Вы находитесь на странице: 1из 4

10. Jelaskan mengenai autisme!

DEFINISI
Autisme merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak pada anak yang
ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi,
ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya. Autisme merupakan kelainan perilaku
yang penderitanya hanya tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri. Autis dapat terjadi di
semua kalangan masyarakat.
ETIOLOGI
Autisme disebabkan multifaktor, yaitu:
1. Kerusakan jaringan otak
Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika menyatakan bahwa korelasi antara autis dan
cacat lahir yang disebabkan oleh Thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak
dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshe,
menemukan bahwa pada anak yang terkena autis, bagian otak yang mengendalikan pusat
memori dan emosi menjadi lebih kecil daripada anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada
semester ketiga saat kehamilan, atau pada saat kelahiran bayi. Karin Nelson, ahli neorology
Amerika mengadakan penyelidikan terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru
lahir. Empat sampel protein dari bayi yang normal mempunyai kadar protein tinggi, yang
kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein tinggi ini berkembang menjadi autis
dan keterbelakangan mental
2. Terlalu banyak vaksin Hepatitis B
Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B bisa
mengakibatkan anak mengidap penyakit autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung
zat pengawet thimerosal.
3. Kombinasi makanan atau lingkungan yang salah
Autisme disebabkan kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar, yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. Beberapa teori yang
didasarkan oleh beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan
proses terjadinya autisme.
KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi autisme, diantaranya :
1. Aloof
Anak dengan autisme dari tipe ini senantiasa berusaha menarik diri dari kontak sosial, dan
cenderung untuk menyendiri di pojok.
2. Passive
Anak dengan autisme tipe ini tidak berusaha mengadakan kontak sosial melainkan hanya
menerima saja.
3. Active but odd
Sedangkan pada tipe ini, anak melakukan pendekatan namun hanya bersifat repetitif dan
aneh.
GEJALA KLINIS
Biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas, tetapi jika dijumpai
abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam
interaksi sosialnya yang berupa tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio-
emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau
kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat
sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya,
kurang respon timbal balik sosio-emosional.
Selain itu juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi yang berupa kurangnya
penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif
dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreatifitas
dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan
nonverbal orang lain; hendaya dalam meggunakan variasi irama atau tekanan modulasi
komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi
lisan.
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
pengulangan dan stereotipik. Ini berupa kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin dalam
aspek kehidupan sehari-hari;ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-
hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa dini anak, terdapat kelekatan
yang aneh terhadap benda yang tidak lembut. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin
seperti ritual dari kegiatan yang sepertinya tidak perlu; dapat menjadi preokuasi yang
stereotipikdengan perhatian pada tanggal, rute dan jadwal; sering terdapat stereotipik
motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda
(seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari
kehidupan pribadi (perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah).
TATA LAKSANA
Gangguan otak pada anak autis umumnya tidak dapat disembuhkan (not curable),
tetapi dapat ditanggulangi (treatable) melalui terapi dini, terpadu, dan intensif. Gejala
autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan sehingga anak bisa bergaul dengan normal. Jika
anak autis terlambat atau bahkan tidak dilakukan intervensi dengan segera, maka gejala autis
bias menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi.
Keberhasilan terapi tergantung beberapa faktor berikut ini :
1. Berat atau ringannya gejala, terganting pada berat-ringannya gangguan di dalam sel otak.
2. Makin muda umur anak pada saat terapi dimulai, tingkat keberhasilannya akan semakin
besar. Umur ideal untuk dilakukan terapi atau intervensi adalah 2-5 tahun, pada saat sel
otak mampu dirangsang untuk membentuk cabang-cabang neuron baru.
3. Kemampuan bicara dan berbahasa: 20% penyandang autism tidak mampu bicara seumur
hidup, sedangkan sisanya ada yang mampu bicara tetapi sulit dan kaku. Namun, ada pula
yang mampu bicara dengan lancar. Anak autis yang tidak mampu bicara (non verbal) bisa
diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain, misalnya dengan bahasa isyarat atau
melalui gambar-gambar.
4. Terapi harus dilakukan dengan sangat intensif, yaitu antara 4-8 jam sehari. Di samping
itu, seluruh keluarga harus ikut terlibat dalam melakukan komunikasi dengan anak.
Berbagai jenis terapi yang dilakukan untuk anak autis, antara lain :
a. Terapi obat (medikamentosa)
Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan untuk memperbaiki komunikasi,
memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku-perilaku aneh yang
dilakukan secara berulang-ulang. Pemberian obat pada anak autis harus didasarkan pada
diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping
obat dan mengenali cara kerja obat. perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan
yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu
ada kehatihatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka
panjang.
Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga diberikan
obat -obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat anti depresan SSRI (Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbanganantara neurotransmitter serotonin
dan dopamine. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal
namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian obat ini akan sangat membantu
untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata
laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat dapat
dikurangi, bahkan dihentikan.
b. Terapi biomedis
Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-anak dengan masalah alergi
makanan tertentu. Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet
dan pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan mengingat banyaknya gangguan pada fungsi
tubuh yang sering terjadi anak autis, seperti gangguan pencernaan, alergi, daya tahan tubuh
yang rentan, dan keracunan logam berat. Gangguan-gangguan pada fungsi tubuh ini yang
kemudian akan mempengaruhi fungsi otak.
Diet yang sering dilakukan pada anak autis adalah GFCF (Glutein Free Casein Free).
Pada anak autis disarankan untuk tidak mengkonsumsi produk makanan yang berbahan dasar
gluten dan kasein (gluten adalah campuran protein yang terkandung pada gandum, sedangkan
kasein adalah protein susu). Jenis bahan tersebut mengandung protein tinggi dan tidak dapat
dicerna oleh usus menjadi asam amino tunggal sehingga pemecahan protein menjadi tidak
sempurna dan berakibat menjadi neurotoksin (racun bagi otak). Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan sejumlah fungsi otak yang berdampak pada menurunnya tingkat
kecerdasan anak.
Anak dengan autisme memang tidak disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar
gula tinggi. Hal ini berpengaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar dari mereka.

c. Terapi wicara
Umumnya hampir semua penyandang autisme mengalami keterlambatan bicara dan
kesulitan berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak
mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan
orang lain. Oleh karena itu, terapi wicara (speech therapy) pada penyandang autisme
merupakan suatu keharusan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan metode ABA
(Applied Behavior Analysis).
d. Terapi perilaku
Terapi ini bertujuan agar anak autis dapat mengurangi perilaku yang bersifat self-
maladaption (tantrum atau melukai diri sendiri) dan menggantinya dengan perilaku yang
dapat diterima oleh masyarakat. Terapi perilaku ini sangat penting untuk membantu anak ini
agar lebih bisa menyesuaikan diri didalam masyarakat.
e. Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak autis yang mempunyai perkembangan
motorik kurang baik yang dilakukan melalui gerakan-gerakan. Terapi okupasi ini dapat
membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan ototnya. Otot jari tangan
misalnya sangat penting dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan
semua hal yang membutuhkan ketrampilan otot jari tangannya seperti menunjuk, bersalaman,
memegang raket, memetik gitar, main piano, dan sebagainya.
f. Terapi sensori integrasi
Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk megolah dan mengartikan seluruh rangsang
yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respon yang
terarah. Terapi ini berguna untuk meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga
lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktifitas ini merangsang koneksi
sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian dapat bisa meningkatkan kapasitas untuk
belajar.

Verkarisyanti, G. A. 2008. Terapi Autis Paling Efektif dan Hemat: Untuk Autisme Hiperaktif
dan Retardasi Mental. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
Huzaemah. 2010. Kenali Autisme Sejak Dini. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dalam
”Konferensi Nasional Autisme-I” Jakarta. 2003.
Danuatmaja, Bobby. 2006. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara.

Вам также может понравиться