Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. IDENTITAS PASIEN
Pendidikan - SI SI
Asuransi BPJS
No. RM 894284
1
B. ANAMNESIS
Bayi laki-laki 0 hari datang ke IGD Ponek RSU Kardinah pada tanggal 26
Oktober 2017 pukul 21.40 WIB rujukan dari Rumah Bersalin Rahma dengan keluhan
utama menangis merintih dan diagnosa distres respirasi, neonatal infeksi dan neonatus
posterm.
Ibu pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit jantung
bawaan ataupun asma. Riwayat penyakit batuk-batuk lama atau pengobatan flek paru
2
juga disangkal. Riwayat diabetes mellitus pada ibu juga disangkal. Riwayat kejang
berulang juga disangkal.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan pencahayaan
baik.
Riwayat demam (+) saat usia kehamilan 4 bulan, namun ibu tidak
memeriksakan ke dokter, hanya mengompres dengan air hangat dan mengistirahatkan
dirumah. Kemudian dalam 2 hari demam sudah turun dan keadaan ibu pasien
membaik, riwayat darah tinggi, perdarahan, kencing manis, kejang saat kehamilan,
infeksi saat kehamilan, ketuban pecah dini, riwayat minum obat tanpa resep dokter
3
dan jamu-jamuan selama hamil disangkal. Selama hamil ibu makan 3x sehari berupa
nasi, lauk pauk, sayur dan buah-buahan.
Riwayat Persalinan
Kesan: Neonatus posterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan tidak bugar.
Ibu P1A0, pasien adalah anak pertama dan berjenis kelamin laki-laki
4
Pertumbuhan : Berat lahir 3400 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala
33 cm dan lingkar dada 32cm.
Riwayat Imunisasi
ULANGAN
VAKSIN DASAR (umur)
(umur)
BCG - - - - - - -
DTP/ DT - - - - - - -
POLIO - - - - - - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B - - - - - - -
Pasien belum pernah diimunisasi sejak lahir karena keadaannya sejak lahir
tidak sehat, sehingga imunisasi ditunda
Kesan : Belum dilakukan imunisasi dasar.
Silsilah Keluarga
Keterangan :
5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 07.00 WIB di
Ruang NICU.
I. Kesan Umum
Tampak sakit sedang, lemah (+), tanda-tanda posterm(+),menangis(-), gerak
aktif (-), tampak sesak, retraksi (+), kejang (+), sianosis (-), pucat (-), ikterik (-
),terpasang ET Ventilator mode CMV dan sonde.
6
Mulut : Bibir kering (+), bibir sianosis (-), stomatitis (-), mukosa
hiperemis (-), lidah normoglossia.
iii. Leher: Pendek, simetris, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)
iv. Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi
(+)
Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal, areola
mammae penuh benjolan 5 mm.
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronki (+/+), hantaran
(+/+), wheezing(-/-)
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V 1 cm midklavikula sinistra.
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
v. Abdomen:
Inspeksi: Tampak buncit, tali pusat sudah terlepas, hernia umbilikal (-).
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: Timpani.
vi. Vertebrae : Spina bifida (-), meningokel (-)
vii. Genitalia: Jenis kelamin laki-laki, testis di skrotum dengan rugae yang
jelas.
viii. Anorektal : Anus (+), diaper rash (-)
ix. Ekstremitas:
Keempat ekstrimitas lengkap, simetris, tampak garis-garis pada seluruh
telapak kaki
Superior Inferior
7
CRT <2” <2”
Ref. Fisiologis + +
Ref. Patologis - -
x. Refleks primitif:
Refleks Oral
o Refleks Hisap : (+)
o Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : Tidak dilakukan
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
• Maturitas Bayi
Kesan:
Neonatus lebih
bulan, sesuai masa
kehamilan
8
• New Ballard Score
Total 22 Total 22
Score
= maturitas neuromuskular + maturitas fisik
= 22+22 = 44 poin = 40 - 42 minggu
Kesan : maturitas bayi posterm 41 minggu
9
• Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
10
• Gupte Score
Prematuritas 0
Cairan amnion berbau busuk 0
Ibu demam 2
Asfiksia (APGAR menit 1 ≤ 6) 2
Partus lama 0
Vagina tidak bersih 0
KPD 0
Total Skor 4
• Downe Score
11
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama pasien dirawat di RSU Kardinah Tegal:
Laboratorium Darah
Kimia Klinik
Sero-Imunologi
Elektrolit
12
Babygram (27/10/2017)
Gambaran:
Corakan infiltrat kedua paru
Silhoutte sign (+)
Cor CTR <0,56
Udara intestine prominen, distensi ringan (+)
Pre peritoneal fat line (+)
Kesan: HMD grade 2-3, Sub ileus
F. RESUME
Bayi laki-laki 0 hari datang ke IGD Ponek RSU Kardinah pada tanggal 26 Oktober
2017 pukul 21.40 WIB rujukan dari Rumah Bersalin Rahma dengan keluhan utama
menangis merintih dan diagnosa distres respirasi, neonatal infeksi dan neonatus posterm.
Riwayat persalinan bayi lahir spontan pukul 15.55 WIB, ibu G1P0A0 hamil 40 minggu.
Saat lahir kondisi bayi tidak bugar, tidak segera menangis, terdengar merintih, tampak
sesak, gerakan bayi kurang aktif, tangan dan kaki bayi terlihat lemas dengan APGAR
skor 5-6, BBL 3400 gram, PB 48 cm. Air ketuban keruh, anus(+), meconium(+). Pada
bayi sudah sudah diberikan injeksi vit. K 0,5 cc intramuskular di paha kiri dan diberikan
injeksi dexamethasone ⅓ ampul. Hasil pemeriksaan fisik di IGD RSUD Kardinah
didapatkan bayi menangis(+),merintih(+),retraksi(+),sianosis(-), gerakan aktif(-). Hasil
tanda vital berupa suhu adalah 36,8°C, HR 150x/menit, RR 92x/menit, SPO2 95% serta
gula darah sewaktu 90 mg/dl. Kemudian bayi dipindahkan ke Ruang NICU untuk
diberikan bantuan nafas menggunakan CPAP dan perawatan lanjutan.
Kondisi bayi saat ini, tampak stabil dengan klinis masih sesak namun sudah
berkurang , kejang (+), warna kulit tidak pucat, kuning atau biru, pasien sudah BAB,
BAK dan mendapatkan ASI melalui sonde.
13
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 128x/menit, laju nafas 37x/menit, suhu
36,7 oC dan SpO2 96%. Data antropometri didapatkan BB sekarang 3400 gram, PB
sekarang 48cm dan LK sekarang 34 cm dengan status neonatus posterm dan sesuai masa
kehamilan menurut Kurva Lubchenko. Status internus didapatkan KU Tampak lemah
(+), tanda-tanda posterm(+),menangis(-), gerak aktif (-), tampak sesak, retraksi (+),
kejang (+), sianosis (-), pucat (-), ikterik (-),terpasang ET Ventilator mode CMV dan
sonde dan ronkhi (+) pada kedua lapang paru Berdasarkan hasil pemeriksaan new
ballard score menunjukkan pasien berusia 40-41 minggu (posterm). Kesan lingkar
kepala mesosefal menurut Kurva Nellhaus. Pada perhitungan Downe score didapat skor
2, terdapat gangguan pernapasan ringan. Pada pemeriksaan penunjang laboraturium
darah didapatkan CRP positif 96 dan GDS 91 (hiperglikemia).
G. DAFTAR MASALAH
Letargi
Demam
Kejang (spastik)
H. DIAGNOSIS BANDING
14
Observasi Kejang Hipoksis Iskemik Ensefalopati
Perdarahan Intrakranial
Infeksi
Gangguan metababolik
I. DIAGNOSIS KERJA
Distress Respirasi
HMD grade 2-3
Neonatal Infeksi
HIE
Neonatus Posterm
J. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat intensif, observasi KU, monitor TTV
Oksigenasi, pasang O2 CPAP PEEP 7, FiO2 40 %.
Tunda Diet
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi yang
mungkin.
b. Medikamentosa
IVFD D10% 12 tpm
Inj. Cefotaxim 2x150 mg
Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml
Inj. Cefotaxim 2x150 mg
Inj. Dopamin 5meq/kg/menit
Inj. Sibital 60mg bila kejang
15
Inj. Midazolam 0,1-0,2 mg/kgBB/jam
Inj. Surfaktan 1 vial = 8 ml
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
L. PEMERIKSAAN ANJURAN
16
M. PERJALANAN PENYAKIT
S Bayi 0 hari. Demam (-), kejang (-) Bayi 1 hari. Demam (-), kejang (+)
tampak sesak (+), BAB/BAK (-/+), R. semalam 00.30, tampak sesak (-),
hisap (+), ASI (-), biru/kuning/pucat (-) BAB/BAK (-/+), R. hisap (+), ASI (+),
biru/kuning/pucat (-),
17
Kebutuhan cairan : 374 cc FiO2 45%
18
28 Oktober 2017 pkl. 8.00 29 Oktober 2017 pkl 7.00
Tgl
Hari Perawatan ke-3 Hari Perawatan ke-4
S Bayi 2 hari. Demam (-), kejang (+) 2x Bayi 3 hari. Demam (-), kejang (-),
semalam jam 23.00 dan 03.30, tampak tampak sesak (-), BAB/BAK (+), R. hisap
sesak (-), BAB/BAK (+/+), R. hisap (+), (+), ASI (-), biru/kuning/pucat (-)
ASI (-), biru/kuning/pucat (-)
O KU : tampak sakit sedang, sesak (+), KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
menangis dan gerak aktif (+), retraksi menangis dan gerak aktif (+), retraksi
(+) (+)
19
4. HIE grade III 4. HIE grade III
5. HMD grade 2-3 5. HMD grade 2-3
6. N. Posterm 6. N. Posterm
p 1. O2 VM 1. O2 VM
2. IVFD KAEN 1B 12 tpm 2. IVFD KAEN 1B 12 tpm
3. Terapi lanjut : 3. Terapi lanjut :
- Inj. Meropenem 3x125 mg - Inj. Meropenem 3x125 mg
- Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml - Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml
- Inj. Gentamicin 2x8 mg - Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Inj. PCT 4x30mg (k/p) - Inj. PCT 4x30mg (k/p)
- Dopamine 5 meq - Dopamine 5 meq
- Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam - Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam
4. Diet ASI 8x2,5-5mlsonde 4. Diet ASI 8x2,5-5mlsonde
5. Inj. Sibital 30 mg bila kejang 5. Inj. Sibital 30 mg bila kejang
6. Isap lendir 6. Isap lender
7. Monitor KU, TV 7. Monitor KU, TV
20
30 Oktober 2017 pkl. 7.00 31 Oktober 2017 pkl 8.00
Tgl
Hari Perawatan ke-5 Hari Perawatan ke-6
S Bayi 4 hari. Demam (+), kejang (+) Bayi 5 hari. Demam (-), kejang (+) jam
semalam, tampak sesak (+), BAB/BAK 06.30, tampak sesak (-), BAB/BAK (+),
(+kuning/+), R. hisap (+), ASI (+), R. hisap (+), ASI (+), biru/kuning/pucat
biru/kuning/pucat (-) (-)
O KU : tampak lemah, sesak (+), menangis KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
dan gerak aktif (+), retraksi (-), terpasang menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-)
ET Ventilator mode CMV
TTV : HR 127x/m, RR 35x/m, S 36,7 0C,
TTV : HR 128x/m, RR 37x/m, S 38 0C,
SpO2 96%
SpO2 96%
St. generalis :
St. generalis :
Kepala dan mata : dbn
Kepala dan mata : dbn
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-),
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
(+/+), Wh (-/-), hantaran (+),S1S2 reg, m
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
(-), g (-)
baik
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
Eks : AH +/+, CRT < 2”
baik
BB : 3400 g
Eks : AH +/+, CRT < 2”
Terpasang O2 VM CMV, PEEP 6, PIP
BB : 3400 g
17, FiO2 35%
Terpasang O2 VM CMV, PEEP 6, PIP
17, FiO2 35%
21
4. HIE grade III 4. HIE grade II
5. HMD grade 2-3 5. HMD grade 2-3
6. N. Posterm 6. N. Posterm
P 1. O2 CMV 1. O2 CMV
2. IVFD KAEN 1B 12 tpm 2. IVFD KAEN 1B 12 tpm
3. Terapi lanjut : 3. Terapi lanjut :
- Inj. Meropenem 3x125 mg - Inj. Meropenem 3x125 mg
- Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml - Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml
- Inj. Gentamicin 2x8 mg - Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Inj. PCT 4x30mg (k/p) - Inj. PCT 4x30mg (k/p)
- Dopamine 5 meq - Dopamine 5 meq
- Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam - Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam
4. Infus PCT 4x30mg (k/p) 4. Diet ASI 8x20-30 ml sonde
5. Diet ASI 8x10-20 ml sonde 5. Isap lendir teratur
6. Ulang GDS,darah rutin
S Bayi 6 hari. Demam (-), kejang (+) Bayi 7 hari. Demam (+) semalam jam
semalam, tampak sesak (-), BAB/BAK (- 21.45, kejang (-), tampak sesak (-),
/+), R. hisap (+), ASI (+), biru(- BAB/BAK (+), R. hisap (+), ASI (+),
)/kuning(+)/pucat (-) biru/kuning(+)/pucat (-)
O KU : tampak sesak (-), menangis dan KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
gerak aktif (+), retraksi (-), ikterik(+) menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-
), ikterik(+)kr II
TTV : HR 111x/m, RR 37x/m, S 37 0C,
TTV : HR 144x/m, RR 38x/m, S 36,8
SpO2 91%
0C,SpO 92%
2
St. generalis :
St. generalis :
Kepala dan mata : dbn
Kepala dan mata : dbn
22
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) Wh
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
baik
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
Eks : AH +/+, CRT < 2” baik
HB/Ht/L/T/E :
13/35.9/10/265/3.7
MCV/MCH/MCHC:
96/34.8/36.2
23
P 1. O2 VM 1. O2 VM
2. IVFD KAEN 1B 12 tpm 2. IVFD KAEN 1B 14 tpm
3. Terapi lanjut : 3. Terapi lanjut :
- Inj. Meropenem 3x125 mg - Inj. Meropenem 3x125 mg
- Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml - Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml
- Inj. Gentamicin 2x8 mg - Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Inj. PCT 4x30mg (k/p) - Inj. PCT 4x30mg (k/p)
- Dopamine 5 meq - dopamine 5 meq
- Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam - Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam
4. Diet : ASI 8x10-20ml sonde 4. Diet ASI 8x10-20 ml (sonde)
5. Ulang darah rutin dan bilirubin 5. Fototerapi 24 jam
6. Isap lendir
S Bayi 7 hari. Demam (-), kejang (-) Bayi 8 hari. Demam (-), kejang (-),
semalam, tampak sesak (-), BAB/BAK (- tampak sesak (+), BAB/BAK (+/+), R.
/+), R. hisap (+), ASI (+), biru(- hisap (+), ASI (+), biru/kuning(-)/pucat
)/kuning(-)/pucat (-) (-)
O KU : tampak sesak (-), menangis dan KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
gerak aktif (+), retraksi (-), ikterik(-) menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-)
24
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), (+/+), hantaran (+)Wh (-/-), S1S2 reg, m
Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) (-), g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
baik baik
P 1. O2 SIMV 1. O2 SIMV
2. IVFD KAEN 1B 12 tpm 2. IVFD KAEN 1B 12 tpm
3. Terapi lanjut : 3. Terapi lanjut :
- Inj. Meropenem 3x125 mg - Inj. Meropenem 3x125 mg
- Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml - Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml
- Inj. Gentamicin 2x8 mg - Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Inj. PCT 4x30mg (k/p) - Inj. PCT 4x30mg (k/p)
- Dopamine 5 meq - Dopamine 5 meq
- Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam - Midazolam 0,1 mg/kgBB/jam
4. Diet : ASI 8x20-30ml sonde 4. Diet : ASI 8x30ml sonde
5. Fototerapi sampai jam 08.00 WIB 5. Ulang darah rutin,elektrolit
6. Cek GDS Jam 08.00 = 71 mg/dl 6. Isap lendir
25
5 November 2017 pkl. 7.00 6 November 2017 pkl 8.00
Tgl
Hari Perawatan ke-11 Hari Perawatan ke-12
S Bayi 9 hari. Demam (-), kejang (-) Bayi 10 hari. Demam (-), kejang (-),
semalam, tampak sesak (-), BAB/BAK (- tampak sesak (+), BAB/BAK (+/+), R.
/+), R. hisap (+), ASI (+), biru(- hisap (+), ASI (+), biru/kuning(-)/pucat
)/kuning(-)/pucat (-) (-)
O KU : lemah, sadar, tampak sesak (<<), KU : tampak sakit sedang, tampak sesak,
menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-), menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-)
ikterik(-)
TTV : HR 115x/m, RR 40x/m, S 36,9
TTV : HR 168x/m, RR 35x/m, S 36,4 0C,SpO 95%
2
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
baik baik
Eritrosit :3,8x106/ul
RDW/MCV/MCH/MCHC
26
:13,8/88.9/34.7/39.0
Elektrolit :
Natrium/K/Cl : 140/5.42/115
S Bayi 11 hari. Demam (-), kejang (-), Bayi 12 hari. Demam (-), kejang (-),
tampak sesak (-), BAB/BAK (-/+), R. tampak sesak (-), BAB/BAK (+/+), R.
hisap (+), ASI (+), biru(-)/kuning(- hisap (+), ASI (+), biru/kuning(-)/pucat
)/pucat (-) (-)
27
O KU : lemah, sadar, tampak sesak (-), KU : tampak sakit sedang, tampak sesak
menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-), (-), menangis dan gerak aktif (+),
ikterik(-) retraksi (-), ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-) Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/ -
Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-) ), hantaran (+)Wh (-/-), S1S2 reg, m (-),
g (-)
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
baik Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
baik
Eks : AH +/+, CRT < 2”
Eks : AH +/+, CRT < 2”
Terpasang O2 CPAP, PEEP 7, PIP 17,
FiO2 35% Terpasang O2 CPAP, PEEP 7, PIP 17,
FiO2 35%
28
5. latihan menetek
Tgl 11 November 2017 pkl. 7.00 13 November 2017 pkl 7.00
S Bayi 17 hari. Demam (-), kejang (-), Bayi 19 hari. Demam (-), kejang (-),
tampak sesak (-), BAB/BAK (-/+), R. tampak sesak (-), BAB/BAK (+/+), R.
hisap (+), ASI (+), biru(-)/kuning(- hisap (+), ASI (+), biru/kuning(-)/pucat
)/pucat (-) (-)
O KU : sadar, tampak sesak (-), menangis KU : lemah, sadar, tampak sesak (-),
dan gerak aktif (+), retraksi (-), menangis dan gerak aktif (+), retraksi (-
ikterik(-) ), ikterik(-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/-), Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Wh (-/-), S1S2 reg, m (-), g (-)
Thorax : retraksi (-), SNV (+/+), Rh (-/ -
Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor ), hantaran (+)Wh (-/-), S1S2 reg, m (-),
baik g (-)
Eks : AH +/+, CRT < 2” Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor
baik
29
4. HIE grade 2 4. HIE grade 2
5. N. Posterm 7. N. Posterm
P 1. O2 (k/p) 1. O2 (k/p)
2. Aff infus evaluasi tanpa infus 2. p.o Cefixime 2x15 mg
3. Terapi lanjut : 3. Diet ASI
- Inj. Meropenem 3x125 mg
- Inj. Ca Gluconas 1x0,7 ml ACC PULANG
- Inj. Gentamicin 2x8 mg
- Inj. PCT 4x30mg (k/p)
4. Latihan menetek
5. Diet 8x60-70 ml
30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Distres Respirasi
Definisi
Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik
sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark 1986). 1
ARDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispnea, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi.
Terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan
adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan
mencegah terjadinya kolaps paru 2
Epidemiologi
Sindrom distres pernapasan, juga dikenal sebagai penyakit membran hyaline, terjadi
hampir secara eksklusif pada bayi prematur. Kejadian dan tingkat keparahan sindrom
gangguan pernafasan berhubungan terbalik dengan usia gestasi bayi yang baru lahir.2
31
80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu. (Yuliani, 2001).1
Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual
sesaria. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah
bayi lahir dan akan bertambah berat.3,4
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini.
Pada bayi prematur, sindrom distres pernafasan berkembang karena sintesis dan sekresi
surfaktan yang terganggu yang menyebabkan atelektasis, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(V / Q), dan hipoventilasi dengan hipoksemia resultan dan hiperkarbia. Analisa gas darah
menunjukkan asidosis pernapasan dan metabolik yang menyebabkan vasokonstriksi paru,
yang mengakibatkan integritas endotel dan epitel terganggu dengan kebocoran eksudat
protein dan pembentukan selaput hialin (oleh karena itu namanya). 2
32
kejadian PMH pada neonatus dengan usia gestasi <30 minggu 60%, usia gestasi 30-34
minggu 25%, dan pada usia gestasi 35-36 minggu adalah 5%. Faktor predisposisi lain adalah
kelahiran operasi kaisar dan ibu dengan diabetes.
Gejala klinis
Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan
sianosis yang terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat
disingkirkan.
Pemeriksaan pencitraan
Bentuk toraks yang sempit disebabkan hipoaerasi dan volume paru berkurang
Gambaran granularitas, yaitu distensi duktus dan bronkiolus yang terisi udara dengan
alveoli yang mengalami atelektasis.
Tata laksana PMH yang semakin baik, seperti penggunaan surfaktan dan pemberian
CPAP segera setelah bayi lahir menyebabkan gambaran tidak klasik pada foto
toraks.
Klasifikasi
Derajat III : opasitas lebih jelas, dengan air bronchogram lebih jelas meluas
33
airbronchogram, jantung tak terlihat, disebut juga “white lung”
34
Gambaran klinis
Bayi cukup/lebih bulan dengan distres pernapasan berupa takipneu, retraksi, merintih,
dan sianosis.
Pemeriksaan pencitraan
Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua lapangan paru
Bila mekonium terhisap dalam jumlah yang banyak, dapat terjadi atelektasis paru
atau emfisema obstruktif.
35
c. Bronchopulmonary Dysplasia
Gambaran Klinis
Anak tidak bisa lepas oksigen sampai usia 28 hari, takipneu, takikardi, retraksi,
desaturasi oksigen, kehilangan berat badan.
Edema paru, infeksi, serta status gizi yang buruk merupakan faktor potensial untuk
terjadinya BPD.
Pemeriksaan Pencitraan
Gambaran opak kasar, iregular, berbentuk garis atau rope-like yang menunjukkan
adanya atelektasis atau fibrosis pada paru dengan daerah lusen menyerupai kista yang
menunjukkan adanya hiperekspansi akibat air-trapping, hiperaerasi paru, dan
pergeseran struktur normal akibat atelektasis.
Gambar 3.
d.
36
d. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
Biasanya pada bayi cukup bulan atau sedikit prematur, lahir dengan operasi sesar,
precipitous labour.
Gejala klinis
Anak mengalami distres pernapasan ringan segera setelah lahir yang membaik dalam
beberapa jam kemudian, umumnya kurang dari 24 jam. Bila tidak segera membaik pikirkan
kemungkinan neonatal pmeumonia.
Pemeriksaan Pencitraan
Hiperinflasi paru atau normal, fisura interlobaris terlihat opak karena terdapat cairan,
efusi pleura, fuzzy vessel atau densitas bergaris.
37
e. Pneumonia Neonatal
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Pencitraan
38
saluran napas terminal, udara akan masuk ke ruang interstitial paru menyebabkan PIE.
Kemudian udara masuk bronchovascular sheat menyebar ke perifer. Bila paru telah
mengalami PIE maka komplikasi pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumoperikardium,
penumoperitoneum, serta emboli udara sangat mungkin terjadi.
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Pencitraan
Gambaran lusen udara berberbetuk gelembung kecil atau bergaris. Merupakan prekursor
terjadinya pneumotoraks.
g. Pneumotoraks
Ruang pleura berada diantara pleura parietalis dan viseralis. Pleura viseralis melekat
pada parenkim paru dan bergerak bersama paru. Bila udara masuk ke dalam ruang pleura,
maka pleura parietalis akan terpisah dari pleura viseralis. Pleura viseralis terlihat sebagai
garis putih tipis yang melekat pada paru.
39
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Pencitraan
Bila pada foto toraks AP diragukan, lakukan pemeriksaan right/left lateral decubitus
dengan sinar horisontal. Pada posisi yang dicurigai, penumotoraks terdapat di bagian
atas.
Pneumotoraks ringan terlihat sebagai bayangan lusen pada hemitoraks lateral yang
mendorong paru ke medial. Pneumotoraks yang luas selain menyebabkan
pendorongan paru ke medial hingga menyebabkan kolaps seluruh paru, juga dapat
mendorong struktur di mediastinum ke arah kontralateral.
Gambar 7. Pneumotoraks
40
h. Pneumomediastinum
Pneumomediatinum dapat merupakan komplikasi PIE. Keadaan ini juga dapat terjadi
spontan.
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Pencitraan
Gambar 8. Pneumediastinum
i. Pneumoperikardium
Keadaan lain sebagai komplikasi terapi oksigen dengan tekanan positif adalah
bocornya udara ke ruang perikardium sehingga terjadi pneumoperikardium.
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Pencitraan
41
Pneumoperikardum terlihat sebagai bayangan lusen yang mengelilingi jantung
Perbedaaannya dengan pneumomediastinum, pada pneumomediastinum udara
tidak mengelilingi jantung namun naik ke arah kranial mengelilingi timus atau
menyebabkan terangkatnya timus serta meluas ke subkutis sehingga pada
perabaan terdapat krepitasi di daerah leher
Gambar 9. Pneumoperikardium
j. Pneumoperitonium
Pemberian oksigen dengan tekanan positif pada PMH juga dapat menimbulkan
kebocoran udara ke dalam ruang peritonium dan menyebabkan pneumoperitoneum. Perforasi
saluran pencernaan juga dapat menimbulkan pneumoperitonium, misalnya pada enterokolitis
nekrotikans yang mengalami perforasi atau obstruksi usus.
Gambaran Klinis
Pada pneumoperitonium luas perut terlihat membuncit dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan pekak hati menghilang.
Pemeriksaan Pencitraan
42
Gambaran Pencitraan
Foto abdomen supine sinar horisontal dipilih bila neonatus atau anak sakit
berat sehingga tidak dapat dilakukan perubahan posisi.
Pada posisi ini, udara bebas dalam jumlah sedikit terlihat sebagai bayangan
lusen berbentuk segitiga di anterior abdomen berbatasan dengan loop usus dan
dinding abdomen. Udara bebas dalam jumlah banyak tampak sebagai
bayangan lusen di anterior/di bawah dinding abdomen yang menyebabkan
pendorongan usus ke posterior.
Apabila anak dapat dirubah posisinya, pada foto abdomen LLD udara bebas
dalam jumlah sedikit akan tampak sebagai bayangan lusen di antara dinding
abdomen dan hati yang merupakan tempat tertinggi di abdomen sehingga
udara bebas terkumpul di daerah ini. Pada kedaaan berat udara bebas akan
mendorong organ didekatnya ke posterior.
Foto abdomen terlentang AP hanya dapat memperlihatkan udara bebas dalam
jumlah yang sangat banyak membentuk bayangan lusen superimpose dengan
bayangan usus (socker ball sign). Pada foto abdomen AP tegak akan terlihat
bayangan lusen dibawah diafragma yang mendorong hati dan limpa ke kaudal
bila jumlah udara bebas cukup banyak.
Gambar 9. Pneumoperitonium
43
Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.5
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. 5
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma dan keracunan oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline
yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai
membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan
ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).5
Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan.5
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada
44
bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu : pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,
kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru. Ketiga, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat. 5
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :5
5. Mencegah hipotermia.
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
45
c. Bila terjadi kejang, potong kejang
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama
terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. 5
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat
diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.5 Jika ada tanda
berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar
sepsis.
Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18
jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan
nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis. Jika suhu normal,
pantau bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada
tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan
perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2 secara bertahap .
46
Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum. 5
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali
tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi
tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan. 5
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan
ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar
sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternatif pemberian minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada
perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit. 5
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS
adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat
dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )
47
Infeksi awitan dini Infeksi awitan lambat
Terjadi dalam 72 jam pertama setelah lahir Terjadi lebih dari 72 jam setelah lahir
Epidemiologi
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 mendapatkan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000 kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000
bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Beberapa penyebab kematian bayi
disebabkan berat badan lahir rendah, asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian
minum. Penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas dan berat
48
badan lahir rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia lahir 33,6%.
Sedangkan penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari adalah infeksi 57,1%
(termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah minum 14,3%.1
Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada umumnya
disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi awitan lambat
terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca persalinan dan akibat
kolonisasi nosokomial.6Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar 5 juta kematian neonatus
pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun 2004, namun tetap 98% terjadi di
negara sedang berkembang. Sebagian infeksi dilaporkan di Korea terjadi akibat paparan
dengan kuman dan sumber dari lingkungan pada saat pasca persalinan.
Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar
rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadap kuman
yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari
orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
49
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui
jalan ini ialah :
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban
pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi
lebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan
amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada
partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan
inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi
dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan
alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi
pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena
mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi
mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika
sehingga pengobatannya sulit.
50
Diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan
pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah
laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi
tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu, namun tiba-tiba
tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan tersebut disebabkan
infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang
tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian yaitu 6,9:
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu “Bell
Squash Score” dan “Gupte Score”: 10-1
51
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
Gupte Score:
1. Prematuritas 3
3. Ibu demam 2
4. Asfiksia 2
5. Partus lama 1
7. KPD 1
Kategori A Kategori B
• Kesulitan bernapas • Tremor
(misalnya, apnea, napas lebih dari 30 • Letargi atau lunglai
kali per menit, retraksi dinding dada, • Mengantuk atau aktivitas
52
grunting pada waktu ekspirasi, berkurang
sianosis sentral) • Iritabel atau rewel
• Kejang • Muntah (menyokong
• Tidak sadar kecurigaan sepsis)
• Suhu tubuh tidak normal • Perut kembung
(tidak normal sejak lahir dan tidak (menyokong kecurigaan sepsis)
memberi respons terhadap terapi • Tanda klinis mulai tampak
atau suhu tidak stabil sesudah sesudah hari ke empat
pengukuran suhu normal selama tiga (menyokong kecurigaan sepsis)
kali atau lebih, menyokong • Air ketuban bercampur
diagnosis sepsis) meconium
• Persalinan di lingkungan yang • Malas minum sebelumnya
kurang higienis minum dengan baik
(menyokong kecurigaan sepsis) (menyokong kecurigaan sepsis)
• Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis
(menyokong kecurigaan sepsis)
Identifikasi faktor resiko infeksi harus menjadi perhatian khusus sehingga dapat
diberikan tatalaksana efektif seawal mungkin dengan harapan menurunkan mortalitas dan
memperbaiki morbiditas akibat sepsis. Pengelompokan faktor-faktor resiko sepsis menjadi
faktor resiko mayor dan minor merupakan salah satu langkah awal pendekatan diagnosis
sepsis neonatorum. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi,
harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua
faktor risiko minor maka diagnosis sepsis harus dilakukan secara proaktif dengan
memperhatikan gejala klinis serta dilakukan pemeriksaan penunjang sesegera mungkin.
Adapun masing-masing kriteria adalah sebagai berikut :
Kriteria mayor :
53
Ketuban berbau
Kriteria minor :
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung :
Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis >12000/mm3,
hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk sepsis
awitan lambat
Rasio I:T ( >0,18 )
Trombositopenia (<100,000/mm3)
C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu pertama (nilai
normal dihitung pada usia hari ketiga)
Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB) atau
ditemukan bakteri
Pemeriksaan fibonektin
Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor, interleukin-6, dan
tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen GBS & ECK 1 dengan,
pemeriksaan latex particle agglutination dan countercurrent immunoelectrophoresis.
Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
54
Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat, memberikan
hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda infeksi yang
lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.
Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan penyakit
infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak
Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai indikator
diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai signifikansi
Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini pada bayi baru lahir.
Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi tidak ada sepsis apabila total
skor 2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis sepsis atau infeksi apabila skor 5.
Jumlah PMN total mempunyai nilai sensitivitas (89,47%) paling tinggi diantara parameter
hematologi yang lain sedangkan rasio PMN total dan jumlah trombosit mempunyai nilai
spesifisitas yang sama sebesar 75% dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini. Dengan
mempertimbangkan nilai sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada
penelitian tersebut didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya
dalam mendiagnosis sepsis. 11
Adapun beberapa penyakit infeksi yang dapat dialami oleh BBL yaitu :
a) Infeksi berat
1. Sepsis neonatorum
Sepsis neonatorum atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan
persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik.
Faktor resiko :
55
• KPD, lebih dari 24 jam
• Prematuritas & BBLR
• Gawat janin atau depresi neonates
Prinsip pengobatan :
Pengobatan sama dgn pengobatan sepsis, hanya berbeda dalam lama pengobatan,
yaitu 21 hari
3. Aspirasi pneumonia
56
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna. Gejala :
Pengobatan :
b) Infeksi ringan
1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat
bayi lewat jalan lahir14. Gejala :
Tindakan :
57
Beri antibiotika IM pada bagian depan lateral paha (penisilin kristalin)
atau ampisilin per oral
Pengobatan :
3. Monialisis
Disebabkan jamur Candida albicans
Tidak menimbulkan gejala
Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada
akhirnya mengakibatkan kematian.
4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan
mukosa mulut.
Pengobatan :
Lokal dapat diberikan gentian violet 0,5% dioleskan pada lidah dan
mukosa mulut
Obat lain seperti nistatin dgn dosis 3x 100.000 unit/hr
Dapat juga diberi ampoterisin (fungilin) selama 1 minggu
58
Prinsip Umum Pencegahan Infeksi
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu
dan pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi : 15
Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil, gunakan
kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan darah dan cairan
tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi, kemudian keringkan kulit.
Tunda memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5 kg pada saat lahir atau sebelum
usia gestasi 37 minggu ) sampai minimal hari kedua kehidupan.
Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok bayi, atau
sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang direndam dalam air
hangat bersabun, kemudian keringkan area tersebut secara cermat.
Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar untuk
meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan putting
59
2.3. HYPOXIC ISCHAEMIC ENCEPHALOPATHY
Definisi
Epidemiologi
Angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-
negara maju, sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di
Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Di Australia (1995),
Angka kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian
intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal
berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan ensefalopati hipoksik
60
iskemik meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan
neurodevelopmental permanent17.
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi
selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2.
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan
uterus pada vena cava dan aorta.
3. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan
tetani.
4. Plasenta terlepas dini.
5. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat.
6. Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain.
7. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date.
Terlepasnya plasenta
Anemia fetus
Postmaturitas
61
Persalinan non fisiologis
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi,
turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim
sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus,
duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung
dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan
hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda
nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura,
timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat
menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan
predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan
gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo
dan skuama)(4). 16,17
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir
akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan.
Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi
kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL
(selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada
bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan.
Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat.Excitatory
asam amino mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak. 11,16
62
Patofisiologi cedera otak karena cedera hipoksik-iskemik dapat disederhanakan
menjadi dua fase patologis berupa cedera otak dalam beberapa minggu disebut fase
kegagalan energi primer dan fase kegagalan energi sekunder, yaitu gangguan perkembangan
saraf dalam beberapa bulan atau tahun, serta periode laten di antara dua fase tersebut.
Fase kegagalan energi primer ditandai dengan penurunan aliran darah otak yang
menyebabkan penurunan transpor oksigen dan substrat lain ke jaringan otak. Kejadian ini
menyebabkan metabolisme anaerob, peningkatan asam laktat, penurunan ATP, penurunan
transpor transeluler, serta peningkatan kadar natrium, air, dan kalsium intrasel. Proses
tersebut berakhir pada kematian sel dan nekrosis. Setelah fase kegagalan energi primer,
metabolisme serebral kembali pulih karena reperfusi dan reoksigenasi, namun berlanjut ke
fase kegagalan energi sekunder yang berakibat apoptosis sel dan hasil akhir yang lebih buruk.
63
Saat onset dan resolusi fase kegagalan energy primer pada bayi dengan HIE tidak selalu
diketahui pasti.
Fase laten yang berada di antara fase kegagalan energi primer dan fase kegagalan
energi sekunder merupakan saat optimal untuk memulai terapi agar mengurangi cedera otak,
karena terhindar dari fase kegagalan energi sekunder.
Manifestasi Klinis
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa
hari sebelum persa linan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan
vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi
irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus
memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit
kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau
respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan
dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum
dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi
pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan
tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.11,16,17.
64
1. Derajat 1 : 1,6%
2. Derajat 2 : 24%
3. Derajat 3 : 78%
4. Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi kecacatan
neurologi berat.
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga
merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan
menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat
memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan.
65
Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh
hipokalsemia dan hipoglikemia 11,12,16,17
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok kardiogenik,
hipertensi persisten pulmonary, sindromadistress nafas, perforasi gastrointestinal, hematuria
dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan asfiksia pada masa perinatal.
Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya disebabkan karena gagal nafas dan
insufisiensi sirkulasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan
pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan
pemeriksaan tersebut tidak rutin dilakukan. 11,12,16,17
1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi
kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi
kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan
hipodensitas berat atau perdarahan berat.
3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan
sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit.
4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP.
Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4
hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan
pada pengamatan di usia selanjutnya.
Tatalaksana
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim
organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera
jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995).
Prinsip manajemen bayi baru lahir yang mengalami cedera hipoksik-iskemik dan
berisiko cedera sekunder adalah:
66
1. Identifikasi awal bayi dengan risiko tinggi. Tanda yang mungkin didapat adalah denyut
jantung janin abnormal, bayi depresi berat (skor APGAR rendah dan berkepanjangan),
perlu resusitasi (intubasi, kompresi dada, pemberian epinefrin), asidosis berat (pH
umbilikal <7,0 dengan atau base deficit ≥16 mEq/L), diikuti hasil pemeriksaan neurologis
awal abnormal atau hasil EEG abnormal.
2. Perawatan suportif intensif. Untuk memfasilitasi perfusi dan nutrisi otak yang adekuat,
dibutuhkan perawatan suportif seperti koreksi gangguan hemodinamis (hipotensi, asidosis
metabolik), ventilasi adekuat, koreksi gangguan metabolik seperti kadar glukosa, kalsium,
magnesium, dan elektrolit lainnya, penanganan kejang, serta monitor kegagalan fungsi
organ-organ lain. Salah satu faktor utama perawatan intensif adalah menjaga ventilasi dan
perfusi adekuat. Kekurangan oksigen akan menyebabkan gangguan autoregulasi
serebrovaskuler dengan konsekuensi bertambahnya cedera sel-sel otak. Sedangkan
hiperoksia berat pada awal masa kehidupan akan menyebabkan peningkatan stres
oksidatif yang pada akhirnya memperburuk status neurologis jangka panjang.
3. Pertimbangan intervensi untuk memperbaiki proses cedera otak yang sedang terjadi.
Intervensi terapi neuroprotektif dapat dipilah menjadi intervensi farmakologi dan non-
farmakologi. Meskipun banyak terapi neuroprotektif telah diteliti, hingga saat ini tidak
ada agen neuroprotektif yang aman dan efektif mengobati sekuele neurologis setelah
kejadian HIE pada neonatus. Tujuan terapi neuroprotektif adalah untuk mengurangi
kerusakan serebral dengan cara mengurangi pembentukan radikal bebas yang toksik,
menghambat masuknya kalsium berlebihan ke dalam neuron, dan mengurangi edema
serebral.
Terapi Medikamentosa
Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis
awal 20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari
intravena. Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan
untuk kejang yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam
24 jam setelah dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar
fenobarbital yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40mg/mL. 13,16,17
67
Allopurinol memiliki efek antioksidan dan diketahui dapat mengurangi pembentukan
radikal bebas yang merusak jaringan dan dapat menjaga sawar darah otak. Penelitian pada
manusia menggunakan 500 mg allopurinol intravena sesaat sebelum persalinan pada bayi
yang dicurigai asfiksia janin. Dalam beberapa tahun terakhir, cannabinoid diketahui memiliki
fungsi neuroprotektor karena dapat memodulasi respons neuronal dan glial.
1. Terapi Hipotermia13,16:
Terapi hipotermia bertujuan untuk menurunkan temperature struktur dalam otak yang
rentan, yaitu ganglia basal, hingga suhu 32-34°C selama 72 jam yang diterapkan segera
setelah resusitasi atau maksimal 6 jam setelah terjadi hipoksik iskemik. 13,16
Tujuan dari terapi pendinginan selektif pada kepala adalah untuk mencapai proses
penurunan suhu yang adekuat pada temperature serebral yang akan berefek pada
68
pendinginan sistemik ringan (suhu inti tubuh). Ini dilakukan dengan melakukan
pendinginan pada permukaan kepala.
Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti kipas atau
cold packs yang ditaruh di sekitar bayi, atau yang lebih terpercaya dengan
menggunakan selimut atau matras pendingin.
Saat tepat untuk memulai terapi hipotermi yang efektif dan optimal adalah sesegera
mungkin dalam usia kehidupan enam jam, serta dijaga hingga 48-72 jam. Selama terapi,
beberapa parameter harus dipantau, antara lain laju dan fungsi jantung, tekanan darah,
elektrolit, gas darah, gula darah, factor koagulasi.15 Setelah terapi selesai, proses
penghangatan harus dilakukan bertahap dan perlahan menggunakan selimut penghangat atau
udara hangat.
69
Efek samping jangka pendek terapi hipotermi adalah peningkatan sinus bradikardi
dan peningkatan signifikan trombositopenia. Namun, keuntungan terapi hipotermi jauh lebih
signifkan dibandingkan kejadian efek samping jangka pendek.
Beberapa penelitian menggunakan darah tali pusat sebagai sumber sel punca karena
diketahui kaya akan sel punca; keuntungannya mudah didapat, kaya sel punca primitif, tidak
membutuhkan imunosupresan untuk transplantasi autologus, dan dapat disimpan hingga ≥30
tahun. Sedangkan kerugiannya adalah jumlah sel terbatas, berpotensi menularkan infeksi dan
penyakit genetik. Pertanyaan lain adalah mengenai penggunaan agen imunosupresif, jumlah
sel yang ditransplan, saat terapi, dan efek terapi apabila dikombinasi dengan terapi hipotermi.
Jalur pemberian terapi melalui jalur intrakardiak (melalui arteri umbilikal), intravena, dan
intranasal memberikan hasil baik dan komplikasi minimal.
Prognosis
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang
dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit
pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan
neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk
memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik
yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan
kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan
hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular, kornea, muntah dan
menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG.
Follow up
Sejak awal, orang tua atau keluarga pasien perlu diberi penjelasan kemungkinan yang
terbail dan terburuk akibat ensefalopati hipoksik iskemik. Bila ada kelainan fisik, rehabilitasi
medis dilakukan sedini mungkin. Setelah keluar dari rumah sakit, penderita yang mengalami
70
ensefalopati hipoksik iskemik perlu dipantau dan diterapi secara berkesinambungan
dipoliklinik khusus dengan melibatkan beberapa keahlian disiplin ilmu, seperti neonatologi,
pediatri neurologi, pediatri sosial dan tumbuh kembang anak, rehabilitasi medik, orthopedik
dan lain-lainnya. Diperlukan kerjasama tim yang kompak dan harmonis untuk menangani
penderita ensefalopati hipoksik iskemik.
71
DAFTAR PUSTAKA
72
73