Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mekanisme yang berjalan di dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem pengatur
utama yaitu sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin (Guyton & Hall, 1997).
Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh yang cepat, misalnya kontraksi
otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat dan bahkan juga kecepatan sekresi
beberapa kelenjar endokrin (Guyton & Hall, 1997).
Sistem hormonal yang berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme
tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-
bahan melewati membran sel atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan
sekresi (Guyton & Hall, 1997).
Salah satu kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam metabolisme
tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid tersebut dibutuhkan
persediaan unsur yodium yang cukup dan berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid
biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50
persen di bawah normal dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat
menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di
atas normal (Guyton & Hall, 1997). Keadaan ini dapat timbul secara spontan maupun sebagai
akibat pemasukan hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson, 2006).
1.2 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hipotirodisme adalah keadaan defisiensi hormon tiorid ( TH) yang menyebabkan
metabolisme tubuh berjalan lambat,penurunan produksi panas dan penurunan produksi
oksigendi jaringan. Aktivitas yang lambat di kelenjar tiroid mungkin sebagai akibat disfungsi
tiroid primer, atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis anterior.
Menurut Corwin (2009) yang disebut hipertiroidisme adalah suatu penyakit yang tejadi
akibat penurunan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi. Hipotiroidisme adalah suatu
kelainan yang relative sering ditemukan degan ditandai oleh ketidakcukupan produksi
hormone tiroid. Kekurangan produksi hormone tiroid paling sering disebakan oleh kegagalan
tiroid primer tetapi juga dapat disebakan oleh penurunan sekresi TSH karena insufisiensi
hipofisis (hipotiroidisme sekunder) atau kegagalan hipotalamus dalam melepaskan TRH
(hipotiroidisme tersier) (Stein, 2001).
Hipotiroidisme merupakan keaadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid
yang berjalan lambat yang diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi
akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai optimal (Brunner & Suddarth, 2002).
Sedangkan menurut Price (2006) Hipotiroid adalah defisiensi produksi hormon dari kelenjar
tiroid.
2.2 Anatomi dan Fisiologi
2
Anatomi tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vascular.
Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai
vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan
terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira2
25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita
terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya
menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi
cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian
bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan
lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih
tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
sel parafolikuler
ü Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompok-kelompok
sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada basal membran dari thyroid folikel. Sel
ini mempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih pucat dari sel folikel.
ü Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat menurunkan
kadar kalsium darah.
3. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah
lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea
ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme.
Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin
(T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena
reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena
memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein
pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi
ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat
memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim
peroksidase dan hidrogen peroksidase.
(4) Proses iodinasi asam amino tirosin.Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan
hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium
terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu
oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
5
(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi
diiodotirosin)
(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua
diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin.
Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh
senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat
plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat
jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas
karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
efek hormon tiroid
Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :
(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria;
(2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.
2.3 Etiologi
7
Malfungsi hipotalamus menyebabkan rendahnya kadar TSH, dan TRH yang akan
menurunkan kadar HT dalam darah.
D. Karena sebab lain, seperta farmakologis, defisiensi yodium dll
Defisiensi yodium akan mengganggu kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid yang nantinya akan menurunkan kadar T3, T4 dan Tirokalsinonin. Pada defisiensi
iodium terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam
usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan
disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik kekurangan yodium
jangka panjang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif. Sedangakan
penggunaan obat-obat farmakologis antitiroid akan menekan sekresi hormon tiroid sehingga
terjadi ketidak adekuatan sekresi hormon tiroid. Dinegara barat seperti Amerika Serikat,
ditemukan pula penyebab lain hipotiroid, yaitu penyakit Hashimoto, yang disebut juga
hipotiroid autoimun, terjadi akibat adanya autoantibodi yang merusak jaringan kelenjar
tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat
umpan balik negatif yang minimal, penyebab tiroiditis autoimun tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecendrungan genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang
paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis hashimoto, kelenjar
tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat
rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah
pengoabatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cederung menyebabkan hipotiroidisme.
Ketika kadar HT dalam darah menurun, maka terjadilah hipotiroid. Pada saat terjadi
hipotiroid, TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi lebih kuat, akibatnya
terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang kemudian akan menekan struktur di leher dan dada
yang mengakibatkan timbulnya disfagia atau gangguan respirasi. Hipotiroid juga
menyebabkan terjadinya perlambatan metabolisme tubuh, yang mengakibatkan tubuh akan
menurunkan produksi panas. Selain itu juga akan menurunkan produksi asam lambung yang
kemudian mnyebabkan konstipasi. Begitu juga dengan pembentukan eritrosit yang tidak
optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinnkan klien mengalami
anemia. Pada sistem neurologis, hipotiroid menyebabkan terhambatnya suplai darah ke otak,
sehingga memicu terjadinya hipoksia.
8
2.4 klasifikasi
Hipotirodisme primer, kadar TH darah rendah sedangkan kadar TSH tinggi, yang
mengindikasikan bahwa hipofisis berusaha menstimulasi tiroid untuk
memproduksi TH, tetapi tiroid sendiri tidak merespon. Kasus ini adalah bentuk
utama dari hipotirodisme primer autoimun, yang disebut sebagai Hashimoto’s
disease (penyakit Hashimoto ).
Hipotirodisme sekunder terjadi jika terdapat insufisiensi stimulasi dari tiroid yang
normal, mengakibatkan kadar TSH yang menurun. Keadaan ini juga bisa terjadi
sebagai permulaan malfungsi dari hipofisis atau hipotalamus atau resistensi
perifer pada TH. Jika hal ini terjadi makakedua hormon TSH da TH serum ada
pada level rendah.
Hipotirodisme tersier atau sentral terjadi jika hipotalamus tidak dapat
memproduksi thyroid releasing hormon (TRH 0 dan selanjutnya tidak mampu
menstimulasi hipofisis untukmenyekresi TSH. Hal ini bisa terjadi karena tumor
atau lesi destruktif lainnya pad adaerah hipotalamus . Jika hal ini terjadi, kedua
kadar hormon TSH dan TH rendah dalam serum.
9
Gejala-gejalanya meliputi:
1. Ikterus neonatal berkepanjangan, latergi, sukar minum, kulit kering dan tebal, pot
belly, hernia umbilikalis;
2. Bila tidak lekas diobati akan terjadi gejala-gejala seperti obstipasi, suara
tangisserak, lidah tebal, hipotermia, dan otot-otot lemah.
3. Bila berkelanjutan sampai umur satu tahun, pertumbuhan menjadi terlambat,
meliputi pertumbuhan gigi, kemampuan duduk, merangkak dan berbicara.
B. Hipotiroidisme juvenil
Mulai terjadinya biasanya pada masa anak-anak (childhood) sampai pubertas.
Penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun, dan pascatiroidectomi parsial.
Gejalanya ringan, antara infantil dan deawasa; tidak ditemukan hambatan mental yang
berat, dan gejala khas miksedema. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan seks. Pada pemeriksaan ditemukan; penurunan T4 bebas, peningkatan
TSH, dan penurunan ambilan I.
C. Hipotiroidisme Dewasa (Miksedema)
Miksedema diakibatkan oleh adanya penimbunan bahan mukopolisakarida.
Penyebabnya adalah tiroiditis autoimun, pasca tiroidektomi parsial, pasca terapi
iodium radioaktif, dan obat anti tiroid. Gejala pada hipotiroid jenis ini adalah
terjadinya berangsur-angsur. Gejala ringan dapat berupa edema, dan bradikardi.
Keadaan lebih lanjut menunjukkan gejala-gejala seperti toleransi terhadap dingin
menurun, nafsu makan menurun, berat badan naik, menoragi, parau, lelah,
pendengaran menurun, galaktore, kerotenemia, sulit berkonsentrasi. Pada keadaan
berat terjadi tuli, ptosis, miopati, refleks menurun, psikosis, efusi sendi, efusi pleura,
efusi perikardial, edema anakarsa.
D. Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat
pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat
disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan
biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan (Tim Penyusun FKUI, 2006).
Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering dan dan
yang paling dirasakan (Brunner & Suddarth, 2002). Namun selain itu terdapat pula
gejala-gejala yang tampak secara fisik seperti pembesaran kelenjar tiroid atau gondok,
frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut tampak
10
kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak
normal.
2.5 Manifestasi Klinis
Hipotirodisme ringan
Mixedema
Mixedema dapat terjadi pada klien hipotirodisme yang tidak terdiagnosis atau tidak
diobati secar adekuat dan mengalmai tekanan seperti infeksi, penggunaan obat,
Kebutuhan O Konsumsi O2
miokardium
Tekanan sistolik 10-15
Resintansi vaskuler mmHg
ferifer
Tekanan diastolik 10-
Kemungkinan 15 mmHg
hipertensi
Palpitasi
11
Hiperlepidemia Denyut yang cepat
Kemungkinan BB Kehilangan BB
meningkat
Diare
Konstipasi
Penggunaan jaringan
Metabolisme protein lemak dan protein
Absorpsi glukosa
Otot lemas
Tremor
12
Edema priorbinal lembut,
lurus,kemungkinan
Kulit bengjkak tebal:
rambut hilang
area muka dan
pretibial intoleransi Intoleransi panas
dingin
letargi
13
Lainnya Misedema Eksofaltamos
Kegagalan respirasi, gagal jsantung, dan trauma.mixedema ditandai dengan kulit kering,
bengkak tipe lilin dengan deposit mucin abnormal dikulit dan jaringan lainnya. Edema nya
adalah tidak ada piting edema dan lebih sering pada daerah muka.
Koma mixedema
Komplikasi paling berat hipotiroidisme adalah koma mixedema, kondisi yang sangat
jarang dengan proporsi kematian mendekati 100%. Status kegawatdaruratan ditandai dengan
penurunan drastis laju metabolisme, hipoventilasi yang berlanjut ke asidosis respiratorik,
hipotermia, dan hipotensi. Komplikasi lainnya termasuk hiponatremia, hiperkalasemia
sekunder sampai indufisiensi adrenal, hipoglikemia, dan intoksikasi air. Keadaan tersebut
dapat dipicu oleh stress akibat tindakan bedah atau infeksi atau gagal dalam pengobatan
tiroid.
2.6 Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian
dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala (Corwin, 2009).
Ada juga risiko yang berkaitan dengan terapi defisiensi tiroid. Resiko ini mencakup
penggantian hormon yang berlebihan, ansietas, atrofi otot, osteoporosis, dan fibrilasi atrium.
14
Untuk prognosis penyakit ini biasanya respon terhadap pengobatan umumnya baik sehingga
pasien bisa kembali hidup normal bila terus mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
2.7 Patofisiologi
Kelenjar tiroid membutuhkan yodium untuk sintesis dan skresi hormon tiroid : T
tridotironin (t) dan tirokalsitonin (kalsitonin). Produksi hormon tiroid bergantung pada
sekresi TSH dari hipofisis anterior dan asupan adekuat dari protein dan yodium. Hipotalamus
mengatur sekresi TSH.
Perubahan paling penting akibat penurunan hormon tiroid adalah efek terhadap
metabolisme lemak. Reduksi ini meningkatkan kolestrol serum dan kadar trigliserida yang
menyebabkan resiko aterosklerosis, arteriosklerosis, dan penyakit jantung koroner meningkat
pada klien hipotirodisme.
Oleh karena hormon tiroid memainkan peran penitng pada produksi sel darah merah,
orang dengan hipotirodisme menunjukkan gejala anemia, serta kemungkinan defisiensi
vitamin B12 dan asam folat.
15
2.8 WOC
16
2.9 Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita hipotiroid ini adalah
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan T3 dan T4 serum
Jika kadar TSH meningkat, maka T4 menurun sehingga terjadi hipotiroid.
a. T3 serum(0,6 – 1,85 mg/dl)
b. T4 serum (4,8 – 12,0 mg/dl)
c. TSH (0,4 – 6,0 mg/dl)
2. Pemeriksaan TSH
TSH Diproduksi kelenjar hipofise merangsang kelenjar tiroid untuk membuat dan
mengeluarkan hormon tiroid. Saat kadar hormon tiroid menurun, maka TSH akan
menurun. Pemeriksaan TSH menggunakan uji sensitif merupakan scirining awal yang
direkomendasikan saat dicurigai penyakit tiroid (Rumahorbo, 1999). Dengan
mengetahui kadar TSH, maka dapat dibedakan anatara pasien hipotiroid,hipertiroid
dan orang normal. Pada dasar nya TSH nrmal dapat menyingkirkan penyakit tiroid
primer. Kadar TSH meningkat sehingga terjadi hipotiroid.
B. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan dokter hanya mengukur jumlah
TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.
b. Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yg
adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3).
c. Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn hanya
mengukur level TSH.
d. Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih
disuspek), sbb:
1. free triiodothyronine (fT3)
2. free levothyroxine (fT4)
3. total T3
4. total T4
5. 24 hour urine free T3
C. Pemeriksaan Radiologis
Ambilain iodium radioaktif dan scan tiroid biasanya tidak banyak manfaatnya pada
hipotiroidisme. Tetapi Scan harus dilakukan jika terdapat keraguan mengenai nodularitas
tiroid. Scan tiroid bermanfaat untuk mendeteksi kelainan anatomi, jaringan ektopik (tiroid
17
lingual, tiroid mediastinum, trauma ovarii), tumor metastatik. Pemeriksaan ini bermanfaat
untuk mempelajarai nodul tiroid.
Ultrasonografi tiroid sangat bermanfaat untuk memastikan apakah nodul tiroid, yang
nonfungsional pada sidikan isotop, suatu kistik atau padat. Jika kistik, dilakukan aspirasi dan
pemeriksaan sitologisebagai pedoman keperluan pembedahan.
Pemeriksaan radiologis rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan
dalam pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi. Tes-tes
laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme antara lain kadar tiroksin dan
triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol (Price,
2006). Dalam hal ini, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas
tulang bisa normal atau meningkat (Rumahorbo, 1999).
B. Pmeriksaan Fisik
Bila terdapat kecurigaan adanya hipotiroidisme, penemuan diferensial yang paling
penting pada pemeriksaan fisik adalah ada tidaknya goiter. Riwayat operasi tiroid yang
sebelumnya harus ditanyakan disamping pemeriksaan yang cermat terhadap tanda-tanda
hipotiroidisme termasuk hipotermia, bradikardi, kulit kering, rambut kasar, bicara lambat,
lidah tebal, dan pembengkakan periorbiotal. Tanda klinis yang paling khusus pada
hipotiroidisme adalah fasr relaksasi yang lambat pada refleks tendon dalam (Stein, 2001).
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalaksanaan hipotiroidisme adalah memulihkan metabolisme pasien
kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara mengambil hormon yang hilang.
Levitiroksin sintetik (Syntiroid atau levothroid) merupakan preparat terpilih untuk
pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksis. Dosis terapi penggantian
hormonal didasarkan pada konsentrasi TSH dalam serum pasien. Preparat tiroid yang
dikeringkan jarang digunakan karena sering menyebabakan kenaikan sementara T3 dan
kadang-kadang disertai dengan gejala hipertiroidesme. Jika terapi pengantian sudah
memadai, gejala miksedema akan menghilang dan aktivitas metabolik yang normal dapat
timbul kembali (Brunner & Suddarth, 2002).
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dimulai
dalam dosis rendah ( 50µg/hari ). Khususnya pada pasien yang lebih tua atau pada pasien
dengan miksedema berat, dan setelah beberapa hari atau minggu, sedikit demi sedikit
ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal 150µg/hari. Pada
dewasa muda, dosis pemeliharaan maksimal dapat dimulai secepatnya.
18
Pengukuran kadar TSH pada pasien hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk
menentukan manfaat terapi pengganti. Kadar ini harus dipertahankan dalam kisaran normal.
Pengobatan yang adekuat pada pasien dengan hipotiroidisme sekunder sebaiknya dengan
mengikuti kadar tiroksin bebas (Price, 2006).
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit hipotiroid ini
antara lain:
a. Memastikan kebutuhan yodium tubuh tercukupi dengan tepat mulai dini
b. Pemeriksaan fungsi tiroid sejak dini jika pernah melakukan terapi radioiodium,
pembedahan, atau preparat antitiroid.
c. Pada pasien lansia yang mengalami hipotiroidisme ringan hingga sedang, terapi
penggantian hormone tiroid harus dimulai dengan dosisi rendah dan kemudian
ditingkatkan secara perlahan-lahansekali untuk mencegah efek samping
kardiovaskuler dan neurologi yang serius (Brunner & Suddarth: 2002).
d. Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatah antitiroid secara berlebihan,
yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik, diagnosis dini melalui pemeriksaan
penyaringan pada neonatus.
e. Sedangkan pada hipotiroidisme dewasa dapat dilakukan dengan pemeriksaan ulang
tahunan.
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis
medis.
19
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Penurunan frekuensi jantung, intoleransi dingin, kelemahan generalisata, konstipasi,
depresi
Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh:
1) Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
2) Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen
3) Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
4) Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
5) Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara lambat
dan terbata – bata, gangguan memori
6) Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido
7) Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap
dingin
Riwayat Penyakit Sekarang
- Kelambanan, berpikir lamban, dan gerakan yang canggung dan lambat
- Penurunan frekuensi jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan edema
kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki
- Intoleransi terhadap suhu dingin
- Penurunan laju metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penuruan nafsu makan dan
absorbsi zat gizi yang melewati usus
- Konstipasi
- Perubahan fungsi reproduksi
- Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan rambut tubuh yang tipis dan rapuh
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya ada pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit
inflamasi kronik seperti penyakit hashimoto, amylodosis dan sarcoidosis (Nurarif & Kusuma,
2015).
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada keluarga yang menderita penyakit hipotiroidisme, penyakit ini bersifat congenital
(Davey, 2006).
20
2. Pemeriksaan Fisik (Bickley, Lynn S. 2008. Pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan bates. Jakarta: EGC)
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata,
wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan
gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan
berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c. Perbesaran jantung.
d. Disritmia dan hipotensi.
e. Parastesia dan reflek tendon menurun.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan
TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
B. Diagnosa Keperawatan (Amin, Huda dan Kusuma, Hardi 2016. Asuhan
Keperawatan Praktis)
a. Hipotermi b.d penurunan metabolisme
b. Ansietas b.d kurang pengetahuan terhadap penyakit
c. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan dan penurunan proses kognitif
d. Konstipasi b.d penurunan fungsi gastrointestinal
e. Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi ventilasi
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d lambatnya laju
metabolisme tubuh
21
badan mulut klien dengan orang orang
Tolerensi makanan terdekat nya dengan cepat .
Prbandingan berat Rundingkan dengan tim atau
tinggi kien untuk mengatur target
Hidrasi pencapaian berat badan jika
Pertumbuhan brat badan kilien tidak berada
22
harian, makanan pembuka dan
makanan ringan .
Observasi klien selama dan
setelah pemberian
makanan/makanan ringan
untuk meyakinkan
intake/asupan makanan cukup
tercapai dan dipertahankan .
Berikan dukungan terhadap
peningkatan berat badan dan
prilaku yang meningkatkan
berat badan .
Berikan konsenkuensi
pengulangan ketika berespon
dengan kehiangan berat badan
prilaku mengurangi berat
badan atau kurang berat badan
.
Batasi aktifitas fisik sesuai
kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan
Bantu kien ( dan orang orang
terdekat kien dengan tepat )
untuk menkaji dan
memecahkan masalah
prosonal yang berkonstribusi
terhadap ( terjadinya
)pangguan makanan .
Rundikan dengan kesehtan tim
ainya setiap hari terkait
perkembangan kilen .
Monitor berat badan klien
sesuai secara rutin .
23
Bangan program perawatan
dengan follow up ( medis,
konseing untuk menajemen
dirumah )
2 Ansietas b.d TINGKAT KECEMASAN PENGURANGAN KECEMASAN
kurang
Indikator : Aktifitas-aktifitas :
pengetahuan
terhadap Tidak dapat Gunakan pendekatan yang
penyakit beristirahat tenang dan meyakinkan
Mermas – remas Nyatakan dengan jelas
tangan terhadap prilaku klien
Perasaan geisah Pahami situasi krisis yang
Otot tegang terjadi dari perspektif kilen
Wajah tegang Brikan informasi faktual
Iritabilitas diagnosis, perawatan dan
Rasa takut prognosis
24
Perubahan pada pola aman
makan Inden tifikasi pada saat
perubahan tingkat kecemasan
Identifikasi pada saat
perubahan tingkat kecemasan
Kontrol stimulus untuk
kebutuhan klien secara tepat
Atur penggunaan obat-obatan
kepada klien untuk
mengurangi kecemasan
Kaji untuk cara verbal dan non
verbal kecemasan
25
Darah dalam fases mencatat warna, voume,
Konstipasi vrekuensi, dan kositensi tinja
Diare Memuai saluran program
Penyalah gunaan alat sauran cerna, dengn cara yang
bantu eliminasi tepat
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Makalah ini sangat berguna bagi mahasiswa keperawatan, bacalah dengan seksama dan
teliti sehingga bisa mendapat manfaat yang baik. Semoga makalah dapat menjadi bacaan
yang berguna bagi pembaca
27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/213444625/ASKEP-HIPOTIROID
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Salemba Medika: Jakarta.
28