. Dia tega
memakan harta istrinya secara bathil, dan menempuh berbagai macam cara untuk mendapatkannya.

Terkadang seorang istri mendapatkan harta dari hasil usahanya atau berasal dari warisan atau dari
sumber pendapatan lainnya. Berawal dari sinilah sebagian suami mendapatkan kesempatan untuk
memakan harta istrinya dengan cara bathil. Baik dengan mengambilnya, atau meminjam dengan niat
tidak membayarnya atau yang lainnya.

Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dalam agama kita. Islam telah menjaga
harta seorang istri, tidak boleh bagi suami untuk mengambilnya secara bathil.

Boleh bagi seorang wanita yang berakal dan dewasa untuk menggunakhan hartanya sesuai dengan
apa yang dia khendaki baik untuk membeli sesuatu, atau untuk usaha, atau untuk yang lainnya
termasuk untuk disedekahkan.

Akan tetapi bukan berarti seorang istri bersikap pelit terhadap suaminya. Pemberian seorang istri
kepada suaminya adalah perkara tersendiri dan dilarangnya seorang suami mengambil harta istrinya
secara bathil adalah perkara tersendiri.

Demikian pula bukan berarti seorang istri semaunya menggunakan harta miliknya tanpa mau
meminta/mendengar nasehat atau saran dari suaminya. Bahkan yang seharusnya dia lakukan
membantu suaminya dalam kebaikkan dan meminta saran dan nasehat kepada suaminya. Karena
hal ini akan semakin menumbuhkan rasa cinta dan kehangatan diantara keduanya.

Hai Para Suami, Memakan Harta Istri Tanpa Sepengetahuan Adalah


Dosa
Posted on Jun 17 2015 - 6:00pm by Istihong

Dailymoslem – Dalam rumah tangga yang wajib menafkahi keluarga adalah seorang suami.
Oleh karena itu sudah lumrah jika seorang lelaki lebih banyak yang bekerja dibandingkan
dengan perempuan. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan ada wanita yang bekerja
bahkan menjadi tulang punggung keluarga.

Berbeda dengan pendapatan atau gaji suami yang juga menjadi hak bagi istrinya, gaji istri
dari pekerjaan yang dia lakukan adalah milik istri saja tidak ada hak bagi suaminya
sedikitpun. Kecuali jika istri dengan ikhlas memberikannya untuk membantu atau menopang
keuangan keluarga.

Jika seorang suami memakan harta milik istri tanpa sepengetahuan, maka bisa diakatakan
berdosa. Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Janganlah memakan harta orang lain di antara kalian secara batil.” (Q.S An-Nisa: 83)

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdur Rahman al Jibrin pernah ditanya tentang hukum suami yang
mengambil uang (harta) milik isterinya, untuk digabungkan dengan uangnya (suami).
Menjawab pertanyaan seperti ini, Syaikh al Jibrin mengatakan, tidak disangsikan lagi, isteri
lebih berhak dengan mahar dan harta yang ia miliki, baik melalui usaha yang ia lakukan,
hibah, warisan, dan lain sebagainya. Itu merupakan hartanya, dan menjadi miliknya. Dia yang
paling berhak untuk melakukan apa saja dengan hartanya itu, tanpa ada campur tangan pihak
lainnya.

Meskipun penghasilan istri tersebut adalah hak dari dirinya sendiri, namun suaminya adalah
orang paling utama yang berhak menerima sedekah istriya dibandingkan dengan orang lain.
Hal ini sesuai dengan hadits ini:

Al Bukhari meriwayatkan hadits Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu dalam Shahihnya, ia berkata:

“Dari Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu anhu : … Zainab, isteri Ibnu Mas’ud datang
meminta izin untuk bertemu. Ada yang memberitahu: “Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab,”
beliau bertanya,”Zainab yang mana?” Maka ada yang menjawab: “(Zainab) isteri Ibnu
Mas’ud,” beliau menjawab,”Baiklah. Izinkanlah dirinya,” maka ia (Zainab) berkata: “Wahai,
Nabi Allah. Hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai
perhiasan dan ingin bersedekah. Namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan
anaknya lebih berhak menerima sedekahku,” Nabi bersabda,”Ibnu Mas’ud berkata benar.
Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.” Dalam lafazh lain, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa salllam menambahkan:

“Benar, ia mendapatkan dua pahala, pahala menjalin tali kekerabatan dan pahala sedekah.”

Syaikh Abdul Qadir bin Syaibah al Hamd mengatakan, pelajaran dari hadits di atas adalah:
1. Diperbolehkan bagi wanita bersedekah untuk suaminya yang miskin.
2. Suami adalah orang yang paling utama untuk menerima sedekah dari isterinya
dibandingkan dengan orang lain.
3. Isteri diperbolehkan bersedekah untuk anak-anaknya dan kaum kerabatnya yang tidak
menjadi tanggungannya.
4. Sedekah isteri tersebut termasuk bentuk sedekah yang paling utama.
Suami Otoritas VS Suami Otoriter

Ditulis Oleh Administrator Dibaca 2230 Kali

Suami otoritas vs suami otoriter, apa maksudnya? Simak selengkapnya.

Sahabat Ummi... Tugas seorang suami dalam keluarga adalah sebagai pemimpin. Dan
fitrahnya seorang suami yang mendapat amanah menjadi seorang pemimpin kadang membuat
ego dirinya makin meningkat.

Ego dalam diri suami sebenarnya baik, karena dengan ego itulah maka kemampuan dia
memimpin keluarga akan mudah sekali fokus. Besarnya ego pada diri pimpinan memang
diperlukan agar dia senantiasa fokus menghadapi masalah dan tidak mudah terpengaruh dari
luar.

Nah... Namun repotnya adalah dengan ego juga para suami yang kurang amanah mudah
sekali tergelincir menjadi suami yang otoriter.

Ketidakmampuan mengendalikan keluarga akan membuat suami menjadi otoriter atau


sebaliknya menjadikannya sosok suami yang lembek alias suami takut istri.

Kedua kondisi itu tentu saja tidak baik, karena roda perjalanan rumah tangga akan kacau saat
suami terlalu otoriter atau terlalu lembek.

Jadi yang ideal harusnya seperti apa ya... Sahabat Ummi?

Jika ingin roda rumah tangga berjalan mulus, maka jadilah suami yang memiliki otoritas
kuat. Apakah itu?

Otoritas berasal dari konsistensi seorang pemimpin yang senantiasa memiliki kemauan tinggi
untuk menjalankan apa yang sudah di sepakati bersama. Sehingga dia memiliki kemampuan
mengayomi keluarga.

Lalu apa bedanya dengan otoriter? Jika otoriter bersumber dari kekerasan, sedangkan otoritas
bersumber dari ketegasan. Seorang suami yang mudah panik namun memiliki pembawaan
temperamental akan cenderung bersikap otoriter, dalam benaknya sikap otoriter yang dia
lakukan akan membuat istri taat. Padahal nyatanya ketaatan istri dengan kondisi seperti itu
tidak akan ada ketulusan didalamnya. Sejatinya fitrahnya seorang istri adalah taat pada
suaminya, maka suami yang baik akan mudah memfasilitasi fitrah istri tersebut tanpa harus
dengan kekerasan alias otoriter.

Buatlah istri taat dengan bersikap sebagai suami yang memiliki otoritas tinggi, dimana ada
ketegasan dan tanggung jawab di dalamnya. Dengan sikap seperti itu maka istri akan taat
dengan sendirinya tanpa diminta. Jadilah suami yang berjuang untuk memiliki otoritas tinggi
sehingga mudah terhindar dari sosok suami yang otoriter.
Hukum Larangan (Haram) Menggungkap Aib/Masalah Keluarga.
Diposting oleh Ronald pada 07:34, 15-Jan-14

Mengungkap Aib Suami atau Isteri ???

Jangan Kau Buka Aib Pasanganmu

Tujuan dari seseorang berumah tangga adalah agar mendapatkan ketenangan dan ketentraman di
dalamnya dikarenakan adanya rasa saling mencintai, mengasihi, menyayangi, seperasaan dan
senasib sepenanggungan di dalam menjalani kehidupan.

ٍ ‫قَ ْو ٍم يَت َ َف َّك ُرونَ ِِِِّ َو ِم ْن آيَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُكم ِ ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلِّت َ ْس ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َجعَ َل َب ْينَ ُكم َّم َودَّةً َو َرحْ َمةً ۚ إِ َّن فِي َٰذَلِكَ ََليَا‬
‫تل‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar
Ruum [30] : 21)

Untuk itu, islam telah menentukan hak-hak dan kewajiban masing-masing anggota keluarga
serta kewajiban bersama mereka didalam mewujudkan berbagai tujuan diatas. Diantaranya
adalah adanya upaya untuk saling menjaga kehormatan dan menutupi aib masing-masing.

َّ ‫ظ‬
ُ‫َللا‬ ِ ‫ظاتٌ ِلِّ ْلغَ ْي‬
َ ‫ب بِ َما َح ِف‬ َ ِ‫صا ِل َحاتُ قَانِتَاتٌ َحاف‬
َّ ‫فَال‬

Artinya: “Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” (QS. An Nisa [4] :
34)

Islam melarang seorang suami atau istri mengungkapkan aib-aib masing-masing pasangannya
kepada orang lain dengan tujuan yang tidak dibenarkan, sebagaimana diriwayatkan Imam
Bukhori dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya
pada hari qiyamat."

Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda, "Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi
aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka
Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya."

Begitu juga larangan Islam dari menceritakan dan mengungkapkan rahasia hubungan mereka
berdua di tempat tidur kepada orang lain berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Abu Sa'id Al Khudri berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari
Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan
suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya."

Aibku, Aibmu, Aib Kita. So… Kenapa Harus Diumbar???

Dalam pergaulan sehari-hari tanpa disadari kita sering terjebak untuk mengungkapkan atau
mengumbar kekurangan pasangan kita masing-masing. ” Curhat ” menjadi ajang tempat
untuk berkeluh kesah terhadap hal-hal yang tidak disukai dari pasangannya. Kalau masih
taraf pacaran atau berteman dekat, hal tersebut masih bisa dimaklumi.

Namun jika sudah menjadi pasangan suami istri yang sah, bahkan sudah punya beberapa
anak-anak yang lucu-lucu. Hal ini tentu akan menjadi sinyal-sinyal negatif bagi kelanggengan
rumah tangga. Bukankah pada masa proses berpacaran masing-masing sudah mengetahui
kelebihan dan kelemahan pasangannya. Meskipun saat itu ada saja sifat-sifat yang belum
terlihat seluruhnya, namun niat suci yang diwujudkan dalam ikatan perkawinan dapat
dijadikan benteng untuk memperkokoh keharmonisan rumah tangga. Komitmen untuk
menerima segala kelebihan dan kekurangan diawal perkawinan juga hal yang harus menjadi
pertimbangan.

Dengan fenomena social media saat ini, curhat sudah tidak lagi dilakukan person to person
tapi sudah merambah melalui facebook, twitter dengan update status tentang beraneka ragam,
kadang tanpa disadari juga mengungkap permasalahan yang sedang dihadapi dengan
pasangannya yang pada akhirnya malah akan membongkar aib sendiri.

Contohnya, di Facebook, seorang teman bikin status seperti ini, “ Emang enak
diselingkuhi. “ Dengan status seperti ini secara tidak langsung dia membuka aib bahwa dia
diselingkuhi dan yang kasihan adalah suami/istri, walaupun misalnya memang pasangannya
selingkuh tapi kan itu aib suami/istri yang perlu dijaga. Hal tersebut juga membuka pintu
prasangka bagi siapa saja yang membaca statusnya.
Dalam pergaulan sehari-hari baik itu dalam lingkup pekerjaan maupun dalam lingkup
pertemanan, beberapa kali saya pernah dicurhati rekan pria mengenai masalahnya dengan
istrinya yang pada akhirnya membuka beberapa kekurangan (aib) istrinya yang tidak
disukainya.

Saya jadi teringat percakapan dengan dua orang rekan dalam perjalanan tugas ke Kabupaten
Serdang Bedagei kira-kira seminggu sebelum lebaran. Saat itu pak Alvin (bukan nama
sebenarnya) mencoba untuk menjelaskan keterlambatannya dari waktu yang sudah kami
sepakati sebelumnya.

Hal yang diluar dugaan saya beliau mengatakan bahwa pagi itu sedang menyelesaikan
masalah dengan istrinya yang berdomisili di Jakarta, sementara beliau sudah 5 tahun terakhir
ini menetap di Medan. Inti permasalahannya, si istri sering mendengarkan curhat rekan pria
sekantornya bahkan sudah 20 kali sehingga menimbulkan fitnah bagi mereka berdua.
Meskipun sang istri mengatakan bahwa dia tidak punya perasaan khusus dengan rekannya itu
, namun hal itu tidak membuat pak Alvin menerima penyataan istrinya begitu saja. Beliau
menuntut pembuktian …

Pada kesempatan yang lain lagi, saya sempat mendengarkan curhat teman lama yang lagi
bermasalah dengan istrinya, banyak sekali daftar kekurangan sang istri yang diungkapkan
pada saya. Sebenarnya saya risih juga mendengarkannya, namun saya berusaha untuk
bersikap netral, dengan menanyakan kelebihan-kelebihan istrinya, hal-hal apa yang dulu
membuat teman saya ini jatuh cinta pada istrinya. Selanjutnya saya tidak lagi merespon
pembicaraan yang sudah menjurus ke permasalahan pribadi.

Dari contoh kasus di atas, alangkah baiknya jika lebih baik kita intropeksi diri, karena tak
gading yang tak retak, tidak ada manusia yang sempurna. Yang diperlukan adalah bagaimana
menyikapi kekurangan pasangan masing-masing dengan komunikasi yang efektif dengan
menanggalkan terlebih dulu ego masing-masing.

Suami atau istri yang hanya suka mencari-cari kekurangan dan kesalahan pasangannya
bahkan menyebarluaskannya kepada orang lain adalah pasangan yang sangat tidak bijaksana
dan merusak rumah tangganya sendiri. Suami/istri yang sudah mengetahui aib pasangannya
sepatutnya menyimpan aib tersebut sebagaimana menyimpan aib kita sendiri.

Saya pernah membaca satu ayat yang menjelaskan bahwa istri adalah pakaian bagi suami,
begitu pula sebaliknya .” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)

Sebagaimana yang kita tahu bahwa salah satu fungsi pakaian adalah sebagai penutup aurat.
Aurat merupakan hak keistimewaan yang hanya diberikan bagi suami/istri sekaligus
merupakan aib yang harus ditutupi dari penglihatan orang lain. Yang berarti suami/istri harus
bisa menutupi aib yang ada pada pasangan mereka dari orang lain, jangan malah
mengumbarnya.

Selain itu pakaian merupakan identitas diri, ingat kalimat ” You are what you wear” , yang
berarti bahwa apa yang kita pakai menggambarkan diri kita. Suami/istri merupakan satu
paket sehingga pada saat suami/istri keluar rumah berarti masing-masing membawa
dua identitas sekaligus yang masing-masing seharusnya saling menjaga diri. Karena
suami merupakan identitas bagi istri, demikian pula sebaliknya.
Hadist lain mengatakan :

“Seluruh Ummatku akan diampuni dosa – dosa kecuali orang – orang yang terang – terangan
(berbuat dosa). Di antara orang – orang yang terang – terangan berbuat dosa adalah seseorang
yang pada waktu malam berbuat dosa, kemudian di waktu pagi ia menceritakan kepada
manusia dosa yang dia lakukan semalam, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia berkata,
“Wahai Fulan semalam aku berbuat ini dan itu.” Sebenarnya pada waktu malam Tuhannya
telah menutupi perbuatannya itu, tetapi justru pagi harinya ia membuka aibnya sendiri yang
telah ditutupi Allah” (Muttafaq’alaih HR: Bukhari dan Muslim)

(Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) di dunia
dan akhirat).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kesimpulannya :

 Membuka aib sendiri saja tidak diperbolehkan apalagi membuka aib suami, istri dan
keluarga kepada orang lain.

Aib istri adalah aib suami demikian juga sebaliknya. Menceritakan aib suami atau istri berarti
membuka aib sendiri. Curhatlah pada Allah karena kerahasiaannya pasti akan terjamin dan solusi
yang terbaik datangnya hanya dari Allah.

Begitu Mudah Suami Mengancamku dengan Kata-Kata “Cerai”


Posted on 27/02/2015 by AS in Fiqih, Keluarga, Kolom Muslimah, Pranikah, Nikah, & Rumah Tangga

Ilustrasi. (Foto : wurstwisdom.com)

Syahida.com – “Sedikit-dikit… ia begitu mudah mengancamku dengan kata-kata “cerai.”

Ada suami yang lisannya tidak terkendali. Ia sering mengucapkan sumpah untuk mencerai
atau mengancam cerai. Berapa banyak keluarga yang ikatannya putus karena sumpah suami
yang tergesa, sehingga istri pun tercerai. Tanpa disadari mereka masih hidup bersama dalam
keharaman. Entah karena tidak memahami fikih perceraian atau karena fatwa orang bodoh
yang tidak memahami fikih perceraian. Karena itu, meremehkan perkara cerai merupakan
kekeliruan yang berbahaya dan berdampak besar.
Istri akan terguncang dan takut berbicara atau mengerjakan sesuatu yang akan mengakibatkan
sang suami mengancamnya. Sang istri juga takut bila ternyata dia sudah tercerai padahal
masih hidup bersama suaminya.

Banyak suami yang menyesal telah menjatuhkan talak kepada istrinya kemudian mencari
fatwa yang meringankan. Padahal, bila ia seorang yang bertakwa tentu tidak membutuhkan
itu.

Seorang suami banyak berbuat salah ketika sering mengucapkan kata cerai, terlebih ketika
diucapkan di depan anak-anak. Sebab, bisa jadi anak-anak akan belajar akhlak tercela, phobia
terhadapa pernikahan atau terhadap laki-laki –bagi anak-anak perempuan.

Kelepasan mengucapkan kata cerai memiliki dampak buruk. Suami yang buruk telah
menjadikan talak sebagai sarana meneror dan mengancam. Padahal, syariat menjadikan talak
sebagai jalan keluar dari perselisihan antara suami istri yang sudah sangat meruncing. Bukan
karena permasalahan remeh.

Lafal tidak boleh menjadi permainan atau sarana mengancam dan teror kepada istri. Kata
cerai hanya diucapkan ketika Anda telah benar-benar terlaksana dan telah didaftarkan di
KUA[1] karena dengan begitu hak-hak kedunya lebih terjamin.[2]

Dalam buku “Katsratut talwih wattahdid bittalak” (banyak memberi isyarat (cerai) dan
mengancam cerai), DR Sa’id Abdul Azhim menuliskan:

“Mengancam cerai merupakan salah satu sikap mempergauli istri dengan buruk. Bahkan,
dalam kondisi-kondisi lalai dan emosi pun suami terpancing mentalak istrinya. Ketika
seorang istri mendengar kata cerai dari lisan suaminya tanpa sebab yang mengharuskannya,
berarti perkara menceraikan istri itu sepele di mata suaminya. Mendengar itu tentu pihak istri
merasa tidak aman. Talak merupakan salah satu sebab hancurnya rumah tangga dan keluarga.
Suatu perkara yang menyebabkan anak-anak terlantar. Sumber masalah tersebut adalah
meremehkan ucapan-ucapan cerai yang diulang-ulang bukan pada tempat semestinya.”

Ketika ditanya tentang hal ini, Syaikh bin Bazz menjawab, “Sumpah dengan talak
dimakruhkan dan tidak layak dikerjakan. Hal itu merupakan sarana menuju perpecahan
keluarga –menurut sebagian ulama- dan juga karena talak adalah perkara halal yang paling
dibenci Allah. Dengan begitu, seyogianya seorang muslim menjaga lisannya dari hal itu.
Kalimat itu boleh dikatakan jika memang sangat diperlukan serta sudah ada keinginan kuat
untuk cerai di luar kondisi marah.

Adapun yang lebih utama adalah cukup bersumpah demi Allah jika ingin meyakinkan teman
atau tamu agar mau tinggal di rumahnya untuk dijamu atau selainnya. Sedangkan dalam
kondisi marah, seyogianya seorang muslim berlindung kepada Allah dari setan serta menjaga
lisan dan anggota badannya dari hal-hal yang tidak layak dilakukan. Sementara, sumpah
untuk mengharamkan sesuatu yang halal, jelas tidak diperbolehkan. Baik dengan kata
sumpah atau selainnya, berdasarkan firman Allah:

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu…” (At-Tarhim:
1)

Seorang muslim juga tidak boleh mengharamkan apa yang dihalalkan Allah baginya, semoga
Allah melindungi kita semua dari godaan setan.”

Imam An-Nawawi dalam Syarhu Shahih Muslim, juz 10, hlm 61, tentang sabda Rasulullah
yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:

“Jika menghendaki, ia bisa mempertahankan istrinya dan jika ia menghendaki, dia juga
boleh menceraikannya.”

Menyatakan bahwa ini menjadi dalil bahwa tidak ada dosa dalam mengucapkan talak tanpa
sebab. Namun, hal itu dimakruhkan berdasarkan sebuah hadits mahsyur yang disebutkan
dalam Sunan Abu Dawud dan selainnya bahwa Rasulullah bersabda:

“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”[3]

Maka hadits Ibnu Umar menjadi keterangan bahwa talak hukumnya tidak haram, sedangkan
hadits ini untuk menerangkan bahwa hukum talak adalah makruh litanzih.

-“Tidak diperkenankan mempemainkan lafal ini pada waktu bercanda dan bergurau. Jumhur
ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkan dengan bergurau tetap terjadi (sah)
sebagaimana nikah yang diucapkan dengan bergurau juga terjadi (sah).”-

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah serta At-
Tirmidzi dan ia menghasankannya. Juga Al-Hakim, ia menshahihkannya, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda:

“Ada tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan main-mainnya juga dianggap serius:
nikah, talak dan rujuk.”[4]

Sebagaimana juga diharamkan bermain-main dengan Al-Qur’an dan mentalak tiga sekaligus
dalam satu waktu. Talak seperti itu dianggap talak satu.

Pernikahan dalam syariat islam kita berbeda dengan pernikahan katholik. Dalam agama
katholik, suami harus tetap mempergauli istri yang dibenci dan tidak disenanginya. Cerai
tidak bisa dilaksanakan kecuali jika pihak istri telah dituduh berzina.
Kita harus bertakwa kepada Allah dalam urusan ikatan dan perjanjian yang kokoh ini.

“Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-
Nisa’:21).

Itulah perjanjian dan pernikahan antara seorang lelaki dengan perempuan, sehingga tidak
patut membatalkan dan meremehkan urusan tersebut. Setiap perkara yang dapat menghinakan
dan melemahkan hubungan ini adalah dibenci Islam, karena itulah Nabi bersabda:

“Tidak termasuk golongan kami orang yang merusak wanita di hadapan suaminya.”[5]

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Janganlah seorang wanita meminta perceraian saudarinya untuk melepaskan ikatan


pernikahannya, (lalu ia menikah dengan mantan suami saudarinya tersebut), karena
sesungguhnya baginya adalah apa yang ditakdirkan baginya.”[6]

Tsauban radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa adanya sebab yang syar’i,
maka haram baginya mencium bau surga.”[7]

Hukum-hukum talak sudah ada dan dirinci di dalam kitab-kitab fikih. Keadaan talak yang
terjadi haruslah dirujukkan kepada para ulama yang terpercaya sehingga bisa diketahui lafal
talak yang diucapkan, niat pentalak, keadaanya waktu terjadi talak dan apakah ia telah
mentalak sebelum itu atau tidak?

Kalimat, ‘Kamu saya cerai,’ atau ‘Dia saya cerai,’ jelas menjadikan berlakunya talak tanpa
dengan syarat seperti mengatakan, “Kamu saya cerai jika mengerjakan atau mengatakan ini.”
Maka maksud ucapan itu kembali kepada niat si pengucap. Jika perkataanya dimaksudkan
untuk mencerai, cerai dianggap terjadi jika syarat yang dia sertakan dilakukan. Namun jika
niatnya hanya mengancam, sedangkan ia masih merasa berat untuk berpisah dengan istrinya,
dan tidak meniatkan cerai, ini dianggap sumpah yang gugur dengan kafarat sumpah; yaitu
memberi makan sepuluh orang miskin. Jika tidak mampu, berpuasa tiga hari.

Menurut para ulama, kalimat ‘Wajib bagi saya mencerai,’ atau, ‘Mentalak harus saya
lakukan,’ merupakan sumpah gugur dengan kafarat sumpah.

Adapun ucapan-ucapan bernada sindiran mengharuskan adanya niat talak. Seperti, perkataan
seorang suami kepada istrinya, ‘Kembalilah kepada keluargamu,’ atau, ‘Kamu haram atas
saya.’

Seorang wanita, jika telah ditalak suaminya sebanyak tiga kali tidak halal untuk kembali
kepada suaminya sampai ia dinikahi orang lain (dan cerai). Adapun nikah tahlil[8] tidak
dibenarkan karena Rasulullah relah melaknat Muhallil [9]dan Muhallal lah.[10]

Adapun perkataan seorang suami kepada istrinya, ‘Kamu saya cerai, kamu saya cerai, kamu
saya cerai,’ haruslah diteliti lagi apakah pengulangan tersebut ia maksudkan sebagai
penegasan cerai yang pertama sehingga dianggap satu kali talak ataukah ia bermaksud
melaksanakan talak yang kedua dan ketiga.
Pada umumnya telak terjadi tidak lepas dari keadaan marah. Padahal kadang amarah tidak
merefleksikan apa yang diucapkan si pemarah. Karena itu, harus ditanyakan kondisinya
ketika sedang mengucapkan kata talak.

Ibnu Taimiyyah berkata, “Hakikat dari Ighlaq –beliau memaksudkan sebuah riwayat yang
berbunyi:

“Tidak ada talak dan pembebasan budak ketika Ighlaq.[11]

Ighlaq adalah seseorang yang mengucapkan sesuatu bukan dengan maksud tersebut atau tidak
menyadari ucapannya. Beliau juga berkata, “Termasuk dalam ighlaq adalah talak dari orang
yang dipaksa, orang gila, dan orang yang hilang akal karena mabuk atau marah serta setiap
ucapan yang tidak dimaksudkan talak adan tidak mengetahui apa yang ia ucapkan.

Sedangkan marah terbagi menjadi tiga:

1. Kemarahan yang menghilangkan akal, sehingga pelakunya tidak menyadari apa yang ia
ucapkan. Hal seperti ini tidak diperselisihkan dan tidak dianggap talak.
2. Kemarahan yang masih dalam prinsip-prinsipnya, di mana kemarahannya tidak
menghalanginya untuk memahami ucapan dan maksudnya maka talak dalam keadaan
seperti ini dianggap terjadi (absah).
3. Ia masih mampu menguasai kemarahannya, sehingga kemarahannya tidak menghilangkan
kesadarannya secara keseluruhan, akan tetapi kemarahan tersebut menghalangi antara
dirinya dan niatnya. Setelah itu ia menyesali tindakannya.

Pengadilan di Mesir melaksanakan fatwa Ibnu Taimiyyah dalam masalah Talak.’[12]

Ulama mazhab syafi’i berpendapat hukum talak terbagi menjadi empat:

1. Wajib, ini terjadi dalam dua keadaan. Pertama, jika hakim mengutus dua mediator kepada
suami istri yang bertikai dan melihat mashlahat dalam perceraian suami istri tersebut. Kedua,
jika telah berlalu empat bulan, lalu istri menuntut haknya, namun suami enggan untuk
memenuhi dan mencerai. Yang paling benar, menurut pandangan kami, hakim wajib
menjatuhkan talak raj’i kepada suami istri tersebut.

2. Makruh, jika kondisi keduanya luru-lurus saja (tidak terjadi permasalahan), lalu si suami
mentalak tanpa sebab, baginya berlaku hadits:

“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.”

3. Haram, ini terjadi dalam tiga keadaan berikut:

> Pertama, ketika istri sedang haidh, tanpa ada ganti rugi darinya atau permintaanya.

> Kedua, ketika istri sedang suci dan suami menyetubuhinya dan belum jelas apakah ia hamil
atau tidak.

> Ketiga, jika suami memiliki beberapa orang istri. Suami melakukan pembagian (giliran
hari) untuk mereka. Lantas, ia menceraikan salah satunya sebelum memenuhi bagiannya.
4. Sunah, yaitu ketika seorang istri tidak bisa menjaga diri. Atau, suami istri atau salah
satunya takut tidak bisa menegakkan hukum Allah. Wallahu a’lam.

Sebagai penutup, kami nasihatkan kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah,
pertama terhadap dirinya sendiri, kemudian terhadap keluarganya, serta selalu menyadari
setiap perbuatan yang ingin ia lakukan terlebih yang berkaitan dengan talak. Hendaklah
berhati-hati dalam urusan mentalak serta mengucapkan kata talak karena hal itu merupakan
perkara yang berbahaya. Jangan sampai terburu-buru dalam masalah itu. Bersabarlah, lihatlah
berbagai akibat dari suatu perkara sebelum menyesal. [Syahida.com]
Sumber: Buku Suamiku, Dengarkanlah Curahan Hatiku. Isham Muhammad Syarif.

[1] Dalam masalah perceraian, sebenarnya tidak perlu didaftarkan pun, perceraian dari
seorang suami kepada istrinya, asalkan memenuhi ketentuan Islam, sudah syah –pent.

[2] Lihat Ushul Al-Mu’asyarah Az-Zaujiyyah, karya hakim syaikh Muhammad Ahmad
Kan’an, hlm 192-193.

[3] Hadits dha’if (lemah). Ibnu Utsaimin radhiyallahu ‘anhu berkata, “Karena tidak
dibenarkan bagi kita mengatakan, meski hanya dengan maknanya, ‘Perkara halal yang paling
dibenci Allah adalah talak,’ karena sesuatu yang dibenci Allah tidak mungkin hukumnya
halal.” Lihat Al-Fatawa Al-Jami’ah Al-Muslimah: 11/647.

[4] Al-Albani telah menshahihkan hadits tersebut dalam Shahih Al-Jami’ (3027).

[5] HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahih Al-Jami’
(5437).

[6] Hr. Bukhari dan Abu Dawud.

[7] Ibnu Majah: VI/ 318.

[8] Nikah tahlil adalah seorang wanita yang telah ditalak ba’in (tiga kali) oleh suaminya
menikah dengan orang lain yang merupakan suruhan suami sebelumya untuk diceraikan lagi
agar ia kembali halal untuk dinikahi oleh suaminya yang pertama (pent).

[9] Orang yang menyuruh tahlil.

[10] Orang yang disuruh tahlil.

[11] Sekelompok ulama, diantara Imam Ahmad telah menafsirkan bahwa maksud ighlaq
adalah ‘paksaan dan marah.’ Lihat Al-Fatawa AL-Jami’ah lilmar’ah Al-Muslimah: 11/ 648.

[12] Lihat wa ‘asyiruhunna bilmakruuf, hlm 68-72.

Sumber: http://www.syahida.com/2015/02/27/2331/begitu-mudah-suami-mengancamku-dengan-
kata-kata-cerai/#ixzz3yOrP6EAn
Follow us: @syahidacom on Twitter | syahidacom on Facebook
Risalah Talak (7), Ucapan Talak
Mei 04, 2012Muhammad Abduh Tuasikal, MScKeluarga309 Komentar

Talak atau cerai adalah suatu permasalahan rumah tangga yang saat ini banyak menimpa
suami istri. Kadang karena ketidak tahuan akan talak yang menyebabkan dengan sendirinya
talak itu jatuh. Ada ucapan yang secara tegas walau tanpa disertai niat, membuat talak itu sah.
Ada pula talak berupa kata kiasan yang butuh akan niat. Talak pun bisa dilakukan via sms,
email atau faks. Kesemuanya akan disinggung pada kesempatan kali ini diawali melanjutkan
pembahasan sebelumnya mengenai syarat talak berkaitan dengan istri yang ditalak. Semoga
bermanfaat.

Syarat yang Berkaitan dengan Istri yang Ditalak

Pertama: Istri yang ditalak adalah benar-benar istri yang sah secara hukum.

Yang dimaksud di sini adalah istri yang ditalak adalah benar-benar istri yang sah atau masih
ada masa ‘iddah dari talak roj’i. Sedangkan jika istri sudah ditalak ba-in atau nikahnya jadi
faskh (batal), mayoritas ulama menganggap tidak sahnya talak.

Jika istri ditalak sebelum disetubuhi atau sebelum berdua-duaan dengannya, maka tidak ada
masa ‘iddah. Karena Allah Ta’ala berfirman,

‫علَ ْي ِه َّن ِم ْن ِعدَّ ٍة ت َ ْعتَدُّونَ َها‬ ُّ ‫طلَّ ْقت ُ ُمو ُه َّن ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن ت َ َم‬
َ ‫سو ُه َّن فَ َما لَ ُك ْم‬ ِ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َ َمنُوا ِإذَا نَ َكحْ ت ُ ُم ْال ُمؤْ ِمنَا‬
َ ‫ت ث ُ َّم‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang


beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali
tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya” (QS. Al
Ahzab: 49).

Kedua: Hendaklah dispesifikkan manakah istri yang ditalak. Ini diperlukan ketika istri lebih
dari satu. Hal ini bisa dilakukan dengan isyarat, sifat atau niat. Seperti suami mengatakan
kepada salah satu istrinya dengan rinci, “Wahai Zainab, saya talak kamu”.[1]

Syarat yang Berkaitan dengan Sighoh Talak

Asalnya talak dilakukan dengan ucapan. Namun kadangkala talak dilakukan melalui tulisan
atau isyarat.

Pertama: Talak dengan lafazh (ucapan)

Talak dengan ucapan ada dua macam: (1) talak dengan lafazh shorih (tegas) dan (2) talak
dengan lafazh kinayah (kiasan).

Talak dengan lafazh shorih (tegas) artinya tidak mengandung makna lain ketika diucapkan
dan langsung dipahami bahwa maknanya adalah talak, lafazh yang digunakan adalah lafazh
talak secara umum yang dipahami dari sisi bahasa dan adat kebiasaan. Contohnya seseorang
mengatakan pada istrinya, “Saya talak kamu”, “Saya ceraikan kamu”, “Tak pegat koe (saya
ceraikan kamu dalam bahasa Jawa). Lafazh-lafazh ini tidak bisa dipahami selain makna cerai
atau talak, maka jatuhlah talak dengan sendirinya ketika diucapkan serius maupun bercanda
dan tidak memandang niat. Intinya, jika lafazh talak diucapkan dengan tegas, maka jatuhlah
talak selama lafazh tersebut dipahami, diucapkan atas pilihan sendiri, meskipun tidak disertai
niat untuk mentalak. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya mengenai orang yang
mentalak istri dalam keadaan main-main atau bercanda,

ُ‫الرجْ َعة‬ َّ ‫ث ِجدُّ ُه َّن ِجدٌّ َوه َْزلُ ُه َّن ِجد ٌّ النِِّ َكا ُح َو‬
َّ ‫الطالَ ُق َو‬ ٌ َ‫ثَال‬

“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius: (1) nikah, (2) talak,
dan (3) rujuk”.[2]

Talak dengan lafazh kinayah (kiasan) tidak diucapkan dengan kata talak atau cerai secara
khusus, namun diucapkan dengan kata yang bisa mengandung makna lain. Jika kata tersebut
tidak punya arti apa-apa, maka tidak bisa dimaksudkan cerai dan itu dianggap kata yang sia-
sia dan tidak jatuh talak sama sekali. Contoh lafazh kinayah yang dimaksudkan talak,
“Pulang saja kamu ke rumah orang tuamu”. Kalimat ini bisa mengandung makna lain selain
cerai. Barangkali ada yang memaksudkan agar istrinya pulang saja ke rumah, namun bukan
maksud untuk cerai. Contoh lainnya, “Sekarang kita berpisah saja”. Lafazh ini pun tidak
selamanya dimaksudkan untuk talak, bisa jadi maknanya kita berpisah di jalan dan
seterusnya. Jadi contoh-contoh tadi masih mengandung ihtimal (makna lain). Untuk talak
jenis ini perlu adanya niat. Jika diniatkan kalimat tadi untuk maksud talak, jatuhlah talak. Jika
tidak, maka tidak jatuh talak. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫إِنَّ َما األ َ ْع َما ُل بِالنِِّيَّا‬


‫ت‬

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.”[3]

Jika talaknya hanya dengan niat dalam hati tidak sampai diucapkan, maka talaknya tidak
jatuh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َما لَ ْم ت َ ْع َم ْل أ َ ْو ت َت َ َكلَّ ْم‬، ‫س َها‬ ْ َ ‫ع ْن أ ُ َّمتِى َما َحدَّث‬


َ ُ‫ت بِ ِه أ َ ْنف‬ َّ ‫إِ َّن‬
َ َ‫َّللاَ ت َ َج َاوز‬
“Sesungguhnya Allah memaafkan pada umatku sesuatu yang terbetik dalam hatinya selama
tidak diamalkan atau tidak diucapkan”.[4]

Kedua: Talak dengan tulisan

Talak ini bisa dilakukan lewat sms, email, atau surat menyurat. Jika seseorang tidak ada di
tempat, lalu ia menulis pesan kepada istrinya melalui sarana-sarana tadi, maka talaknya jatuh
ketika ia berniat untuk talak. Demikian pendapat jumhur –mayoritas ulama-.

Az Zuhri berkata, “Jika seseoran menuliskan pada istrinya kata-kata talak, maka jatuhlah
talak. Jika suami mengingkari, maka ia harus dimintai sumpah”.

Ibrahim An Nakho’i berkata, “Jika seseorang menuliskan dengan tangannya kata-kata talak
pada istrinya, maka jatuhlah talak”.
Alasan lain bahwa tulisan terdiri dari huruf-huruf yang mudah dipahami maknanya. Jika
demikian dilakukan oleh seorang pria ketika ia menuliskan kata-kata talak pada istrinya dan
ia berniat mentalak, maka jatuhlah talak sebagaimana ucapan.[5]

Namun untuk tulisan melalui perangkat elektronik perlu ditegaskan bahwa benar-benar
tulisan tadi baik berupa sms, email atau fax dari suaminya. Jika tidak dan hanya rekayasa
orang lain, maka jelas tidak jatuh talak.[6]

Ketiga: Talak dengan isyarat

Jika suami mampu mentalak dengan ucapan, maka tidak sah jika ia melakukan talaknya
hanya dengan isyarat. Demikian menurut jumhur –mayoritas ulama-. Kecuali untuk orang
yang bisu yang tidak dapat berbicara, maka talaknya jatuh jika ia melakukannya dengan
isyarat. Namun ulama Hanafiyah dan juga pendapat Syafi’iyah menganggap bahwa jika
orang bisu tadi mampu melakukannya dengan tulisan, maka sebaiknya dengan tulisan. Jika
tidak, maka tidak sah. Karena talak lewat tulisan lebih menunjukkan yang dimaksud, beda
halnya jika hanya dengan isyarat kecuali dalam kondisi darurat karena tidak mampu.[7]

Apakah Talak Harus dengan Saksi?

Menurut mayoritas ulama dari kalangan salaf dan imam madzhab, disunnahkan (dianjurkan)
adanya saksi dalam talak karena hal ini lebih menjaga hak-hak suami istri dan tidak
menimbulkan masalah di kemudian hari jika masih ada perdebatan. Allah Ta’ala berfirman,

َّ ‫ع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم َوأَقِي ُموا ال‬


ِ‫ش َهادَة َ ِ َّلِل‬ ْ ‫ارقُو ُه َّن بِ َم ْع ُروفٍ َوأ َ ْش ِهدُوا ذَ َو‬
َ ‫ي‬ ِ َ‫فَإِذَا بَلَ ْغنَ أ َ َجلَ ُه َّن فَأ َ ْم ِس ُكو ُه َّن بِ َم ْع ُروفٍ أ َ ْو ف‬
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah” (QS. Ath Tholaq: 2).
Di antara alasannya kenapa saksi di sini tidak sampai wajib adalah karena dalam ayat lainnya
kalimat talak tidak disertai dengan saksi. Begitu pula dalam beberapa hadits. Dan talak adalah
hak suami dan tidak butuh adanya pendukung karena itu haknya secara langsung. Hal ini
sama halnya dengan persaksian yang lain.[8]

Diselesaikan 12 Jumadats Tsaniyah di Ummul Hamam, Riyadh, KSA

www.rumaysho.com

[1] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 250-251.

[2] HR. Abu Daud no. 2194, At Tirmidzi no. 1184 dan Ibnu Majah no. 2039. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
[3] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob.

[4] HR. Bukhari no. 5269 dan Muslim no. 127, dari Abu Hurairah.

[5] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 258-259.

[6] Lihat Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 36761, www.islamqa.com. Juga dijelaskan
dalam Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259.

[7] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259.

[8] Shahih Fiqh Sunnah, 3: 259-260.

Вам также может понравиться