Вы находитесь на странице: 1из 18

INOVASI MAKANAN KAYA GIZI PRODUK FERMENTASI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari yang
dibina oleh
Bapak Eli Hendrik Sanjaya, S.Si.,M.Si.

Oleh:
Ayu Rahmania Lestari 160332605884
Emi Nurul Hidayati 160332605830
Nailar Rokhmah 160332605875

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
Februari 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tidak hanya terbatas
pada penemuan alat komunikasi dan mesin-mesin yang semakin canggih dan
dapat mempermudah hidup manusia saja, melainkan sudah mulai merambah pada
teknologi produksi makanan. Menurut BPOM (2001), pangan fungsional adalah
pangan yang secara alami maupun melalui proses, mengandung satu atau lebih
senyawa yang berdasarkan hasil kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.
Di Indonesia, dampak dari perkembangan teknologi produksi makananpun
juga dapat dirasakan. Sebagai contoh semakin banyaknya jenis makanan yang
dihasilkan dari proses fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan
merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua
(Achi, 2005). Menurut Jay dkk. (2005), fermentasi adalah proses perubahan
kimiawi, dari senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim
yang dihasilkan oleh mikrobia. Proses fermentasi akan menyebabkan terjadinya
penguraian senyawa-senyawa organik untuk menghasilkan energi serta terjadi
pengubahan substrat menjadi produk baru oleh mikrobia (Bourgaize dkk., 1999;
Madigan dkk., 2011).
Fermentasi dilakukan terhadap suatu bahan makanan untuk mendapatkan
produk makanan baru yang dapat memperpanjang daya simpan (Farnworth,
2008). Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah
untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan (Misgiyarta &
Widowati, 2003). Aktifitas mikrobia pada fermentasi akan menyebabkan
perubahan kadar pH dan terbentuk senyawa penghambat seperti alkohol dan
bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia pembusuk (Waites
dkk., 2001).
Dalam proses fermentasi, kandungan glukosa pada makanan akan diubah
menjadi senyawa asam laktat, etanol, dan hidrogen dengan bantuan
mikroorganisme seperti jamur, bakteri atau khamir. Pada beberapa proses
fermentasi tidak jarang dihasilkan senyawa lain selain yang telah disebutkan
diatas seperti asam butirat dan aseton.
Disamping itu, makanan produk hasil fermentasi memiliki keunggulan
tersendiri dibandingkan dengan bahan baku sebelum diolah. Dari segi cita rasa
yang lebih kaya, makanan produk fermentasi juga tidak mengurangi nilai gizi dari
bahan baku pembuatannya, justru memperkaya nilai gizinya. Salah satu
diantaranya adalah tempe. Tempe ternyata kaya akan zat gizi lain misalnya
vitamin dan mineral. Selain itu juga telah ditemukan adanya kandungan senyawa
isoflavonoid yang bersifat bioaktif (terutama genistein dan daidzein) yang
potensial dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena mempunyai aktivitas
antara lain sebagai antioksidan dan antihemolitik, antikolesterol dan antikanker
(Sudarmadji et al,1997 dan Wijaya,1998).
Pada proses fermentasi pula tidak bisa dipisahkan dari komposisi kimiawi
pada setiap produk olahan fermentasi. Seperti halnya nata de coco yang selain
mengandung kadar air yang tinggi juga mengandung unsur-unsur kimia dasar
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel mikroba. Komposisi kimia nata de
coco adalah serat, air 98 %, lemak 0,2 %, kalsium 0,012 %, fosfor 0,002 %, dan
vitamin B3 0,017 % (Buckle et al,1985).
Dari paparan diatas maka kita mendapatkan banyak manfaat dari hasil
produk fermentasi. sehingga dalam makalah ini akan dibahas tentang “Inovasi
makanan kaya gizi produk fermentasi”

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah

1. Apa saja produk makanan fermentasi?


2. Bagaimana proses fermentasi?
3. Apa saja nilai gizi yang terkandung pada produk fermentasi?
4. Apa perbedaan komposisi kimiawi dari produk fermentasi?

1.3. Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah diatas, diketahui bahwa tujuan dari penulisan
makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui apa saja produk makanan fermentasi.


2. Untuk mengetahui bagaimana proses fermentasi
3. Untuk mengetahui apa saja nilai gizi yang terkandung pada produk
fermentasi.
4. Untuk mengetahui apa perbedaan komposisi kimiawi dari produk
fermentasi.

1.4. Manfaat Penelitian


Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang luas kepada kita,agar
bisa mengetahui bagaimana peranan mikroba dalam proses fermentasi dan
kandungan-kandungan gizi pada produk makanan fermentasi.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian proses fermentasi

Proses fermentasi adalah proses perubahan kimiawi, dari senyawa kompleks


menjadi lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Jay
dkk., 2005).
2.2. Jenis-jenis fermentasi
Penggolongan jenis atau macam fermentasi didasarkan pada produk yang
dihasilkan dari proses perombakan glukosa. Macam-macam fermentasi secara singkat
yaitu:
1.Fermentasi Alkohol
Pada proses fermentasi alkohol glukosa yang terkandung dalam makanan
akan dirombak menjadi etanol dan karbondioksida. Orgnisme yang berperan dalam
fermentasi alkohol adalah dari jenis Saccharomyces cereviseae (ragi). Contoh produk
hasil fermentasi alkohol adalah anggur (wine) dan berbagai jenis minuman
beralkohol. Persamaan rekasi perombakan glukosa menjadi etanol dan
karbondioksida adalah

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP

2. Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi asam laktat terjadi pada sel hewan dan manusia ketika kebutuhan
oksigen tidak tercukupi. Produksi asam laktat di otot akan mengakibatkan kram dan
kelelahan, sehingga otot akan terasa letih dan nyeri. Timbunan asam laktat di otot
secara perlahan akan diangkut ke hati dan akan dirombak kembali menjadi piruvat
melalui proses yang disebut glikosis. Glukosa dipecah manjadi 2 molekul asam
piruvat, membentuk 2 ATP dan 2 NADH.

3. Fermentasi Asam Cuka


Fermentasi asam cuka merupakan proses fermentasi yang terjadi secara aerob
oleh bakteri Acetobacter aceti dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan dari
proses fermentasi ini 5 kali lebih besar daripada energi yang dihasilkan pada proses
fermentasi alkohol secara aerob.

Produk fermentasi berupa makanan secara garis besar dibedakan menjadi


dua, berdasarkan proses fermentasinya.
1. Fermentasi Konvensional/Tradisional
Pada umumnya makanan hasil fermentasi secara konvensional atau tradisional
ini diolah dengan teknik sederhana dan inokulan berupa ragi. Beberapa contoh
makanan produk proses fermentasi konvensional (1) Tape, hasil olahan singkong
yang difermentasi oleh bakteri Saccaromyces cerevisiae (2) Tuak, merupakan
minuman beralkohol yang dbuat dari nira enau dan difermentasi oleh Saccaromyces
tuac (3) Tempe, hasil fermentasi kedelai oleh jamur Rhizopus oryzae (4) Kecap,
dihasilkan dari kedelai hitam yang telah difermentasi oleh jamur Rhizopus
oligosporus (5) Nata de coco, merupakan hasil olahan air kelapa yang telah melalui
proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum.

2. Fermentasi Modern
Proses fermentasi modern menggunakan teknologi yang sudah lebih canggih
dari fermentasi secara konvensional. Beberapa contoh produk hasil fermentasi
modern diantarantya (1) Wine, minuman beralkohol hasil fermentasi jus anggur oleh
yeast (ragi) dari jenis Saccaromyces cerevisiae (2) Yogurt, produk olahan susu yang
telah difermentasi oleh bakteri dari jenis Lactobacillus bulgaricus dan S.
thermophilus (3) Keju lunak, merupakan produk olahan susu yang elah melalui
proses fermentasi oleh bakteri dari jenis Penicilium camemberti.

2.3. Nilai gizi dan komposisi kimiawi produk makanan fermentasi


Pengolahan makanan dengan teknik fermentasi memiliki kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Namun, kekurangan tersebut dapat dihindari apabila bahan
baku yang digunakan adalah yang berkualitas baik dan proses fermentasi dilakukan
secara hati-hati. Selain kelebihan dan kekurangan pada produk makanan fermentasi,
kita juga harus memperhatikan kandungan nilai gizi pada produk makanan
fermentasi.
Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi (I Dewa
Nyoman Suparisa dkk,. 2002 : 17-18). Kandungan gizi yang dapat diperoleh pada
produk makanan fermentasi meliputi kandungan protein, mineral, kalsium, zat besi,
fosfor dan komposisi kimiawi yang lain.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Produk makanan fermentasi.


3.1.1. Tempe

Tempe merupakan salah satu contoh produk bioteknologi konvensional yang sudah
dikenal luas di masyarakat kita. Tempe diproduksi dari proses fermentasi kedelai
menggunakan jamur-jamur dari genus Rhizoporus, misalnya R. oligosporus, R.
stoloniferus, dan R. oryzae.Tempe adalah lauk dengan protein tinggi. Selain itu, ia juga
sangat mudah dicernaoleh tubuh. Mudahnya pencernaan tempe oleh tubuh disebabkan
karena dalam produksi tempe, jamur Rhizopus menghasilkan enzim protease dan enzim
lipase.Enzim protease berfungsi untuk mendegradasi protein menjadi asam amino,
sedangkan enzim lipase menguraikan lemak menjadi asam lemak. Baik asam amino atau
asam lemak, keduanya merupakan senyawa sederhana yang mudah diserap tubuh.

3.1.2. Oncom

Selain tempe, oncom juga merupakan contoh produk bioteknologi pangan yang
sudah diterapkan nenek moyang kita sejak lama. Oncom terbuat dari ampas tahu yang
difermentasi menggunakan jamur Neurospora sitophila.Jamur Neurospora sitophila
menghasilkan zat warna merah dan bisa menjadi pewarna alami dalam oncom. Selain itu,
ia juga dapat menghasilkan enzim amilase, lipase, dan enzim protease selama fermentasi.
Karena produksi enzim-enzim tersebut, dinding sel dari bahan yang difermentasi menjadi
lebih lunak dan empuk.

3.1.3. Roti

Dalam proses produksi roti, teknik fermentasi juga diterapkan untuk membuat
adonan tepung jadi mengembang. Fermentasi umumnya dilakukan melalui penambahan
ragi yang mengandung jamurSaccharomyces cerevisiae pada adonan. Jamur tersebut akan
menggunakan glukosa dalam tepung roti sebagai tempatnya untuk memproduksi
karbondioksida. Karbondioksida yang terbentuk kemudian terperangkap dalam roti dan
membuat adonan roti mengembang dan bertekstur ringan.

3.1.4. Nata de coco

Nata de coco adalah contoh produk bioteknologi pangan yang dihasilkan dari
fermentasi air kelapa. Fermentasi dalam pembuatan nata de coco umumnya dilakukan
oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut mengubah glukosa dan fruktosa yang
terdapat dalam air kelapa menjadi polisakarida atau selulosa.

4.1.5. Tapai
Tapai adalah produk penerapan bioteknologi yang dihasilkan dari fermentasi
bahan-bahan yang mengandung karbohidrat, seperti beras ketan, singkong, atau
pisang. Fermentasi dalam produksi tape umumnya dilakukan oleh Saccharoyces
cerevisiae, jamur yang sama seperti dalam produksi roti. Jamur ini melakukan hidrolisis
karbohidrat dalam kondisi anaerob, kemudian mengubahnya menjadi alkohol dan
karbondioksida.Rumus reaksi dari proses fermentasi tapai adalah sebagai berikut:

C6H12O6 ---> 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP

3.1.6. Keju
Sama seperti yogurt, keju juga merupakan produk olahan susu yang diproduksi
melalui penerapan bioteknologi pangan. Keju dibuat melalui fermentasi susu oleh bakteri
asam laktat seperti Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophillus.Dalam
produksi keju, bahan baku berupa susu diubah menjadi asam laktat melalui proses
pemanasan terlebih dahulu agar semua bakteri mati. Setelah itu, enzim renin yang
diperoleh dari usus hewan memamah biak ditambahkan untuk membuat susu
menggumpal. Gumpalan susu inilah yang kemudian diperas dan dipadatkan sehingga
membentuk keju.

3.1.7. Sauerkraut atau Acar


Bakteri asam laktat juga digunakan dalam produksi pengawetan sayur dan buah
menjadi sauerkraut atau acar. Lactobacillus casei, Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus
cremorismengubah susunan kimia dalam substrat sayur dan buah menjadi asam sehingga
lebih awet dan memiliki cita rasa yang khas.
3.1.8 Tauco
Tauco adalah produk bioteknologi pangan yang dibuat dari fermentasi biji
kedelai. Fermentasi dalam produksi tauco melalui 2 tahapan melibatkan 2
mikroorganisme yang berbeda, yaitu jamur dan bakteri.Fermentasi tahap pertama
dilakukan oleh jamur Aspergillus oryzae dan Rhizopus oligosporussehingga berjalan
seperti pada pembuatan tempe. Sedangkan fermentasi tahap kedua dilakukan oleh
bakteri-bakteri yang tahan terhadap kondisi salinitas tinggi seperti Laktobacillus
delbruckii, Hansenulla sp., dan Zygosaccharomyces soyae.
3.1.9. Kecap
Proses produksi kecap hampir sama dengan proses produksi tauco. Kecap
diproduksi dengan melibatkan kerja jamur Aspergillus oryzae dan Aspergillus soyae,
serta bakteri asam laktat. Peranan bakteri asam laktat sangan membantu dalam
pembentukan aroma dan rasa khas kecap. Dalam hal ini, enzim protease juga memegan
peran penting dari kualitas kecap yang nantinya dihasilkan.
3.1.10. Terasi
Terasi ternyata juga merupakan produk bioteknologi pangan. Ia diproduksi
melalui proses fermentasi udang atau ikan. Mikroorganisme yang terlibat di fermentasi
ini, antara lain Bacillus, Lactobacillus, Pediococcus, Brevibacterium dan
Corynebacterium. Fermentasi mengubah udang dan ikan menjadi pasta merah kecoklatan
beraroma khas yang siap dicetak.
3.2. Proses Fermentasi pada Makanan
3.2.1. Proses Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Dalam proses fermentasi kedelai,
substrat yang digunakan adalah biji kedelai yang telah direbus dan mikroorganisme
yang digunakan berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus stolonifer dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C, pH awal
6.8, kelembaban nisbi 70-80%. Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat
digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009).
Tiga tahapan penting dalam pembuatan tempe yaitu (1) hidrasi dan
pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (satu malam); (2)
pemanasan biji kedelai, yaitu dengan perebusan atau pengukusan; dan (3) fermentasi
oleh jamur tempe yang banyak digunakan adalah Rhizopus oligosporus. Pada akhir
fermentasi, kedelai akan terikat kompak. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe
akan menghilangkan flavour asli kedelai, mensintesis vitamin B12, meningkatkan
kualitas protein dan ketersediaan zat besi dari bahan (Agosin, 1989). Ciri tempe yang
berhasil adalah ada lapisan putih di sekitr kedelai dan pada saat dipotong tempe tidak
hancur. Perlu diperhatikan agar tempe berhasil, menjaga kebersihan pada saat
membuat tempe ini sangat diperlukan karena fermentasi tempe hanya terjadi pada
lingkungan yang higienis. Gngguan pada pembuatan tempe diantaranya adalah tempe
tetap basah, jamur tumbuh kurang baik,tempe berbau busuk, ada bercak hitam
dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat (Hidayat,
2008).
Adapun tahap-tahap pembuatan tempe dapat digambarkan pada diagram alir di bawah ini.

Penyortiran

Pencucian

Perebusan I

Pengupasan Kulit

Perendaman

Perebusan II

Penirisan dan
pendinginan

peragian

pembungkusan

fermentasi
Proses penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu
memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Biasanya di dalam biji kedelai tercampur
kotoran seperti pasir atau biji yang keriput dan keropos. Pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur di antara biji kedelai (Ali, 2008).
Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan dalam
pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji
kedelai. Selain itu perebusan I ini bertujuan untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan
dengan perebusan akan membunuh bakteri yang yang kemungkinan tumbuh selama
perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit atau ditandai dengan mudah
terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari tangan (Ali, 2008).
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah pertumbuhan bakteri
pembusuk selama fermentasi. Ketika perendaman, pada kulit biji kedelai telah berlangsung
proses fermentasi oleh bakteri yang terdapat di air terutama oleh bakteri asam laktat.
Perendaman juga bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada keping-keping kedelai
menyerap air sehingga menjamin pertumbuhan kapang menjadi optimum. Keadaan ini tidak
mempengaruhi pertumbuhan kapang tetapi mencegah berkembangnya bakteri yang tidak
diinginkan. Perendaman ini dapat menggunakan air biasa yang dilakukan selama 12-16 jam
pada suhu kamar (25-30˚C) (Ali, 2008).

3.2.2 Proses Pembuatan Nata de coco


Produksi nata de coco sekarang ini semakin berkembang dibuktikan dengan
diproduksinya nata de coco dengan berbagai varian rasa seperti stroberi, durian, dan masih
banyak lagi. Bahan baku yang diperlukan dalam proses pembuatan nata de coco pada
umumnya air kelapa , gula pasir, MgS04 0,01-0,05%, CH3COONa 0,01-0,03%, CH3COOH
0,8% volume, bakteri Acetobacter xylinum 10% volume.Menurut Abdulrahman (dalam
Kristianingrum, 2004) proses pembuatan nata de coco meliputi beberapa tahapan
diantaranya:
Pembuatan starter, untuk dapat membuat starter diperlukan beberapa tahapan yaitu : 1).
botol berleher disterilkan dengan alkohol, 2). air kelapa sebanyak 2 L disaring dan
dipanaskan hingga mendidih dan dihilangkan buihnya, saat mendidih tambahkan gula pasir
sebanyak 50 g, amonium sulfat 2,5 g (0,125%), magnesium sulfat 1 g (0,05%), dan natrium
asetat 0,4 g (0,02%) ke dalam rebusan air kelapa dan diaduk hingga larut, 3). setelah kira-
kira 15 menit, tuangkan asam cuka 80 mL, kemudian matikan kompor, 4). air kelapa yang
telah bernutrisi tersebut dimasukkan dalam botol steril ¾ nya atau 400 mL, 5). botol steril
kemudian ditutup dengan kertas tembus air, 6). setelah cairan dingin tambahkan starter
sebanyak 40 mL (10% volume), kemudian botol tersebut diletakkan pada tempat tertentu
hingga usia 7-9 hari, 7). starter siap digunakan.

Pembuatan lembar nata, menurut (Kristianingrum, 2004) untuk dapat membuat


lembaran nata diperlukan beberapa tahapan sebagai berikut: 1). air kelapa yang telah masak
dituangkan ke dalam nampan dan ditutup dengan kertas tembus air supaya tidak
terkontaminasi jamur lain, agar kertas tembus air tidak tercelup maka gunakan karet gelang
untuk mengikat kertas tersebut pada pinggiran nampan, 2). bila cairan fermenentasi dalam
nampan telah dingin tuangkan starter (10% volume) ke dalamnya dan pemanenan nata
dilakukan setelah 7-10 hari.

3.4.Perbedan komposisi kimiawi beberapa makanan fermentasi

3.4.1. Komposisi kimiawi pada nata de coco

Air kelapa sebagai bahan baku pembuatan nata de coco mengandung banyak zat gizi
yang diperlukan oleh tubuh. Nata de coco tidak hanya dapat dibuat dari air kelapa muda,
akan tetapi juga dapat dibuat dari air kelapa tua. Namun, penggunaan air kelapa tua sebagai
bahan baku akan menghasilkan rasa yang kurang baik daripada menggunakan air kelapa
muda. Berikut ini akan disajikan perbandingan komposisi pada air kelapa muda dan air
kelapa tua
Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI, di dalam 100 gram nata
de coco terkandung nutrisi, antara lain:

3.4.2. Komposisi kimiawi pada Tempe

Selama proses pembuatan tempe terjadi perubahan kandungan gizi dari kedelai
menjadi tempe. Tabel yang disajikan di bawah ini akan menunjukkan bahwa komposisi gizi
tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan
dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang
tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di
dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Proses fermentasi yang terjadi pada
tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada
kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida . Perubahan kandungan gizi dari
kedelai menjadi tempe yaitu :
Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe,
terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe selama proses
fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Tempe
juga menghasilkan vitamin B12 sebanyak 4,6 ug/g. Komposisi kimia tempe adalah sebagai
berikut ;

3.4. Peningkatan Nilai Gizi Makanan Produk Fermentasi

Makanan produk hasil fermentasi memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan


dengan bahan baku sebelum diolah. Disamping dari segi citarasa yang lebih kaya, makanan
produk fermentasi juga tidak mengurangi nilai gizi dari bahan baku pembuatannya, justru
memperkaya nilai gizinya. Saat ini banyak upaya yang dilakukan oleh produsen makanan
olahan proses fermentasi untuk meningkatkan nilai gizi dan manfaatnya seperti beberapa
makanan produk fermentasi dibawah ini

3.4.1 Nilai gizi pada produk makanan nata de coco


Menurut penelitian dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI, di dalam 100
gram nata de coco terkandung nutrisi, antara lain : kalori 146 kal; lemak 20 g; karbohidrat
36,1 mg; Ca 12 mg; Fosfor 2 mg; dan Fe 0,5 mg. Nata de coco merupakan jenis komponen
minuman yang kaya akan serat, yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber).
Menurut doktor pangan dan nutrisi lulusan Universitas Queensland, Australia dan Guru
Besar Depertemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Hardinsyah, Air
kelapa tidak mengandung serat. jadi, bahan tambahan dalam proses pembuatan nata de coco
itulah yang menjadi serat, bukan dari air kelapa. Prof. Dr. Hardinsyah menambahkan bahwa
saat ini banyak juga nata de coco yang menggunakan bahan tambahan seperti lidah buaya
atau sari buah-buahan. yang kandungan seratnya lebih tinggi lagi. Pemenuhan kebutuhan serat
dalam sehari disesuaikan dengan kebutuhan kalori tubuh, Normalnya, 12 gram serat per 1.000
kilokalori kebutuhan tubuh, atau 400 gram buah dan sayur per hari.
Berdasar kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (Puslitbang Biologi LIPI), tiap 100 gram nata de coco terdiri dari: 20
gram karbohidrat, 20 gram lemak, 146 kalori, 2 miligram phospor, 0,5 gram zat besi, 12 mg
kalsium, 80 persen air.
Karena kandungan gizi (khususnya energi) yang sangat rendah, produk ini aman untuk
dimakan oleh siapa saja. Produk ini tidak akan menyebabkan gemuk, sehingga sangat
dianjurkan bagi mereka yang sedang diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan.
Keunggulan lain dari nata de coco adalah kandungan serat (dietary fiber)-nya yang
cukup tinggi, terutama selulosa.

3.4.2 Nilai gizi pada produk makanan tempe


Menurut Widianarko (2002), bahwa secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih
rendah dari pada nilai gizi kedelai (Tabel 1). Namun, secara kualitatif nilai gizi tempe lebih
tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein
yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim Proteolitik.
Khasiat dan Kandungan Gizi yang terdapat dalam tempe adalah :
Asam Lemak. Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat
ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk
(polyunsaturated fatty acids,PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat
dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat
dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh
mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat
menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh..
Vitamin. Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B
kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B
yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1
(tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin),
dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan
tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe
mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang
potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada
pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi
dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3
kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh
kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter
freundii. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100
gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per
hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir
akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
Mineral. Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.
Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap
100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam
fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam
fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih
tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
Antioksidan. Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk
isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan
antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal
bebas. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan
faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya
proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne
bacterium. (Novi Dewi Sartika, 2007).
BAB IV
PENUTUP

4.1.Kesimpulan
Produk makanan yang kita konsumsi selama ini ternyata merupakan hasil dari
fermentasi. Jika kita menelisik lebih dalam bagaimana bahan pangan itu diproduksi, kita
akan mengetahui produk apa saja yang bisa dibuat dari proses fermentasi. Seperti halnya
tempe yang dibuat dari proses fermentasi kedelai menggunakan jamur-jamur dari genus
Rhizoporus, misalnya R. oligosporus, R. stoloniferus, dan R. Oryzae. Oncom yang terbuat
dari ampas tahu yang difermentasi menggunakan jamur Neurospora sitophila.Nata de coco
dari fermentasi air kelapa. Tauco dan kecap yang dibuat dari fermentasi biji kedelai. Terasi
yang dibuat dari fermentasi udang atau ikan, dan lain-lain.
Proses fermentasi Nata de coco adalah secara garis besar menggunakan tahapan
pembuatan starter dan tahapan pembuatan lembar nata.Hasil produk makanan fermentasi
lainnya adalah tempe, Tahapan pembuatan tempe adalah penyortiran, pencucian,
perebusan I, pengupasan kulit, penirisan dan pendinginan, perebusan II, perendaman,
penirisan dan pendinginan, peragian, perebusan II, pembungkusan, dan fermentasi.

Selain itu banyak nilai gizi yang didapatkan dari produk makanan fermentasi salah
satunya adalah tempe dan nata de coco. Tempe ternyata kaya akan zat gizi lain misalnya
vitamin dan mineral. Selain itu juga telah ditemukan adanya kandungan senyawa
isoflavonoid yang bersifat bioaktif (terutama genistein dan daidzein) yang potensial
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena mempunyai aktivitas antara lain sebagai
antioksidan dan antihemolitik, antikolesterol dan antikanker (Sudarmadji et al,1997 dan
Wijaya,1998). Sedangkan pada nata de coco memiliki kandungan nutrisi yang terdapat
didalam air kelapa seperti sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan vitamin B kompleks (Onifade,
2003) sehingga mendukung pertumbuhan baktkeri Acetobacter xylinum pada saat
berlangsungnya fermentasi (Rindit, 2004).
Pada proses fermentasi pula tidak bisa dipisahkan dari komposisi kimiawi pada setiap
produk olahan fermentasi. Seperti halnya nata de coco yang selain mengandung kadar air
yang tinggi juga mengandung unsur-unsur kimia dasar sebagai sumber energi untuk
pertumbuhan sel mikroba. Komposisi kimia nata de coco adalah serat, air 98 %, lemak 0,2 %,
kalsium 0,012 %, fosfor 0,002 %, dan vitamin B3 0,017 % (Buckle et al,1985). Sedaangkan
pada tempe terdapat komposisi kimiawi seperti besi,fosfor,karotin,kalsium, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Novi Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol tempe segar
dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal bebas DPPH (1,1 -difenil-
2-pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang

Widianarko.2002. Tips Pangan ”Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan”. Grasindo.


Jakarta

Rony Palungkun. 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Bogor.

Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Puspa Swara. Jakarta Sumartono.

Setiawan D. 2011. Tempe (Online)


(http://ejournal.unwir.ac.id/file.php?file=jurnal&id=622&cd=0b2173ff6ad6a6fb
09c95f6d50001df6&name=dwinanto_setiawan_vol1_no6_januari_2011.pdfdia
kses pada tanggal 4 Februari 2017)

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Tempe Kedelai SNI 01-3144- 1992.

Kristianingrum S.2015. Kandungan Gizi Nata De Coco. (Online)


(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/susila-kristianingrum-dra-msi/5.pdf
diakses pada tanggal 4 Februari 2017)

Oktavia,Nayla. 2012. Skripsi : Studi Pembuatan Tepung Tempe. (Online),

(http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1379), diakses tanggal 4 Februari

2017)

Anonoim.2012. Skripsi Studi Pembuatan Tepung Tempe (Online)


(http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1379/Skripsi-
STUDI%20PEMBUATAN%20TEPUNG%20FORMULA%20TEMPE.pdfdiakses pada
tanggal 4 Februari 2017)

Anonoim.2016. Bioteknologi Pangan (Online)


(http://www.ebiologi.com/2016/02/bioteknologi-pangan.html diakses pada tanggal 4
Februari 2017)
Rachmat I.2017. pengaruh penambahan kolagen dengan konsentrasi berbeda terhadap
karakteristik minuman fungsional sari tomat - kolagen. (Online)
(repository.unpas.ac.id/14685/3/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf diakses pada
tanggal 4 Februari 2017)

Anonim.2010. viabilitas BAL dan identifikasi BAL yang berperan pada fermentasi tauco
dalam larutan garam (Online)
( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26110/5/Chapter%20I.pdf
diakses pada tanggal 4 Februari 2017)
Djayasupena, S., Korinna G.S., Rachman, S.D., & Pratomo, U. Potensi Tauco Sebagai
Pangan Fungsional Chimica et Natura Acta Vol.2 No.2, Agustus 2014:137-141

Ratna I. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi remaja usia 12-15 tahun
di Indonesia pada tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Riskerdas tahun 2007) (Online)
(lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294684-S-Ratna%20Indra%20Sari.pdf diakses pada
tanggal 4 Februari 2017)

Novia D. 2012. Pembuatan yogurt nabati melalui fermentasi susu kacang merah (phaseolus
vulgaris) menggunakan kultur backslop (Online) (lib.ui.ac.id/file?file=digital/20289857-
S1249-Diana%20Novia.pdf diakses pada tanggal 4 Februari 2017)

Musdalifah O. 2014. ANALISIS MIKROBIOLOGI BAHAN PANGAN (Online)


(http://www.academia.edu/9786057/ANALISIS_MIKROBIOLOGI_BAHAN_PANGA
N_LABORATORIUM_MIKROBIOLOGI_PASCA_PANEN_JURUSAN_MIKROBIO
LOGI_PERTANIAN_FAKULTAS_PERTANIAN diakses pada tanggal 4 Februari
2017)

Nugraheni M.2012. MAKANAN FERMENTASI SEBAGAI MAKANAN FUNGSIONAL


(Online) (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/dr-mutiara-nugraheni-
stpmsi/potensi-makanan-fermentasi-sebagai-makanan-fungsional-makalah-semnas-
20112.pdf diakses pada tanggal 4 Februari 2017)

Вам также может понравиться