Вы находитесь на странице: 1из 16

Perbedaan dalam Budaya

Pendahuluan

Dengan pemahaman lintas budaya (cross-cultural literacy), kita berarti dapat


memahami tentang bagaimana perbedaan budaya antarnegara dan perbedaan budaya daerah
dapat memengaruhi cara bisnis beroperasi. Sekarang ini, ketika komunikasi dapat dengan
mudah dilakukan pada tingkat global, transportasi cepat dan padat, dan jangkauan pasar
mencakup di seluruh dunia, era desa global tampaknya hanya bagian kecil dari sistem ini dan
mudah bagi kita untuk melupakan bahwa kita sebenarnya kita berada dalam bermacam-
macam budaya yang berbeda.

Tema lain yang dikembangkan dalam bab ini adalah bahwa mungkin terdapat
hubungan antara budaya dan biaya dalam melakukan bisnis di suatu wilayah atau negara.
Perbedaan budaya sedikit banyak berpengaruh pada modus produksi kapitalis sehingga
berpengaruh dalam meningkatkan atau menurunkan biaya dalam melakukan bisnis. Sebagai
contoh beberapa pengamat berpendapat bahwa faktor budaya menurunkan biaya dalam
melakukan bisnis di Jepang dan membantu untuk menjelaskan peningkatan ekonomi Jepang
cepat selama 1960-an, 1970-an, dan 1980-an. Faktor budaya kadang-kadang dapat
meningkatkan biaya dalam melakukan bisnis.

Budaya tidak statis. Hal ini dapat berkembang, meskipun terjadi perdebatan tentang
seberapa jauh budaya dapat berubah. Aspek penting dari budaya Inggris yang telah berubah
secara signifikan selama 25 tahun terakhir ini tercermin pada perbedaan kelas sosial yang
lebih lemah dan tingkat perselisihan industrial yang lebih rendah. Antara 1995 dan 2005,
jumlah hari hilang rata-rata 28 hari setiap tahun per 1.000 pekerja akibat pemogokan di
Inggris, yang secara signifikan lebih rendah dari di Amerika Serikat (33 setiap tahun),
Irlandia (81), dan Kanada (168). Penting untuk dicatat bahwa perusahaan multinasional dapat
menjadi mesin perubahan budaya. Di Meksiko misalnya, Walmart telah membantu mengubah
budaya belanja bangsa itu, menarik mereka menjauh dari toko-toko lokal kecil dan menuju
swalayan berdiskon besar dan sekarang berharap dapat melakukan hal yang sama di Cina.
Apa itu Budaya?

Para ahli tidak pernah bisa bersepakat pada definisi sederhana budaya. pada 1870-an,
antropolog Edward Tylor mendefinisikan budaya sebagai "sesuatu yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan kemampuan lain yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Sejak itu ratusan definisi lain telah
ditawarkan. Geert Hofstede, seorang ahli perbedaan lintas-budaya dan manajemen,
mendefinisikan budaya sebagai “pemrograman kolektif pikiran yang membedakan anggota
satu kelompok manusia dari yang lain.... Budaya, dalam arti ini, termasuk sistem nilai, dan
nilai-nilai adalah salah satu blok bangunan budaya.” Definisi lain budaya berasal dari
sosiolog Zvi Namenwirth dan Robert Weber, yang melihat budaya sebagai sistem gagasan
dan mereka berpendapat bahwa ide-ide ini merupakan desain untuk hidup.

Di sini kita mengikuti definisi dari Hofstede dan Namenwirth serta Weber dengan
melihat budaya (culture) sebagai sistem nilai dan norma yang dianut bersama di antara
sekelompok orang dan bahwa ketika diambil bersama-sama merupakan desain untuk hidup.
Yang dimaksud dengan nilai (value), yaitu ide-ide abstrak tentang apa yang kelompok
percaya sebagai baik,benar, dan diinginkan. Dengan kata lain, nilai, yaitu asumsi bersama
tentang bagaimana hal-hal yang seharusnya. Kita memaknai norma (norm) sebagai aturan-
aturan sosial dan pedoman yang merumuskan perilaku yang tepat dalam situasi tertentu. Kita
akan menggunakan istilah masyarakat (society) untuk merujuk kepada sekelompok orang
yang berbagi seperangkat nilai dan norma. Sementara masyarakat mungkin setara dengan
negara, di beberapa negara dalam satu terdapat beberapa kelompok masyarakat (yaitu, negara
multikultur), dan terkadang satu masyarakat menempati lebih dari satu negara.

Nilai dan Norma

Nilai membentuk landasan budaya. Nilai menyediakan konteks di mana norma-norma


suatu masyarakat dibentuk dan dibenarkan. Nilai bisa jadi termasuk sikap masyarakat
terhadap konsep-konsep, seperti kebebasan individu, demokrasi, kebenaran, keadilan,
kejujuran, kesetiaan, kewajiban sosial, tanggung jawab bersama, peran perempuan, cinta,
seks, pernikahan, dan sebagainya. Nilai tidak hanya konsep-konsep abstrak; nilai ditanamkan
dengan makna emosional yang signifikan. Orang-orang berdebat, berkelahi, dan bahkan mati
memperjuangkan nilai-nilai mereka, salah satunya, yaitu kebebasan. Nilai juga sering
tercermin dalam sistem politik dan ekonomi suatu masyarakat.
Norma adalah aturan sosial yang mengatur tindakan orang-orang terhadap satu sama
lain. Norma dapat dibagi lebih lanjut menjadi dua kategori utama: folkways dan adat istiadat.
Folkways adalah konvensi yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya,
folkways adalah tindakan dengan signifikansi moral yang kecil. Meskipun folkways
menentukan bagaimana seseorang diharapkan untuk berperilaku, pelanggaran mereka
biasanya tidak menjadi masalah serius. Orang yang melanggar folkways dapat dianggap
sebagai eksentrik atau tidak sopan, tetapi mereka biasanya tidak dianggap sebagai orang
jahat.

Adat-istiadat (mores) adalah norma yang dipandang sebagai pusat fungsi masyarakat
dalam kehidupan sosialnya. Mereka memiliki signifikansi jauh lebih besar daripada folkways.
Melanggar adat-istiadat dapat membawa konsekuensi yang serius. Dalam banyak masyarakat,
adat-istiadat tertentu telah disahkan. Dengan demikian, semua masyarakat maju memiliki
hukum terhadap pencurian, incest, dan kanibalisme. Namun, ada juga banyak perbedaan
antara budaya. Di Amerika, misalnya, minum alkohol secara luas diterima, sedangkan di
Arab Saudi konsumsi alkohol dipandang sebagai melanggar adat-istiadat sosial yang penting
dan dihukum penjara (seperti yang ditemukan oleh beberapa warga Barat yang bekerja di
Arab Saudi).

Budaya, Masyarakat, dan Negara-Bangsa

Kami mendefinisikan masyarakat sebagai sekelompok orang yang memiliki


seperangkat nilai dan norma yang sama, yaitu, orang-orang yang terikat dengan kebudayaan
umum. Tidak ada korespondensi satu-satu yang ketat antara masyarakat dan negara-bangsa.
Negara-bangsa merupakan ciptaan politik. Suatu negara mungkin berisi masyarakat
berbudaya tunggal, mungkin pula berisi masyarakat berbagai budaya.

Di ujung lain dari skala adalah budaya yang menyatukan beberapa negara. Beberapa
akademisi berpendapat bahwa kita dapat menyebut suatu masyarakat menyandang budaya
Islam pada warga berbagai negara di Timur Tengah, Asia, dan sebagian Afrika. Seperti yang
telah kita bahas pada bab sebelumnya, pandangan Samuel Huntington tentang dunia yang
terpecah menjadi beberapa peradaban yang berbeda, termasuk Barat, Islam, dan Sinic (Cina).

Hal ini dapat menjadi lebih rumit karena juga memungkinkan bagi kita untuk
membahas tentang budaya pada tingkat yang berbeda. Hal ini masuk akal untuk berbicara
tentang “masyarakat Amerika” dan “budaya Amerika”, tetapi ada beberapa masyarakat di
Amerika, masing-masing dengan budayanya sendiri. Satu dapat berbicara tentang budaya
Afrika Amerika, budaya Cajun, budaya Amerika Cina, budaya Hispanik, budaya Indian,
budaya ambigu. Bahkan, jika suatu negara dicirikan memiliki budaya homogen, bisa jadi hal
tersebut merupakan kebudayaan nasional yang berupa sebuah mozaik subkultur.

Faktor-Faktor Penentu Budaya

Nilai-nilai dan norma-norma budaya tidak langsung muncul secara utuh. Mereka
adalah produk evolusi dari sejumlah faktor, termasuk filsafat politik dan ekonomi yang
berlaku, stuktur sosial masyarakat, dan agama yang dominan, bahasa, dan pendidikan. Rantai
sebab-akibat berpengaruh secara dua arah. Sementara faktor-faktor seperti struktur sosial dan
agama jelas memengaruhi nilai-nilai dan norma-norma masyarakat, nilai-nilai dan norma-
norma masyarakat juga dapat memengaruhi struktur sosial dan agama.

Struktur Sosial

Struktur sosial (social structure) masyarakat mengacu pada organisasi sosial dasar.
Meskipun struktur sosial terdiri atas berbagai aspek, terdapat dua dimensi yang sangat
penting ketika menjelaskan perbedaan antar budaya. Yang pertama adalah, sejauh mana
organisasi sosial mengutamakan eksistensi individu, sebagai lawan kelompok. Dimensi kedua
adalah sejauh mana masyarakat memberlakukan tingkatan lapisan masyarakat ke dalam kelas
sosial atau kasta. Terdapat beberapa masyarakat yang ditandai dengan tingkat stratifikasi
sosial yang relatif tinggi dan mobilitas antara strata yang relatif rendah, sedangkan
masyarakat lain ditandai oleh rendahnya stratifikasi sosial dan mobilitas yang tinggi antara
strata.

Individu dan Kelompok

Kelompok (group) adalah gabungan dua atau lebih individu yang memiliki kesamaan
identitas dan berinteraksi satu smaa lain dalam cara terstruktur atas dasar seperangkat harapan
tentang perilaku masing-masing individu. Kehidupan sosial manusia adalah kehidupan
kelompok. Individu terlibat dalam keluarga, kelompok kerja, kelompok sosial, kelompok
rekreasi, dan sebagainya. Namun, ketika kelompok ditemukan dalam seluruh masyarakat,
masing-masing masyarakat memiliki cara pandang berbeda terhadap sejauh mana suatu
kelompok dipandang sebagai sarana utama organisasi sosial. Dalam masyarakat tertentu,
atribut individu dan prestasi dipandang sebagai lebih penting daripada keanggotaan
kelompok. Dalam masyarakat lain, hal sebaliknya lah yang dianggap benar.

Individu adalah penyusun paling dasar dari suatu organisasi sosial. Hal ini tercermin
tidak hanya dalam organisasi politik dan ekonomi masyarakat, tetapi juga dalam cara orang
melihat dirinya sendiri dan berhubungan dengan orang lain dalam tatanan sosial maupun
bisnis. Sistem nilai dari banyak masyarakat Barat menekankan prestasi individu. Status sosial
individu tidak begitu banyak berfungsi. Di mana mereka bekerja begitu penting, akan tetapi
lebih dianggap penting tentang kinerja masing-masing individu, dalam pekerjaan apa pun
yang mereka pilih.

Penekanan pada kinerja individu di berbagai masyarakat Barat memiliki aspek


menguntungkan dan merugikan. Di Amerika Serikat, penekanan pada nilai kinerja individu
diekspresikan pada kekaguman atas individualisme dan kewirausahaan. Salah satu manfaat
dari hal ini adalah tingginya tingkat aktivitas kewirausahaan di Amerika Serikat dan di
masyarakat Barat lainnya. Produk baru dan cara baru melakukan bisnis (misalnya, komputer
pribadi, mesin fotokopi, perangkat lunak komputer, bioteknologi, supermarket, dan toko
diskon ritel) telah banyak diciptakan di Amerika Serikat melalui kewirausahaan individu.
Seseorang dapat berpendapat bahwa dinamika ekonomi AS berutang banyak pada filsafat
individualisme.

Berbeda dengan penekanan Barat pada individu, kelompok adalah unit utama dari
organisasi sosial di banyak masyarakat lain. Sebagai contoh, di Jepang, status sosial
seseorang ditentukan oleh posisi seseorang dalam kelompoknya, bukan dengan kinerja
individunya. Dalam masyarakat tradisional Jepang, kelompok itu berupa keluarga atau desa
di mana seseorang individu tinggal. Saat ini, sekelompok ini sering dihubungkan dengan tim
kerja atau organisasi bisnis di mana individu bekerja.

Stratifikasi Sosial

Semua masyarakat memiliki tingkatan yang hierarkis dalam kategori sosial, itulah
yang disebut sebagai strata sosial (social strata). Strata ini biasanya didefinisikan
berdasarkan pada karakteristik tertentu, seperti latar belakang keluarga, pekerjaan, dan
pendapatan. Individu dilahirkan dalam strata tertentu. Mereka menjadi anggota dari kategori
sosial yang dimiliki orang tua mereka. Individu lahir dalam strata puncak hierarki sosial
cenderung memiliki kesempatan hidup yang lebih baik daripada mereka yang lahir dalam
strata bagian bawah hierarki. Mereka cenderung memiliki pendidikan yang lebih baik,
kesehatan, standar hidup, dan kesempatan kerja. Meskipun setiap masyarakat memiliki
stratifikasi dalam derajat tertentu, stratifikasi tiap masyarakat berbeda dalam dua hal.
Pertama, perbedaan yang berkaitan dengan tingkat mobilitas antarstratasosial. Kedua,
perbedaan yang berhubungan dengan pentingnya tingkat strata sosial dalam konteks bisnis.

Mobilitas sosial (social mobility) merujuk pada sejauh mana individu dapat
berpindah dari strata mana mereka dilahirkan. Mobilitas sosial bervariasi dari masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lain. Sistem stratifikasi yang paling kkau adalah sistem
kasta. Sistem kasta (caste system) adalah sistem stratifikasi di mana posisi sosial ditentukan
oleh keluarga di mana seseorang lahir dan perubahan tingkatan itu biasanya tidak mungkin
dilakukan sepanjang hidupnya.

Sistem kelas (class system) sosial merupakan bentuk dari stratifikasi sosial yang tidak
terlalu kaku di mana mobilitas sosial dimungkinkan. Ini adalah bentuk stratifikasi terbuka di
mana posisi sosial seseorang yang diperoleh melakui kelahiran dapat diubah melakui prestasi
atau keberuntungannya sendiri. Individu yang lahir di kelas bagian bawah hierarki dapat
berusaha untuk bergerak naik, sebaliknya, individu yang lahir ke dalam kelas di bagian atas
hierarki dapat turun ke strata sosial yang lebih rendah.

Signifikansi, dari perspektif bisnis, stratifikasi masyarakat adalah signifikan jika


memengaruhi pengoperasian organisasi bisnis. Di negara seperti Inggris, bagaimanapunm
relatif kurangnya mobilitas kelas dan perbedaan antarkelas telah mengakibatkan munculnya
kesadaran kelas. Kesadaran kelas (class consciousness) mengacu pada suatu kondisi di
mana orang cenderung menganggap diri mereka seperti latar belakang kelas mereka, dan hal
ini membentuk pola hubungan mereka dengan anggota kelas lain.

Kesadaran kelas telah diterapkan dalam masyarakat Inggris dalam permusuhan


tradisional antara manajer kelas menengah atas dan karyawan kelas pekerja mereka.
Hubungan yang saling antagonis dan kurangnya rasa hormat secara historis membuat
pencapaian yang sulit antara manajemen, dan tenaga kerja untuk bekerja sama pada berbagai
perusahaan di Inggris dan mengakibatkan tingkat perselisihan industrial yang relatif tinggi.
Namun, seperti disebutkan sebelumnya, dalam dua dekade terakhir telah terjadi penurunan
dramatis dalam perselisihan industrial, yang mendasari argumen orang-orang yang
mengklaim bahwa negara ini bergerak menuju masyarakat tanpa kelas (tingkat perselisihan
industrial di Inggris Raya kini lebih rendah dari di Amerika Serikat). Atau, seperti disebutkan
di atas, kesadaran kelas mungkin kembali muncul di perkotaan Cina, dan pada akhirnya
mungkin memiliki pengaruh signifikan di sana.

Hubungan antagonis antara manajemen dan kelas pekerja, yang menghasilkan


kurangnya kerja sama dan gangguan industri yang tinggi, cenderung meningkatkan biaya
produksi perusahaan yang beroperasi di negara-negara yang memiliki pembagian kelas yang
signifikan. Pada gilirannya, biaya yang lebih tinggi dapat membuat situai menjadi lebih sulit
bagi perusahaan yang berbasis di negara-negara tersebut untuk membangun keunggulan
kompetitif dalam ekonomi global.

Sistem Agama dan Etis

Agama (religion) dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan dan ritual
yang diakui bersama yang berkaitan dengan sesuatu yang dianggap suci. Sistem etis (ethical
system) mengacu pada seperangkat prinsip moral atau nilai-nilai, yang digunakan untuk
memandu dan membentuk perilaku seseorang. Sebagian besar sistem etis di dunia adalah
produk dari agama. Dengan demikian, kita dapat berbicara tentang etika Kristen dan etika
Islam. Namun, terdapat Konfusianisme dan Konfusianis memengaruhi bentuk perilaku dan
budaya di sebagian wilayah Asia, namun tidak benar untuk menggolongkan Konfusianisme
sebagai agama.

Hubungan antaragama, etika, dan masyarakat adalah halus dan kompleks. Di antara
ribuan agama di dunia hari ini, terdapat empat agama yang mendominasi berdasarkan pada
jumlah penganutnya: Kristen dengan 1,7 miliar pemeluk, Islam dengan sekitar 1 miliar
pengikut, Hindu dengan 750 juta pengikut (termasuk di India), dan Buddha dengan 350 juta
pengikut. Meskipun banyak agama-agama lain memiliki pengaruh penting di bagian-bagian
tertentu di dunia modern (misalnya, Yudaisme, yang memiliki 18 juta pengikut), jumlah
mereka sedikit dibandingkan dengan agama-agama yang dominan (Namun, sebagai cikal
bakal, baik Kristen maupun Islam, Yudaisme memiliki pengaruh tidak langsung yang
melampaui jumlahnya). Kami akan meninjau empat agama, bersama dengan Konfusianisme,
dengan pembahasan yang berfokus pada implikasi bisnis mereka. Beberapa akademisi
berpendapat bahwa implikasi bisnis yang paling penting dari agama adalah berpusat pada
sejauh mana agama yang berbeda membentuk sikap terhadap pekerjaan dan kewirausahaan
serta sejauh mana etika agama memengaruhi biaya melakukan bisnis di suatu negara.
Kekristenan

Kristen adalah agama yang paling banyak penganutnya di dunia. Sekitar 20 persen
dari penduduk dunia mengakui diri mereka sebagai orang kristen. Sebagian besar orang
Kristen tinggal di Eropa dan Amerika, meskipun jumlah mereka berkembang pesat di Afrika.
Kekristenan tumbuh dari Yudaisme. Seperti Yudaisme, agama tersebut adalah agama
monoteisme (monoteisme adalah keyakinan akan satu Tuhan). Sebuah divisi agama pada
Abad ke-11 menyebabkan terbentuknya dua organisasi Kristen utama – Gereja Katolik Roma
dan Gereja Ortodoks. Hari ini, Gereja Katolik Roma memiliki pengikut lebih dari setengah
dari semua orang Kristen, yang kebanyakan ditemukan di Eropa Selatan dan Amerika Latin.
Gereja Ortodoks, sementara kurang berpengaruh, namun masih sangat penting di beberapa
negara (misalnya, Yunani dan Rusia). Pada Abad ke-16, Reformasi kembali menyebabkan
perpecahan dengan Roma, hasilnya adalah Protestan. Sifat Protestan yang nonkonformis telah
memfasilitasi munculnya berbagai denominasi di bawah naungan Protestan (misalnya,
Baptis, Methodist, dan Calvinis).

Implikasi Ekonomi Kristen: Etika Kerja Protestan; sebagian sosiolog berpendapat bahwa
dari ketiga cabang utama agama Kristen-Katolik, Ortodoks, dan Protestan- yang terakhir lah
yang memiliki implikasi ekonomi yang paling penting. Pada 1904, seorang sosiolog Jerman,
Max Weber, membuat hubungan antara etika Protestan dan “semangat kapitalisme” yang
kemudian dengan cepat menjadi terkenal.

Weber berteori bahwa ada hubungan antara Protestan dan munculnya kapitalisme
modern. Dia beragumen bahwa etika Protestan menekankan pentingnya kerja keras dan
penciptaan kekayaan (untuk kemuliaan Tuhan) dan berhemat (berpantang dari kesenangan
duniawi). Menurut Weber, jenis sistem nilai tersebut diperlukan untuk memfasilitasi
perkembangan keyakinan asketis mereka menyarankan bahwa daripada mengonsumsi
kekayaan ini dengan menuruti kesenangan duniawi, mereka harus berinvestasi dalam
pengembangan kapitalisme. Dengan demikian, kombinasi dari kerja keras dan akumulasi
modal, yang dapat digunakan untuk membiayai investasi dan ekspansi, membuka jalan bagi
perkembangan kapitalisme di Eropa Barat dan kemudian di Amerika Serikat. Sebaliknya,
Weber berpendapat bahwa janji Katolik keselamatan di akhirat, bukan di dunia ini, tidak
mendorong etos kerja yang sama.
Islam

Dengan sekitar 1 miliar pemeluk, islam adalah agama terbesar kedua di dunia. Sejarah
perkembangan Islam dimulai pada 610 Masehi ketika Nabi Muhammad saw. Mulai
menyebarkan seruan, meskipun kalender Islam dimulai pada 622 M, ketika Muhammad
meninggalkan Mekah untuk menghindari oposisi tumbuh di sana menuju perkampungan
oasis Yatsrib, yang kini dikenal sebagai Madinah. Penganut Islam disebut sebagai Muslim.
Muslim merupakan mayoritas di lebih dari 35 negara di dunia dan menghuni wilayah yang
terbentang dari pantai barat laut Afrika, melalui Timur Tengah, ke Cina, dan Malaysia di
Timur Jauh.

Islam memiliki akar di dua agama, Yudaisme dan Kristen (Islam memandang Yesus
Kristus sebagai salah satu nabi Tuhan). Seperti Kristen dan Yahudi, Islam adalah agama
monoteisme. Prinsip utama Islam adalah bahwa hanya ada satu Tuhan yang benar. Tuhan
Yang Maha Kuasa. Islam mewajibkan penerimaan tanpa syarat dari keunikan, kekuatan, dan
kuasa Tuhan serta pemahaman bahwa tujuan hidup adalah untuk memenuhi perintah dari
kehendak-Nya dengan harapan masuk ke surga. Menurut Islam, keuntungan duniawi dan
kekuasaan yang sementara adalah ilusi. Mereka yang mengejar kekayaan di bumi dapat
mereka peroleh, tetapi mereka yang menahan diri dari ambisi duniawi untuk mencari nikmat
Allah Swt. Mungkin mendapatkan balasan yang lebih besar – masuk ke surga. Prinsip utama
Islam lainnya termasuk (1) menghormati dan menghargai orang tua, (2) menghormati hak-
hak orang lain, (3) menjadi murah hati, tetapi tidak menjadi pemboros, (4) menghindari
pembunuhan, kecuali dengan penyebab yang dibenarkan, (5) tidak melakukan perzinahan, (6)
berurusan secara adil dan merata dengan orang lain, (7) menjaga kemurnian hati dan pikiran,
(8) menjaga harta anak yatim, dan (9) berperilaku rendah hati dan bersahaja. Terdapat
kesejajaran yang jelas dengan prinsip-prinsip utama dari kedua agama, Yudaisme dan
Kristen.

Islam adalah jalan hidup yang mengatur semua bidang kehidupan seorang Muslim
secara menyeluruh. Sebagai wakil Tuhan di dunia ini, seorang muslim bukanlah individu
yang benar-benar bebas, akan tetapi dibatasi oleh prinsip agama – oleh kode etik untuk
hubungan antarpribadi – dalam kegiatan sosial dan ekonomi. Agama adalah yang terpenting
dalam semua bidang kehidupan. Kehidupan Muslim dalam struktur sosial dibentuk oleh nilai-
nilai dan norma-norma perilaku moral yang islami. Ritual alamiah kehidupan sehari-hari di
negara Muslim mengejutkan bagi pengunjung Barat. Antara lain, ritual Muslim ortodoks
membutuhkan beribadah lima kali sehari (pertemuan bisnis dapat ditunda ketika peserta
Muslim melaksanakan ritual doa harian mereka), menyatakan bahwa perempuan harus
berpakaian dengan cara tertentu, dan melarang konsumsi daging babi serta alkohol.

Fundamentalisme Islam; dalam tiga dekade teakhir, kita telah menyaksikan pertumbuhan
gerakan sosial. Di dunia Barat, fundamentalisme Islam dikaitkan oleh media dengan militan,
teroris, dan gejolak kekerasan, seperti konflik berdarah yang terjadi di Aljazair, yang
membunuh turis asing di Mesir serta serangan di World Trade Center dan Pentagon di
Amerika Serikat pada 11 September 2001.

Implikasi Ekonomi Islam; Alquran menetapkan beberapa prinsip ekonomi eksplisit, banyak
yang properusahaan bebas. Alquran menyatakan setuju terhadap kebebasan berusaha dan
mendapatkan keuntungan yang sah melalui perdagangan (Nabi Muhammad saw pernah
menjadi pedagang). Perlindungan terhadap hak milik pribadi juga terdapat dalam Islam,
meskipun Islam menegaskan bahwa semua properti adalah nikmat dari Allah Swt. (Tuhan),
yang menciptakan dan sehingga memiliki segalanya.

Hinduisme

Hindu memiliki sekitar 750 juta pengikut, sebagian besar dari mereka bertempat
tinggal di anak benua India. Hinduisme bermula di Lembah Indus di India lebih dari 4.000
tahun yang lalu sehingga dapat dikatakan sebagai agama besar tertua di dunia. Tidak seperti
Kristen dan Islam, pendiriannya tidak terkait dengan orang tertentu.

Implikasi Ekonomi Hindu; Max Weber, seseorang yang terkenal karena menguraikan pada
etos kerja Protestan, juga berpendapat bahwa prinsip asketis yang tertanam dalam agama
Hindu tidak mendorong jenis aktivitas kewirausahaan dalam mengejar penciptaan kekayaan
yang kita temukan dalam Protestanisme.

Buddha

Buddhisme didirikan di India pada Abad ke-6 SM oleh Siddhartha Gautama, seorang
pangeran India yang meninggalkan kekayaannya untuk mengejar gaya hidup asketis dan
kesempurnaan spiritual. Siddhartha mencapai nirwana, tetapi memutuskan untuk tetap berada
di bumi untuk mengajarkan pengikutnya bagaimana mereka juga dapat mencapai keadaan
pencerahan spiritual ini.
Implikasi Ekonomi Buddhisme; penekanan pada penciptaan kekayaan yang tertanam di
Protestan tidak ditemukan dalam Buddhisme. Masyarakat Buddhis belum menempatkan jenis
penekanan sejarah dan budaya yang sama pada perilaku kewirausahaan seperti yang
dinyatakan Weber dapat ditemukan pada Protestan Barat.

Konfusianisme

Konfusianisme didirikan pada Abad ke-5 SM oleh K’ung-Fu-tzu, lebih dikenal


sebagai Konfusius. Selama lebih dari 2.000 tahun sampai revolusi Komunis 1949,
Konfusianisme adalah sistem etis resmi Cinta. Sementara ketaatan etika Konfusian telah
melemah di Cina sejak 1949, lebih dari 200 juta orang masih mengikuti ajaran Konfusius.
Terutama di Cina, Korea, dan Jepang.

Implikasi Ekonomu Konfusianisme; beberapa akademisi berpendapat bahwa


Konfusianisme mungkin memiliki implikasi ekonomi yang dalam seperti pendapat Weber
tentang Protestan, meskipun mereka memiliki sifat yang berbeda. Dalam pemikiran
konfusianisme, loyalitas seseorang kepada atasan dianggap sebagai suatu tugas sakral –
kewajiban mutlak.

Bahasa

Salah satu hal yang jelas berbeda di berbagai negara adalah bahasa. Yang dimaksud
dengan bahasa berarti sarana komunikasi yang berbentuk verbal maupun nonverbal. Bahasa
adalah salah satu karakteristik yang mendefinisikan budaya.

Bahasa Verbal

Fungsi bahasa tidak lebih dari sekedar untuk memungkinkan orang berkomunikasi
satu sama lain. Sifat bahasa juga memengaruhi cara kita memandang dunia. Bahasa
masyarakat dapat mengarahkan perhatian anggotanya bagi fitur tertentu di dunia
dibandingkan dengan bahasa yang lain. Karena bahasa membentuk cara orang memandang
dunia, bahasa juga dapat membantu mendefinisikan budaya. Negara dengan lebih dari satu
bahasa sering memiliki lebih dari satu kebudayaan.

Bahasa Tidak Terucap

Bahasa yang tidak terucap mengacu pada komunikasi nonverbal. Kita semua saling
berkomunikasi dengan isyarat nonverbal. Kenaikan alis, misalnya, adalah tanda pengakuan
dalam kebanyakan budaya, sementara senyum adalah tanda sukacita. Bagaimanapun juga,
banyak isyarat nonverbal yang terikat secara kultural. Kegagalan untuk memahami isyarat
nonverbal dari budaya lain dapat menyebabkan kegagalan komunikasi. Aspek lain dari
komunikasi nonverbal adalah ruang pribadi, yang merupakan ukuran jarak yang nyaman
antara anda dan orang yang sedang anda ajak berbicara.

Pendidikan

Pendidikan formal memainkan peran penting dalam masyarakat. Pendidikan formal


adalah media melalui mana individu belajar banyak bahasa, konsep, dan keterampilan
matematika yang sangat diperlukan dalam masyarakat modern. Pendidikan formal juga
menggantikan peran keluarga dalam menyosialisasikan nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat ke dalam diri anak muda. Nilai-nilai dan norma-norma diajarkan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sekolah umumnya mengajarkan fakta-fakta dasar tentang
sifat sosial dan politik masyarakat. Mereka juga fokus pada kewajiban dan kewarganegaraan.
Norma budaya juga diajarkan langsung di sekolah. Menghormati orang lain, ketaatan kepada
otoritas, kejujuran, kerapian, tepat waktu, dan sebagainya adalah bagian dari “kurikulum
tersembunyi” sekolah. Penggunaan sistem penilaian juga mengajarkan anak-anak nilai
prestasi pribadi dan persaingan.

Kebudayaan dan Tempat Kerja

Penting bagi bisnis internasional yang beroperasi di negara yang berbeda untuk
mempertimbangkan bagaimana budaya masyarakat memengaruhi nilai-nilai yang ditemukan
di tempat kerja. Studi yang paling terkenal bagaimana budaya berkaitan dengan nilai-nilai di
tempat kerja dilakukan oleh Geert Hofstede. Isolasi empat dimensi yangdilakukan Hofstede
yang merangkum perbedaan lintas budaya memiliki dimensi-dimensi – jarak kekuasaan,
penghindaran ketidakpastian, individualisme versus kolektivisme, dan maskulinitas versus
feminitas.

Dimensi jarak kekuasaan (power distance) menurut Hofstede, budaya jarak


kekuasaan tinggi ditemukan di negara-negara yang membiarkan kesenjangan tumbuh dari
waktu ke waktu menjadi ketidaksetaraan kekuasaan dan keayaan. Budaya jarak kekuasaan
rendah ditemukan dalam masyarakat yang mencoba mengecilkan kesenjangan sebanyak
mungkin.
Dimensi penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance) menurut Hofstede,
anggota budaya penghindaran ketidakpastian tinggi menempatkan premi pada keamanan
kerja, pola karier, tunjangan pensiun, dan sebagainya. Mereka juga memiliki kebutuhan yang
kuat atas peraturan dan regulasi; manajer diharapkan untuk mengeluarkan instruksi yang
jelas, dan inisiatif bawahan yang dikontrol ketat. Budaya penghindaran ketidakpastian yang
rendah ditandai dengan kesiapan yang lebih besar untuk mengambil resiko dan sedikit
resistensi emosional untuk berubah.

Dimensi individualisme versus kolektivisme (individualism versus collectivism)


memfokuskan pada hubungan antara individu dan rekan-rekannya. Dalam masyarakat
individualitis, hubungan antara individu longgar dan prestasi serta kebebasan individu sangat
dihargai. Dalam masyarakat di mana kolektivisme ditekankan, hubungan antarindividu ketat.
Dalam masyarakat seperti itu, orang-orang dilahirkan dalam kelompok kolektif, seperti
keluarga besar dan semua yang seharusnya menjaga kepentingan kolektifnya.

Dimensi maskulinitasa versus feminitas (masculinity versus feminity) Hofstede


mengamati hubungan antara gender dan peran kerja. Dalam budaya maskulin, peran seks
dibedakan secara tajam dan tradisional berdasarkan pada “nilai-nilai maskulin”, seperti
prestasi dan pelaksanaan kekuasaan yang efektif, penetapan budaya ideal. Dalam budaya
feminim, peran seks kurang tajam dibedakan, dan sedikit diferensiasi antara laki-laki dan
perempuan dalam pekerjaan yang sama.

Hofstede kemudian memperluas penelitian awalnya untuk menyertakan dimensi


kelima yang ia temukan dalam perbedaan budaya yang belum diteliti dalam pekerjaan
sebelumnya. Ia mengacu pada dimensi ini sebagai “dinamisme Konfusianisme” (kadang-
kadang disebut sebagai orientasi jangka panjang). Menurut Hostede, dinamisme
Konfusianis (Confucian dynamism) melingkupi sikap terhadap waktu, ketekunan,
memerintah menggunakan status, menyelamatkan muka, menghormati tradisi, dan saling
memberi hadiah dan bantuan.

Perubahan Budaya

Budaya tidak konstan melainkan berkembang dari wkatu ke waktu. Perubahan sistem
nilai bisa lambat dan menyakitkan bagi suatu masyarakat. Sebagai contoh, pada 1960 nilai-
nilai Amerika terhadap peran perempuan, cinta, seks, dan pernikahan mengalami perubahan
yang signifikan. Banyak gejolak sosial saat itu yang mencerminkan perubahan ini.
Bagaimanapun juga, perubahan benar-benar terjadi dan berdampak sangat besar.

Budaya masyarakat juga dapat berubah karena mereka menjadi kaya karena kemajuan
ekonomi memengaruhi sejumlah faktor lain, yang pada gilirannya memengaruhi budaya.
Misalnya, peningkatan urbanisasi dan peningkatan kualitas serta ketersediaan pendidikan
yang keduanya merupakan fungsi dari kemajuan ekonomi, dan keduanya dapat menyebabkan
penurunan penekanan pada nilai-nilai tradisional yang terkait dengan masyarakat pedesaan
yang miskin.

Ketika negara menjadi semakin kaya, terjadi pergeseran nilai-nilai dari “tradisional”
menuju “sekuler rasional”, dan dari nilai-nilai “bertahan hidup” menujuk “kesejahteraan”.
Pergeseran ini, bagaimanapun, membutuhkan waktu, terutama karena individu
disosialisasikan ke satu set nilai ketika mereka masih muda dan sulit untuk mengubahnya
setelah mereka tumbuh dewasa. Perubahan substansial dalam nilai-nilai terkait dengan
generasi, dengan orang-orang yang lebih muda biasanya berada di garda depan dalam
perubahan nilai yang signifikan.

Berkenaan dengan gloalisasi, ada yang berpendapat bahwa kemajuan dalam teknologi
transportasi dan komunikasi, peningkatan dramatis dalam perdagangan yang kita saksikan
sejak Perang Dunia II, dan munculnya perusahaan-perusahaan global, seperti Hitachi, Disney,
Microsoft, dan Levi Strauss, di mana produk dan lokasi operasinya dapat ditemukan di
seluruh dunia, menciptakan kondisi penggabungan budaya.

Pemahaman Lintas Budaya

Salah satu bahaya terbesar yang dihadapi perusahaan yang pergi keluar negeri untuk
pertama kalinya adalah bahaya yang timbul karena kurangnya informasi. Untuk mengatasi
budaya kurangnya informasi, perusahaan internasional harus mempertimbangkan untuk
memperkerjakan warga lokal yang dapat membantu mereka menyesuaikan bisnis dengan
budaya setempat.

Contoh sederhana yang menggambarkan betapa pentingnya keaksaraan lintas budaya.


Antropolog Edward T. Hall telah menggambarkan bagaimana orang Amerika, yang
cenderung bersifat tidak formal, bereaksi keras ketika dikoreksi atau ditegur di depan publik.
Hal ini dapat menyebabkan masalah di Jerman, di mana kecenderungan budaya untuk
mengoreksi orang asing dapat mengejutkan dan menyinggung kebanyakan orang Amerika.

Budaya dan Keunggulan Kompetitif

Satu tema yang terus mengemuka pada bab ini adalah hubungan antara budaya
dengan keunggulan kompetitif nasional. Sederhananya, sistem nilai dan norma-norma suatu
negara memengaruhi biaya melakukan bisnis di negara itu. Biaya melakukan bisnis di suatu
negara memengaruhi kemampuan perusahaan untuk membangun keunggulan kompetitif di
pasar global. Kita telah melihat bagaimana sikap terhadap kerja sama antara manajemen dan
karyawan, pekerjaan, dan pembayaran bunga dipengaruhi oleh struktur sosial dan agama. Hal
ini dapat dikatakan bahwa ketika konflik berbasis kelas antara pekerja dan manajemen dalam
masyarakat yang berkesadaran kelas dapat menyebabkan gangguan industri sehingga
meningkatkan biaya dalam melakukan bisnis di masyarakat tersebut.

Untuk bisnis internasional, hubungan antara budaya dan keunggulan kompetitif


adalah penting untuk dua alasan. Pertama, hubungan tersebut menunjukkan bahwa negara
cenderung menghasilkan pesaing paling layak. Misalnya, seseorang mungkin berpendapat
bahwa perusahaan AS kemungkinan akan terus-menerus menghadapi pesaing yang agresif
dan efisien biaya dan negara-negara Lingkar Pasifik di mana kombinasi ekonomi pasar bebas,
ideologi Konfusianis, struktur sosial yang berorientasi kelompok, dan sistem pendidikan yang
maju tersedia (misalnya, Korea Selatan, Taiwan. Jepang, dan Cina)

Kedua, hubungan antara budaya dan keunggulan kompetitif memiliki implikasi


penting bagi pemilihan negara untuk menempatkan fasilitas produksi dan melakukan bisnis.
pertimbangkan kasus hipotetis di mana perusahaan harus memilih antara dua negara, A dan B
untuk mencari fasilitas produksi. Kedua negara dicirikan oleh biaya tenaga kerja yang rendah
dan akses yang baik ke pasar dunia. Kedua negara kira-kira memiliki ukuran yang sama
(dalam hal populasi) dan keduanya berada pada tahap pembangunan ekonomi yang serupa.
Di negara A, sistem pendidikan tidak berkembang, masyarakat ditandai dengan stratifikasi
ketat antara kelas atas dan bawah, dan ada enam kelompok bahasa utama di negara tersebut
Di negara B, sistem pendidikan dikembangkan dengan baik, stratifikasi sosial yang kurang,
identifikasi kelompok dinilai positif oleh budaya, dan hanya ada satu kelompok linguistik.
Negara mana yang akan menjadi lokasi investasi terbaik?
Kemungkinan besar Negara B. Di negara A, konflik antara manajemen dan tenaga
kerja serta antarkelompok bahasa yang berbeda, dapat mengakibatkan terganggunya
ketentraman sosial dan pertumbuhan industri sehingga meningkatkan biaya melakukan bisnis.
Kurangnya sistem pendidikan yang baik juga dapat menghambat pencapaian baik juga tujuan
bisnis.

Jenis perbandingan yang sama bisa dibuat untuk menentukan lokasi penjualan produk
dari perusahaan internasional, negara A atau B. Sekali lagi, negara B akan manjadi pilihan
logis karena faktor budaya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, negara B adalah
bangsa yang paling mungkin untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar.

Akan tetapi, sepenting apa pun budaya, faktor tersebut mungkin kurang penting
daripada sistem ekonomi, politik dan hukum dalam menjelaskan perbedaan purtumbuhan
ekonomi antarnegara. Perbedaan budaya memiliki pengaruh yang signifikan, tetapi kita tidak
boleh terlalu menekankan pentingnya budaya dalam bidang ekonomi. Misalnya, sebelumnya
kami mencatat bahwa Max Weber berpendapat bahwa prinsip asketis tertanam dalan agama
Hindu akan menghambat aktivitas kewirausahaan. Walaupun ini merupakan tesis akademis
yang menarik, beberapa tahun terakhir kita melihat peningkatan aktivitas kewirausahaan di
India, terutama dalam sektor teknologi informasi di mana perusahaan dari India telah menjadi
pemain pasar global yang penting. Prinsip-prinsip pertapa Hindu dan berbasis kasta
stratifikasi sosial rupanva tidak menghambat aktivitas kewirausahaan dalam sektor ini.

Вам также может понравиться