Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

Hasil penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi dalam

penelitian ini, adalah :

1. Novita Dwi Utami (2010) dalam penelitiannya yang berjudul

“Analisis hasil perhitungan PPh 21 Bulan Maret 2010 pegawai tetap pada

Kantor Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan berdasarkan Undang-Undang

No.36 Tahun 2008” menyimpulkan bahwa hasil perhitungan PPh pasal 21

pegawai tetap yang dipotong berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 lebih

kecil dibandingkan dengan yang dipotong oleh Kantor Lembaga Penjamin

Mutu Pendidikan Samarinda. PPh yang terutang hasilnya akan berbeda-

beda tergantung besarnya gaji pokok, status dan golongan dari masing-

masing pegawai tersebut.

2. Sika Pratama Sari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul

“Perhitungan dan penyampaian SPT Tahunan PPh pasal 21 tahun 2009

terhadap karyawan tetap Rumah Sakit Islam Samarinda” menyimpulkan

bahwa hasil perhitungan berdasarkan formula dengan penyampaian SPT

Tahunan PPh pasal 21 untuk tiap-tiap karyawan tidak terjadi perbedaan,

dan terdapat karyawan yang tidak dikenakan potongan dikarenakan nilai


PKP yang diperoleh selama satu tahun lebih kecil dari PTKP selama satu

tahun.

3. Novi Erawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

perhitungan PPh Pasal 21 terhadap karyawan PT.Bhima Express

berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 dan Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008” menyimpulkan bahwa PPh pasal 21 setiap

karyawan yang dipotong oleh PT.Bhima Express lebih kecil sesudah

diberlakukannya UU No.36 Tahun 2008. Seluruh karyawan yang

penghasilannya di atas PTKP yang wajib membayar PPh telah memiliki

NPWP, sehingga tarif pajak yang dikenakan kepada PKP adalah tarif

pajak normal untuk Wajib Pajak.

Untuk lebih jelasnya terdapat tabel penelitian terdahulu dengan nama

peneliti, judul penelitian, tahun penelitian, lokasi penelitian, teknik

pengumpulan data, alat analisis, dan hasil penelitian.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti
No. Keterangan
Novita Dwi Utami Sika Pratama Sari Novi Erawati
1. Judul Analisis hasil Perhitungan dan Analisis
Penelitian perhitungan PPh penyampaian perhitungan PPh
21 Bulan Maret SPT Tahunan Pasal 21 terhadap
2010 pegawai PPh pasal 21 karyawan PT.Bhima
tetap pada Kantor tahun 2009 Express
Lembaga terhadap berdasarkan
Penjamin Mutu karyawan tetap Undang-Undang
Pendidikan Rumah Sakit Nomor 17 tahun
berdasarkan Islam Samarinda 2000 dan Undang-
Undang-Undang Undang Nomor 36
No.36 Tahun 2008 Tahun 2008
2. Tahun 2010 2010 2009
Penelitian
3. Lokasi Samarinda Samarinda Samarinda
Penelitian
4. Teknik Observasi dan Observasi, Observasi dan
Pengumpulan wawancara wawancara, dan wawancara
Data penelitian
kepustakaan
5. Alat Analisis Formula Formula Formula
perhitungan PPh perhitungan PPh perhitungan PPh
pasal 21 pasal 21 pasal 21
berdasarkan UU berdasarkan UU berdasarkan UU
No.36 Tahun 2008 No.36 Tahun No.17 Tahun 2000
2008 dan dan formula
formulir SPT perhitungan PPh
Tahunan PPh pasal 21
pasal 21 berdasarkan UU
No.36 Tahun 2008
6. Hasil Hasil perhitungan Hasil perhitungan PPh pasal 21 setiap
Penelitian PPh pasal 21 berdasarkan karyawan yang
pegawai tetap formula dengan dipotong oleh
yang dipotong penyampaian PT.Bhima Express
berdasarkan UU SPT Tahunan lebih kecil sesudah
No.36 Tahun 2008 PPh pasal 21 diberlakukannya
lebih kecil untuk tiap-tiap UU No.36 Tahun
dibandingkan karyawan tidak 2008. Seluruh
dengan yang terjadi perbedaan, karyawan yang
dipotong oleh dan terdapat penghasilannya di
Kantor LPMP karyawan yang atas PTKP yang
Samarinda. PPh tidak dikenakan wajib membayar
yang terutang potongan PPh telah memiliki
hasilnya akan dikarenakan nilai NPWP, sehingga
berbeda-beda PKP yang tarif pajak yang
tergantung diperoleh selama dikenakan kepada
besarnya gaji satu tahun lebih PKP adalah tarif
pokok, status dan kecil dari PTKP pajak normal untuk
golongan dari selama satu Wajib Pajak.
masing-masing tahun.
pegawai tersebut.

B. PENGERTIAN AKUNTANSI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian akuntansi adalah

“Pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat

suatu transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi, hal yang berkaitan dengan

akuntansi, teori dan praktek perakunan, termasuk tanggung jawab, prinsip

standar, kebiasaan dan semua kegiatannya”.

Definisi akuntansi menurut Yadiati (2006:7),” Akuntansi adalah suatu

sistem informasi yang mengidentifikasi, mencatat, dan mengomunikasikan

kejadian ekonomi dari sutu organisasi kepada pihak yang berkepentingan”.

Menurut Kamus Akuntansi (Estes, 2003:3), definisi accounting

(akuntansi) adalah “Aktivitas yang menyediakan informasi, biasanya bersifat

kuantitatif dan seringkali disajikan dalam satuan moneter, untuk pengambilan

keputusan, perencanaan, pengendalian sumber daya dan operasi, mengevaluasi

prestasi dan pelaporan keuangan kepada para investor, kreditor, instansi yang

berwenang serta masyarakat”.


Dari ketiga pengertian tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa

”Akuntansi (accounting) adalah proses identifikasi, pencatatan dan

komunikasi terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas (perusahaan). Jadi

secara teknis akuntansi merupakan kumpulan prosedur-prosedur untuk

mencatat, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan dan melaporkan dalam bentuk

laporan keuangan”.

C. PERPAJAKAN

1. Pengertian Pajak

Menurut Soemitro yang dikutip oleh Zain dalam buku Manajemen

Perpajakan (2006:11) “pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi

tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi “pajak adalah peralihan

kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Menurut Markus (2005:1) dalam “Perpajakan Indonesia”

mendefinisikan bahwa “Pajak adalah sebagian harta kekayaan rakyat

(swasta) yang, berdasarkan undang-undang, wajib diberikan oleh rakyat

kepada negara tanpa mendapat kontra prestasi secara individual dan

langsung dari negara, serta bukan merupakan penalti.


Pengertian pajak dikemukakan oleh P. J. A. Andriani yang dikutip

oleh Devano dan Kurnia Rahayu dalam buku Perpajakan Konsep, Teori

dan Isu (2006:22) mengemukakan bahwa ” Pajak adalah iuran kepada

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat

prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan

tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

”Pajak ialah iuran masyarakat kepada negara, yang dipungut oleh

penguasa atau pemerintah yang berdasarkan Undang-undang dengan tidak

mendapat jasa timbal balik secara langsung dari negara guna untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dan untuk mendapatkan

kesejahteraan umum”.

2. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua

pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di atas

maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

a. Fungsi anggaran (budgetair) : sumber dana yang diperuntukan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh


yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam

negeri.

b. Fungsi mengatur (regular) : sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh

yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras,

dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

(Waluyo,2006:6)

3. Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Prof, Dr. Rochmat Soemitro, SH. yang dikutip oleh

Waluyo dalam bukunya “Perpajakan” (2006:5), menyebutkan bahwa

hukum pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai

berikut :

1. Hukum Perdata

Mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.

2. Hukum Publik

Mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

a. Hukum Tata Negara

b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)

c. Hukum Pajak

d. Hukum Pidana

Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari

hukum publik.
4. Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” (2006:5),

pengelompokan pajak dilakukan berdasarkan golongan, sifat dan lembaga

pemungutnya.

a. Menurut golongannya

1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada

orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut sifatnya

1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan

diri Wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkat pada objeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

c. Menurut lembaga pemungutnya


1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan

Bea Materai.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

a. Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan

Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor.

b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak

Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak

Penerangan Jalan.

D. PENGERTIAN PENGHASILAN

Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak maka pada

bagian ini penulis akan memberikan pengertian tentang penghasilan menurut

Standar Akuntansi Keuangan (1999:12), penghasilan didefinisikan sebagai

peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi tertentu dalam

bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang

mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman

modal.
Sedangkan menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa

pun”. Di dalam penjelasan ini dinyatakan bahwa undang-undang menganut

prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa

pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan

untuk mengkonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Menurut penjelasan juga dinyatakan sumber dari tambahan

kemampuan ekonomis ada empat macam, yaitu : penghasilan dari pekerjaan

dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, penghasilan dari usaha atau

kagiatan, penghasilan dari modal, dan penghasilan lain-lain. Selain itu dalam

penjelasan pula dinyatakan secara jelas contoh-contoh penghasilan yang

disebut dalam ketentuan ini dimaksud untuk memperjelas pengertian tentang

penghasilan yang luas yang tidak terbatas pada contoh-contoh dimaksud. Jadi

dapat disimpulkan bahwa contoh-contoh penghasilan yang disebut di dalam

Pasal 4 ayat 1 hanya dimaksud untuk memperjelas pengertian tentang

penghasilan seperti :

a. Suatu ganti rugi yang diperoleh Wajib Pajak merupakan suatu

penghasilan bagi Wajib Pajak bila diterima sejumlah uang yang

merupakan tambahan kemampuan ekonomis untuk menambah kekayaan.


Penghasilan ini diklarifikasikan sebagai penghasilan lain-lain karena tidak

ada hubungannya dengan kegiatan utama usaha Wajib Pajak.

b. Hasil rampok, judi, korupsi, untuk hal ini tentunya kita harus

bertanya kepada diri kita sendiri apakah ada orang yang mendapatkan hasil

rampokan, judi, korupsi kemudian melaporkan kepada petugas pajak agar

dipotong pajak penghasilan karena ada penjelasan pasal 4 ayat 1

menyebutkan bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari menapun asalnya

yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib

Pajak.

c. Hadiah dari lotere, jelas merupakan penghasilan bagi penerima

hadiah lotere tersebut. Dengan alasan uang yang diterima dari lotere

tersebut jelas merupakan tambahan kemampuan ekonomis dari pada

penerimaan hadiah lotere yang diadakan di Indonesia seperti SDSB,

pengenaan pajaknya telah diatur dalam SE-11 / Pj.41 / 1990.

d. Perolehan harta karun yang tidak diketahui kepemilikannya. Ini

juga merupakan penghasilan karena jelas harta karun uang didapat dan

kemudian dijual akan dapat menambah kekayaan si penemu. Pengenaan

pajak atas penemuan harta karun telah diatur pada Kep-MenKeu No.

708/KMK.04/1993 yang diperjelas dengan SE.01/Pj.313/1994.

e. Uang sekolah atau SPP yang dikutip yayasan atau perkumpulan

adalah merupakan penghasilan. Hal ini diperjelas dengan SE-34/Pj.4/1995.


f. Penggantian biaya yang tidak terpakai seperti biaya

perjalanan/hotel pegawai yang dihematkan. Uang perjalanan dinas yang

dihemat oleh pegawai yang melakukan perjalanan dinas tentu merupakan

penghasilan karena jumlah uang yang diterima oleh si pegawai dan bila

penghasilan tersebut melebihi PTKP, kejujuran si pegawai dibutuhkan dan

dilaporkan dalam SPT Tahunan perseorangannya.

g. Pesangon adalah merupakan penghasilan karena merupakan

penerimaan sejumlah uang oleh pegawai yang berhenti. Pengenaan pajak

atas pesangon telah diatur dalam Keputusan MenKeu No.

600/KMK.04/1995.

h. Pembayaran dari asuransi karena meninggal atau cacat. Hal ini

pengenaan pajaknya merujuk pada Pasal 4 (3) huruf e tentang yang tidak

termasuk objek pajak yang menyatakan bahwa pembayaran dari

perusahaan asuransi kepada pribumi sehubungan dengan asuransi

kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.

Dalam hal ini premi dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

i. Beasiswa yang diterima juga merupakan penghasilan. Pengenaan

pajaknya diatur dalam Kep.02/Pj/1995 pasal 5.

j. Hadiah perkawinan atau promosi jabatan merupakan penghasilan.

Hal ini sesuai dengan ketentuan penjelasan Pasal 1 huruf b bahwa

pengertian hadiah termasuk hadiah undian, pekerjaan, dan kegiatan hadiah

undian tabungan, hadiah dari pertandingan oleh raga. Jadi di dalam


penjelasan ini dinyatakan bahwa semua hadiah dalam bentuk apapun

merupakan penghasilan.

k. Sedekah dan infaq jelas bukan merupakan penghasilan seperti yang

dinyatakan dalam pasal 4 (3) huruf a. karena dikategorikan sebagai

sumbangan.

E. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Kata “Pajak Penghasilan” mengandung dua pengertian yang disatukan

dengan yang lainnya. Pengertian pertama mengenai “Pajak” itu sendiri dan

pengertian kedua mengenai “Penghasilan” yang sebelumnya telah dibahas.

Pajak penghasilan merupakan salah satu jenis pajak langsung yang dipungut

oleh pemerintah pusat, sehingga merupakan pajak pusat atau pajak negara.

Penanganan pemungutan pajak itu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak

Departemen keuangan dan pelaksanaannya di tingkat daerah dilakukan oleh

Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Definisi Pajak Penghasilan menurut Resmi (2003:74),”Pajak

Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak”.

Adapun definisi pajak penghasilan menurut Munawir (1998:109)

adalah sebagai berikut, ”Pajak Penghasilan merupakan salah satu sumber

penerimaan negara yang berasal dari pendapatan rakyat, pemungutannya telah

diatur dalam Undang-undang sehingga dapat memberikan kepastian hukum

sesuai dengan kehidupan dalam negara yang berdasarkan hukum".


Sedangkan menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan pasal

21 adalah “Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,

dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa

atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri”.

1. Subjek Pajak PPh Pasal 21

Yang menjadi Subjek Pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

a. Pejabat Negara, adalah :

1. Presiden dan Wakil Presiden.

2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD

Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah

Agung.

5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

6. Menteri dan Menteri Negara.

7. Jaksa Agung.

8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi.

9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten.

10. Walikota dan Wakil Walikota.

b. Pegawai Negeri Sipil (PNS), adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan

PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1974.


c. Pegawai, adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan

berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun

tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan

negeri atau BUMN atau BUMD.

d. Pegawai Tetap, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi

kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu

secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan

pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola

kegiatan perusahaan secara langsung.

e. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri, adalah orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183

hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh

gaji, honorarium dan/atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, dan kegiatan.

f. Pegawai lepas, adalah orang pribadi yang bekerjapada pemberi

kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang

bersangkutan bekerja.

g. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang

menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan

di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang

menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.


h. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau

memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan

yang dilakukannya.

i. Penerima Upah, adalah orang pribadi yang menrima upah harian,

upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. (Mardiasmo,

2005:137)

2. Tidak Termasuk Subjek Pajak PPh Pasal 21

Sebagaimana lazimnya dalam perpajakan, maka Undang-Undang

Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 ditetapkan pula yang tidak

termasuk subjek pajak (dikecualikan) adalah sebagai berikut :

a. Badan perwakilan negara asing.

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-

pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan

kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama

mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia

tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau

pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan

perlakuan timbal balik.

c. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan

Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :

1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut

2. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain

untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian


pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para

anggota.

d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan

warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan

atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

3. Objek Pajak PPh Pasal 21

Dalam perpajakan, yang dimaksudkan dengan objek pajak yaitu

apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak

karena menyangkut dikenakan atau tidak dikenakan pajak atas objek

dimaksud. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh Nomor 36

Tahun 2008 adalah :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang

ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.


f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan

bebas.

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang

belum dikenakan pajak.

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

s. surplus Bank Indonesia.


Seperti sudah disebutkan di atas, mengenai jenis-jenis penghasilan

dalam UU Pajak Penghasilan, berikut ini adalah uraian beberapa

pengertiannya :

a. Gaji, adalah penghasilan tetap yang diterima oleh pegawai secara

teratur dalam satu masa tertentu, biasanya perbulan, atas pekerjaan

yang dilakukannya sebagai karyawan tetap di suatu perusahaan.

b. Upah, adalah penghasilan yang diterima oleh pekerja yang

pembayarannya atas dasar jumlah hari kerja atau borongan unit yang

dikerjakannya.

c. Tunjangan, adalah penghasilan tambahan yang melekat pada gaji

atau upah yang besarnya disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu

yang pantas menurut pemberi kerja atau aturan-aturan yang berlaku.

d. Honorarium, adalah imbalan atas jasa, jabatan, atau kegiatan yang

dilakukan, yang pembayarannya biasanya dilakukan sebulan sekali dan

besar kecilnya tergantung banyaknya satuan yang dikerjakannya.

e. Komisi, adalah penghasilan yang diterima oleh pekerja, biasanya

bagian penjualan, berupa insentif untuk meningkatkan unit jualnya.

f. Bonus, adalah penghasilan yang pemberiannya tidak diberikan

secara periodik, dan biasanya merupakan akibat adanya peningkatan

keuntungan perusahaan.

g. Gratifikasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

sebagai uang hadiah kepada pegawai diluar gaji yang telah ditentukan.

Pengertian ini untuk keperluan bidang lainnya diartikan sebagai


tambahan penghasilan yang diterima para anggota komisaris atau

pimpinan perusahaan atas keberhasilannya mengelola dan memajukan

perusahaan.

h. Uang Pensiun, merupakan bagian penghasilan yang

pembayarannya ditunda dengan sengaja dan mulai dibayarkan setelah

pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja. (Rimsky, 2005:96)

4. Tidak Termasuk Objek Pajak PPh Pasal 21

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh Nomor 36

Tahun 2008, penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak PPh

adalah sebagai berikut :

a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan

amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di

antara pihak-pihak yang bersangkutan.

c. Warisan.

d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai

pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.


e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan

dari Wajib Pajak atau Pemerintah.

f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi

jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik

negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada

badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.

h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi

kerja maupun pegawai, dan penghasilan dari modal yang ditanamkan

dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

5. Pemotong PPh Pasal 21

Menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” (2005:145)

mengemukakan bahwa yang termasuk dalam pemotong pajak PPh pasal

21 adalah :

a. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk

bentuk usaha tetap, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan

atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan

pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan


dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan

pegawai.

b. Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan gaji, upah,

honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun,

sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan.

c. Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek, badan penyelenggara

jaminan sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang

membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua

(THT).

d. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayar

honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak

dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk

dan atas namanya sendiri, bukan atas nama persekutuannya.

e. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap yang membayar

honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status

Wajib Pajak Luar Negeri.

f. Yayasan (termasuk yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan,

rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga,

kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi dalam bentuk

apapun dalam segala kegiatan sebagai pembayar gaji, upah,


honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

g. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan

honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan,

dan pemagangan.

h. Penyelenggaraan kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi

termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta

lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar

honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu

kegiatan.

F. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

1. Pengertian SPT

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

16 Tahun 2009 Pasal 1 dijelaskan bahwa pengertian Surat Pemberitahuan

(SPT) adalah, ”surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan

perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”.

2. Fungsi SPT
Adapun fungsi SPT dapat dilihat dari Wajib Pajak, Pengusaha

Kena Pajak atau Pemotong atau Pemungut Pajak sebagai berikut :

1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terutang.

b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang

telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau

pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun

Pajak.

c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau

pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang

pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak

a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya

terutang.

b. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap

Pajak Keluaran.

c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang

telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui


pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. (Mardiasmo,

2005:18)

3. Jenis SPT

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. SPT Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam

suatu Masa Pajak atau pada suatu saat, terdiri dari :

1. SPT Masa PPh Pasal 21 dan pasal 26

2. SPT Masa PPh Pasal 22

3. SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26

4. SPT Masa PPh Pasal 25

5. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai

6. SPT Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah

b. SPT Tahunan, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam

suatu Tahun Pajak, terdiri dari :

1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan

2. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi


3. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21. (Suandy,

2006:18)

4. Batas Waktu Penyampaian SPT

Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut :

a. SPT Masa

Yang Batas Waktu Penyampaian


Jenis Pajak Menyampaikan SPT Masa
SPT
PPh pasal 21 Pemotongan PPh Tanggal 20 bulan takwim
pasal 21 berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
PPh pasal 22 Impor, PPN dan Wajib Pajak 14 hari setelah berakhirnya
PPn BM atas impor Masa Pajak.

PPh pasal 22 Impor, PPN dan Direktorat Bea dan 7 hari setelah batas waktu
PPn BM atas impor (Dirjen Cukai penyetoran pajak berakhir.
Bea dan cukai)
PPh pasal 22 - Bendaharawan Bendaharawan Tanggal 14 bulan takwim
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
PPh pasal 22 - Bahan Bakar Pertamina 20 hari setelah Masa Pajak
berikutnya.
PPH pasal 22 - Pemungutan Pemungut Pajak 20 hari setelah Masa Pajak
oleh badan tertentu berakhir
PPh pasal 23 Pemotong PPh Tanggal 20 bulan takwim
pasal 23 berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
PPh pasal 25 Wajib Pajak yang Tanggal 20 bulan takwim
mempunyai NPWP setelah Masa Pajak berakhir.
PPh pasal 26 Pemotong PPh Tanggal 20 bulan takwim
pasal 26 setelah Masa Pajak berakhir.
PPN dan PPn BM Pengusaha Kena Tanggal 20 bulan takwim
Pajak setelah Masa Pajak berakhir.
PPN dan PPn BM Bendaharawan 14 hari setelah Masa Pajak
Bendaharawan Pemerintah berakhir.
PPN dan PPn BM selain Selain 20 hari setelah Masa Pajak
Bendahawan Bendaharawan berakhir.
Pemerintah
(Resmi, 2003:31-32)
b. SPT Tahunan
Yang Batas Waktu
Jenis Pajak
Menyampaikan SPT Penyampaian SPT-Masa
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang Selambatnya 3 bulan setelah
mempunyai NPWP akhir Tahun Pajak
PPh Pasal 21 Tahunan Pemotong PPh Selambatnya 3 bulan setelah
pasal 21 akhir Tahun Pajak.
(Resmi, 2003:32)

5. Wajib Pajak yang Dikecualikan dari Kewajiban SPT

a. Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya tidak

melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib Pajak

ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal

25 dan SPT Tahunan PPh.

b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau

melaksanakan pekerjaan bebas. Wajib Pajak ini dikecualikan dari

kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. (Waluyo, 2003:34)

6. Pengisian SPT

a. Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat

Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatangani


b. Dalam hal wajib pajak adalah badan, Surat Pemberitahuan harus

ditandatangani oleh pengurus atau direksi

c. Dalam hal Surat Pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh orang

lain bukan wajib pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus

d. Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh

wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi

dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta

keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). (Suandy, 2006:21)

Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah

mengisi formulir SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan

petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

Pengisian SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang

terutang kurang bayar, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan perpajakan.

G. UNDANG-UNDANG N0.36 TAHUN 2008

Undang-undang No. 36 Tahun 2008 merupakan perubahan keempat

atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Perubahan

ini dilakukan untuk mengamankan penerimaan negara yang semakin

meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, dan stabil.


Pada Undang-undang No. 36 Tahun 2008 besarnya Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP) dan besarnya Tarif Pajak mengalami perubahan.

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan Pasal 7

ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 yang berlaku 1 Januari 2009

adalah sebagai berikut :

a. Rp. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.

b. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami, dengan syarat :

1. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari

satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan

dalam Undang-undang PPh pasal 21, dan

2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan

bebas suami atau anggota keluarga yang lain.

d. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga dalam garis

turunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,

paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(Sumber : Undang-undang No. 36 Tahun 2008)


Untuk besarnya Tarif Pajak sesuai dengan Pasal 17 ayat 1 (a) Undang-

undang No.36 Tahun 2008 yang mulai berlaku per Januari 2009, tarif pajak

menjadi:

Tarif bagi WP
No Lapisan Penghasilan yang memiliki
NPWP
1. S.d Rp. 50.000.000,- 5%
Di atas Rp. 50.000.000,- s.d Rp.
2. 250.000.000,- 15%
Di atas Rp. 250.000.000,- s.d
3. Rp.500.000.000,- 25%
4. Di atas Rp. 500.000.000,- 30%
Sumber : Undang-undang No. 36 Tahun 2008

Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenai pemotongan

20% lebih tinggi dari tarif normal. Untuk biaya jabatan dan pensiun ditetapkan

sebesar 5% sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.250/PMK.03/2008

yang berlaku per Januari 2009 adalah sebagai berikut:

Pasal 1 (1)

“Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-

tingginya Rp. 6.000.000,- setahun atau Rp. 500.000,- sebulan.”

(Sumber : Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008)

H. DEFINISI KONSEPSIONAL

Berdasarkan judul yang diajukan pada penelitian ini, maka penulis

mengajukan variabel-variabel yang digunakan dalam penulisan ini berupa

bahasan-bahasan konsep, yaitu :


1. Pengertian PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang

dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan

pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa

atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

(Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008)

2. Pengertian Subjek Pajak PPh Pasal 21

Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-

undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap

Subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam Tahun Pajak. (Waluyo, 2006: 57-58)

3. Pengertian Objek Pajak PPh Pasal 21

Objek pajak PPh adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Waluyo, 2006:66).

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan UU

No.36 tahun 2008 yang berlaku 1 Januari 2009 adalah sebagai berikut:

a. Rp. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.


b. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp. 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu

rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami, dengan syarat :

1. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh

dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan

ketentuan dalam Undang-undang PPh pasal 21, dan

2. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau

pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.

d. Rp. 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga dalam

garis turunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan

sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

(Sumber : Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pasal 7)

5. Biaya Jabatan

Besarnya biaya jabatan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan

No.250/PMK.03/2008 yang berlaku per Januari 2009 adalah sebagai

berikut :

Pasal 1 (1)

“Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto,

setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- setahun atau Rp. 500.000,- sebulan.”


(Sumber : Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008).

6. SPT Tahunan PPh Pasal 21

SPT Tahunan, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu

Tahun Pajak . (Suandy, 2006:18).

Вам также может понравиться

  • Surat Ket. Penelitian U Kelurahan
    Surat Ket. Penelitian U Kelurahan
    Документ1 страница
    Surat Ket. Penelitian U Kelurahan
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Bab 3 Referensi
    Bab 3 Referensi
    Документ7 страниц
    Bab 3 Referensi
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Teknik Pengumpulan Data
    Teknik Pengumpulan Data
    Документ6 страниц
    Teknik Pengumpulan Data
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Документ2 страницы
    Abs Trak
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ6 страниц
    Cover
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN
    PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN
    Документ38 страниц
    PENERAPAN AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Lampiran SE
    Lampiran SE
    Документ4 страницы
    Lampiran SE
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Persentasi Seminar Proposal 1
    Persentasi Seminar Proposal 1
    Документ10 страниц
    Persentasi Seminar Proposal 1
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • TA Pajak Dan Retribusi
    TA Pajak Dan Retribusi
    Документ67 страниц
    TA Pajak Dan Retribusi
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • TA Pendapatann Belanja
    TA Pendapatann Belanja
    Документ52 страницы
    TA Pendapatann Belanja
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет
  • Abstraction 40205205-Pi Fe Pnlitian Terdahulu
    Abstraction 40205205-Pi Fe Pnlitian Terdahulu
    Документ2 страницы
    Abstraction 40205205-Pi Fe Pnlitian Terdahulu
    Muhammad Fatur Dipo Gribaldy
    Оценок пока нет