Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat
menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Diperkirakan sekitar
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa. Hasil ini
ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. 1
Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB
dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 – 1991 tercatat peningkatan
jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan
7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.2

Annual Risk Infection ditahun 1980 – 1985 dinegara-negara Asia Tenggara


diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000
penduduk.3 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000 penduduk, dengan rata-
rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. 4

Menurut Global TB – WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia
dengan terdapat 4,5 juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50%
kasusnya di 6 negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina.
Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India
dan Cina.5

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit


tuberkulosis paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang
dapat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering
tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis
paru merupakan penyakit paru yang besar (great imitator).5

Pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan jangka
pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh dan
mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam
pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan
etambutol.6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular dan


disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat
menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meningen, tulang, dan nodus limfe.

2.2 Anatomi Paru

Paru-paru adalah organ yang sangat lunak, elastis, ringan, dan dapat terapung di dalam air.
Paru-paru berjumlah sepasang yang mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-paru kiri lebih
kecil dibandingkan paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri memiliki lekukan
untuk memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan oleh bronkus dan
trakea.

Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus medialis, dan lobus
inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki dua fisura
yaitu fisura oblique (interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).
Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Tiap-tiap lobus terdiri atas
bagian yang lebih kecil yang disebut segmen.

Paru-paru diselimuti oleh selaput yang disebut pleura . Selaput ini berfungsi untuk
mengurangi gesekan saat melakukan inspirasi (menghirup napas) maupun ekspirasi
(menghembuskan napas). Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis.

Masing-masing bagian paru-paru memiliki 10 segmen. Paru-paru kiri memiliki 5


segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kanan
memiliki 5 segmen pada lobus superior, 2 segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen terbagi menjadi beberapa lobulus. Masing-masing lobulus
dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening, dan jaringan saraf.
Tiap-tiap lobulus terdapat bronkiolus yang memiliki banyak cabang. Cabang tersebut disebut
2
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus dengan diameter antara 0,2
hingga 0,3 mm.

Di dalam paru-paru terdapat ribuan bronkiolus dan jutaan alveolus. Alveoli merupakan
gelembung udara tempat terjadinya pertukaran gas dengan pembuluh darah. Dinding alveolus
terdiri dari jaringan epitel dan endotel. Jumlah total alveolus di kedua paru-paru sekitar 700
juta atau masing-masing 350 juta. Alveolus dan bronkiolus dapat diisi 3,5 liter udara.

Letak Paru-Paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum) dan dilindungi oleh costae. Rongga
dada dan rongga perut dibatasi oleh suatu sekat yang disebut diafragma. Paru-paru terletak di
atas jantung dan hati (liver). Paru-paru berada di dalam pleura yang merupakan lapisan
pelindung paru-paru.

Bagian-Bagian Paru-Paru

Gambar 2.1anatomi paru-paru manusia .

1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan
suara.

3
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya terdiri
dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan cincin tulang
rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah percabangan
kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon dioksida
dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen dari
paru-paru menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida untuk
bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.

2.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak


berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4
mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-
waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel
yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut
dengan larutan asam–alkohol.

4
Gambar 2.2

Mycobacterium tuberculosis

2.4 Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia


ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai “ Global Emergency” . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil
Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per
100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 penduduk.9

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.9

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat

5
TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.9

2.5 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.6 Patogenesis

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis
non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah

6
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks


primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik


kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang

7
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi.
Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB
tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata


akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya

8
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread


dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan
granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic


spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran
vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah.
Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi
primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada
remaja dan dewasa muda.

9
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB
tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1
tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah
infeksi primer.1

Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread).


Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang
baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis regional
(3).

10
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami
infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.

4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui
proses

reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh
kuman TB dari luar (eksogen).

Gambar Patogenesis Tuberkulosis

2.8 Manifestasi Klinis

Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan


bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara keduanya.Faktor kuman
bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya, sedangkan faktor penjamu bergantung pada
usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi.2

11
Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu. Tanda dan
gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan sedangkan pada kelompok
dengan rentang umur diantaranya menunjukkan clinically silent dissease.3

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa manifestasi sistemik yang
dapat dialami anak yaitu:3

1. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat disertai
keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi. Temuan demam pada pasien TB
berkisar antara 40-80% kasus.
2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan.
3. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan adekuat (failure to thrive).
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel.
5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi pada anak
bukan merupakan gejala utama.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
7. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah).

Perjalanan alamiah

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ.3

12
Gambar Kalender perjalanan penyakit TB primer3

Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada
tahap ini.8
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6
bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura
terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada
tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal
biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar
manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan
90% kematian karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.3

2.9 Diagnosis

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum


atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah
kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi
kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA

13
baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml
dahak.

Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun


batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang
diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis
adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.

Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan
karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang
mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit
TB.

Selain itu, manifestasi klinis TB sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor
yaitu jumlah kuman, virulensi kuman dan daya tahan tubuh host. Manifestasi klinis TB
dibagi 2 yaitu manifestasi klinis dan manifestasi spesifik organ. Yang termasuk manifestasi
klinis antara lain; 1) deman lebih dari 2 minggu dengan penyebab yang tidak jelas yang dapat
disertai keringat malam hari, 2) nafsu makan tidak ada (anoreksia) yang dapat disertai
penurunan berat badan, 3) batuk lama lebih dari 3 minggu, 4) malaise dan 5) diare persisten
yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Sedangkan yang termasuk manifestasi
spesifik organ antara lain; 1) TB kelenjar superfisial yang paling banyak mengenai kelenjar
kolli, 2) Tuberkulosis otak dan saraf (menigitis Tb dan tuberkuloma), 3) tuberkulosis skeletal
(spondilitis, gonisitis), 4) tuberkulosis kulit (skrodulodermal).

Kesulitan dalam mendiagnosis TB anak karena gejalanya tidak khas, dibuatlah sistem
skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pembobotan
tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif, karena
berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di sekitarnya.

14
Berikut tabel sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+)


keluarga,
Jelas
BTA (-),
tidak
tahu/tidak
jelas

Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥10


mm, atau ≥5
mm pada
keadaan
imunosupresi)

Berat badan/keadaan gizi - BB/TB Klinis gizi -


<90% atau buruk BB/TB
BB/U <70% atau
<80% BB/U < 60%

Demam tanpa sebab - ≥2 minggu - -


yang jelas

Batuk - ≥3 minggu - -

Pembesaran kelenjar - ≥1 cm, - -


limfe koli, aksila, jumlah >1,
inguinal tidak nyeri

Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi panggul, pembengka
lutut, falang kan

Foto rontgen toraks Normal/ Kesan TB - -

Tidak jelas

15
Keterangan : anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, ( skor maksimal 13).

Gambar 8. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak Pada Unit Pelayanan


Kesehatan Dasar

16
17
2.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat.
Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada
kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas selular terhadap TB), maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi
lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan
beratnya proses penyakit.

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-232TU
atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48—
72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan
hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi
indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat
pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalani milimeter. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negative.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi > 10 mm dinyatakan positif
tanpa menghiraukan penyebabnya.

Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10—15 mm dinyatakan
uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCGnya. Akan tetapi, bila ukuran indurasi >15 mm, hasil positif ini sangat
mungkin karena infeksi TB alamiah. Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun
(imunokompromais), maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:

1. Infeksi TB alamiah

a. infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)

b. infeksi TB dan sakit TB

c. TB yang telah sembuh.

2. lmunisasi BCG (infeksi TB buatan).

18
3. Infeksi mikobakterium atipik.

Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:

1. Tidak ada infeksi TB.

2. Dalam masa inkubasi infeksi TB.

3. Anergi.

2. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga
dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto toraks yang normal (tidak terdeteksi secara
radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang
lain mendukung. Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah : pembesaran
kelenjar hilus dengan/tanpa infiltrate, konsolidasi segmental, milier, kalsifikasi dengan
infiltrate, atelektasis, infiltrate, efusi pleura, tuberkuloma.

3. Mikrobiologis
Diagnosis pasti TB ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologis.
pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam: pemeriksaan
mikrobiologis apusan langsung untuk BTA dan pemeriksaan biakan kuman M. tubercuosis

2.11 TATALAKSANA TB PADA ANAK


Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

 Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi
 Pemberian gizi yang kuat
 Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis
(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder)).

Paduan Obat Terapi TB Anak

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan

19
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian
paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh
kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk
membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT
diberikan setiap hari dengan paduan obat yaitu rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada
fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid.

Berikut tabel dosis OAT yang biasa digunakan.

Nama obat Dosis harian Dosis Efek samping


(mg/kgBB/hari) maksimal
(mg/hari)

Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer,


hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,


hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan.

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar, artralgia,


gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata


berkurang, buta warna merah hijau,
hipersensitivitas, gastriintestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksisk, nefrotoksik

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Eddy, PS. Sejarah dan Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis. Simposium


Tuberkulosis. Surabaya, Des. 1982 : 11-20.
2. Raviglione MC, Snider DE, Kochi Arata, Global Epidemiology of Tuberculosis
JAMA 1995 ; 273 : 220-26.
3. WHO.TB A Clinical manual for South East Asia. Geneva, 1997; 19-23.
4. Aditama T.Y. Tuberculosis Situation in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and
in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 –7.
5. Hudoyo, A. Penerapan Strategi DOTS bagi Penderita TB, Dalam Simposium dan
Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta, 1999.
6. Sudoyo W. Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; h.
988-9
7. Latief A, dkk. Diagnosis Fisis Pada Anak. Ed ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto, 2003; h.
70-4.
8. Sameer Wagle. Sep 2, 2008. Hemolytic Disease of Newborn. Disadur dari
www.emedicine.com. 23 Agustus 2012.
9. Prashant G Deshpande . Oct 3, 2008. TBC. Disadur dari www.emedicine.com. 23
Agustus 2012.
10. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed ke-3. Jilid II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI, 2000; h. 459-69.
11. Rudolph M. Abraham, Hoffman E. I. Julian, Rudolph D. Colin. Buku Ajar Pediatri.
Vol.2. Ed ke-20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
12. Behrman E. Richard, Kliegman Robert, Arvin M. Ann. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
ke-15 Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000
13. Mubin Halim A. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Ed ke-
2. Jakarta: EGC, 2007; h. 230-3.

21

Вам также может понравиться