Вы находитесь на странице: 1из 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan
meningkatnya jumlah penduduk dunia, industri-industri yang ada terus berusaha
memenuhi kebutuhan tiap orang guna mensejahterakan masyarakat. Kebutuhan
tersebut meningkat seiring waktu diiringi dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu dan teknologi. Namun, selain produk yang dihasilkan, industri juga
menghasilkan limbah.
Jenis-jenis limbah dari industri sangat beraneka ragam. Pembentukan
karakter limbah sendiri tergantung dari beberapa hal seperti penggunaan bahan
baku, proses produksi, penggunaan dan perawatan peralatan, dan lain-lain. Salah
satu jenis limbah yang dihasilkan oleh industri adalah limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).
Sebagaimana namanya, limbah B3 berpotensi memberikan dampak negatif
bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berbagai macam kegiatan dalam industri
menghasilkan bermacam-macam karakter limbah B3. Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan limbah B3 sesuai karakter limbah untuk mengendalikan dampak yang
dapat terjadi. Kegiatan pengelolaan limbah B3 yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan atau
penimbunan. Pengelolaan limbah B3 sendiri bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh limbah B3.
Salah satu industri yang berkembang di Indonesia adalah industri minyak
dan gas. Industri minyak dan gas menjadi salah satu penyumbang besar terhadap
devisa negara, memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Virginia
Indonesia Company atau VICO Indonesia merupakan salah salah satu perusahaan

1
yang bergerak di bidang produksi minyak dan gas. Perusahaan ini mempunyai
lapangan yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur.
VICO Indonesia merupakan suatu perusahaan yang peduli dengan
kesehatan dan keselamatan pekerjanya serta lingkungan hidup. Salah satu bentuk
kepedulian VICO Indonesia terhadap lingkungan hidup adalah dengan melakukan
pengelolaan limbah B3. Hal tersebut adalah landasan yang melatarbelakangi
Praktik Kerja Profesi di VICO Indonesia, yaitu untuk mengamati dan mengevaluasi
pengelolaan limbah B3 yang ada di VICO Indonesia.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi (PKP)


Adapun tujuan dari dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi (PKP) di VICO
Indonesia ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber, jenis, dan kuantitas limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di Lapangan Badak,
VICO Indonesia;
2. Mempelajari sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
yang diterapkan di Lapangan Badak, VICO Indonesia;
3. Mengadakan pemantauan proses pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang diterapkan di Lapangan Badak, VICO Indonesia;
4. Mengadakan evaluasi sistem pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang diterapkan di Lapangan Badak, VICO Indonesia;
5. Memberikan saran perbaikan untuk penyempurnaan sistem pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) untuk VICO Indonesia.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari penulisan laporan PKP ini adalah:
1. Sumber, jenis, dan jumlah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang
dihasilkan dari kegiatan industri minyak dan gas di Lapangan Badak, VICO
Indonesia;
2. Prosedur pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang
diterapkan di Lapangan Badak, VICO Indonesia;

2
3. Evaluasi proses pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang
diterapkan oleh Lapangan Badak, VICO Indonesia.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKP


Praktik Kerja Profesi ini dilaksanakan pada waktu dan tempat sebagai
berikut.
Nama Perusahaan : VICO Indonesia
Departemen : Environment Department
Alamat Perusahaan : Jalan Cendrawasih No. 1, Muara Badak, Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur 75382
Waktu Pelaksanaan : 1 – 30 Agustus 2016

3
BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Umum
Virginia Indonesia Company atau yang lebih dikenal dengan nama VICO
Indonesia merupakan salah satu perusahaan minyak dan gas yang mengoperasikan
Sanga-Sanga Production Sharing Contract di bawah naungan SKKMIGAS sejak
tahun 1972. Area kerja VICO Indonesia terbentang seluas 1.734,52 km2, terletak di
Palungan Kutai, Kalimantan Timur. VICO Indonesia telah menghasilkan lebih dari
12,6 TCF gas dan 0.4 milyar barrel liquid dari lapangan-lapangan di Badak,
Semberah, Nilam dan Mutiara.
VICO Indonesia berada di garis depan dalam industri Liquified Natural Gas
(LNG) dengan pengebangan kilang Bontang LNG. VICO Indonesia juga mengelola
pengumpulan gas dan sistem transportasi darat tidak hanya untuk VICO Indonesia
sendiri, tetapi juga untuk Total, Chevron, Pertamina Gas, dan PT Badak dibawah
sebuah sebuah Perjanjian Pemeliharaan Operasi Jalur Pipa (Pipeline Operation
Maintenance/POMA). Sebagai koordinator gas dan operator sistem Jalur Pipa
Kalimantan Timur (East Kalimantan Pipeline Network), VICO Indonesia
bertanggung jawab untuk jalur-jalur pipa yang mempunyai panjang lebih dari 1000
km yang berdiameter beragam, mulai dari 6 inci sampai 42 inci, dan juga untuk
transportasi gas yang hampir berjumlah 2 BCF per harinya.

2.1.1 Sejarah
VICO Indonesia berdiri pada tahun 1972, sebelumnya dikenal dengan nama
HUFFCO (Huffington Company). Didirikan oleh Roy M. Huffington yang berasal
dari Texas, Amerika Serikat, yang pada awalnya mencari minyak di palungan Kutai
yang diperkirakan mempunyai cadangan minyak yang besar. Namun ternyata, yang
ditemukan bukanlah lapangan minyak seperti yang diharapkan sebelumnya, tetapi
kandungan gas alam yang sangat besar.

4
Kegiatan eksplorasi dimulai dengan penemuan Lapangan Badak pada tahun
1972. Secara intensif, eksplorasi dilanjutkan untuk mencari sumber-sumber minyak
dan gas bumi yang potensial. Dengan eksplorasi yang dilakukan terus menerus,
ditemukan lapangan-lapangan baru yang memberikan tambahan cadangan minyak
dan gas bumi yang besar, yaitu Lapangan Pamaguan di tahun 1971, Lapangan
Semberah dan Nilam di tahun 1974, serta Lapangan Mutiara di tahun 1982.
Pada bulan Desember 1973, kontrak penjualan LNG ditandatangani untuk
kurun waktu 20 tahun dengan pihak Jepang. Hal ini dilakukan untuk mendukung
proses produksi minyak dan gas bumi yang cukup besar. Untuk mewujudkan
kontrak ini, dimulailah pembangunan dua buah train LNG sekaligus di Bontang,
yaitu gas train A dan gas train B padal bulan Juni 1974. Produksi Lapangan Badak
dimulai pada Juni 1974 dan pengiriman minyak pertama kali ke Tanjung Santan
dimulai pada bulan Oktober di tahun yang sama. LNG dikirimkan dengan kapal
tanker pertama kali ke Jepang pada bulan Agustus 1977 setelah dehidrator pada gas
plant di Bontang selesai dibangun.
Penemuan lapangan-lapangan baru setelah penemuan Lapangan Badak
memungkinkan perluasan proyek LNG Badak menjadi dua kali lipat lebih besar
daripada proyek awal. Akhirnya, pada bulan April 1981 dilakukan
penandatanganan proyek baru antara HUFFCO dengan Pertamina. Untuk
mendukung proyek ini, fasilitas produksi di Lapangan Badak diperbesar dengan
kapasitas 700 MMSCFD menjadi 1.300 MMSCFD. Fasilitas produksi Lapangan
Nilam juga dibangun untuk mengolah gas sebesar 600 MMSCFD dan pemasangan
pipa baru berdiameter 42 inci dari Badak ke Bontang. Fasilitas ini selesai dibangun
pada tahun 1983 bersamaan dengan diselesaikannya train C dan D. Produksi gas
pertama di Lapangan Nilam dimulai bulan Juli dan muatan LNG pertama dan
perluasan train C dan D dihasilkan pada tahun 1983.
VICO Indonesia mencapai produksi gas tertinggi pada tahun 1994 dengan
lebih dari 1.500 MMSCFD dan produksi minyak tertinggi lebih dari 53.000 BPOD
pada bulan Maret di tahun yang sama.

5
2.1.2 Lokasi Kegiatan Perusahaan
Saat ini, VICO Indonesia mempunyai daerah operasional seluas 1.734,52
km2 sesuai dengan Surat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, Nomor 15343/13/M.DJM/2007 perihal
penyisihan ke-6 (enam) Wilayah Kerja Blok Sanga-Sanga.

Gambar 2.1 Peta Daerah Operasi VICO Indonesia

6
1. Lapangan Badak
Lapangan Badak pertama kali ditemukan di tahun 1972 dengan luas 107,32
km2, berlokasi dekat dengan muara Sungai Mahakam. Lapangan Badak, selain
menjadi tempat eksplorasi, produksi, dan transportasi minyak dan gas, juga sebagai
pusat operasional VICO Indonesia di Kalimantan Timur. Badak merupakan
lapangan yang memberikan hasil minyak dan gas paling banyak untuk VICO
Indonesia sejak tahun 1994. Jumlah sumur produksi di Badak telah mencapai lebih
dari 247 sumur dengan kedalaman pengeboran sumur berkisar antara 5.000-11.000
ft.
2. Lapangan Semberah
Lapangan Semberah ditemukan pada bulan Januari 1974 dan mulai
beroperasi secara penuh pada bulan Desember 1991, yaitu sejak selesainya
pembangunan Stasiun Pengumpul (Semberah 13), Fasilitas Proses Produksi
(Semberah 14) dan Fasilitas Penunjang. Mempunyai luas sebesar 168,76 km2 dan
terletak di sebelah utara wilayah Sanga-Sanga PSC, Lapangan Semberah terdiri dari
reservoir ganda minyak dan gas dengan jumlah sumur sebanyak 103 sumur dengan
kedalaman 1.000-10.000 ft.
3. Lapangan Nilam (Nilam-Lampake)
Nilam merupakan lapangan yang ditemukan dan mulai dibor pada bulan Juli
1974. Lapangan ini dibagi menjadi hampir 1.000 sumber dan kurang lebih 167
lapisan tanah, membuat Nilam menjadi lapangan yang kompleks. Jumlah sumur di
Lapangan Nilam adalah sebanyak 348 sumur dan di Lampake sebanyak 13 sumur.
Karena lokasinya yang berada dekat dengan delta Sungai Mahakam, distribusi ke
lapangan Nilam dilakukan dengan transportasi jalur air dengan menggunakan
perahu.
4. Lapangan Mutiara (Mutiara-Pamaguan-Beras)
Lapangan Mutiara dibagi menjadi tiga lapangan yang terletak di bagian
selatan wilayah Sanga-Sanga PSC. Ketiga lapangan tersebut adalah lapangan
Mutiara, Pamaguan dan Beras. Luas ketiga lapangan ini adalah sebesar 156,1 km2.
Jumlah sumur di lapangan-lapangan ini adalah Mutiara sebanyak 183 sumur,
Pamaguan sebanyak 55 sumur, dan Beras sebanyak 10 sumur.

7
2.1.3 Deskripsi Logo VICO Indonesia
Logo VICO Indonesia seperti yang terlihat pada gambar 2.2 mempunyai arti
sebagai berikut:
 Susunan dan posisi warna merah, hijau, dan biru menunjukkan kandungan
reservoir dari semua lapangan produksi VICO Indonesia
 Merah menggambarkan gas sebagai produksi utama VICO Indonesia
 Hijau menggambarkan minyak sebagai produk sekunder VICO Indonesia
 Biru menggambarkan air yang secara alamiah selalu ada di setiap reservoir

Gambar 2.2 Logo VICO Indonesia

Bentuk, susunan, dan komposisi warna merah, hijau, dan biru yang
proporsional pada sisi kiri dan kanan yang simetris dan melengkung ke atas
menunjukan keharmonisan dan kedinamisan.
Tampak simbol tetesan, namun lebih mencerminkan gas dalam posisi yang
terbalik dan transparan. Gambaran tetesan tersebut menggambarkan sejarah tentang
prestasi-prestasi yang telah diraih dan asal mula VICO Indonesia. Simbol ini
transparan dan terbalik untuk mencerminkan gas sebagai produk utama, sumber
pendapatan, dan sumber kemakmuran bagi VICO Indonesia dan pemerintah
Indonesia.
Bentuk bola dunia yang berada di tengah dan berwarna hijau muda memiliki
logo berbentuk huruf “V”, mencerminkan standar internasional yang ingin diraih
VICO Indonesia dan dengan tolak ukur terhadap proses bisnis, bidang-bidang

8
operasi khususnya keselamatan kerja dan lingkungan. Bentuk ini juga
menggambarkan dua tangan yang sedang menopang dunia yang berarti
perlindungan VICO Indonesia bagi bumi dan komunitasnya.

2.1.4 Visi dan Misi VICO Indonesia


2.1.4.1 Visi
Diakui secara Internasional sebagai perusahaan energi yang dinamis,
kompetitif, dan dapat diandalkan, serta memberikan kemakmuran terhadap para
pekerja, masyarakat pemegang saham dan Pemerintah Indonesia dengan tetap
mempertahankan keunggulan di bidang operasi dan HSE (Health, Safety and
Environment)

2.1.4.2 Misi
Mengembangkan, menghasilkan, dan mengirimkan gas dan minyak bumi
dari Kalimantan Timur dengan cara yang dapat diandalkan untuk kemakmuran bagi
Indonesia dan pemegang saham melalui:
 Penerapan teknologi tepat guna dan standar HSE Internasional yang tinggi
 Melaksanakan efetivitas biaya melalui perbaikan yang berkesinambungan di
segala proses bisnis
 Menciptakan lingkungan kerja yang terbaik bagi para profesional untuk
mengembangkan potensinya secara maksimal
 Meningkatkan kualitas hidup bagi semua pihak yang terkait, termasuk
masyarakat sekitarnya

2.1.5 Kegiatan Eksisting Perusahaan


a. Proses Produksi
Kegiatan produksi minyak dan gas terdiri dari pengelolaan sumur produksi,
pengolahan, penyaluran hasil, dan pengelolaan lingkungan. Proses produksi
minyak dan gas di VICO Indonesia melalui beberapa tahapan. Campuran fluida dan
gas yang dihasilkan dari tiap sumur dialirkan melalui pipa flowline menuju

9
satellite/gathering station (tempat pengumpul) untuk dilakukan proses
penggabungan aliran dan tekanan. Dari tempat pengumpul ini kemudian dialirkan
melalui pipa trunkline menuju ke tempat proses pengolahan utama (Central plant)
yang ada di lapangan. Proses pengolahan yang dilakukan di setiap plant operation
relatif sama, yaitu proses pemisahan tiga fasa (minyak, air, dan gas).
Gas hasil pemisahan di separator kemudian dialirkan ke kompresor yang
dipasang secara berjenjang (stages) untuk dikompresi. Gas yang bertekanan masuk
sangat rendah (Very Low Pressure/VLP) sebesar kurang dari 25 psi menjadi
tekanan keluar 100 psi, tekanan masuk rendah (Low Pressure/LP) sebesar 100 psi
menjadi tekanan keluar 300 psi, dan tekanan masuk jenis menengah (Middle
Pressure/MP) sebesar 300 psi menjadi tekanan keluar sebesar 700 psi (High
Pressure/HP).
Untuk mengelola sumur-sumur yang tekanannya bersifat kritis (tekanan
aliran mati mendadak) dilakukan injeksi gas (gas lift) dengan memakai unit
kompresor bertekanan tinggi, yaitu tekanan kompresi yang dihasilkan mencapai
2.000 psi. Gas hasil kompresi dari kompresor jenis menengah kemudian dialirkan
ke unit dehidrasi (contactor) untuk mengurangi cairan yang masih terdapat di dalam
gas sehingga gas memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses dehidrasi berupa
penyerapan (absorpsi) uap air dengan memalai Tree-Ethylene Glycol (TEG). Air
terproduksi yang dihasilkan kemudian dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air
Terproduksi. Gas yang sudah dipisahkan selanjutnya dialirkan ke Badak Export
Manifold untuk dikirimkan ke Bontang melalui jalur pipa untuk diproses di LNG
Bontang.
Pengolahan minyak dimulai dengan hasil minyak dari separator yang
dialirkan ke unit heater untuk dilakukan proses pemanasan sehingga kadar air pada
minyak hilang, kemudian masuk ke degasing boot untuk memisahkan gas-gas yang
tersisa. Produksi minyak hasil proses dari masing-masing lapangan kemudian
dialirkan ke Lapangan Badak, ditampung di tangki penampung (storage tank),
kemudian ditransfer ke Tanjung Santan serta di-blending sebelum diekspor.
Dari heater treater, air terproduksi yang masih tercampur dengan minyak
dialirkan ke pollutrol (pollution control/pengendali polusi) untuk memisahkan air

10
terproduksi dengan minyak serta mengurangi kadar racun dalam air. Minyak yang
dihasilkan dikembalikan ke proses produksi, sedangkan air terproduksi yang
dihasilkan, diinjeksikan kembali kedalam tanah melalui sumur injeksi.

Skema 2.1 Proses Produksi Minyak dan Gas VICO Indonesia


b. Transportasi Minyak dan Gas
Minyak dan gas yang dihasilkan dari setiap sumur di tiap lapangan (Badak,
Nilam, Semberah dan Mutiara) dialirkan melalui pipa. Ada berbagai macam pipa
yang ada di lapangan. Untuk pipa pengalir minyak dan gas, pipa dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu:
 Flowlines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari sumur ke satelit.
 Trunklines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari satelit ke plant
atau satelit
 Pipelines, yaitu pipa untuk mengalirkan minyak dan gas dari plant
Untuk mengetahui produk yang dibawa dalam pipa yang ditransfer baik dari
sumur ataupun satelit, VICO Indonesia menggunakan color code (kode warna)
untuk pipa-pipa pentrasnfer. Pipa diberi warna sesuai dengan isinya agar apabila

11
terjadi kebocoran, penanganan dapat dilakukan dengan tepat. Berdasarkan warna
dan produk yang dibawanya, pipa dibagi menjadi:
 Pipa berwarna merah untuk fire water
 Pipa berwarna kuning untuk produk gas
 Pipa berwarna hijau untuk produk crude oil
 Pipa berwarna coklat untuk produk solar
 Pipa berwarna biru untuk produk air
Jalur pipa berada di bawah tanah (subsurface), khususnya pipelines yang
ditimbun pada kedalaman lebih dari 15 meter. Pemasangan flowlines diusahakan
melalui tempat-tempat yang mudah dijangkau dan dipasang diatas suatu support
agar tidak cepat mengalami korosi.
c. Inspeksi
Proses inspeksi dilakukan secara berkala dengan jangka waktu antara satu
hingga dua bulan sekali. Inspeksi dilakukan sebagai tindakan preventif, untuk
mengetahui kondisi dari alat-alat yang berkaitan dengan proses produksi. Kegiatan
ini berperan sangat penting karena dengan dilakukannya inspeksi secara berkala,
diharapkan kondisi alat produksi tetap baik dan apabila ada gangguan dapat
diketahui secara cepat sehingga tidak menimbulkan kerugian dalam menjalankan
proses produksi.
d. Proyek Pengembangan
Kegiatan pengembangan proyek meliputi instalasi fasilitas baru atau
fasilitas pendukung lainnya.
e. Abandonment
Meliputi penutupan sumur dan pembongkaran fasilitas.

2.2 Struktur Organisasi Perusahaan


2.2.1 Umum
VICO Indonesia dipimpin oleh President Director yang membawahi Bid
Committee Chairman, Vice President dan Senior Manager. Masing-masing divisi

12
dipimpin oleh seorang Vice President atau Senior Manager. Setiap divisi terdiri
dari departemen-departeen dan masing-masing departemen dapat memuat bagian-
bagian. Dibawah ini adalah struktur organisiasi VICO Indonesia.

13
Skema 2.1 Struktur Organisasi VICO Indonesia

14
2.2.2 Environment Department
Environment department bertanggung jawab untuk mengelola izin operasi
VICO Indonesia untuk semua hal yang terkait dengan Lingkungan Hidup dan untuk
memperoleh perijinan lingkungan untuk memastikan semua kegiatan VICO
Indonesia memenuhi dan sesuai dengan peraturan lingkungan yang berlaku.

Environment Manager
Julfrida Nababan

Database
Juwita Muliawati

Team Leader Compliance Team Leader Beyond


Team Leader Inspection
Irma Nainggolan Compliance
Amir Mahmud
Anita Krisma Bram Widuro Adjie

Compliance Engineer Beyond Compliance Inspector


Abdil Stani Engineer Joko
Indachi Simanjuntak Ari Prasetiyo Saidul
Korentz Nababan Yunia Fitria Sari Tatang
Safrul Amri

Skema 2.2 Struktur Organisasi Environment Department VICO Indonesia

Tugas masing-masing anggota adalah sebagai berikut:


1. Database: mengumpulkan data-data pemantauan lingkungan dan
melakukan screening terhadap baku mutu, mengumpulkan data-data flaring
dan injection dari production. Bekerja sama dengan laboratorium terkait
laporan hasil analisis dan bekerja sama dengan engineer untuk reporting.
2. Compliance Team: memastikan operasi VICO Indonesia memenuhi dan
sesuai dengan peraturan lingkungan yang ada serta memberikan solusi-
solusi untuk pencapaian yang wajib (compliance).
3. Beyond Compliance Team: mengupayakan untuk jalannya program-
program yang melampaui pencapapaian yang wajib (compliance), seperti

15
program biodiversitas, GHG (Green House Gasses/Gas Rumah Kaca),
pelestarian orang utan, dan lain-lain.
4. Inspection team: melakukan inspeksi, pengambilan sampel, dan melaporkan
inspeksi.

2.2.3. Site Rehabilitation Section


Site Rehabilitation Section (SRS) merupakan bagian (section) dari
Operations Support Department (OSD). Ada dua bagian dalam SRS, yaitu civil dan
waste handling. Waste Handling bertujuan untuk menangani limbah yang
dihasilkan dari semua kegiatan dan aktivitas yang ada di VICO Indonesia, yang
terdiri dari limbah drilling cutting, limbah B3 umum, lumpur minyak (sludge), air
terkontaminasi dan limbah non-B3. Waste Handling bekerja sama dengan
Environment Department untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan dan
untuk memenuhi peraturan-peraturan lingkungan yang berlaku.

Waste Handling Section Head


Rizki K
Fahri

Waste Handling Engineer


Rahardian Prananditya
Elizabeth

Supervisors

Skema 2.3 Struktur Organisasi Waste Handling, Site Rehabilitation Section


VICO Indonesia

16
2.3. Proses dan Diagram Alir Pengelolaan/Pengelolaan Objek PKP

Diserahkan ke
Reduksi pihak ketiga
Penyimpanan
(Pengurangan) berizin (PPLi dan
PLKK)

Skema 2.4 Proses pengelolaan limbah B3 di VICO Indonesia

Proses pengelolaan limbah B3 di VICO Indonesia saat ini tergolong


sederhana dengan tetap menggunakan prinsip Cradle to Grave. Limbah B3
dikurangi dari sumbernya, dipisahkan dan disimpan sesuai dengan karakteristiknya
serta diberi label serta simbol limbah B3. Kemudian, limbah B3 disimpan pada
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) paling lama 90 hari sebelum diangkut oleh
pihak ketiga berizin, yaitu PPLi (Prasadha Pamunah Limbah Industri) dan PLKK
(Pengelola Limbah Kutai Kartanegara).

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)


Menurut PP Nomor 101 tahun 2014, Bahan Berbahaya dan Beracun yang
selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain, sedangkan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) menurut UU RI Nomor 32
tahun 2009 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Dalam buku Hazardous Waste Management (LaGrega et al., 1994), limbah
bahan berbahaya dan beracun (hazardous waste) adalah limbah (padatan, sludge,
cairan, dan gas dalam kemasan) selain limbah radioaktif (dan infeksius), dimana
karena aktivitas kimianya atau karakteristik beracun, mudah meledak, korosif, atau
karakteristik lainnya, menyebabkan bahaya atau mungkin akan menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan maupun lingkungan, baik limbah itu sendiri maupun
saat limbah tersebut bersentuhan dengan limbah lain.
Sedangkan dalam buku Hazardous Waste Management 2nd Edition (Wentz,
1995), limbah bahan berbahaya dan beracun adalah suatu limbah (padat, semi
padat, cair, atau gas dalam kemasan) atau kombinasi limbah tersebut, yang karena
kuantitas, konsentrasi, atau karakteristik fisika, kimiawi, atau infeksius
menyebabkan, atau memberikan kontribusi signifikan kepada bertambahnya
kematian atau penyakit yang tidak dapat sembuh; atau memberikan dampak
potensial yang berbahaya bagi kesehatan manusia atau lingkungan saat
diperlakukan, disimpan, dipindahkan, atau dibuang dengan cara yang tidak benar
selain dikelola.

18
3.2 Peraturan Terkait B3
Karena jenis dan karakteristiknya, Bahan Berbahaya dan Beracun dan
limbahnya harus diperlakukan secara khusus agar tidak memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Di Indonesia, peraturan
terkait B3 diatur dalam beberapa dokumen, yaitu:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009
tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008
tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013
tentang Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01
Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7. Keputusan Kepala Badan Pengendalaian Dampak Lingkungan Nomor 02
Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

3.3 Klasifikasi dan Identifikasi B3


Klasifikasi limbah B3 menurut Dawson dan Mercer (1986) harus menjawab
lima pertanyaan dasar, yaitu:
1. Berbahaya terhadap apa?
Cedera atau bahaya dapat dialami oleh beberapa target reseptor. Perhatian
utama adalah kesehatan manusia dan kerusakan properti. Baru-baru ini,
perhatian lebih dialihkan kepada makhluk hidup lainnya dan lingkungan secara
umum.

19
2. Mengapa berbahaya?
Saat reseptor sudah ditetapkan, penting untuk menggambarkan jenis bahaya-
bahaya yang dipertimbangkan. Bahaya-bahaya tersebut seperti kemampuan
untuk membentuk biokonsentrat, toksisitas, mudah terbakar, mudah meledak,
reaktif, menyebabkan iritasi, korosif, menyebabkan mutasi genetik, etiologi dan
radioaktifitas.
3. Berbahaya sampai batas apa?
Dalam menangani limbah B3, harus diketahui bahwa bahaya bukan persoalan
situasi yang baik atau buruk, namun persoalan batas. Artinya, limbah B3 untuk
material apapun adalah fungsi yang berkelanjutan, bergantung pada paparan.
4. Berbahaya pada saat apa?
Definisi limbah B3 harus selalu dikaitkan dengan kapan limbah tersebut
ditunjukkan. Ini bisa dilihat dari sisi fungsional (seperti saat penanganan,
transportasi, pengolahan, penyimpanan, dan/atau pembuangan akhir) atau
dilihat dari waktu sementara (seperti bahaya saat ini atau potensi bahaya di masa
mendatang), karena kerusakan tidak bisa dicegah dengan aktivitas pada saat itu,
namun dengan penggambaran bahaya saat ini atau bahaya yang potensial di
masa depan.
5. Berbahaya pada kondisi apa?
Sangat penting untuk memerhatikan kondisi dimana bahaya terlihat. Faktor-
faktor yang bersangkutan seperti kuantitas, konsentrasi, bentuk, dan kehadiran
material lain yang mungkin menambah atau mengurangi kadar bahaya. Faktor-
faktor ini sangat rumit, sehingga sulit untuk menangani dengan apapun, kecuali
dengan cara umum.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan dapat digolongkan berdasarkan kategori
bahaya dan sumbernya. Berdasarkan kategori bahayanya, menurut PP 101/2014,
limbah B3 dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Limbah B3 kategori 1

20
Limbah B3 kategori 1 merupakan limbah B3 yang berdampak akut dan
langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan akan berdampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
2. Limbah B3 kategori 2
Limbah B3 kategori 2 merupakan limbah B3 yang mengandung B3, memiliki
efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia
dan lingkungan hidup serta memiliki toksisitas sub-kronis atau kronis.
Sedangkan berdasarkan sumbernya, limbah B3 dibagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik.
Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu
industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan.
2. Limbah B3 dari B3 kadaluarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3.
3. Limbah B3 dari sumber spesifik.
Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan limbah B3 sisa proses suatu
industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan. Limbah B3 dari
sumber spesifik dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
 Limbah B3 dari sumber spesifik umum
 Limbah B3 dari sumber spesfik khusus
Limbah B3 dari sumber spesifik khusus adalah limbah b3 yang memiliki
efek tunda (delayed effect), berdampak tidak langsung terhadap manusia
dan lingkungan hidup, memiliki karakteristik beracun tidak akut, dan
dihasilkan dalam jumlah yang besar per satuan waktu.
Jika didapat ada limbah di luar daftar Limbah B3 yang ada dalam Lampiran
I PP 101/2014, maka diperlukan uji karakteristik untuk mengidentifikasi limbah.
Suatu limbah yang dihasilkan dinyatakan sebagai limbah B3 apabila memiliki
karakteristik berikut setelah pengujiannya:

1. Mudah meledak

21
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar
(25o C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika
dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat
merusak lingkungan sekitarnya.

2. Mudah menyala
Limbah mudah menyala adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu
sifat berikut:
 Limbah cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume, dan
pada titik nyala <60oC (140oF).
 Bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standar dengan
mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan
uap air dan perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran secara terus menerus.
 Merupakan limbah yang bertekanan mudah terbakar.
 Merupakan limbah pengoksidasi.
3. Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif pada air adalah limbah-limbah yang mempunyai
salah satu sifat:
 Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa ledakan.
 Limbah yang dapat beraksi hebat dengan air.
 Limbah yang bila tercampur dengan air (termasuk uap air) menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan.
 Limbah sianida, sulfide, atau amoniak yang pada pH antara 2 dan 12,5
dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan.
 Limbah yang dengan mudah dapat meledak atau bereaksi pada temperatur
dan tekanan standar.

22
 Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam temperatur
tinggi.
4. Infeksius
Limbah infeksius merupakan limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu
bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang
terkena infeksi, limbah laboratorium, atau limbah lainnya yang terinfeksi
kuman penyakit yang dapat menular.
5. Korosif
Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat
berikut:
 Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
 Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-1020
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 35oC.
 Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 yang bersifat asam dan pH ≥ 12,5 untuk B3
yang bersifat basa.
6. Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat
racun bagi manusia dan lingkungan yang dapat menyebabkan sakit yang serius
atau bahkan kematian apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit,
dan mulut. Indikator sifat racun yang digunakan adalah TCLP (Toxicity
Characteristic Leaching Procedure), yang merupakan ambang batas yang
digunakan untuk indikasi limbah B3.
Uji karakteristik diperlukan untuk menguji apakah limbah B3 yang
dihasilkan termasuk dalam limbah B3 kategori 1 atau 2 apabila kategorinya tidak
diketahui. Tahapan uji karakteristik dalam PP 101/2014 adalah sebagai berikut:
 Limbah B3 kategori 1
a. karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau
korosif sesuai dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam
lampiran II PP 101/2014;

23
b. karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan limbah yang diuji
memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat
pencemar pada kolom TCLP-A sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III PP 101/2014; dan
c. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih kecil dari atau
sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan
hewan uji.
 Limbah B3 kategori 2
a. Karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan limbah yang diuji
memiliki konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari atau sama dengan
konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-A dan memiliki konsentrasi
zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-
B sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PP 101/2014;
b. Karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan
limbah yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LD50 lebih besar dari 50
mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji dan lebih
kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram)
berat badan hewan uji; dan
c. Karakteristik beracun melalui uji toksikologi sub-kronis sesuai dengan
parameter uji sebagaimana tercantum dalam lampiran II PP 101/2014.

3.4 Pengelolaan Limbah B3


Limbah B3 membutuhkan suatu pengelolaan terpadu untuk mengurangi
dan/atau menghilangkan sifat berbahaya dan/atau beracunnya. Pengelolaan Limbah
B3 menurut PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
adalah kegiatan yang meliputi:
1. Pengurangan limbah B3. Pengurangan limbah B3 dilakukan oleh penghasil
limbah B3 untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya
dan/atau racun dari limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau
kegiatan. Wentz (1995) menyatakan bahwa pengurangan limbah B3 dengan

24
cara terbaik adalah dengan diterapkan pada emisi, discharge, dan
pembuangan.
2. Penyimpanan limbah B3. Penyimpanan limbah B3 dilakukan oleh penghasil
limbah B3, bertujuan untuk menyimpan sementara limbah B3 yang
dihasilkannya.
3. Pengumpulan limbah B3. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan
pengumpulan limbah B3 dari penghasil limbah B3 sebelum diserahkan
kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3.
4. Pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan
penggunaan kembali, daur ulang, dan/atau perolehan kembali yang
bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi produk yang dapat
digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan
bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
5. Pengolahan limbah B3. Pengurangan limbah B3 adalah proses untuk
mengurangi dan/atau menghilangan sifat bahaya dan atau sifat beracun dari
limbah B3.
6. Penimbunan limbah B3. Penimbunan limbah B3 adalah kegiatan
menempatkan limbah B3 pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Riyanto, 2014).

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sumber, Jenis dan Jumlah Limbah B3


Di Lapangan Badak, VICO Indonesia, sebagian besar usaha dan kegiatan
yang dilakukan menghasilkan limbah B3 yang jenisnya beragam. Sebelum diangkut
ke TPS (Tempat Penyimpanan Sementara) Limbah B3, terdapat pula penyimpanan
sementara pada masing-masing area aktivitas.
Berdasarkan usaha dan kegiatannya, area aktivitas di Lapangan Badak,
VICO Indonesia yang menghasilkan limbah B3 serta kondisinya adalah sebagai
berikut:
1. Northern Area Operations (NAO)
Northern Area Operations (NAO) merupakan wilayah kegiatan operasi VICO
Indonesia di Lapangan Badak. Kegiatan operasi ini berupa aktivitas produksi
minyak dan gas. Kegiatan operasi di NAO menghasilkan beragam limbah B3,
diantaranya sludge, majun bekas, plastik kemasan serbuk bor (drilling cutting),
filter bekas, drum bekas, dan oli bekas.

Gambar 4.1 Northern Area Operations

26
Gambar 4.2 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 di NAO

Sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Limbah B3 VICO Indonesia yang


terdapat pada Lampiran 4, limbah B3 di NAO ditempatkan dalam suatu
shelter yang dilengkapi dengan secondary containment dan atap pelindung.
Namun, tidak semua tempat limbah B3 di NAO berwarna hitam dan tertutup.
Limbah juga tidak langsung diangkut ke TPS setelah dihasilkan karena
berbagai pertimbangan seperti banyaknya limbah yang sudah terkumpul dan
biaya transportasi. Operator akan menunggu wadah limbah B3 penuh,
kemudian diangkut dengan LV (light vehicle/kendaraan ringan) atau boom
truck ke TPS Nilam Pipe Yard.
2. Pengeboran (Drilling)
Kegiatan pengeboran (drilling) merupakan kegiatan yang paling banyak
menyumbang limbah B3 di VICO Indonesia berupa limbah drilling cutting.
Namun, di Bulan Mei 2016, aktivitas drilling dihentikan karena izin operasi
VICO Indonesia yang akan habis di tahun 2018.
3. Laboratorium
Laboratorium di VICO Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk
menganalisis sampel-sampel yang dikumpulkan dari berbagai lapangan.
Limbah B3 dari laboratorium umumnya berupa sisa bahan kimia atau bahan
kimia kadaluarsa.

27
Gambar 4.3 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 di
Laboratorium

Seperti tempat penyimpanan sementara limbah B3 di NAO, limbah B3 di


laboratorium ditempatkan dalam suatu shelter yang dilengkapi dengan
secondary containment dan atap pelindung.
4. Office dan Camp
Kantor (office) dan camp hanya menghasilkan limbah B3 yang sedikit, namun
jenisnya cukup beragam. Limbah B3 dari kantor dan camp umumnya berupa
baterai bekas, lampu bekas, toner bekas, kaleng bekas cat dan thinner, dan
sebagainya. Badak Camp mempunyai tempat khusus untuk mengumpulkan
baterai bekas.

Gambar 4.4 Tempat Baterai Bekas di Badak Camp

28
5. Kegiatan Klinik
Klinik di VICO Indonesia bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan
karyawannya. Kegiatannya menghasilkan limbah B3 berupa obat-obatan
kadaluarsa, bahan kimia kadaluarsa, serta limbah yang bersifat infeksius.

Gambar 4.5 Wadah Limbah Infeksius

6. Maintenance
Departemen Maintenance (pemeliharaan) bertanggung jawab untuk
memelihara semua alat dan instrumen-instrumen yang ada di VICO Indonesia.
Limbah B3 yang dihasilkan umumnya berupa majun bekas (oily rags), filter
bekas (oily filter), dan oli bekas.
7. Mobile Maintenance
Mobile Maintenance bertanggung jawab untuk pemeliharaan alat angkut berat
yang dimiliki oleh VICO Indonesia. Limbah B3 yang dihasilkan umumnya
berupa majun bekas dan oli bekas.

29
(a) (b)
Gambar 4.6 (a) Tetesan oli yang ditampung pada saat perbaikan alat; (b)
Pemberian label dan simbol yang benar

Pada Mobile Maintenance terdapat pengelolaan dari sumber yang baik. Tetesan
oli saat perbaikan alat ditampung dalam sebuah wadah, menjaga agar tetesan
tidak langsung jatuh ke tanah. Pemberian label dan simbol yang benar juga
sudah diterapkan oleh departemen ini, sehingga memudahkan identifikasi pada
kegiatan pengelolaan B3 selanjutnya.
8. PCT (Production, Coordination, and Transmission) Department
Departemen PCT bertanggung jawab untuk pemeliharaan pipelines (jalur-jalur
pipa) yang berada dalam wilayah VICO Indonesia. Limbah B3 yang dihasilkan
umumnya berupa majun bekas, kaleng bekas cat dan thinner bekas, bahan
kimia bekas, dan limbah cair.
9. Sumur injeksi (Downhole injection)
Sumur injeksi adalah instrumen untuk mengembalikan air terproduksi ke
dalam tanah. Air yang akan diinjeksikan diolah terlebih dahulu menggunakan
bahan kimia berupa aluminium sulfat dan kapur. Bahan kimia inilah yang jika
kadaluarsa atau bersisa menjadi limbah B3.

30
Gambar 4.7 Sumur Injeksi Badak 01

Karena sumbernya yang cukup beragam, jenis limbah yang dihasilkan di


Lapangan Badak juga beragam. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di Lapanagan
Badak yang tercantum dalam neraca limbah B3 VICO Indonesia dari tahun 2014
sampai dengan 2016 adalah:
 Plastik kemasan serbuk bor (ex cutting bag)
 Majun terkontaminasi (oily rags)
 Filter bekas (oily filter)
 Kaleng bekas kemasan cat dan thinner
 Limbah infeksius
 Oli bekas
 Lampu bekas
 Baterai bekas
 Botol bekas bahan kimia
 Limbah cair bahan kimia
 Drilling cutting (Synthetic Oil Base Mud/SOBM)
 Lumpur minyak (Sludge)
 Drum bekas

31
Dari neraca limbah B3 dapat diketahui data kuantitas limbah B3
berdasarkan jenis limbah B3 yang dihasilkan pada suatu rentang waktu tertentu.
Berikut adalah rekapitulasi neraca limbah B3 di Lapangan Badak, VICO Indonesia
dari bulan Juli 2014 sampai bulan Juli 2016:

Tabel 4.1 Kuantitas Limbah B3 di Lapangan Badak, VICO Indonesia


Bulan Juli 2014 sampai Juli 2016
Jumlah Persentase
Jenis Limbah B3
(Ton) (%)
Plastik kemasan serbuk bor 66.42 0.244
Majun terkontaminasi (oily rags) 8.66 0.032
Filter bekas (oily filter) 2.30 0.008
Kaleng bekas kemasan cat (ex paint 0.008
and thinner can) 2.31
Limbah infeksius 0.24 0.001
Oli bekas 12.00 0.044
Lampu bekas 0.24 0.001
Baterai bekas 0.90 0.003
Botol bekas bahan kimia 0.18 0.001
Limbah cair bahan kimia 14.20 0.0502
Sludge 3245.52 11.910
Drilling cutting 23886.29 87.655
Drum bekas 10.96 0.040
Total 27250.20 100
Sumber: Neraca B3 2014, 2015 dan 2016 Lapangan Badak VICO Indonesia

Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel 4.1, terlihat bahwa limbah B3 paling


besar adalah limbah drilling cutting yang mencapai 88% dan sludge yang
merupakan kedua terbesar berjumlah 12% dari total limbah yang dihasilkan.
Walaupun proses produksi sudah dihentikan oleh VICO Indonesia, limbah drilling
cutting dan sludge yang dihasilkan berasal dari kegiatan dan fasilitas lain seperti

32
pembersihan tangki, tangki bekas, dan Waste Plant Badak 58. Limbah terbanyak
ketiga yang dihasilkan di Lapangan Badak adalah limbah plastik kemasan serbuk
bor sebesar 0.25%.

4.2 Identifikasi dan Klasifikasi Limbah B3


Dalam penanganan limbah B3, hal pertama yang harus dilakukakan adalah
melakukan identifikasi limbah B3. Identifikasi limbah B3 dilakukan guna
mengetahui karakteristik suatu limbah B3 agar dapat diketahui pengelolaan yang
tepat untuk masing-masing karakteristik. Limbah B3 diidentifikasi sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Berikut adalah hasil identifikasi limbah B3 di Lapangan
Badak, VICO Indonesia berdasarkan PP 101/2014:
1. Limbah B3 dari Sumber Tidak Spesifik
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang berasal dari
berbagai macam kegiatan yang ada di Lapangan Badak.

Tabel 4.2 Kategori Limbah B3 Lapangan Badak, VICO Indonesia dari


Sumber Tidak Spesifik
No. Kode Limbah Uraian Kategori
1 B104d Kemasan bekas B3 2
2 B110d Kain majun bekas 2
3 B105d Oli bekas 2
4 B107d Lampu bekas 2
5 A102d Baterai bekas 1

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik didominasi oleh limbah kemasan


bekas B3 yang merupakan limbah dengan jumlah terbanyak ketiga. Limbah
kemasan B3 termasuk limbah kategori 2 (dua) yang merupakan limbah B3
mempunyai efek tunda.

33
2. Limbah B3 dari Sumber Spesifik Umum
Limbah B3 yang berasal dari sumber spesifik umum adalah limbah yang
berasal dari kegiatan-kegiatan spesifik seperti kegiatan produksi dan kegiatan klinik
yang ada di Lapangan Badak.

Tabel 4.3 Kategori Limbah B3 Lapangan Badak, VICO Indonesia dari


Sumber Spesifik Umum
No. Kode Limbah Uraian Kategori
1 B330-4 Filter bekas 2
2 A337-1 Limbah infeksius 1
Produk farmasi 1
3 A337-2
kadaluarsa
4 A337-3 Bahan kimia kadaluarsa 1
Kemasan produk 2
5 B337-1
farmasi
6 A338-1 Bahan kimia kadaluarsa 1
Botol bekas bahan 1
7 A338-2
kimia
Residu sampel limbah 1
8 A338-3
B3
Residu dasar tangki 1
9 A330-1
minyak bumi
10 A330-2 Residu proses produksi 1
Limbah lumpur bor 2
11 B330-2 berbahan dasar oil base
dan/atau synthetic oil

Limbah dari sumber spesifik umum juga didominasi oleh limbah kategori
2, mengingat drilling cutting adalah limbah yang paling banyak dihasilkan.
Dari Prosedur Pengelolaan Limbah B3 yang disusun oleh VICO Indonesia
(Lampiran 4), dapat dilihat bahwa limbah B3 yang ada di Lapangan Badak hampir

34
semuanya adalah limbah yang bersifat beracun, kecuali limbah infeksius yang
bersifat infeksius.

4.3 Pedoman Pengelolaan Limbah B3


VICO Indonesia mempunyai pedoman sebagai prosedur pengelolaan
limbah B3 yang dibuat berdasarkan peraturan-peraturan pemerintah mengenai
Pengelolaan Limbah B3, yaitu Hazardous Waste Management Procedure (HSE-
ENV-PRO-0003) yang terdapat pada Lampiran 4. Prosedur pengelolaan limbah
B3 ini dibuat berdasarkan peraturan-peraturan berikut:
 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol
dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 1 Tahun
1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 2 Tahun
1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah.

4.4 Izin Pengelolaan Limbah B3


Dalam PP 101/2014, disebutkan bahwa penghasil limbah B3 harus memiliki izin
dalam setiap kegiatan pengelolaan limbah B3. VICO Indonesia telah memiliki izin
penyimpanan limbah B3 pada wilayah operasinya, yaitu:

35
 Tempat Penyimpanan Drilling Cutting (TPDC) Badak 58
Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 660.1/57/BLHD/IV/2015 tentang
Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
VICO Indonesia
 Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 Pit 3 Waste Plant Badak 58
Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 660.1/107/BLHD/VIII/2015
tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(LB3) VICO Indonesia
 Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Nilam Pipe Yard
Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 660.1/115/BLHD-I/2016 tentang
Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun VICO
Indonesia

4.5 Perlakuan terhadap Limbah B3


Berdasarkan pedoman dan izin pengelolaan limbah B3 yang telah didapat
VICO Indonesia, ada dua perlakuan terhadap limbah B3 yang dihasilkan, yaitu
disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) dan diserahkan ke pihak ketiga
berizin, yaitu Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) dan Pengelola Limbah
Kutai Kartanegara (PLKK). TPS limbah B3 yang menampung limbah B3 dari
Lapangan Badak adalah TPS Nilam Pipe Yard. Untuk limbah drilling cutting,
terdapat tempat penyimpanan khusus, yaitu Tempat Penyimpanan Drilling Cutting
(TPDC).

4.6 Pengelolaan Limbah B3


4.6.1 Reduksi Limbah B3
Reduksi atau pengurangan limbah B3 merupakan langkah awal pengelolaan
limbah B3 yang bertujuan untuk mengurangi limbah B3 yang akan dibuang
sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Reduksi limbah
B3 wajib dilakukan oleh setiap penghasil limbah B3 menurut PP 101/2014. VICO
Indonesia mempunyai empat usaha untuk mereduksi limbah B3 yang dihasilkan,
diantaranya:

36
 Reuse Drum
Drum-drum Pertamina, Pegasus, Norust, SC 967 dan Imeco dipakai kembali
untuk isi ulang (refilling) isi drum tersebut.

Gambar 4.8 Drum-drum yang Digunakan Untuk Isi Ulang

 COC
Suatu instrumen yang berguna untuk memperpanjang umur oli yang dipakai
untuk kompresor gas dari 750 jam menjadi 1000 jam.
 CDU (Cutting Dryer Unit)
Mereduksi volume limbah cutting yang dihasilkan dari proses produksi
sampai 5% dari volume awal.
 Waste Plant Badak 58
Waste Plant Badak 58 adalah serangkaian instrumen yang berfungsi untuk
mengembalikan minyak dari lumpur minyak (sludge) ke proses produksi
(oil recovery). Sludge dari pembersihan tangki di Lapangan Badak, Nilam
dan Semberah serta dari pollutrol (pollution control) diangkut menggunakan
vacuum truck. Waste Plant Badak 58 terdiri dari tiga pit. Proses yang terjadi
pada Waste Plant 58 adalah sebagai berikut:

37
(a) (b) (c)

(d) (e)
Gambar 4.9 (a) Mixing tank; (b) Centrifuge; (c) Settling tank; (d) Pit
1; (e) Pit 2

Sludge dari sumber diangkut menggunakan vacuum truck, kemudian


dimasukkan ke pit 1 (d) berkapasitas 4050 Bbls (644 m3). Dari pit 1, sludge
masuk ke mixing tank (a) untuk homogenisasi kandungan sludge sekitar 15
menit. Sludge yang sudah homogen kemudian masuk ke centrifuge (b)
untuk memisahkan padatan dan cairan. Hasil dari centrifuge adalah berupa
cutting yang merupakan padatan dan fluida yang berupa gabungan antara
emulsi, air, dan minyak. Hasil dari centrifuge yang merupakan fluida masuk
ke settling tank (c) untuk dipisahkan minyak, air, dan emulsinya. Minyak
yang sudah terpisah dikembalikan ke proses produksi, sedangkan airnya
diinjeksi ke tanah menggunakan sumur injeksi. Emulsi yang tersisa akan
dikembalikan ke pit 2 yang berkapasitas 3940 Bbls (626 m3) untuk
pengulangan proses dari mixing tank sampai settling tank. Setelah tiga kali

38
pengulangan proses, emulsi akan masuk ke Tempat Penyimpanan
Sementara (TPS) B3 Pit 3 Waste Plant Badak-58.

4.6.2 Pengemasan dan Pelabelan Limbah B3


Setiap kegiatan atau departemen yang menghasilkan limbah B3 wajib
mengemas serta melabeli limbah sebelum diangkut ke Tempat Penyimpanan
Sementara (TPS) limbah B3. Pengemasan dan pelabelan limbah B3 harus sesuai
dengan karakteristik yang dimiliki oleh limbah tersebut.
Wadah-wadah yang dipakai dalam pengemasan limbah B3 di VICO
Indonesia diantaranya:
 Drum 200 liter

(a) (b)
Gambar 4.10 Drum plastik (a) dan drum besi (b) berkapasitas 200 liter

Drum merupakan wadah yang paling sering dijumpai dalam pengemasan


limbah B3 di VICO Indonesia. Terdapat dua jenis drum, yaitu drum besi
dan drum plastik. Jenis drum disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 di
dalamnya.

39
(a) (b)
Gambar 4.11 Kondisi drum yang kurang baik: (a) Penyok; (b)
Berkarat

Kondisi beberapa drum yang terlihat di TPS Nilam Pipe Yard kurang baik,
seperti penyok dan berkarat. Dalam Kepbapedal 1/1995, salah satu syarat
kemasan limbah B3 yang digunakan adalah harus dalam kondisi baik, tidak
bocor, berkarat, atau rusak.
 Box kayu 1 m3

Gambar 4.12 Box kayu 1 m3

Box kayu digunakan untuk limbah B3 padat.

40
 Jerigen 20 liter

Gambar 4.13 Jerigen 20 liter


Jerigen 20 liter digunakan khusus untuk limbah medis yang dihasilkan oleh
klinik di Lapangan Badak.

 Cutting Bag

Gambar 4.14 Cutting bag

Cutting bag digunakan khusus untuk menampung limbah drilling cutting.


Pelabelan yang dilakukan oleh VICO Indonesia sudah sesuai dengan
PermenLH 14/2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3.

41
4.6.3 Penyimpanan Limbah B3
Limbah B3 di Lapangan Badak, VICO Indonesia disimpan sesuai
karakteristiknya di tiga jenis Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) yang berbeda.
Ketiga TPS tersebut adalah:
 TPS B3 Nilam Pipe Yard (NPY)
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) B3 Nilam Pipe Yard (NPY)
merupakan TPS yang digunakan untuk menyimpan limbah B3 umum dari
Lapangan Badak, Nilam dan Semberah sebelum diangkut ke pihak ketiga.
TPS NPY hanya digunakan untuk menyimpan limbah B3 umum selain
limbah drilling cutting dan lumpur minyak (sludge). TPS B3 Nilam Pipe
Yard mempunyai dimensi 7 m (panjang) × 3 m (lebar) × 4,5 m (tinggi).

Gambar 4.16 TPS Nilam Pipe Yard

Limbah B3 di TPS NPY dipisah berdasarkan jenisnya dan ditempatkan pada


palet-palet. Satu palet berisi maksimal empat drum, dan dibuat gang antar
palet untuk memudahkan aktivitas manusia. Ini semua sesuai dengan tata
cara penyimpanan limbah B3 menurut Kepbapedal 1/1995.

42
Gambar 4.17 Drum yang diletakkan diatas palet

TPS NPY juga dilengkapi dengan drainase dan secondary containment,


yaitu tempat untuk menampung B3 seandainya terjadi tumpahan.

Gambar 4.17 Drainase dan Secondary Containment

Alat-alat pendukung lainnya seperti Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan
eyewasher untuk mencuci mata apabila mata terkena langsung dengan B3
juga terdapat di TPS NPY.

Gambar 4.18 APAR dan eye washer

Berdasarkan Kepbapedal 1/1995, bangunan TPS harus terlindung dari


masuknya air hujan bauk secara langsung maupun tidak langsung. Atap TPS

43
NPY yang berlubang tidak memenuhi syarat pada peraturan tersebut
(Gambar 4.16)
 TPDC (TPS Drilling Cutting) Pit 1 Badak 58
Karena fasanya dan jumlahnya, limbah drilling cutting ditampung
dalam TPS yang terpisah. Di Lapangan Badak, TPDC terletak di Fasilitas
Badak 58. TPDC merupakan suatu lahan terbuka dimana limbah drilling
cutting yang dihasilkan dari aktivitas pengeboran, dari Mud Plant, dan
Waste Plant, dikemas dalam cutting bag dan ditumpuk di lahan tersebut.
Area TPDC dilapisi dengan compacted clay agar jika ada cutting yang
tumpah dari cutting bag yang robek, cutting tersebut tidak akan mencemari
tanah. TPDC Pit 1 Badak 58 mempunyai kapasitas seluas 3000 m2. TPDC
memenuhi PermenLH 30/2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat
Pencemaran Limbah B3 oleh pemerintah daerah.

(a) (b)
Gambar 4.19 (a) dan (b) TPDC Pit 1 Badak 58

 TPS B3 Pit 3 Waste Plant Badak 58


TPS B3 Pit 3 Waste Plant Badak- 8 berfungsi untuk menampung
emulsi sludge yang telah diproses terlebih dahulu di Waste Plant Badak-58.
TPS B3 ini mempunyai kapasitas sebesar 6485 Bbls atau 1031 m3.

44
Gambar 4.20 TPS B3 Pit 3 Waste Plant Badak 58

4.6.4 Pengangkutan Limbah B3


Ada dua jenis pengangkutan limbah B3 yang berlangsung di VICO
Indonesia, yaitu:
 Pengangkutan dari sumber limbah B3 ke TPS Limbah B3
Pengangkutan ini dilakukan oleh VICO Indonesia dengan light vehicle,
boom truck, atau vacuum truck.
 Pengangkutan dari TPS B3 ke TPS/TPA B3 (pihak ketiga berizin)
Pengangkutan ini dilakukan oleh pihak B3 berizin terkait, yaitu PPLi
(Prasadha Pamunah Limbah Industri) untuk limbah B3 umum dan PLKK
(Pengelola Limbah Kutai Kartanegara) untuk limbah drilling cutting dan
sludge.

Gambar 4.21 Pengangkutan Limbah B3 menggunakan Boom Truck

45
4.7 Arsip Dokumen
Dikarenakan pengelolaan B3 di VICO Indonesia sekarang hanya sampai
pada tahap penyimpanan, limbah B3 yang dihasilkan oleh VICO Indonesia
kemudian diserahkan kepadah pihak ketiga berizin sebagai pengelola selanjutnya,
dalam hal ini adalah PPLi (Prasadha Pamunah Limbah Industri) dan PLKK
(Pengelola Limbah Kutai Kartanegara). Sebagai penghasil, VICO Indonesia wajib
mengisi dan menyimpan manifest limbah B3 sebagai sarana/alat pengawasan yang
ditetapkan pemerintah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan juga
untuk mengetahui mata rantai perpindahan dan penyebaran limbah B3 (Kepbapedal
2/1995).
Jumlah salinan manifest tergantung dari berapa moda angkutan yang
dipakai untuk mengangkut limbah B3. Manifest untuk limbah B3 yang dibawa ke
PPLi terdiri dari 11 salinan, sedangkan untuk PLKK 7 salinan. Berdasarkan
Kepbapedal 2/1995, VICO Indonesia menyimpan salinan ketiga, kedelapan dan
kesepuluh untuk manifest PPLi, dan salinan ketiga serta ketujuh untuk manifest
PLKK. Pelaporan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
selalu dibuat setiap tiga bulan sekali (triwulanan).

(a) (b)
Gambar 4.22 (a) Laporan Pengelolaan Limbah B3 untuk KLHK dan
(b) Copy Salinan 2 untuk KLHK

46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan laporan ini adalah:
1. Jenis-jenis limbah B3 yang dihasilkan dari berbagai aktivitas di Lapangan
Badak, VICO Indonesia adalah plastik kemasan serbuk bor, majun
terkontaminasi, filter bekas, kaleng bekas kemasan cat dan thinner, limbah
infeksius, oli bekas, lampu bekas, baterai bekas, botol bekas bahan kimia,
limbah cair bahan kimia, drilling cutting, sludge, dan drum bekas.
2. Kegiatan pengelolaan limbah B3 di Lapangan Badak, VICO Indonesia meliputi
proses reduksi, penyimpanan, dan penyerahan kepada pihak ketiga berizin,
yaitu PPLi dan PLKK.
3. Pengelolaan limbah B3 di Lapangan Badak, VICO Indonesia mengacu pada
peraturan-peraturan pemerintah yang ada terkait pengelolaan limbah B3;
4. Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) B3 VICO Indonesia mempunyai izin
beroperasi dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara;
5. VICO Indonesia melakukan reduksi limbah B3 dari sumber dengan instrumen-
instrumen dan metode-metode yang disesuaikan dengan jenis limbah;
6. VICO Indonesia melakukan upaya-upaya untuk mereduksi efek negatif yang
mungkin terjadi dari limbah B3 yang dihasilkan;
7. Ada dua perlakuan terhadap limbah yang dihasilkan di Lapangan Badak, yaitu
disimpan di Tempat Penyimpananan Sementara (TPS) B3 dan diserahkan pada
pihak ketiga berizin.
8. Drilling cutting merupakan jenis limbah yang paling banyak dihasilkan oleh
Lapangan badak sebesar 88%, diikuti oleh sludge sebesar 12% dari total limbah
yang dihasilkan selama dua tahun terakhir (Juli 2014 – Juli 2016).
9. Jenis limbah B3 paling banyak dihasilkan di Lapangan Badak merupakan
limbah kategori 2 (dua), yaitu limbah yang mempunyai efek tunda.
10. Tidak ada pengolahan limbah B3 di Lapangan Badak.

47
11. Beberapa wadah yang digunakan untuk menyimpan B3 tidak dalam kondisi
baik, beberapa penyok dan berkarat.
12. TPS Nilam Pipe Yard memenuhi syarat, kecuali atap yang rusak (bolong).
13. VICO Indonesia melaporkan neraca massa limbah B3 setiap tiga bulan sekali
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terkait evaluasi pengelolaan limbah B3 VICO
Indonesia di Lapangan Badak adalah:
1. Memakai hanya wadah-wadah dalam kondisi baik: tidak rusak, bocor, penyok,
ataupun berkarat.
2. Mengganti atap TPS B3 Nilam Pipe Yard.
3. Mempertimbangkan pengelolaan 4R (reduce, reuse, recycle, recover) lain
untuk limbah yang dihasilkan.
4. Tetap menjaga good housekeeping yang sudah diterapkan di Lapangan Badak.

48
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan


Nomor 01 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Anonim. 1995. Keputusan Kepala Badan Pengendalaian Dampak Lingkungan
Nomor 02 Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Anonim. 2008. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Anonim. 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
Anonim. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Anonim. 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan
Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh
Pemerintah Daerah.
Anonim. 2013. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2013 tentang Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
Anonim. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta.
Dawson, Gaynor W. dan Basil W. Mercer. 1986. Hazardous Waste Management.
Hoboken: John Wiley & Sons.
La Grega, Michael D., Phillip L. Buckingham, Jeffrey C. Evans. 1994. Hazardous
Waste Management. New York: McGraw-Hill.
Riyanto. 2014. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Yogyakarta: Deepublish.
Wentz, Charles A. 1995. Hazardous Waste Management 2nd Edition. New York:
McGraw-Hill.

49

Вам также может понравиться