Вы находитесь на странице: 1из 10

EPUASAN KONSUMEN PADA PELAYANAN RUMAH SAKIT

jurnal metode riset (setelah uts)

Latar Belakang Masalah


Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Azwar (1996), pelayanan kesehatan yang
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang
sesuai dengan tingkat kepuasan ratarata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standart dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Paradigma lama telah bergeser menjadi paradigma baru yang ditandai dengan
pengelolaan suatu organisasi yang menerapkan pola manajemen kualitas mutu dan pelayanan
yang handal dalam menghadapi persaingan dan dinamika kerja yang mengglobal, tak terkecuali
pada sektor kesehatan. Kepuasan pasien menja ukur tingkat kualitas pelayanan kesehatan. Selain
itu, kepuasan pasien merupakan satu elemen yang penting dalam mengevaluasi kualitas layanan
dengan mengukur sejauh mana respon pasien setelah menerima jasa. Perbaikan kualitas jasa
pelayanan kesehatan dapat dimulai dengan mengevaluasi setiap unsur-unsur yang berperan
dalam membentuk kepuasan pasien. Sistem kepedulian kesehatan dapat diperbaiki melalui jalur
klinis, layanan, termasuk perspektif pasien seperti seberapa baik jasa pelayanan kesehatan yang
mereka butuhkan.
Secara konseptual, kepuasan didefinisikan sebagai suatu reaksi konsumen terhadap
pelayanan yang diterima dan ditinjau berdasarkan pengalaman yang dialami. Selain itu, kepuasan
juga mempertimbangkan tentang apa yang dirasakan oleh pasien. Konsumen akan memberikan
penilaian tentang suatu fitur layanan yang diberikan dengan menyediakan sesuatu yang
menyenangkan mulai dari level yang paling bawah hingga yang paling atas.
Bendall-Lyon (2004) mengevalusi struktur dan komponen kepuasan pasien terhadap
pelayanan di rumah sakit. Mereka mendefinisikan struktur pelayanan sebagai lingkungan
dan fasilitas secara fisik dimana pelayanan tersebut diberikan. Kepuasan ditunjukkan oleh sikap
pasien setelah menerima pelayanan medis dari pihak rumah sakit. Jika pasien merasa pelayanan
yang diberikan sesuai dengan harapannya, maka biasanya akan memberitahukan sistem
pelayanan yang diperoleh ke orang lain yang dikenalinya. Kepuasan pasien direlasikan sebagai
bentuk kepuasan secara menyeluruh dengan tujuan untuk merekomendasikan rumah sakit
tersebut kepada orang lain.

Masalah dan Tujuan

Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumusakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara untuk selalu menjaga kepercayaan konsumen dengan meningkatkan pelayanan
agar kepuasan konsumennya meningkat,
2 Bagaimana menjalin hubungan dan melakukan penelitian terhadap mereka perlu dilakukan agar
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan

Tujuan
ada analisis penelitian ini yang menjadi tujuan dari penulis adalahmemperkirakan
keinginan dan harapan konsumen agar pelayanan yang disediakan bisa memberikan kepuasan
optimal,dan
Memperkirakan dengan pelayanan seperti apa agar konsumen menjadi puas.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 TEORI
. Variabel bebas: X1 (kualitas pelayanan medis),
pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta
diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat
konsumen. Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:
Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan
dan ramah.
2. X2 (kualitas pelayanan paramedis)
Paramedis bertugas mempersiapkan perawatan gawat darurat segera, krisis intervensi,
stabilisasi penyelamatan hidup, dan mengangkut pasien yang sakit atau terluka ke fasilitas
perawatan gawat darurat dan bedah seperti rumah sakit dan pusat trauma bila
memungkinkan.
3. X3 (kualitas pelayanan penunjang medis)
4. Variabel terikat: Y (kepuasan konsumen)
Tanggapan atas pelayanan konsumen karena mampu memenuhi kebutuhan konsumen
lebih dari yang diharapkan atau yang diinginkan

2.2 PENELITIAN TERDAHULU


1. Penelitian oleh Lien Nurwita mengenai ahun 2007, Analisis Kepuasan Pasien Terhadap
Pelayanan RS Mitra Internasional yang bertujuan Untuk mengetahui bagaimana pelayanan yang
diberikan RS Mitra Internasional. Dan Apakah konsumen/pasien puas terhadap pelayanan yang
diberikan RS Mitra Internasional. Data yang didapat berdasarkan kuesioner, diambil dari
(Johanes Suprapto) yang dibagikan terhadap 50 responden.
2. Penelitian oleh Mudabbir tahun 2008, analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan
pada RS Pelni Petamburan, yang bertujuan Untuk mengetahui apakah konsumen atau pasien
merasa puas terhadap kinerja pelayanan yang telah diberikan oleh pihak RS PELNI
Petamburan,data yang di dapa berdasarkan dengan menggunakan kuesioner yang berisi 20
pertanyaan dengan memberikan pertanyaan kepada pasien yang datang ke RS Petamburan
dengan sample 50 responden.

2.3 HIPOTESIS
H1 : Ada pengaruh signifikan antara kualitas pelayanan medis terhadap kepuasan konsumen
di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten.
H2 : Ada pengaruh signifikan antara kualitas pelayanan paramedis terhadap kepuasan
konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten.
H3 : Ada pengaruh signifikan antara kualitas pelayanan penunjang medis terhadap kepuasan
konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer dan data sekunder:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan
kuisioner.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara,
data yang diperoleh dari buku-buku, internet, artikel, dokumen lain yang dibutuhkan.

3.2 Variabel

. 1. Variabel bebas: X1 (kualitas pelayanan medis),


pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta
diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat
konsumen. Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut:
Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan
dan ramah.
2. X2 (kualitas pelayanan paramedis)
Paramedis bertugas mempersiapkan perawatan gawat darurat segera, krisis intervensi,
stabilisasi penyelamatan hidup, dan mengangkut pasien yang sakit atau terluka ke fasilitas
perawatan gawat darurat dan bedah seperti rumah sakit dan pusat trauma bila
memungkinkan.
3. X3 (kualitas pelayanan penunjang medis)
4. Variabel terikat: Y (kepuasan konsumen)
Tanggapan atas pelayanan konsumen karena mampu memenuhi kebutuhan konsumen
lebih dari yang diharapkan atau yang diinginkan

3.3 Tahapan

Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum sebuah
tulisan dapat dikatakan sebagai penelitian:
1. Menentukan tema
2. Menentukan latar belakang masalah
3. Menentukan masalah dan tujuan
4. Mencari teori yang berkaitan dengan penelitian
5. Menentukan hipotesis dan variabel
6. Mementukan data dan sumber data yang digunakan
7. Menentukan metode penelitian
8. Melakukan pengambilan data
9. Mengumpulkan hasil penelitian
10. Menganalisi hasil penelitian
11. Memberikan kesimpulan terhadap hasil penelitian

3.4 Model Penelitian


Metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan uji reliabilitas kuesioner. Tahap
selanjutnya, data kuesioner dianalisis dengan regresi berganda melalui uji statistik deskriptif, uji-
t, uji ketepatan model, dan uji asumsi klasik. Susunan model empiriknya adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + K

Keterangan :
Y = kepuasan konsumen;
a = konstanta;
b1 = koefisien X1
b2 = koefisien X2
b3 = koefisien X3
X1 = kualitas pelayanan medis
X2 = kualitas pelayanan paramedis
X3 = kualitas pelayanan penunjang medis
K = residual

3.4.1 POPULASI
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas
dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. (Sugiyono). Dalam penelitian ini
dan yang menjadi populasi adalah orang yang dijumpai saatdatang di rumah sakit Islam
Manisrenggo, Klaten.

3.4.2 SAMPEL
engertian Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, Masalah sampel dalam suatu
penelitian timbul disebabkan oleh hal berikut:Penelitian bermaksud mereduksi objek
penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian
saja dari populasi,.Penenlitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil penelitiannya
dalam arti mengenakan kesimpulan-kesimpulan kepada objek, gejala, atau kejadian yang
luas,dan sampelnya adalah pasien yang menggunakan jasa rumah sakit.

3.5 PENGAMBILAN INSTRUMEN PENELITIAN


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat yang berupa instrumen
penelitian.Instrumen tersebut mencakup seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu,kualitas pelayanan medis, kualitas pelayanan paramedis, kualitas pelayanan penunjang
medisVariabel terikat, kepuasan konsumen.

Definisi
Pelayanan menurut Lovelock[1] didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang menciptakan
dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan
tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa
tersebut. Sedangkan pengertian pelayanan menurut Kotler[2] yaitu setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Jadi pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat
bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama
penerima. Sehingga pelayanan itu sendiri memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam
hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan.
Christian Gronroos[3] mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas
pelayanan, yaitu :
1. Menjaga dan memperhatikan , bahwa pelanggan akan merasakan karyawan dan sistem
opersional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka.
2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk menyelesaikan masalah
pelanggan.
3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki
kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang
diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personel yang dapat
menyiapkan usah-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.

Menurut Tjiptono[4], ada 4 karakteristik pokok pelayanan (jasa) yang membedakannya


dengan barang , yaitu :
1. Intangibility : tidak ada bentuk fisiknya sehingga tidak dapat dilihat, oleh karena itu pemasar
menggunakan sejumlah alat untuk membuktikan kualitas pelayanan (jasa) yang ditawarkan.
2. Inseparability : pelayanan (jasa) yang dijual tidak terpisahkan dari orang yang memasarkan.
Pelayanan (jasa) diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Service provider
(penyedia jasa) dan customer (pelanggan) akan bertemu secara langsung maupun tidak langsung
sehingga hal ini mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa) dan karena itu pula tidak dapat
distandarisasi.
3. Variability : pelayanan (jasa) yang beragam sangat tergantung siapa yang menyajikan, oleh
karena itu untuk dapat mengendalikan kualitas, PLN melakukan seleksi yang ketat dan pelatihan
yang tersistem bagi SDMnya, menstandarisasi proses kinerja pelayanan (jasa) di seluruh internal
PLN, memonitor kepuasan pelanggan melalui survei atau kotak saran.
4. Perishability : Karena sifatnya yang tidak dapat disimpan, maka PLN harus mampu menjaga
kontinuitas pasokan listrik .

Menurut Zeitham1 dan Bitner[5], Kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Dengan demikian ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa),
yaitu : expected service dan perceived Service.Apabila pelayanan (jasa) yang diterima atau
dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas
pelayanan (jasa) dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan (jasa) yang diterima
melampaui harapan pelanggan,maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan sebagai kualitas
yang ideal.Sebaliknya jika pelayanan (jasa) yang di terima lebih rendah daripada yang di
harapkan, maka kualitas pelayanan (jasa) dipersepsikan buruk.Maka, baik tidaknya kualitas
pelayanan (jasa) tergantung pada penyedia pelayanan (jasa) dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pelanggan (jasa) yang di
kembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman[6] meliputi
10 dimensi, yaitu :
1. Tangibles ; keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir, fasilitas gedung, tata
letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik, peralatan dan perlengkapan modern.
2. Reliability ; mencakup 2 hal pokok,yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk
dipercaya (dependability).Hal ini berarti perusahaan memberikan pelayanan (jasa) nya secara
tepat sejak saat pertama (right in the firts time).Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang
bersangkutan memenuhi janjinya.
3. Responsiveness ; pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat keikutsertaan /keterlibatan
dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu dengan segera memecahkan masalah.
4. Competence ; pelayanan yang baik harus di dasarkan kepada kecakapan/keterampilan yang
tinggi.
5. Access ; meliputi memberikan/menyediakan keinginan pelanggan dan pelayanan yang mudah
dihubungi.
6. Courtesy ; pelayanan yang baik harus disertai dengan sikap keramahan, kesopanan kepada
pihak yang dilayani.
7. Communication ; pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan berkomunikasi
yang baik dengan pihak yang di layani.
8. Credibility ; pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan yang tinggi kepada
pihak yang di layani.
9. Security ; pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak yang di layani dan
membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan pelanggan.
10. Understanding The Customer ; pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan
menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan pihak yang dilayani.

Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan (jasa) dikelompokkan
ke dalam 5 dimensi oleh Parasuraman et.all[7] ,yaitu :
1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu : sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan di gunakan
perusahaan dalam upaya memenuhi kepuasan pelanggan,seperti gedung kantor, peralatan kantor,
penampilan karyawan dan lain lain.
2. Kendala (Reliability), yaitu : kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai
dengan yang di harapkan, seperti kemampuan dalam menempati janji, kemampuan memecahkan
masalah dan kemampuan untuk meminimumkan kesalahan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau mendengarkan dan merespon
pelanggan dalam upaya memuaskan pelanggan, misalnya : mampu memberikan informasi secara
benar dan tepat, tidak menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan
segera.
4. Jaminan (Assurance), yaitu :kemampuan karyawan dalam menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan pelanggan melalui pengetahuan,kesopanan serta menghargai perasaan pelanggan.
5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu : kemampuan atau kesediaan karyawan memberikan
perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah, memahami kebutuhan dan peduli kepada
pelanggannya.

Dalam 5 dimensi kualitas pelayanan yang baru ini, dimensi Competence,Credibility dan
Security dikelompokkan ke dalam dimensi Assurance, sedangkan dimensi
Access,Courtesy,Communication dan Understanding dikelompokkan ke dalam dimensi Emphaty.
Sedangkan Zeithaml[8] menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berfokus terhadap evaluasi
yang mencerminkan persepsi pelanggan dari dimensi yang spesifik tentang pelayanan. Dan juga
bahwa kualitas pelayanan merupakan komponen daripada kepuasan pelanggan. Dalam hal ini
bahwa kualitas pelayanan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan,
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Schiffman dan Kanuk[9] menjelaskan bahwa pelayanan merupakan suatu hal yang penting,
sebab peningkatan daripada pelayanan itu sendiri dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan
pada waktu yang bersamaan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan
Rangkuti[10] menandaskan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan kepuasan pelanggan. Lebih lanjut Handi Irawan[11] menjelaskan bahwa kualitas
pelayanan merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kepuasan pelanggan.
Jadi dari beberapa teori yang ada kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan.Teori ini digunakan dalam penelitian
karena mampu mengakomodasi dan mewakili obyek-obyek kualitas produk dan kualitas
pelayanan dari produk yang di teliti.Pada pengembangan selanjutnya,dimensi tersebut diangkat
menjadi variabel dimana dari variabel-variabel ini kemudian diurai menjadi dimensi-dimensi dan
indikator-indikatornya.

Kualitas Layanan Menurut Harapan Pelanggan (Customer Expectation)


Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian harapan pelanggan, terlebih dahulu penulis
mengemukakan definisi tentang pelanggan, dimana yang dimaksud dengan pelanggan menurut
Francis Buttle[12] dalam konteks bisnis ke bisnis (B2B), adalah sebuah organisasi perusahaan
atau sebuah institusi, sedangkan pelanggan dalam konteks bisnis ke konsumen (B2C) adalah
konsumen akhir, yakni seorang individu atau sebuah keluarga. Kualitas layanan harus dimulai
dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada harapan pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra
kualitas yang baik bukan berdasarkan sudut pandang produsen, melainkan berdasarkan sudut
pandang harapan pelanggan. Lebih lanjut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner[13]
mendefinisikan harapan pelanggan sebagai berikut ” Customer expectations are the standards of
or reference points for performance againts which service experiences are compared and are
often formulated in terms of what customer believes should or will happen”. Artinya adalah
bahwa harapan pelanggan merupakan standar acuan yang menjadi petunjuk bagi pelanggan
sebelum membeli suatu produk dalam menilai kinerja produk tersebut.
Menurut Valarie A.Zeithaml dan Mary Jo Bitner[14], ada 2 level dari harapan pelanggan, yaitu :
1. Desired service
Suatu level yang merupakan harapan dari pelanggan mengenai pelayanan yang mereka inginkan.
Level ini merupakan perpaduan antara kepercayaan tentang ”yang diterima” (can be) dan ”yang
seharusnya diterima”(should be).
2. Adequate service
Suatu tingkatan dimana pelanggan akan menerima pelayanan. Dan juga pada level ini merupakan
kemampuan dari pihak manajemen untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dalam
tingkatan ini pelanggan akan mendapatkan pelayanan yang cukup.

Вам также может понравиться