Вы находитесь на странице: 1из 4

Etika perawat bertemu pasien sakaratul maut

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah
memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis dan spiritual klien. Namun peran spiriritual
ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk
pasien terminal yang di diagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1997) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

Pasien terminal biasanya dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah kibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu
berada disamping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual kebutuhan spiritual
dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat
mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang kekal. Menurut konsep islam, fase
akhir tersebut sangat menentukan baikmatau tidaknya kematian seseorang dalam menuju
kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh ALLAH
SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan pasien dirumah sakit mutlak diperlukan. Perawat
hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir dari
kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali
disebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita
diajarkan doa untuk diiringkan dalam fase sakaratul maut.

Melihat betapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya-upaya
sebagai berikut :

1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut
perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam
keadaan berbaik sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist
qudsi, Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu
dengan sangkaaan yang baik . Selanjutnya Ibnu Abas berkata, Apabila kamu melihat
seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan
akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah
yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah
berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun
juga berada ditangannya.
2. Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah. Perawat muslim dalam mentalkinkan
kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat
pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir. Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan
gambaran ciri-ciri pokok klien terminal yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir,
yaitu penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada
anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki. Meskipun suhu tubuh pasien
biasanya tinggi ia terasa dingin dan lembab mulai pada kaki tangan dan ujung hidung,
kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
Terdengar suara ngorok disertai gejala nafas cyene stokes. Dengan menurunnya tekanan
darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi
hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang
menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah
menerima. Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi
kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar
diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien
dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang),
sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim,
Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah
karena sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya
maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu
ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab
berkata Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan
ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat
apa yang tidak bisa, kamu lihat .
3. berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Di samping
berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi
terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: Bila
kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang
baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri
orang yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena
sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang
baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien
merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya,
mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari
jasadnya.

Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien
dengan cara-cara,seperti ini:
1. Menalqin(menuntun) dengan syahadat
Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Talqinilah orang yang akan wafat di antara kalian dengan, “Laa illaaha illallah”.
Barangsiapa yang pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat, ‘Laa illaaha illallaah’,
maka ia akan masuk surga suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu
musibah yang akan menimpanya.” Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah
laaillallah dapat dilakukan pada pasien muslim menjelang ajalnya terutama saat pasien
akan melepaskan nafasnya yang terakhir sehingga diupayakan pasien meninggal dalam
keadaan husnul khatimah.
Ciri-ciri pokok pasien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir yaitu :
a. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada
anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang
terasa dingin dan lembab
b. Kulit Nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
c. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat
d. Terdengar suara mendengkur
e. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri
bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi
tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan
cemas Nampak lebih pasrah menerima.
2. Hendaklah mendoakannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali
kata-kata yang baik
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam terlah bersabda.
Artinya : “apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir
mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para
malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan”. Maka perawat harus berupaya
memberikan support mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan
selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua
matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3. Berbaik sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti didalam
hadits Bukhari “tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka
kepada Allah SWT”. Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa
yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti prasangka umatnya.
4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang
sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga
untuk membasahi bibirnya dengan kapas yang telah diberi air. Karena bisa saja
kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk
berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa
sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat
mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat (Al-Mughni : 2/450
milik Ibnu Qudamah).
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah
kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasullullah
Saw, hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shahih
melakukan hal tersebut. Para ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana
menghadap kiblat :
a. Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya
dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia
menghadap kearah kiblat.
b. Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke
kiblat. Dan Imam Syauki menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling
benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

Ref : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Prilaku Kesehaan, Jakarta: Rineka Cipta:
2010)

Вам также может понравиться