Вы находитесь на странице: 1из 4

PINDANG IKAN

Indonesia memiliki perairan darat dan laut yang cukup luas dengan potensi
perikanan yang tinggi sebagai penyediaan protein hewani yang relatif
murah. Namun demikian ikan mudah sekali mengalami kerusakan yaitu kerusakan
kimiawi, biologis maupun fisik yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu
ikan. Proses penurunan mutu karena autolisis berlangsung sebagai akibat aktifitas
enzim dalam daging ikan yang menguraikan jaringan tubuh ikan menjadi
komponen-komponen yang lebih sederhana. Dalam industri pengolahan ikan,
kesempurnaan penanganan ikan segar memegang peranan penting karena hal ini
menentukan hasil olahan, sehingga perlu dipikirkan suatu teknologi yang dapat
memperbaiki penanganan pasca panen dan dapat menganeka ragamkan hasil olahan
dari ikan. Alternatif penanganan ikan yang hingga kini masih dilakukan secara
tradisional adalah pindang (Suwamba, 2008).

Menurut Saleh (2002), ikan pindang merupakan hasil olahan yang cukup
populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat
kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein
masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada ikan asin.
Hal ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan
tidak begitu asin jika dibandingkan dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam
jumlah yang lebih banyak. Kelebihan ikan pindang dari ikan asin ialah ikan pindang
merupakan produk yang siap untuk dimakan (ready to eat). Disamping itu juga
praktis, semua jenis ikan dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang.
Hambatan utama dalam pemasaran ikan pindang ialah daya awetnya yang relatif
singkat. Namun sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan mutu
bahan mentahnya, serta cara-cara pengolahan, pengemasan dan penyimpanannya.

Pemindangan ikan menggunakan air garam adalah salah satu jenis cara
pemindangan ikan, yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam yang mendidih
pada suatu wadah yang disebut naya atau besek dengan lama perebusan biasanya
30 – 60 menit atau tergantung pada ukuran ikan. Cita rasa yang dihasilkan dengan
pemindangan ikan menggunakan air garam lebih lezat dibandingkan pindang jenis
lainnya. Sarana dan prasarana yang dibutuhkannya pun tidak mahal sehingga
investasi yang harus ditanamkan tidak terlalu tinggi. Dengan keistimewaan seperti
ini ikan pindang air garam berpeluang besar untuk dikembangkan (Ariani,2008).

Adawyah (2007), menyatakan bahwa ikan – ikan yang hendak diolah


menjadi pindang cue harus dipilih yang masih bagus, kondisi baik, segar dan tidak
ada bagian tubuh yang terluka karena satu dan lain hal. Semua ikan dari berbagai
jenis dan berbagai tingkat kesegaran bisa digunakan sebagai bahan baku
pemindangan. Akan tetapi, ini akan sangat berpengaruh terhadap mutu dan harga
jual ikan pindang yang dihasilkan. Bila bahan baku ikan kurang segar, akan
menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin dan dagingnya hancur.

Afrianto dan Liviawaty (1989), menyatakan bahwa pengolahan ikan dengan


cara pemindangan sudah cukup memasyarakat, terutama dikalangan nelayan. Hal
ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

1). Pemindangan sangat mudah dilaksanakan dan tidak banyak memakan


biaya, sehingga dapat dilaksanakan oleh petani ikan atau nelayan.

2). Hasil pemindangan masih berbentuk ikan segar sehingga dapat digunakan
sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, juga dapat langsung dimakan karena
memang telah matang.

3). Ikan pindang sangat disukai karena mengandung rasa yang sesuai dengan
selera masyarakat, yaitu mendekati rasa ikan hasil pengalengan.

4). Karena nilai gizi ikan pindang relatif masih tinggi, ikan hasil proses
pemindangan dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani.

5). Sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang dapat digunakan ikan dengan
berbagai tingkat kesegaran, meskipun persyaratan tingkat kesegaran tertentu tetap
harus dipenuhi agar produk akhir yang dihasilkan lebih bermutu.

Proses pengolahan ikan pindang ( PT Khalifah Niaga Lantabura, 2011 )


Tahap 1 : Penyiangan dan pencucian. Tahapan proses ini adalah mengelompokan
ikan berdasar pada jenis, ukuran dan tingakat kesegarannya. Kemudian ikan
disiangi dengan membuang sisik, sirip, insang , isi perut dan kotoran lainnya.
Kebanyakan pemindang tidak melakukan proses penyiangan ini, karena dianggap
pemborosan kerja dan waktu, mengingat ikan toh selanjutnya akan dimasak, juga
memperkecil resiko kerusakan karena penyiangan.

Tahap 2 : Penyusunan ikan. Ikan disusun secara teratur ke dalam periuk, untuk
menjamin bahwa proses kematangan ikan merata. Periuk yang digunakan terbuat
dari tanah liat, disamping untuk meneralisir panas yang terlalu tinggi juga
menyebarkan panas secara merata keseluruh bagian. Pada proses ini tidak dilakukan
seleksi ikan yang baik dan yang sudah mendekati

Tahap 3 : Penggaraman ikan. Penggaraman dalam proses pemindangan berfungsi


untuk memberikan rasa gurih, menurunkan kadar cairan dalam tubuh ikan, dan
mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme
lain. Kecepatan penetrasi garam kedalam daging ikan dipengaruhi oleh konsentrasi
garam, kemurnian garam, jenis dan ukuran ikan, kadar lemak dan suhu . Garam
yang ditaburkan pada ikan banyaknya bergantung pada berat ikan. Kebiasaan
masyarakat dalam pemberian garam tanpa ditimbang sesuai dengan berat ikan dan
pula kualitas garam yang digunakan tidak terjamin kemurniannya.

Tahap 4 : Perebusan ikan. Perebusan berfungsi untuk membuat ikan menjadi


masak. Pada proses ini api yang digunakan sekitar 600 selama 2 – 12 jam. Lama
perebusan ini bergantung pada ukuran ikan yang dipindang.Semakin besar ukurang
ikan , semakin lama waktu perebusan . Tanda ikan telah maska pada proses
perebusan adalah, terdapat retakan-retakan, terutama pada bagian daging, kepala
dan ekor. Untuk melihat apakah ikan sudah masak atau belum, kebiasaan yang
dilakukan masyarakat adalah dengan melihat kedalam periuk, dan dengan pijitan
tangan pada tubuh ikan, maka dapat dipekirakan apakah ikan tersebut masak atau
belum. Sering terjadbahwa ikan yang direbus terlalu masak, sehingga pada saat
diangkat ada bagian-bagian yang lepas (ikan tidak utuh lagi).
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta

Afrianto dan Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius.


Yogyakarta

Ariyani,Farida dan Yusna Yannie.2008.Pengawetan Pindang Ikan Layang


Menggunakan Kitosan.Jurnal Paska Panem dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. Vol 3(2) 139-145

Saleh, 2002. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat


Riset Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan
Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan
Perikanan. Jakarta.

Suwamba K (2008). Proses pemindangan Dengan Mempergunakan Garam dengan


Konsentrasi yang berbeda. Denpasar

PT. Khalifah Niaga Lantabura (2011). Mari Berbisnis Ikan Pindang

Вам также может понравиться