Вы находитесь на странице: 1из 6

“Mba Tatan, siapa itu yang kemarin datang?

Ganteng sekali mba, Bi Eha baru loh liat laki-laki

seganteng itu! Kirain cuman ada di tipi-tipi aja yang kaya gitu teh mba, ga kuat Bi Eha mah liatnya…”,

Bi Eha tiba-tiba muncul dikamarku dan mulai membukakan tirai kamar satu-persatu, sinar matahari

mulai mengganggu mataku. “Ga kuat kenapa atuh Bi Eha teh?”, Anta menyusul dibelakangnya. “Ga

kuat pengen ngawin!”, suara tawa mereka berdua mulai bergelegar membuat ribut kamarku.

“DIAMMMMMM KALIAN SEMUA BERISIIIIIKKKKKKKKK!!!”, aku berteriak-teriak sambil menutup

kepalaku dengan bantal. “Eh ada macan ngamuk Bi, sana Bi Eha pergi biar saya yang menaklukan si

macan ngamuk!”, Anta memberi kode pada Bi Eha disusul gerakan secepat kilat Bi Eha meninggalkan

kamar yang tampak kaget mendengar teriakkan marahku pagi itu. Anta sekarang tampak tersenyum

sumringah disisi tempat tidurku, “Selamat pagi teteh Tatan yang cantik, baik budi, ramah, dan gemar

berteriak… bangun yu! Pagi ini saya mau ajak Teteh ketemu Pierre si bule kasep itu, dia mau

presentasi galerinya yang di swiss itu teh! Yu?!”. Mataku melotot hampir keluar, “Apa?! Ketemu si

Albino itu lagi? Ngga mau!!! Aku malas!”. Anta yang kurang ajar mulai menariki selimut yang sejak

tadi menutupi tubuhku, “Eh ari si teteh jangan begitu, kita harus menyambut rejeki kita dengan

bahagia dan lapang dada. Swiss teh!! Swiss!! Abis itu kita kan bisa jalan-jalan!! Ke itutuh mmmh ke

mana? Eta geuning yang tempat drakula tea. Hayohhhh!! Teteh Tatan sudah berjanji sama Anta mau

bawa Anta kesana!”, Anta terus berteriak dengan penuh semangat. Jika sudah begitu, aku tak bisa

menolaknya. Anta berhasil membangunkanku pagi itu dalam keadaan kesal dan marah, namun tetap

saja tubuhku bergerak bangun dan bersiap atas keinginannya. Mungkin hanya Anta yang bisa

membuatku seperti ini, sampai detik ini aku menganggapnya sebagai manusia ajaib yang bisa

menaklukanku si macan betina.

“Anta, kenapa sih kamu ngotot banget mempertemukan aku dengan si Albino itu?”,

kukemudikan setir mobilku menuju tempat kami janjian dengan Pierre. “Teh, jangan sembarangan

menyebut nama orang. Namanya Pierre, bukan Albino!”, wajah Anta kini tampak serius menatapku.

“Iya, iya sorry… Pierre deh bukan si Albino. Kenapa sih Ta? Kenapa kamu semangat banget sama
proyek dia?”, dengan sedikit kesal kutanyakan kembali pertanyaan itu. “Gini Teh, sebagai menejer

marketing Teteh… menurut Anta sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk Teteh melebarkan

sayap sebagai pelukis yang berbakat. Selama ini meskipun karya teteh sudah cukup mahal dan

diminati orang seindonesia, tapi kan belum pernah ada peluang yang pas untuk membawa karya-

karya teteh ini ke dunia internasional? Nah, sekarang si Pierre Pierre ini memberikan celah yang

bagus untuk Teteh menuju kesana. Anta juga pilih-pilih atuh teh, menentukan kira-kira cocok atau

ngga dengan teteh. Kemarin-kemarin juga kan ada peluang ke Singapur, Cina, Seattle, semuanya

Anta tolak karena kerjasamanya pasti ga akan sesuai dengan teteh Tatan. Si bule ini orangnya sangat

baik, dan kerjasama yang ditawarkannya juga oke! Makanya, sok atuh teh agak dibuka matanya

lebar-lebar, coba kenali si bule ini karena dia memang orang yang sangat baik!”, Anta tersenyum

lebar menatapku dari kursinya. “Hmmm… cukup rasional. Tapi ini keinginanmu yah Anta! Aku hanya

ikut peranmu saja, kalau bukan karena kamu… aku malas sekali harus sampai seperti ini!”, tiba-tiba

wajah Anta yang pucat pasi saat di Rumah Sakit melintas dikepalaku, perasaan kasihan terhadapnya

muncul begitu cepat. “Iya teteh, pokonya teteh mah ikutin aja jalan ceritanya yah! Insyaallah

barokah!”, Anta mulai tertawa senang. Tanganku mencubit pergelangan tangannya dengan sangat

keras hingga dia mengaduh kesakitan, hatiku terasa tenang melihatnya bisa tertawa dan mengaduh

seperti hari ini. Semoga selamanya bisa seperti itu.

Si Albino itu tengah duduk di sebuah kursi yang menghadap langsung ke pemandangan

hutan, sebenarnya memang tempatnya duduk adalah spot favoritku di restoran hotel ini. Aku sering

mengunjungi tempat ini untuk sekadar makan malam bersama keluargaku ataupun Anta, dan si

Albino ini ternyata sudah 1 minggu menginap di hotel ini… katanya sih tujuannya mengunjungi kota

ini hanyalah agar bisa bertemu denganku. “Halo Pierre, kami datang tepat waktu kan?”, Anta

menyapanya lebih dulu disusul kemudian aku yang langsung menarik kursi disebelah si Albino.

“Hai!”, kusunggingkan senyum seadanya. Si Albino memalingkan wajahnya kepadaku sambil melepas

kacamata hitam yang sejak tadi dipakainya, “Hai! Selamat pagi Tania!! Ka..mu cantik dipagi ini…”.
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa malu dengan sapaannya barusan, terlebih kini wajahnya benar-

benar dekat dengan wajahku dan kini aku bisa melihat bagaimana tampannya laki-laki ini. Astaga!

Sepertinya baru pertama kali ini dalam hidupku menyebut seorang laki-laki dengan sebutan tampan,

meski dalam hati sekalipun. Namun reaksiku selalu diluar dugaan, karena kini sebuah sendok makan

sudah berada ditangan kananku dan kulemparkan tepat menyentuh kepalanya dengan cukup keras

hingga dia terlihat kaget dan kesakitan, “Kalau bicara jangan dekat-dekat yah! Tidak sopan!!! Aku

tidak suka laki-laki rese penggoda! Dasar Albino!”. Entah kenapa aku harus bersikap seperti itu, hati

keclku merasa malu melakukannya karena sebenarnya aku cukup senang melihat wajahnya begitu

dekat dengan wajahku. “Hush!!! Tuh geura si teh Tatan mah, bener-bener kelakuannya teh kaya

binatang! Udah ah jangan malu-maluin Anta atuh Teh! Kan tadi janji mau bersikap baik! Wajar atuh

da dia mah Bule, mungkin Bule mah emang gitu cara ngobrolnya!”, Anta memarahiku yang kini

hanya tertunduk diam. “Saya tidak apa-apa kok, sakit sedikit. Maafkan saya kalau tidak sopan Tania,

mohon maaf sepenuh hati”, si Albino tersenyum menatapku. Benar kata Bi Eha, wajahnya begitu

tampan… bagai dipahat malaikat. Seberkas senyum terukir lagi diwajahku, aku tak tahu kenapa

padanya aku jadi begitu murah senyum?

Pertemuan dengan si Albino hari ini cukup membuatku berkesan. Benar kata Anta,

penawaran kerjasama yang ditawarkan olehnya memang tidak merugikanku, bahkan sangat

menguntungkan aku. Terlebih lagi, dia bersedia menerima karya-karya yang memang kupilih sendiri

untuk galerinya. Sepanjang sore hingga malam tanpa sadar aku terus melamunkan sosok si Albino,

selain tampan… dia juga sangat ramah, dan selera humornya cukup bagus, tidak menyebalkan

seperti laki-laki pada umumnya. “Teh, teteh lagi seneng yah?”, Anta yang sejak tadi menemaniku

melamun menatap langit-langit kamar mulai berbicara. “Ngga, biasa aja! Kenapa emang?”, tanpa

menatapnya aku terus memandangi langit-langit kamar dengan posisi terlentang diatas tempat

tidur. “Malam ini ini teteh keliatan sumringah pisan, beda dari biasanya. Lagi mikirin apa sih?”, Anta

mulai menanyaiku. “Mikirin kamu dong! Siapa lagi?”, aku tertawa ringan. “Tah kan, ini teh bener-
bener ga biasa loh. Selama mengenal teteh belum pernah Anta ngeliat teteh kaya gini”, Anta mulai

bangun dari posisi terlentangnya. Aku masih saja tak mau bergerak dari posisi terlentangku, “Anta…

si Albino itu, lumayan juga yah…”. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu karena Anta tak lagi

bersuara, sedangkan aku sepertinya tertidur sangat lelap. Kepala dan mimpiku malam itu dipenuhi

sosok-sosok si Albino yang cukup mengusik perhatianku…

“Selamat pagiii Anta!!!! Hey bangun hey bangun bangun bangunnnn!!!!”, kurecoki tempat

tidur Anta pagi itu. Entah setan apa yang sedang merasukiku, karena sudah sejak pukul 7 tadi aku

terbangun dan memberanikan diri untuk mandi dengan menggunakan air dingin, tak pernah

kurasakan sensasi seperti ini sebelumnya! Luar biasa menyenangkan. Anta tampak bingung melihat

kehadiranku yang tiba-tiba, “Teteh, ari teteh kenapa? Ih aneh kaya nugelo. Mau apa teteh teh

kesini?”. Kutarik selimut yang menutupi kaki Anta, “Bangun!!! Temani aku yu?! Aku ingin ketemu si

Albino! Hehehe…”, kututupi wajah dengan kedua tanganku. “Ya ampunnnn subhanallah

alhamdulillah wasyukurillahh!!! Terimakasih ya Alah ternyata si teteh Tatan teh wanita normal,

kirain selama ini dia teh kantong keresek yang kelakuannya luar biasa dan ga suka laki-laki!”, Anta

tiba-tiba loncat dari tempat tidurnya lalu duduk dibawah tempat tidurnya dengan posisi kedua

tangannya mengarah ke atas seolah sedang berbicara kepada Tuhan. “Heh berisik!!! Cepetan mandi

dan cari tau dimana si Albino sekarang! Bilang aja kamu ngajak dia sarapan! Kamu ya! Bukan aku!”.

Entah kenapa aku merasa begitu bahagia pagi itu, senang rasanya membayangkan akan bertemu

Pierre lagi… mmmmh, bahkan aku lupa dengan sebutan Albinonya. Sepertinya aku sedang jatuh

cinta, belum pernah sebelumnya kurasakan rasa seperti ini, begitu cepat timbul dan tumbuh di

dalam hatiku, meledak-ledak dan tak terkendali… aku tak pernah mengalami sensasi seperti ini.

“Aduh teh, si Pierre ngga ngebales-bales sms Anta. Kumaha atuh? Mungkin dia masih tidur

teh jam segini mah, kan kita ngga janjian sama dia buat ketemu lagi hari ini teh! Kumaha atuh yah?”,

Anta tampak kebingungan. Aku tersenyum sangat lebar, “Kita datangi aja kamarnya yu? Beliin
makanan aja buat sarapannya dia… gimana?”. Anta tampak melotot mendengar apa yang baru saja

terucap dari bibirku, “Ih takut gini ih sama teteh Tatan yang sekarang, kaya kucing yang lagi kumincir

(birahi). Beneran ini teh Teteh Tatanku? Bukan ucing gering kan?”. “Euh!!! Cepat ah jangan banyak

bacot, yu kita cari sarapan buat Pierre…”, wajahku tertunduk malu menyebut namanya. Anta

kembali bereaksi, “Pierre pierre ah! Si Albino biasanya juga!!!”.

Aku dan Anta sudah berdiri di depan kamarnya, dengan sebungkus kupat tahu ditanganku.

Entah kenapa harus kupatahu yang kupilih, Anta yang memilihnya. Karena katanya, bule pasti jarang

makan kupat tahu, Aku sih menurut saja. Sudah 5 menit ini Anta menekan bel kamarnya, namun

tetap tak ada jawaban dari dalam sana. “Bener ga sih ini kamarnya? Jangan-jangan dari tadi kita

berdiri di depan kamar kosong?!”, aku mulai kesal. “Ih bener Teteh, nih kan lihat kartu namanya!

Kamar 315 kan bener?”, Anta menunjukan tulisan di balik kartu nama Pierre. “Atau mungkin dia

udah pulang yah Anta?”, kutekuk wajahku kebawah… sedikit perasaan kecewa muncul. Sekarang

sudah hampir 15 menit berlalu dan masih saja belum ada jawaban dari dalam kamar itu.

Kesabaranku mulai habis, akhirnya kuputuskan untuk menggantungkan bungkusan kupat tahu itu

pada gagang pintu kamar no 315. Aku tak peduli dia ada atau tidak, yang pasti pagi ini aku cukup

kecewa karena tak berhasil bertemu dengannya. Kutarik tangan Anta dengan keras, “Pulang yu!

Cintaku bertepuk sebelah tangan! Setan! Albino setan! Bule setan!”. Anta menurut saja ketika

tangannya kutarik dengan kasar, mulutnya tampak mengumpat kearahku, “Si macan jadi deui...

heuh”. Kami terus berjalan melewati lorong-lorong kamar, kamar 315 memang berada agak jauh

dari posisi Lift. Dengan serampangan aku terus berjalan cepat, sekali-kali kutendang tempat sampah

yang ada di pojok-pojok lorong kamar. Saat berada di depan lift, kutekan-tekan semua tombolnya

dengan kasar. Anta hanya terdiam memaku disampingku, dia tahu aku sedang sangat kesal dan tak

bisa diganggu. Pintu lift terbuka, saat hendak kulangkahkan kakiku kedalamnya… Anta menarik

tanganku dengan keras agar mundur. Aku yang sejak tadi menunduk kesal mulai marah dan

memalingkan wajahku pada Anta, namun Anta memberiku isyarat agar menatap lurus kedalam lift.
Saat itulah kulihat Pierre ada disana, sedang tak sadar dengan keberadaan kami yang tengah berdiri

didepannya. Disanalah kulihat Pierre sedang memelukki seorang perempuan muda, dan perempuan

itu membalas pelukannya dengan sangat kencang.

Untuk beberapa detik aku hanya terpaku, namun selanjutnya emosi menguasai kepalaku

dengan sangat cepat. Mulutku meneriakkan satu kata, “BERENGSEKK!!!!”. Lalu mulai membalikkan

badanku sambil berlari menuju tangga darurat…

Aku tak peduli pada siapapun yang mungkin melihatku seperti orang gila pagi itu. Sambil

berlari menapaki tangga-tangga darurat, air mataku berjatuhan hebat seperti hujan. Hatiku terasa

sangat sakit…

Bersambung.

Вам также может понравиться

  • Kritik Karya Seni
    Kritik Karya Seni
    Документ6 страниц
    Kritik Karya Seni
    Livia Hananda
    0% (1)
  • Bab I KPM
    Bab I KPM
    Документ1 страница
    Bab I KPM
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Tambahan BAB III
    Tambahan BAB III
    Документ1 страница
    Tambahan BAB III
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Pentingnya Lapisan Ozon untuk Bumi
    Pentingnya Lapisan Ozon untuk Bumi
    Документ3 страницы
    Pentingnya Lapisan Ozon untuk Bumi
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ54 страницы
    Bab I
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Benda
    Benda
    Документ3 страницы
    Benda
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • MUSIK
    MUSIK
    Документ7 страниц
    MUSIK
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Cover-1
    Cover-1
    Документ2 страницы
    Cover-1
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • MUSIK
    MUSIK
    Документ7 страниц
    MUSIK
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Elastisitas
    Elastisitas
    Документ1 страница
    Elastisitas
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Lembar Jawaban Pretest
    Lembar Jawaban Pretest
    Документ2 страницы
    Lembar Jawaban Pretest
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Hukum Kepler Bahan Ajar
    Hukum Kepler Bahan Ajar
    Документ2 страницы
    Hukum Kepler Bahan Ajar
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Tingkatan Takson Pada Beberapa Hewan
    Tingkatan Takson Pada Beberapa Hewan
    Документ2 страницы
    Tingkatan Takson Pada Beberapa Hewan
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • GRAVITASI
    GRAVITASI
    Документ3 страницы
    GRAVITASI
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Tujuan Dan Manfaat
    Tujuan Dan Manfaat
    Документ1 страница
    Tujuan Dan Manfaat
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Metode Pendekatan
    Metode Pendekatan
    Документ1 страница
    Metode Pendekatan
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Sintaks Problem Based Learning
    Sintaks Problem Based Learning
    Документ3 страницы
    Sintaks Problem Based Learning
    alan
    Оценок пока нет
  • Usaha dan Energi
    Usaha dan Energi
    Документ5 страниц
    Usaha dan Energi
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Cara Pembuatan Vaksin
    Cara Pembuatan Vaksin
    Документ6 страниц
    Cara Pembuatan Vaksin
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Sil 3
    Sil 3
    Документ38 страниц
    Sil 3
    Warnet Master-net
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ1 страница
    Bab I
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Rang Kuman
    Rang Kuman
    Документ9 страниц
    Rang Kuman
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Sintaks Problem Based Learning
    Sintaks Problem Based Learning
    Документ3 страницы
    Sintaks Problem Based Learning
    alan
    Оценок пока нет
  • Angket Studi Lab
    Angket Studi Lab
    Документ2 страницы
    Angket Studi Lab
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi CHUN (Oc)
    Daftar Isi CHUN (Oc)
    Документ4 страницы
    Daftar Isi CHUN (Oc)
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Bab II Seminar P
    Bab II Seminar P
    Документ16 страниц
    Bab II Seminar P
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Bab I Seminar
    Bab I Seminar
    Документ6 страниц
    Bab I Seminar
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Bab IV Seminar
    Bab IV Seminar
    Документ2 страницы
    Bab IV Seminar
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет
  • Bab III Seminar P
    Bab III Seminar P
    Документ18 страниц
    Bab III Seminar P
    Nila Hurnita
    Оценок пока нет