Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH:
K012171064
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan hidayaNyalah sehingga tugas makalah mata kuliah toksikologi industri yang
berjudul toksikologi pada kulit, dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, begitu banyak hambatan yang di hadapi
penulis. Tapi berkat bimbingan dan bantuan serta dorongan motivasi dari berbagai
pihak, semua kendala-kendala dan hambatan yang dihadapi penulis dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberi manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 7
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 8
A. Definisi Toksikologi .................................................................................................. 8
B. Fisioogi Kulit ............................................................................................................. 8
C. Penyerapan Toksikan-Toksikan melalui Kulit......................................................... 10
D. Efek Toksik pada Kulit ............................................................................................ 13
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 20
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di
Indonesia semakin berkembang pesat juga. Adanya perkembangan industri
yang semakin pesat maka tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa tersebut
akan menimbulkan dampak bagi kelangsungan hidup manusia, baik dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang dapat dirasakan adalah
kondisi negara yang mengalami kemajuan dan dapat bersaing dengan negara
lain, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat serta penyediaan lapangan
pekejaan, sedangkan dampak negatif yang dapat dirasakan yakni terjadinya
polusi udara akibat dari asap pabrik/hasil produksi industri, kondisi
lingkungan yang tercemar, limbah dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan para pekerja. Kondisi kesehatan yang baik
merupakan potensi untuk meraih produktivitas yang baik pula. Sebaliknya
keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja tidak atau
kurang produktif dalam melaksanakan pekerjaannya.
Setiap pekerjaan tidak lepas dari penyakit akibat kerja. International
Labour Organization (ILO) pada tahun 2014 juga memaparkan bahwa
kesehatan kerja baru-baru ini menjadi prioritas yang jauh lebih tinggi,
mengingat bukti meningkatnya kerugian dan penderitaan yang sangat besar
akibat penyakit akibat kerja dan kesehatan yang buruk di berbagai sektor
pekerjaan yang berbeda. Meskipun diperkirakan bahwa penyakit fatal
menyumbang sekitar 85 persen dari semua kematian terkait pekerjaan, lebih
dari setengah dari semua negara tidak menyediakan statistik resmi untuk
penyakit akibat kerja.
Penyakit akibat kerja menimbulkan penyakit tidak menular yang
menyumbangkan banyak permasalahan pada kesehatan pekerja. Pada World
Health Statictics (2017), dipaparkan bahwa health worker merupakan salah
satu dari bagian indikator yang ingin dicapai oleh SDG’s (Suistanable
4
Development Goals) di tahun 2030, dimana pada WHS 2017 ini dijelaskan
bahwa pekerja harus terlindungi dari kondisi yang berbahaya, yang tidak
aman dan yang tidak sehat di lingkungan kerjanya (WHS, 2017).
Kondisi-kondisi berbahaya yang berada di lingkungan kerja perlu
diperhatikan dengan baik oleh pekerja, salah satunya ketika berhadapan
dengan bahan-bahan kimia berbahaya maupun beracun. Apabila zat kimia
dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang
berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi
tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan
oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut,
kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme
dan bentuk efek yang ditimbulkan.
Dalam perkembangan beradaban modern, masyarakat menuntut
perbaikan kondisi kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan bergizi,
mutu kesehatan yang tinggi, pakaian, dan sportasi. Untuk memenuhi tujuan
ini, berbagai jenis bahan kimia harus diproduksi dan digunakan, banyak
diantaranya dalam jumlah besar. Diperkirakan berribu-ribu bahan kimia telah
diproduksi secara komersial baik di negara-negara industri maupun di negara
berkembang. Melalui berbagai cara bahan kimia ini kontak dengan penduduk,
dari terlibatnya manusia pada proses produksi, distribusi ke konsumen,
hingga terakhir pada tingkat pemakai.
Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson
sangat ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya). Artinya
kehadiran suatu zat yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum
tentu menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida rumah tangga (DDT)
dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi
manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan bagi
serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita
terpejan oleh DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui
bahwa sifat DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil,
5
akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke dalam tubuh dalam waktu
relatif lama. Karena sifat fisiko kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan
terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga
apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek
toksik. Efek atau kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik
yang bersifat kronis.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI NO.KEP.187/MEN/1999 telah
memaparkan tentang pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
Kegiatan industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan, mengangkut,
dan mempergunakan bahan-bahan kimia berbahaya akan terus meningkat
sejalan dengan perkembangan pembangunan sehingga berpotensi untuk
menimbulkan bahaya besar bagi industri, tenaga kerja, lingkungan maupun
sumber daya lainnya.
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan
kimia dan kulit adalah lapisan luar dari tubuh.kulit memiliki struktur berlapis.
Seperti kebanyakan organ, struktur kulit relatif rumit. Penderitaan kulit yang
paling umum akibat paparan zat-zat beracun adalah kanker kulit dan kondisi
kulit yang umum dari paparan kerja adalah dermatitis kontak, ditandai dengan
umumnya gatal, dan permukaan kulit kadang-kadang menyakitkan. Kulit
menderita dermatitis kontak menunjukkan beberapa gejala.Salah satunya
adalah eritema, atau kemerahan. Untuk menghindari toksikologi pada
kulit.maka kita di anjurkan untuk tidak terlalu sering terpapar zat zat beracun.
Disamping itu bila bekerja di daerah zat beracun hendaknya memakai alat
pelindung diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani Armin, dkk, dengan tujuan
untuk mengetahui penetapan kadar merkuri dalam krim pemutih kosmetika
herbal menggunakan spektrofotometri serapan atom, dimana dari hasil
analisis kualitatif menunjukkan bahwa semua sampel mengandung merkuri.
Kadar merkuri pada sampel 1, 2, 3 berturut-turut adalah sebesar 0,56%;
0,28% dan 0,45 %. Kadar Hg pada sampel tersebut melanggar Peraturan
Menkes RI No.376/MenKes/Per/VIII/1990 dan PerMenKes RI
6
No.445/MenKes/Per/V/1998 yang isinya melarang penggunaan merkuri
dalam sediaan kosmetika. Hal tersebut dapat berefek pada pengguna
kosmetik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan toksikologi?
2. Bagaimana fisiologi kulit?
3. Bagaimana penyerapan toksikan-toksikan melalui kulit?
4. Bagaimana efek dari toksik pada kulit?
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Toksikologi
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan
sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik)
berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system biologik lainnya.
Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan
efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk (Aisyah,
2013).
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan
kimia. Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada
organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi
substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga
mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja
kimia yang merugikan terhadap organisme (Aisyah, 2013).
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk
mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain.
Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang
dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut
berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut
telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan
penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai
kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi (Aisyah, 2013).
B. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar, yang mempunyai
fungsi-fungsi antara lain:
1. Perlindungan tubuh terhadap cedera, panas dan sinar radiasi.
2. Membantu menetrasi agen kimia tubuh.
8
3. Perlindungan terhadap invasi mikroorganisme.
4. Mempertahankan suhu tubuh.
5. Menghilangkan bahan-bahan yang membahayakan yang dihasilkan dari
aktivitas metabolisme.
6. Merupakan organ sensor luar yang mempunyai beberapa jenis sensor.
9
(luka), namun tidak jarang tokson dapat juga terabsorpsi dari permukaan kulit
menuju sistem sistemik.
10
kulit. Secara lebih khusus rintangan itu adalah stratum Corneum-membran
multiselluler, kohesif dan tipis yang terdiri dari lapisan permukaan yang mati
dari kulit. Penelaahan telah menunjukkan bahwa stratum corneum dilengkapi
lagi sekitar setiap dua minggu pada orang dewasa.
Proses yang rumit ini secara garis besar meliputi DEHYDRASI dan
POLIMERISASI dari bahan-bahan intraselluler, yang akhirnya menghasilkan
satu lapisan sel yang kering, yang secara biologis inaktif, dan berisi keratin.
Dalam peristiwa keratinisasi ini, dinding-dinding sel menebal dua kali
dikarenakan penglihatan atau pendepositoan bahan-bahan yang tahan secara
kimia. Jadi, terjadi satu perubahan keadaan fisik jaringan tersebut dan satu
perubahan yang sejalan dalam ke diffusiannya, yakni satu transformasi dari
satu medium cair berair ke satu membran keratin yang setengah padat dan
kering ditandai oleh kemampuan berdiffusi yang sangat rendah.
Zat-zat yang polar terlihat berdiffusi melalui permukaan luar dari
stratum corneum yang terhidrasi yang terdiri dari serabut-serabut protein
sedangkan molekul-molekul nonpolar melarut dan berdiffusi melalui matrix
lipid yang tak berair diantara serabut-serabut protein (Blank dan Scheuplein
1969). Kecepatan diffusi toksikan-toksikan non polar dihubungkan ke
kelarutannya dalam lemak dan berhubungan secara terbalik ke berat molekul.
Dalam Startum Corneum manusia disana ada perbedaan bermakna di dalam
struktur dan Sifat kimia dari satu daerah tubuh ke yang lain dan ini
dipantulkan dalam permeabilitas kulit tersebut. Kulit dari daerah-daerah
tubuh telapak kaki dan telapak tangan sangat berbeda dari yang didaerah-
daerah lain, lapisan tanduk dari telapak tangan dan telapak kaki disesuaikan
untuk mendukung berat dan geekan dan lapisan bertanduk yang berbentuk
membran dari permukaan tubuh yang tersisa disesuaikan untuk kelenturan
ketidak permeabilitasan dan perbedaan perabaan halus. Sementara Stratum
Corneum adalah jauh lebih tebal pada telapak tangan dan kaki (di daerah-
daerah yang mati adalah 400 sampai 600 mikro meter) dari pada lengan,
punggung, kaki-kaki dan perut (8-15 mikro meter)., dia memiliki diffusifitas
lebih banyak persatuan ketebalan. Permeabilitas kulit tergantung atas
11
keduanya, DIFFUSIFITAS stratum corneum dan KETETEBALAN nya. Jadi
toksikan-toksikan siap menembus scrotum karena dia sangat tipis dan
memiliki diffusifitas tinggi; toksikan-toksikan menembus kulit perut kurang
cepat karena dia lebih tebal dan Diffusifitasnya kurang; dan toksikan-toksikan
cukup sulit menembus telapak kaki karena dia memilikisatu jarak yang besar
untuk diseberangi meskipun dia menunjukkan diffusifitas yang terbesar.
Fase Kedua dari penyerapan melalui kulit adalah DIFFUSI mengenai
toksikan melalui dermis, yang adalah jauh dibawah stratum corneum sebagai
satu perintang diffusi. Dalam perbandingan ke stratum corneum, dermis
mengandung satu medium diffusi berair, tidak pemilih, dan berpori.
Toksikan-toksikan menembus daerah ini oleh diffusi sederhana kedalam
sirkulasi sistemik, yang tergantung atas aliran darah effektif, gerakan cairan
intersisial. Limfatik dn mungkin faktor-faktor lain seperti gabungan dengan
pembangunpembangun dermal.
Absorpsi toksikan-toksikan melalui kulit berubah dibawah sejumlah
keadaan-keadaan. Karena stratum corneum memainkan satu peran yang kritis
didalam penentuan permeabilitas kulit, pelecetan atau penyingkiran dari
lapisan ini menyebabkan satu kenaikan mendadak dalam permeabilitas kulit
untuk semua jenis-jenis molekul, besar atau kecil. Larut dalam lemak dan
larut dalam air. Agent-agent yang melukai seperti asam-asam, basa, gas-gas
mustard akan merusak perintang dan menaikkan permeabilitas. Air
memegang suatu peran yang sangat penting dalam permeabilitas kulit. Di
bawah keadaan-keadaan normal Stratum Corneum itu selalu sebagian di
hidrasi. Kulit secara normal mengandung sekitar 90 gram air pergram
jaringan kering. Air yang banyak ini menaikkan permeabilitas Stratum
Corneum kira-kira sepuluh kali lipat melebihi ketika dia sungguh-sungguh
kering.
Atas penambahan hubungan dengan air, Stratum Corneum dapat
bertambah secara maksimal beratnya dari ikatan yang sangat erat dengan air 3
– 5 kali lipat yang menghasilkan permebilitas naik 2-3 kali lipat. Pemahaman-
pemahaman atas penyerapan-penyerapan kulit dari toksikan selalu
12
menggunakan metode DRAIZE dan kawan-kawan (1944) dimana sekeliling
binatang itu dibungkus dengan plastik dan zat kimia diletakkan diantara
plastik dan kulit. Ini membasahi stratum Corneum dan memperkuat
penyerapan toksikan.
Berbagai-bagai pelarut-pelarut seperti DMSO (Dimetil sulfoxida
juga dapat mempermudah penembusan dari toksikan-toksikan melalui kulit.
DMSO meningkatkan permeabilitas stratum CORNEUM. Sedikit informasi
yang diperoleh mengenai mekanisme peningkatan permeabilitas oleh DMSO
ini. Bagaimanapun, telah disarankan bahwa DMSO :
1) Banyak menyingkirkan bagian lipid dari stratum corneum yang membuat
lubang-lubang atau shunt-shunt buatan dalam membran.
2) Menghasilkan perubahan-perubahan gambaran yang reversible dalam
struktur protein oleh substitusi molekul-molekul air yang tak terpisahkan.
3) Fungsi-fungsi sebagai suatu agent yang menggembungkan.
13
Penderitaan kulit yang paling umum akibat paparan zat-zat beracun
dan yang paling kondisi kulit yang umum dari paparan kerja adalah dermatitis
dan pengerasan dapat terjadi, kondisi klinis dikenal sebagai indurasi. Terik,
cairan di antara sel-sel kulit. Ada dua kategori umum dermatitis kontak :
disebabkan oleh kontak dengan zat korosif yang menunjukkan ekstrim pH,
melarutkan lipid kulit. Dalam kasus ekstrim paparan, sel-sel kulit yang rusak
dan hasil bekas luka permanen. Kondisi ini dikenal sebagai luka bakar kimia.
atau asam nitrat pekat, yang denatures kulit protein, dapat menyebabkan luka
bakar kimia yang buruk. Tindakan oksidan yang kuat dari 30 % hidrogen
peroksida juga menyebabkan luka bakar kimia. Bahan kimia lain yang
menyebabkan luka bakar kimia termasuk amonia, kapur (CaO), klorin, etilen
putih, fenol, hidroksida logam alkali (NaOH, KOH), dan toluene diisosianat.
14
Dermatitisoccurs kontak alergi ketika individu menjadi peka terhadap bahan
tertunda yang terjadi satu atau dua hari setelah paparan, dan sering hanya
Secara harfiah puluhan zat telah terlibat sebagai agen penyebab dermatitis
tipe I yang dihasilkan sangat cepat dari paparan racun yang subjek telah
menjadi peka. Hal ini ditandai dengan rilis histamin dari jenis sel darah putih.
urtikaria disertai dengan gatal parah. Dalam kasus yang parah, seperti terjadi
15
pada beberapa orang sebagai hasil dari sengatan lebah atau tawon, urtikaria
radiasi, terutama sinar matahari dan radiasi ultraviolet di daerah UVB dari
290 sampai 320 nm. Karena radiasi UVB adalah jauh lebih efektif dalam
menyebabkan gejala fototoksik dari baik radiasi ( 320-400 nm) UVA atau
cahaya tampak (400-700 nm), referensi akan dibuat untuk itu dalam diskusi
dalam kulit adalah molekul DNA, yang dapat dimodifikasi dengan menyerap
energi foton. Juga menjabat sebagai kromofor dalam kulit asam amino dan
bahan yang dikeluarkan oleh pemecahan protein, termasuk triptofan dan asam
amino tirosin, yang secara efektif menyerap UVB dan melindungi orang dari
efek sinar matahari. Tingkat melanin berbeda dalam masyarakat, yang tinggi
pada individu darkerskinned dan sangat rendah pada mereka dengan kulit
Efek akut yang paling umum dari paparan dosis beracun UVB
fotooksidasi pada kulit. Karena zat dirilis dari sel kulit terpapar UVB yang
perasaan sakit, dapat menyebabkan juga. Gejala kronis paparan UVB yang
16
berlebihan termasuk perubahan pigmentasi, seperti bintik-bintik, dan
kerusakan kulit umum dan kerutan. Perhatian terbesar adalah potensi untuk
membentuk lesi kanker. Ini termasuk baik basal dan karsinoma sel skuamosa.
mereka mencapai keadaan tereksitasi bila terkena cahaya 400 sampai 410 nm
wilayah UVA dari 320 hingga 400 nm, memerah dan mengembangkan lepuh
fototoksik yang menghasilkan reaksi seperti itu yang mana seorang individu
baik secara langsung terkena pada kulit atau sistemik. Senyawa ini menyerap
17
merusak dan radikal bebas. Banyak spesies kimia, termasuk furocoumarins,
fototoksik.
sensitisasi dengan bahan kimia. Kondisi ini diamati pada pertengahan 1900-
Cacat pada pigmen kulit dapat terjadi karena terpapar bahan kimia.
pada permukaan kulit, dapat disebabkan oleh paparan bahan kimia. Jenis
yang paling menonjol dari induksi kimia jerawat adalah chlor acne, yang
18
Selain lesi pada wajah, dalam kasus yang parah chloracne ditandai
dengan kista dan lainnya manifestasi dari jerawat pada bahu, punggung, dan
seperti bedak atau silika ke dalam kulit dapat menyebabkan kondisi ini.
Dalam beberapa kasus, hal itu terjadi sebagai respons terhadap paparan
oleh aksi toxicants dan menjadi terpisah dari dermis. Kondisi ini sangat
DNA kulit dari sinar matahari adalah penyebab paling umum dari kanker
kanker dan yang menekan respon imun yang biasanya mencegah replikasi
kanker kulit adalah polisiklik aromatik hidrokarbon dari sumber seperti tar
dengan DNA untuk memulai kanker. Arsenik dalam air minum telah
didirikan sebagai penyebab lesi prakanker, disebut keratosis arsenik, dan sel
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai
kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik)
berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system biologik
lainnya..
2. Eksposisi (pemajanan) yang paling mudah dan paling lazim terhadap
manusia atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti misalnya
kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, cemaran lingkungan, atau
cemaran industri di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak
sengaja pada kulit. Pemajanan kulit terhadap tokson sering
mengakibatkan berbagai lesi (luka), namun tidak jarang tokson dapat
juga terabsorpsi dari permukaan kulit menuju sistem sistemik.
3. Beberapa zat kimia dapat diserap oleh kulit dalam jumlah-jumlah yang
cukup untuk menghasilkan efek-efek sistemik. Untuk contoh, gas-gas
saraf seperti SARIN siap diserap oleh kulit yang utuh. Juga carbon tetra
chlorida dapat diserap oleh kulit untuk menghasilkan kerusakan liver,
dan beragam insektisidainsektisida telah menghasilkan kematian pekerja-
pekerja perkebunan sesudah penyerapan melalui kulit yang utuh.
4. Penderitaan kulit yang paling umum akibat paparan zat-zat beracun dan
yang paling kondisi kulit yang umum dari paparan kerja adalah
dermatitis kontak, ditandai dengan umumnya jengkel, gatal, dan
permukaan kulit kadang-kadang menyakitkan. Efek akut yang paling
umum dari paparan dosis beracun UVB adalah eritema, umumnya
dikenal sebagai sunburn, hasil dari proses fotooksidasi pada kulit. Cacat
pada pigmen kulit dapat terjadi karena terpapar bahan kimia. Jerawat,
ditandai dengan letusan kulit umumnya dikenal sebagai komedo atau
whiteheads ditambah berbagai pustula, kista, dan lubang-lubang pada
permukaan kulit, dapat disebabkan oleh paparan bahan kimia.
20