Вы находитесь на странице: 1из 17

learned (suatu hal baru yang dipelajari).

Para dosen dan guru yang ingin melakukan


lesson study diharapkan dapat memperdalam bagaimana cara melakukannya melalui
buku-buku dan artikel yang kini dapat didownload dari internet.
Dengan memahami apa, mengapa, dan bagaimana lesson study diharapkan dosen
dan guru mulai mencoba melakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik atau
mahasiswa. Untuk melaksanakan dengan baik diperlukan 5D (Indeseno, 2008) yang
memodifikasinya dari 4Dnya Bryan Tracy, yaitu Desire (keinginan yang kuat untuk
mempelajarinya), Decision (keputusan untuk mencobanya), Determination (kesungguhan
untuk mempraktikkannya), Discipline (pengadaan waktu bersama dosen atau guru lain
seprofesi), dan Deed (benar-benar melaksanakannya, tidak hanya sekedar wacana).

F. PERLUNYA PENGEMBANGAN LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH


(LSBS) TERKAIT PENGEMBANGAN KEPROFESIONALAN GURU,
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP), DAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan utama
mencerdaskan anak bangsa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Untuk
menghasilkan anak bangsa yang cerdas perlu melakukan terobosan-terobosan yang
cerdas pula. Salah satu terobosan itu dengan melakukan kegiatan lesson study.
Menurut Chotimah (2008), selama ini sudah banyak upaya yang dilakukan sekolah
untuk mencerdaskan anak bangsa. Upaya itu, antara lain, yang langsung diberikan kepada
peserta didik, seperti penambahan jam belajar dan buku pelajaran. Upaya lainnya, berupa
pendidikan, pelatihan, dan workshop guru. Ada berbagai konsekuensi logis yang harus
ditanggung sekola, misalnya untuk mengirim guru mengikuti pelatihan diperlukan
banyak biaya, dan guru sering meninggalkan tugas mengajar. Walaupun tugas mengajar
seorang guru telah digantikan guru lain, tidak semua guru bersedia menggantikan
mengajar dalam waktu yang terlalu lama. Irosninya, seringkali setelah pelaksanaan
pelatihan guru tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kegiatan proses belajar-
mengajar. Hal itu dapat terjadi karena dalam pelatihan tersebut, materi yang diberikan
sebatas ceramah sehingga guru hanya mendapatkan pengetahuan dan bukan kemampuan
untuk refleksi diri.
Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan pelaksanaan kegiatan lesson study
berbasis sekolah (LSBS). LSBS dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam
pendidikan dan pelatihan jenis lain. Menurut Tim Dosen UPI selaku CPIU (2008),
dengan LSBS komptensi guru dapat ditingkatkan.

1. Perlunya Pengembangan LSBS untuk Peningkatan Keprofesionalan


Guru
Lesson study diyakini dapat meningkatkan keprofesionalan guru seperti terjadi
pada guru-guru di tiga kabupaten, yaitu di Sumedang, Bantul, dan Pasuruan. Lesson
study tersebut, dilaksanakan melalui program SISTTEMS yang mendampingi
dosen-dosen dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Unvesitas Negeri
Yogyakarta (UNY), dan Universitas Negeri Malang (UM).
Tim Dosen UPI selaku CPIU (2008) melukiskan gambaran umum, tujuan
utama lesson study, dan hubungan dengan keempat kompetensi guru yang
diharapkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, seperti dalam gambar
1.4.
Tujuan Utama
Lesson Study Kompetensi
Gambaran Umum profesional
Lesson Study Meningkatkannya
pengetahuan tentang materi
Merencanakan ajar
pembelajaran Kompetensi
berdasarkan tujuan dan Meningkatnya pengetahuan
tentang pembelajaran pedagogik
perkembangan siswa

Mengobdervasi Meningkatnya kemampuan


pembelajaran untuk mengobservasi aktivitas
mengumpulkan data belajar
Perbaikan mutu
tentang aktivitas belajar
siswa Semakin kuatnya hubungan pembelajaran
antara pelaksanaan terus menerus
Menggunakan data hasil pembelajaran sehari-hari
observasi untuk dengan tujuan jangka panjang
melakukan refleksi
pembelajaran secara Meningkatnya kualitas Kompetensi
mendalam dan luas rencana pembelajaran sosial

Jika perlu melakukan re- Semakin kuatnya hubungan


planning dengan topik kolegalitas
sama untuk pembelajaran
pada kelas lain Semakin meningkatnya Kompetensi
motivasi untuk selalu kepribadian
berkembang
Gambar 1.4 Gambaran Umum dan Tujuan Utama Lesson Study serta hubungannya
dengan Kompetensi Guru

2. Perlunya Pengembangan LSBS untuk Pengembangan Kurikulum Tingkat


Satuan Pendidikan (KTSP)
Sejak tahun ajaran 2007 guru diharapkan dapat mengembangkan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP). Sebelum itu guru, terutama yang senior, sudah terbiasa
”diperintah” atau ”diberi petunjuk” tentang cara membelajarkan peserta didik, termasuk
bagaimana menentukan keluasan dan kedalaman materi yang akan diajarkannya.
Permasalahannya, di Indonesia, kondisi sarana prasarana pendidikan masih sangat
terbatas, tingkat kemampuan peserta didik dan kemampuan guru juga sangat bervariasi.
Untuk mengatasi hal itu, pemertintah melalui Permen no 22 tahun 2006 memberikan
kebebasan kepada guru dan satuan pendidikan atau sekolah untuk menetapkan sendiri
kurikulum yang dianggap paling cocok dengan kondisi sekolah. Hal itu dimaksudkan
sebagai upaya pemberian kebebasan atau kemerdekaan kepada guru dalam
mengembangkan kurikulum menjadi ”kurikulum yang paling tepat, baik, dan pas”
dengan peserta didiknya.
Permasalahannya, guru masih belum memiliki kemampuan yang cukup untuk
melakukan pengembangan kurikulum seperti yang diinginkan. Hal itu dapat diketahui
dari banyaknya hambatan yang dialami guru dalam mengembangkan KTSP, termasuk
pengembangan KTSP pembelajaran IPA.
Banyak hambatan yang dialami guru dalam mengembangkan KTSP. Diantaranya,
kurangnya kemampuan guru untuk menjabarkan standar isi (SI), terutama kompetensi
dasar (KD) menjadi indikator hasil belajar. Hanya sebagian kecil guru sempat
melaksanakan pembelajaran dengan dasar kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada
saat SI dikeluarkan. Bagi guru-guru, mungkin tidak terlalu sulit untuk menerjemahkan SI
menjadi indikator hasil belajar karena di dalam KBK sudah dijabarkan masing-masing
KD menjadi indikator pembelajaran. Dalam hal itu guru tinggal mengurangi atau
menambah sebagian indikator yang ada dalam KBK menjadi indikator yang cocok
dengan kondisi sekolah. Di luar permasalahan tersebut, masih banyak guru yang pada
saat SI diterbitkan belum sempat membelajarkan peserta didik berdasarkan KBK.
Salah satu cara mengatasi kekurangmampuan tersebut dengan menggantungkan diri
pada buku-buku teks yang tersedia di toko, terutama yang bertulis ”berdasarkan KTSP”
dengan tanpa mengetahui maknanya dan alasan pengembangan kurikulum KTSP. Lebih
lanjut, penulis buku teks memiliki kecenderungan menerjemahkan SI menjadi indikator
yang sebanyak-banyaknya dengan harapa bukunya menajdi lengkap dan disenangi guru
sehingga penjualan buku semakin laris. Lebih lanjut, permasalahan itu diperparah dengan
belum adanya ”pedoman penggunaan buku teks bagi guru”. Dengan demikian, guru
tidak memahami filosofi yang digunakan penulis buku teks maupun filosofi yang
digunakan pemerintah dalam meminta guru/sekolah mengembangkan KTSP.
Melalui kegiatan lesson study, terutama lesson study berbasis sekolah (LSBS) para
guru sebidang studi di suatu sekolah dapat berbagi dan belajar satu sama lainnya. Guru
dapat saling memberi masukan bagaimana membuat RPP yang tepat untuk peserta didik,
sesuai dengan sarana prasarana yang ada, dan sesuai dengan kemampuan guru yang
membelajarkannya. Setelah melaksanakan pembelajaran, guru dapat saling memberi
komentar dan saran yang membangun. Misalnya, bagaimana membantu peserta didik
belajar dan bagaimana dapat merevisi dan menyempurnakan RPP yang sudah
dikembangkan. Dengan demikian, KTSP yang cocok dengan sekolah tersebut benar-
benar dapat diwujudkan.

3. Perlunya LSBS Dikembangkan di Sekolah terkait Penelitian Tindakan Kelas


(PTK)
Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian reflektif yang bersiklus (berdaur),
yang dilakukan oleh guru dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran. PTK
merupakan salah satu cara memperbaiki dan meningkatkan keprofesionalan guru dalam
proses belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses
dan hasil pembelajaran yang terjadi pada peserta didik. Tujuan PTK dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik pembelajaran secara
berkesinambungan yang hakikatnya melekat pada terlaksananya misi
keprofesionalan pendidikan yang diemban guru.
2. Menumbuhkan budaya meneliti di kalangan pendidik (guru dan dosen).
Misalnya, dengan memberi kesempatan kepada guru/dosen untuk melakukan
pengkajian terhadap kegaiatan pembelajaran yang dilakukan.
3. Meningkatkan kolaborasi antara guru dan guru, guru dan dosen, guru dan
widyaiswara, dosen dan dosen dalam memecahkan masalah pembelajaran.
PTK memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut.
1. Inkuiri reflektif
PTK berangkat dari permasalahan pembelajaran riil sehari-hari yang dihadapi oleh
guru dan peserta didik atau oleh dosen dan mahasiswa. Dengan demikian, kegiatan
penelitian didasarkan pada pelaksanaan tugas dan pengambilan tindakan untuk
memecahkan masalah pembelajaran. Dengan demikian permasalahan bersifat
spesifik dan kontekstual yang terjadi di kelasnya. Tujuan PTK yakni memperbaiki
praksis secara langsung, di sini, dan sekarang. Oleh karena itu, PTK disebut sebagai
suatu inkuiri reflektif (self-reflective inquiry).
2. Kolaboratif
Upaya perbaikan proses dan hasil pembelajaran tidak dapat atau sulit dilakukan
sendiri oleh seorang guru atau seorang dosen. Untuk itu, harus berkolaborasi
dengan guru atau dosen lain. PTK merupakan upaya bersama dari berbagai pihak
untuk mewujudkan perbaikan yang diinginkan. Kolaborasi itu tidak bersifat ’basa
basi’, tetapi harus mampu menampilkan keseluruhan proses perencanaan dan
pelaksanaan PTK, seperti perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi-evaluasi,
dan refleksi, sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian.
3. Inovatif
PTK bercirikan inovatif. Melalui PTK guru berupaya melakukan inovasi
pembelajaran. Inovasi dapat diartikan sebagai ”the adopting of an existing idea,
practice, or object that is perceived as new by an individual or other unit of
adopting” (Roger, 1995, dalam Karyadi, 2007). Dalam hal itu, inovasi diartikan
sebagai pengambilan ide, praktik, atau objek baru secara keseluruhan untuk
digunakan di kelas pelaksana atau guru. Menurut Devore (1980: 62-63, dalam
Karyadi, 2007) inovasi adalah “the process of refining and improving that which is
already created and/or establised”. Oleh Benny Karyadi (Tim PIPS 2007), inovasi
diartikan sebagai proses adaptasi ide, praktik, atau objek baru secara keseluruhan
untuk digunakan di kelas oleh guru. Sedangkan Tim PIPS (2007), mengartikan
inovasi sebagai “the creation of new models of teaching based on the known
concepts, practices, students characteristics and their natural, social, and cultural
environments”. Dengan demikian, inovasi dapat dikatakan segala upaya
menciptakan model pembelajaran baru yang didasarkan pada konsep, dan praktik
yang sudah ada sebelumnya untuk disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
dan lingkungan alam, sosial, dan budaya peserta didik. Ringkasnya, inovasi dapat
berupa adopsi (pengambilan yang ada secara utuh), adaptasi (pengambilan yang ada
disesuaikan dengan kondisi setempat), atau kreasi (penciptaan sesuatu yang sama
sekali baru) dalam rangka peningkatan proses dan hasil pembelajaran. Inovasi yang
dimaksud dapat berupa penemuan strategi, teknik, sarana pembelajaran, sistem
asesmen yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah pebelajaran.
4. Berdaur (bersiklus/siklusistis)
PTK bersifat reflektif yang berkelanjutan, PTK menekankan pada proses refleksi
terhadap proses dan hasil penelitian secara terus menerus untuk mendapatkan
penjelasan dan justifikasi tentang kemajuan, peningkatan, kemunduran,
kekurangefektifan, dan sebagainya dari pelaksanaan sebuah tindakan untuk dapat
dimanfaatgunakan dalam memperbaiki proses dan tindakan pada siklus kegiatan
berikutnya.

Pada saat ini, masih banyak guru belum mampu melaksanakan PTK. Keadaan itu
terjadi karena guru belum memahami apa, mengapa, dan bagaimana PTK. Ada berbagai
kendala untuk memahami hal tersebut, misalnya guru belum terbiasa mencari dan
mengidentifikasi masalah di kelasnya, dan belum mengetahui strategi pembelajaran yang
cocok sebagai ”tindakan” untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan keadaan itu, guru
belum mampu mengembangkan perencanaan tindakan, apalagi melaksanakan tindakan.
Akibatnya, guru belum terbiasa untuk melaksanakan ”refleksi diri” dan seringkali ”sakit
hati” bila guru-guru yang menjadi observer atau pengamat memberikan komentar
mengenai keterlaksanaan pembelajaran yang difokuskan pada apa yang dilakukan oleh
guru.
Dengan melaksanakan LSBS guru dapat belajar satu sama lain dengan guru lain
sesekolahnya, misalnya berlatih memberi dan menerima masukan dalam
mengembangkan RPP. Guru juga dapat belajar bagaimana melakukan berbagai inovasi
pembelajaran tanpa dibebani dengan pemikiran bagaimana pembelajaran yang dilakukan
itu dapat mengatasi masalah pembelajaran seperti yang biasa diidentifikasi dalam PTK.
Melalui LSBS guru juga dapat belajar bagaimana mengamati peserta didik belajar.
Dengan demikian, tidak difokuskan pada bagaimana guru mengajar sehingga jika ada
masukan mengenai apa yang terjadi di kelas, guru sudah berlatih mendengarkan
komentar tanpa harus tersinggung atau sakit hati.
Berdasarkan hal-hal tersebut, di atas dapat dikatakan bahwa bila guru telah
melakukan LSBS di sekolahnya, maka akan lebih mudah baginya untuk melakukan PTK.
Hal itu dapat dibaca lebih lanjut dalam kesaksian yang diberikan oleh tiga orang guru
SMA Laboratorium UM yang ada dalam Bab IV buku ini.
Bab 2

Pengembangan Lesson Study Berbasis


Sekolah di SMA Laboratorium
Universitas Negeri Malang

Salah satu cara meningkatkan proses belajar mengajar di dalam kelas dengan pelaksanaan
kegiatan lesson study. Dari tahun ke tahun implementasi lesson study di SMA
Laboratorium Universitas Negeri Malang (SMA Lab UM) mengalami perkembangan.
Berikut dipaparkan pengembangan lesson study berbasis sekolah di SMA Lab UM.
Untuk lebih memudahkan pemahaman lebih dahulu dimulai dengan gambaran umum
SMA Lab UM.

A. GAMBARAN UMUM SMA LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI


MALANG
Setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda dari sekolah lain, baik dari segi
sejarah berdirinya, visi dan misi, sarana prasarana, kondisi objektif kepala sekolah dan
wakil, peserta didik, guru, dan staf tata usaha. Perbedaan karakteristik tersebut terangkum
dalam gambaran umum yang dikemukakan sebagai berikut.

1. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang


Sekolah Menengah Atas Laboratorium Universitas Negeri Malang (SMA Lab UM),
semula bernama SMA IKIP Malang yang didirikan pada tanggal 18 Juli 1994 oleh
Yayasan Bhineka Karya. Pada tahun 1997, sekolah yang berdiri di tempat strategis di
Jalan Bromo 16 Malang ini berubah menjadi SMU Laboratorium IKIP Malang.
Selanjutnya seiring dengan perubahan lembaga IKIP Malang, pada bulan April
tahun 2000 berganti nama menjadi SMU Laboratorium Universitas Negeri Malang di
bawah naungan Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang. Sejalan dengan
pergantian SMU menjadi SMA berubah nama menjadi SMA Laboratorium Universitas
Negeri Malang yang juga turut dikembangkan oleh lembaga Unit Pengembangan Sekolah
Laboratorium (UPSL) UM. Pada akreditasi tahun 2004 berubah status yakni sekolah
berstatus diakui menjadi terakreditasi dengan nilai A.
Sejak tahun pelajaran 2005/2006 SMA Lab UM memberlakukan full day school
dengan lima hari efektif pembelajaran, Senin sampai dengan Jumat mulai pukul 06.30-
15.15 WIB. Pada hari Sabtu peserta didik kelas XII melaksanakan jam pelajaran
tambahan, sedangkan peserta didik kelas X dan XI melaksanakan kegiatan
ekstrakurikuler yang berupa pengembangan diri. Kegiatan ekstrakurikuler yang
dikembangkan sebanyak enam belas macam.
Pada tahun pelajaran 2000/2001 semester 2, SMA Lab UM dipercayakan oleh pihak
FMIPA-UM sebagai salah satu sekolah yang dilibatkan dalam kegiatan ”Piloting Project”
IMSTEPJICA (Indonesia Matematicts and Science Teacher Education Project-Japan
International Coorporation Agency). Kegiatan piloting berupa kegiatan dosen bersama
guru MIPA untuk mengembangkan pembelajaran MIPA termasuk perangkat
pembelajarannya. Model pembelajaran MIPA tersebut diujicobakan dalam kelas, dalam
rangka membelajarkan peserta didik dengan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan
contextual teaching and learning (CTL). Kegiatan piloting terdiri atas tiga tahap, yaitu 1)
plan, guru dan dosen menyusun perangkat pembelajaran, 2) do, see, guru mengajar
diamati oleh dosen dan expert dari jepang, 3) post class discussion, dosen dan tim expert
memberikan masukan terhadap proses pembelajaran.
Pada tahun pelajaran 2004/2005, kegiatan piloting dikembangkan menjadi kegiatan
lesson study, yang kemudian atas prakarsa kepala sekolah dikembangkan menjadi lesson
study berbasis sekolah (LSBS). Kegiatan LSBS dikoordinasikan oleh Tim Pengembang
Akademis dan Evaluasi (tim akadasi) SMA Lab UM.
2. Visi dan Misi SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang
Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi.
a. Visi SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang
SMA Laboratorium memiliki visi ”unggul dalam prestasi, iman, dan sosial”. Dari
visi tersebut diharapkan seluruh komponen sekolah utamanya peserta didik
memiliki keunggulan dalam bidang prestasi, baik prestasi akademik maupun non
akademik, memiliki keunggulan dalam keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
menerapkan nilai-nilai keimanan di sekolah dan di masyrakat, dan memiliki
keunggulan dalam bidang sosial, baik di tingkat masyarakat kelas, sekolah dan
masyarakat secara umum.
b. Misi SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang
SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang memiliki misi antara lain sebagai
berikut.
1) Menghasilkan lulusan yang cerdas, beriman, terampil dan berjiwa sosial.
2) Menciptakan masyarakat belajar (learning society) di sekolah.
3) Menciptakan masyarakat sekolah (tidak hanya peserta didik) yang mandiri,
disiplin, bertanggung jawab dan santun.
4) Menciptakan iklim kerja yang kondusif, budaya dan etos kerja yang kuat, dan
kepemimpinan yang tangguh.

Misi tersebut semakin tampak terwujud dengan menerapkan kegiatan lesson study
berbasis sekolah (LSBS).

3. Struktur Organisasi di SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang


Sejak beridiri tahun 1994, kepala sekolah dan wakil berasal dari dosen Universitas
Negeri Malang. Sedangkan, untuk membantu tugas kepala sekolah diangkat empat
koordinator sekolah, yaitu koordinator kurikulum, kesiswaan, humas, dan sarana
prasarana. Struktur organasasi SMA Lab UM selengkapnya dapat dilihat Gambar 2,1.
Kepala Sekolah
Komite Sekolah
Wakil Kepala Sekolah

Kepala Tata Usaha

Koord. Humas Koord. Kesiswaan Koord. Kurikulum Koord. Sarpas

Unit-Unit Penunjang
1. Tim Pengembangan
Akademis dan Evaluasi
2. Bimbingan Konseling
3. Koperasi guru dan peserta
didik Wali Kelas
4. Unit Kesehatan Sekolah
5. Perpustakaan

Gambar 2.1 Struktur Organisasi SMA Laboratorium UM

4. Data Guru, TU, dan Karyawan SMA Lab UM


Data yang dipaparkan Tabel 2.1 ini adalah data sejak diimplementasikannya LSBS
di SMA Lab UM tahun 2004/2005. Dari sejumlah data guru, status guru yang pegawai
negeri sipil (PNS) DPK sejumlah 3 orang, guru tetap yayasan (GTY) 5 orang dan sisanya
merupakan guru dengan status tidak tetap (GTT).
Tabel 2.1 Jumlah Guru, TU, dan Karyawan SMA Lab UM
Jumlah (Orang)
No. Tahun Pelajaran
Guru TU Karyawan
1 2004/2005 45 5 9
2 2005/2006 43 5 9
3 2006/2007 48 5 10
4 2007/2008 48 5 8
Teknik rekrutmen guru di SMA Lab UM menggunakan standar IP minimal 3,0 dan
wajib menjalani serangkaian tes tulis dan tes micro teaching. Dengan demikian, para guru
yang terpilih menjadi guru di SMA Lab UM merupakan guru yang handal, baik ditinjau
secara akademis maupun dalam kegiatan proses belajar.

5. Data Jumlah Peserta Didik SMA Lab UM


Data jumlah peserta didik dapat dilihat pada Tabel 2.2. Dari tabel tersebut terlihat
bahwa jumlah peserta didik mulai tahun akademis 2004/2005 hingga 2007/2008
menurun. Hal itu dikarenakan SMA Lab UM tidak berorientasi menambah jumlah peserta
didik, namun lebih ditingkatkan hasil belajar peserta didik.

Tabel 2.2 Data Jumlah Peserta Didik SMA Lab UM


Jumlah Peserta
No. Tahun Pelajaran Didik/Kelas Total
X XI XII
1 2004/2005 286 264 276 826
2 2005/2006 273 245 275 793
3 2006/2007 252 264 233 749
4 2007/2008 191 267 236 694

Penerimaan peserta didik baru di SMA Lab UM dilaksanakan secara mandiri (tidak
mengikuti program on line yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Malang).
Hal itu ditempuh dengan harapan selain prestasi akademis yang merupakan syarat untuk
diterima sebagai peserta didik baru di SMA Laboratorium UM juga diperlukan faktor
pendukung lain. Faktor pendukung yang dimaksud yakni kemampuan keterampilan
dalam bidang nonakademis, seperti terampil dalam bidang seni dan olah raga.
Penerimaan peserta didik baru berdasarkan tiga kriteria penilaian, yaitu nilai tes tertulis
untuk tiga mata pelajaran, yaitu matematika, bahasa inggris, dan bahasa indonesia, nilai
UAN, dan nilai wawancara. Wawancara lisan digunakan untuk menjaring calon peserta
didik yang berkualitas tinggi dalam bidang akademis, nonakademis, dan kebiasaan-
kebiasaan lain yang dianggap baik. Hal itu merupakan salah satu cara rekruitmen peserta
didik yang lebih unggul karena dapat mengakses semua kompetensi yang dimiliki calon
peserta didik dibandingkan cara penerimaan peserta didik yang hanya melalui nilai ujian
akhir nasional (UAN).
Berdasarkan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah
guru dan jumlah peserta didik dari tahun pelajaran 2004/2005 hingga tahun pelajaran
2007/2008 diilustrasikan sebagai berikut. Pada tahun pelajaran 2004/2005 perbandingan
jumlah guru dan jumlah peserta didik 1:18, pada tahun pelajaran 2005/2006 perbandingan
jumlah guru dan jumlah peserta didik 1:18, pada tahun pelajaran 2006/2007 perbandingan
jumlah guru dan jumlah peserta didik 1:15, sedangkan pada tahun 2007/2008
perbandingan jumlah guru dan jumlah peserta didik 1:14. Dengan perbandingan jumlah
guru dan jumlah peserta didik yang rendah diharapkan kesempatan para guru dalam
membelajarkan peserta didik semakin tinggi. Akan tetapi sesuai dengan anjuran
pemerintah seyogyanya perbandingan jumlah guru terhadap jumlah peserta didik 1:10
belum dapat terpenuhi. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya jumlah peserta didik yang
belum diikuti dengan meningkatnya jumlah guru.

6. Danem Input Peserta Didik


Danem input peserta didik dapat dilihat pada table 2.3.

Tabel 2.3 Danem Input Peserta Didik

No Tahun Jumlah Danem


Tertinggi Terendah Rata-rata
pembelajaran
1. 2004/2005 21,77 13,74 18,30
2. 2005/2006 26,37 13,16 20,37
3. 2006/2007 27,60 15,00 22,57
4. 2007/2008 25,80 15,00 21,46

Danem input peserta didik tergolong kriteria rendah karena peserta didik yang
masuk SMA Lab UM 85% adalah peserta didik yang tidak lolos mengikuti seleksi danem
di SMA Negeri Kota Malang. Tidak dapat dilihat dipungkiri bahwa di kota Malang para
calon peserta didik masih memilih sekolah negeri daripada sekolah swasta karena masih
beranggapan bahwa sekolah negeri lebih unggul. Berdasarkan kenyataan, di samping
pilihan masuk ke SMA negeri yang berada di kota Malang para calon peserta didik
memilih alternatif SMA swasta. Berdasarkan hasil wawancara dengan calon peserta didik
SMA Lab UM merupakan pilihan utama para calon peserta didik. Hasil wawancara guru
dengan para calon peserta didik melalui pertanyaan “mengapa masuk ke SMA
Laboratorium UM” memperoleh jawaban bahwa SMA Laboratorium UM merupakan
SMA yang disiplin dan dipandang lebih unggul daripada sekolah swasta yang lain yang
sejenis. Hal itu juga dibuktikan dengan tingginya animo masyarakat (baca: orang tua)
untuk menitipkan putra/putrinya di SMA Lab UM sehingga berdasarkan kapasitas ruang
dan untuk peningkatan mutu pembelajaran hanya 83% pendaftar yang diterima.

7. Peseta didik yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri


Distribusi peserta didik yang diterima di perguruan tinggi negeri dapat dilihat pada
Tabel 2.4. Minat peserta didik untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tergolong tinggi.
Para peserta didik tetap melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Walaupun tidak
semuanya diterima di perguruan tinggi negeri. Perguruan tinggi negeri yang dituju
merupakan perguruan tinggi negeri unggulan, antara lain ITB, UI, UGM, UNIBRAW,
dan UM. Namun, banyak juga diantara para lulusan SMA Lab UM yang mendaftarkan
diri dan diterima melalui beberapa jalur penerimaan di Universitas Negeri Malang.
Berdasarkan angket yang disebarkan oleh guru BK kepada para peserta didik dapat
diketahui bahwa kegiatan lesson study berbasis sekolah sangat mendukung motivasi
peserta didik untuk melanjutkan belajar ke perguruan tinggi.

Tabel 2.4 Distribusi Peserta Didik yang Diterima


di Perguruan Tinggi Negeri
Jumlah Peserta Diterima di PTN (Orang) %
No. Tahun Pelajaran PMDK TES Total
Didik Kelas XII
1 2004/2005 276 36 42 78 28
2 2005/2006 275 35 53 88 32
3 2006/2007 233 53 40 93 40
4 2007/2008 236 36 120 156 66

B. PENGEMBANGAN LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH DI SMA


LABORATORIUM UNIVERSITAS MALANG
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mengambil suatu
kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, terutama dalam
membimbing guru melaksanakan perubahan paradigma pembelajaran yang behavioristik
menuju konstruktivistik. Perubahan paradigma perlu dilaksanakan dan dimonitor secara
terus menerus agar visi dan misi sekolah dapat terwujud.

1. Latar Belakang Perlunya Melaksanakan Kegiatan Kegiatan Lesson Study di


SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang
Sekolah menengah atas Laboratorium Universitas Negeri Malang (SMA Lab UM)
di tahun 2003 bulan November merupakan sekolah di bawah pengelolaan Yayasan
pendidikan Universitas Negeri Malang, yang menempati gedung bekas Sekolah
Pendidikan Guru (SPG) Negeri Malang. Seluruh biaya operasional di SMA Lab UM
murni berasal dari orang tua/wali peserta didik. Sekolah dengan biaya dari peserta
didik tentu memberi tantangan tersendiri dalam model pengelolaannya. Pengelolaan
keuangan, kepegawaian, kesiswaan, kesarana-prasaranaan dan kehumasan
memerlukan pemikiran, perancangan, dan pelaksanaan yang matang.
Pilihan terhadap prioritas sekolah dalam usaha peningkatan mutu guru menjadi
pilihan yang sangat tepat. Bukankah orang tua peserta didik yang menjadi satu-
satunya sumber keuangan dan biaya itu sekolah dapat melaksanakan operasional?
Harus diyakinkan bahwa pilihannya untuk menitipkan putra-putrinya di SMA Lab
UM harus diwujudkan dengan pelayanan pembelajaran yang bermutu oleh guru yang
bermutu. Jika pelayanan pembelajaran dilakukan oleh guru yang bermutu maka akan
memberikan peningkatan mutu peserta didik seperti yang diharapkan oleh orang tua.
Dengan demikian, kelangsungan pendanaan dari orang tua peserta didik menjadi
lebih baik. Apabila sumber dana dari orang tua, yang percaya bahwa putra-putrinya
berada pada tangan guru-guru yang “bermutu” berjalan lancer dan bahkan orang tua
mau menambah dana operasional untuk kegiatan-kegiatan yang lain, maka berbagai
masalah tentang pengelolaan yang lain akan dapat teratasi.
Akan tetapi, untuk meningkatkan mutu guru, bagaimana dan dari mana
memulainya? Program peningkatan mutu guru harus dilaksanakan secara terencana,
terlaksana, termonitoring dan terevaluasi. Untuk itu, perlu dibentuk unit baru yang
pada tahun pembelajaran 2003/2004 belum ada sekolah dengan tugas utamanya
melaksanakan program tersebut. Dengan rencana tersebut, pada tahun pelajaran
2004/2005 dibentuklah tim pengembang akademis dan organisator yang baik dengan
dibantu oleh seorang sekretaris dan satu orang anggota. Untuk kali pertama sebagai
ketua tim pengembang akademis dan evaluasi adalah Dra. Husnul Chotimah, M.Pd,
yang telah berpengalaman di bidang kesiswaan, kurikulum, sarana-prasarana dan,
kehumasan. Seyogianya, untuk memilih/menentukan ketua tim pengembang
akademis dan evaluasi ditunjuk guru yang telah berpengalaman di bidang kurikulum.
Masa kerja tim pengembang akademis dan evaluasi selama dua tahun pelajaran dapat
ditunjuk kembali pada tahun kedua. Setelah dua periode terpilih tim pengembang
tersebut, khususnya ketua harus diganti guru lain yang berkompeten, baik akademis
maupun organisator.

2. Sejarah Pengembangan Lesson Study Berbasis Sekolah


SMA Lab UM sebagai attached school UM, sejak tahun 2000 menjadi sekolah
“project pilot” dalam program IMSTEPJICA – FMIPA UM, yaitu program
peningkatan mutu pendidikan matematika dan sains di sekolah. Salah satu program
yang dilaksanakan adalah peningkatan mutu guru MIPA di sekolah dalam penguasaan
substansi materi dan penguasaan model-model pembelajaran. Program tersebut
dijalankan dengan cara memberi workshop penguasaan materi dan penguasaan model
pembelajaran yang dilakukan oleh dosen-dosen FMIPA UM dan mendampingi guru
dalam melaksanakan model pembelajaran tersebut di sekolah. Dalam proses
pendampingan di kelas dosen berlaku sebagai observer yang mencatat kegiatan
belajar. Setelah pelaksanaan pembelajaran kemudian dilakukan refleksi. Pada
kegiatan ini dosen dan guru berdiskusi membahas temuan-temuan saat pembelajaran.
Dengan program tersebut beberapa guru MIPA sudah menguasai baik substansi
materi maupun model pembelajaran yang lebih baik.
Dengan modal beberapa guru MIPA yang telah terlibat dalam kegiatan ‘piloting’,
kemudian dirancang model pengimbasan keterampilan dan penguasaan model
pembelajaran kepada guru lain. Langkah pengimbasan yang pertama adalah dengan
melaksanakan program supervisi internal yang dilakukan oleh guru terhadap
temannya. Supervisi internal dimaksudkan sebagai model pendampingan guru oleh
temannya sesama mata pelajaran.
Mengapa program supervise internal itu harus dilakukan? Pada saat awal sebagai
kepala sekolah kegiatan supervise kepala sekolah terhadap guru di kelas tidak
berjalan dengan baik. Banyak hal yang dilakukan guru untuk membatalkan kegiatan
supervise, misalnya melaksanakan kegiatan evaluasi/ulangan, menukar jadwal
mengajar dengan guru lain, dan sengaja izin tidak masuk pada hari supervise, bahkan
ada guru dengan “gagah berani” menyampaikan ketidaksiapannya untuk disupervisi.
Kenyataan tersebut sesungguhnya memberi indicator bahwa sebagian besar guru
belum percaya diri terhadap kemampuan penguasaan model-model pembelajaran dan
substansi materi sehingga selalu mengelak untuk dilakukan supervise oleh kepala
sekolah. Rasional pelaksanaan program supervise guru oleh temannya adalah bahwa
guru tidak perlu mendapat kondite yang jelek apabila tidak bagus mengajarnya karena
yang menyupervisi bukan kepala sekolah tetapi teman guru.

Вам также может понравиться

  • Lesson Study Hal 3-24
    Lesson Study Hal 3-24
    Документ15 страниц
    Lesson Study Hal 3-24
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Ketikan
    Ketikan
    Документ17 страниц
    Ketikan
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Ketikan
    Ketikan
    Документ17 страниц
    Ketikan
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Glosarium
    Glosarium
    Документ36 страниц
    Glosarium
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Документ18 страниц
    Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Ketikan
    Ketikan
    Документ17 страниц
    Ketikan
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Документ18 страниц
    Elemen Berikutnya Dari Daerah Lingkaran Tersebut Yakni Rencana Unit
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • 0.bab 3 Lesson Study 1
    0.bab 3 Lesson Study 1
    Документ33 страницы
    0.bab 3 Lesson Study 1
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Absen
    Absen
    Документ22 страницы
    Absen
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ17 страниц
    Kata Pengantar
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Glosarium
    Glosarium
    Документ8 страниц
    Glosarium
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • RPS Kwu PBS
    RPS Kwu PBS
    Документ7 страниц
    RPS Kwu PBS
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Glosarium
    Glosarium
    Документ8 страниц
    Glosarium
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Micro Teaching
    Micro Teaching
    Документ19 страниц
    Micro Teaching
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Buku Guru Profesional
    Buku Guru Profesional
    Документ91 страница
    Buku Guru Profesional
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • 0esai Pendek (Dina Apryani, Bengkulu)
    0esai Pendek (Dina Apryani, Bengkulu)
    Документ1 страница
    0esai Pendek (Dina Apryani, Bengkulu)
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • E Filing
    E Filing
    Документ1 страница
    E Filing
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • RPS Kwu PBS
    RPS Kwu PBS
    Документ7 страниц
    RPS Kwu PBS
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Ay Am
    Ay Am
    Документ5 страниц
    Ay Am
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Soal Dan Pembahasan Olimpiade Matematika Tingkat Sma
    Soal Dan Pembahasan Olimpiade Matematika Tingkat Sma
    Документ4 страницы
    Soal Dan Pembahasan Olimpiade Matematika Tingkat Sma
    Chrisevan_Axel
    Оценок пока нет
  • TEBAS HIMATRO
    TEBAS HIMATRO
    Документ3 страницы
    TEBAS HIMATRO
    Dina Ahmadi Apryani
    100% (1)
  • Bhsa Portugis
    Bhsa Portugis
    Документ1 страница
    Bhsa Portugis
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • SK Toefl 2013 PDF
    SK Toefl 2013 PDF
    Документ8 страниц
    SK Toefl 2013 PDF
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Soal Uas Tik
    Soal Uas Tik
    Документ2 страницы
    Soal Uas Tik
    Dina Ahmadi Apryani
    Оценок пока нет
  • Sejarah Dan Pengenalan Komputer
    Sejarah Dan Pengenalan Komputer
    Документ16 страниц
    Sejarah Dan Pengenalan Komputer
    De Dharmoamijoyo
    Оценок пока нет