Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Menurut Deky (2014) dalam penelitian yang berjudul “ Pengaruh Nilai
Panjang Pukulan Torak pada Jig Terhadap Peningkatan Kadar Bijih Timah Pada
Kapal Isap Produksi Timah 11 dan 15 di Perairan Laut Permis, Unit Laut Bangka
PT Timah (Persero) Tbk” Menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui besar pengaruh panjang pukulan terhadap peningkatan kadar bijih
timah hasil pencucian alat jig dengan menggunakan data panjang pukulan rata-
rata pada jig primer dan jig clean up, data jumlah pukulan rata-rata per menit dan
pengambilan conto konsentrat dan tailing. Melalui data tersebut maka didapatkan
hasil analisis berupa nilai panjang pukulan optimal yang diperoleh dari KIP
Timah 11 pada jig clean up kiri sebesar 11 mm dan jig clean up kanan sebesar 12
mm dengan konsentrat akhir 19,27 % Sn dan recovery sebesar 99,66% dan pada
KIP 15 besar panjang pukulan jig clean up kiri dan kanan 14 mm dengan
konsentrat akhir sebesar 19,20% Sn dan recovery sebesar 99,80%. Efisiensi kerja
pencucian timah menggunakan alat jig pada KIP Timah 11 dan 15 masih berkisar
77% dari target perusahaan yaitu 20-30% Sn.
Menurut Apriansyah (2014) dalam penelitian dengan judul “Evaluasi Sistem
Pencucian Sebesar 96% dan Pencapaian Kadar 20-30% di Kapal Keruk 12
Singkep I pada Unit Laut Bangka PT Timah (Persero) Tbk” Data yang
dikumpulkan meliputi data konsentrat hasil, sampling kadar, recovery tiap jig, dan
recovery total, lalu dilakukan analisis dari variable jig yaitu panjang dan jumlah
pukulan, kecepatan aliran air, distribusi feed, concentration criterion, underwater
dan criteria ragging. Melalui hasil penelitian dan pengolahan data maka diperoleh
kondisi optimum parameter pencucian yaitu panjang pukulan tidak seragam
dengan nilai panjang pukulan dari masing-masing kompartemen adalah C ≥ B ≥
A. Ketebalan batu hematite rata-rata 50-60 mm. Besar recovery adalah 95,14%
dengan kadar konsentrat akhir sebesar 25,91% Sn. Kondisi optimum hasil
evaluasi tidak sesuai dengan Standard Oprasional Perusahaan yang telah

5
6

ditentukan perusahaan yang mengakibatkan persen recovery di bawah target yaitu


96%.
Menurut Hasanusi (2014) dalam skripsi yang berjudul “ Pengaruh Panjang
Pukulan Terhadap Peningkatan Recovery dan Kadar Sn pada Jig Hartz Dibidang
Pengolahan Mineral Muntok PT Timah (Persero) Tbk. Penelitian ini memaparkan
tentang kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh besar panjang
pukulan terhadap peningkatan recovery dan kadar Sn hasil pencucian alat Jig
Hartz, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan data berat kering, berat
solid kering dari konsentrat dan tailing hasil pencucian. Melalui data tersebut
maka didapatkan hasil analisis berupa nilai panjang pukulan optimal untuk
kompartemen A dan B adalah 12 mm dengan kadar Sn hasil 71,32% serta panjang
pukulan 10 mm untuk kompartemen C dan D dengan kadar Sn hasil 71,21%
dengan besar recovery 97,64%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan panjang pukulan yang lebih besar pada kompartemen A dan B maka
kadar yang dihasilkan akan lebih besar daripada kompartemen C dan D yang
menggunakan panjang pukulan yang lebih kecil.

2.2. Landasan Teori


2.2.1 Geologi dan Morfologi
Berdasarkan batuan yang tersingkap menunjukkan struktur geologi berarah
barat laut-tenggara yang sama dengan arah struktur bentong suture di Malaysia.
Sejarah geologi diawali dengan dijumpainya batuan dasar metasedimen era
peleozoikum kelompok tapanuli (Put) yang berumur karbon – perm. Kelompok
ini tersingkap di daratan pulau sumatara sedangkan didaerah karimun kundur
terbentuk formasi papan (Mpt). Pada waktu yang bersamaan terjadi pengangkatan
kala permo-triass dengan munculnya batuan magmatik granit yang berbentuk
batholit.
Pada era mesozoikum didaerah Pulau Karimun – Kundur hanya dijumpai
batuan sedimen/metasedimen formasi malang dan duriangkang. Tidak banyak
yang diketahui pada proses yang terjadi di daerah Karimun – Kundur pada era
kenozoik khusunya kala tersier. Sedangkan didaerah daratan sumatra, pada kala
7

tersier diendapkan formasi pematang, sihapas, telisa, petani dan minas yang
merupakan cekungan sumatra tengah dan berpotensi migas. Pada kala kuarter 2
juta tahun lalu terendapkan aluvial tua (Qp) dan hingga saat ini aluvial muda (Qh).
Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat
menentukan keberadaan timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah
fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase kontak pneumatolitik – hidrotermal
tinggi dan fase terakhir adalah hipotermal sampai mesotermal.
Secara regional Pulau Karimun – Kundur dan pulau sekitarnya dimasukkan
ke dalam fisiografi pulau-pulau lepas pantai (offshore island). Kondisi geologi
gugusan pulau-pulau ini berbeda dengan daratan bagian timur laut Pulau Sumatra
yang dimasukkan dalam fisiografi daratan pantai (coastal pain). Karakteristik
pulau-pulau lepas pantai adanya perbukitan yang biasanya terbentuk dari batuan
dasar (granit) baik batuan beku maupun batuan metasedimen dari kerak benua
paparan sunda yang berumur pra tersier. Sedangkan daratan pantai umumnya
berupa dataran rendah berawa dan ditempati oleh batuan sedimen yang mengisi
cekungan sumatra tengah yang berumur tersier dan lebih mudah selain itu
gugusan pulau-pulau ini merupakan jalur timah asia tenggara (The south east asia
tin belt) yang membentang dari Cina – Thailand – Myanmar – Malaysia –
Karimun – Kundur hingga berakhir di Bangka – Belitung dan Kalimantan.
Keberadaan granit yang menempati gugus pulau-pulau ini menjadi menarik
karena mengandung mineral logam, non logam dan mineral jarang yang memiliki
nilai ekonomis.
2.2.2 Topografi dan Stratigrafi
Topografi Kundur relatif lebih rendah dengan kelerengan sedang hingga
landai – datar dengan ketinggian kurang dari 125 mdpl. Kekerasan batuan granit
lebih lembek dibanding Pulau Karimun, keadaan sungai umurnya pendek,
beberapa bersifat musiman dan relatif berpola dendrik, yakni mengikuti lembah –
lembah perbukitan. Perairan diwilayah Kundur merupakan perairan selat yang
berada di antara pulau – pulaudan berada didepan muara sungai kampar, sehingga
kondisi perairan wilayah tersebut dipengaruhi oleh sistem estuari muara sungai.
8

Secara umum kedalaman dasar laut perairan kundur kurang dari 25 meter dari
muka laut.
Stratigrafi Pulau Karimun – Kundur dan pulau sekitar dengan urutan
stratigrafi tua ke muda sebagai berikut:
 Formasi papan tersingkap di Pulau Kundur dan sekitarnya terdiri dari, batu
pasir, konglomerat kuarsa kontak dengan granit, berumur karbon akhir – trias.
 Formasi malam tersingkap di Pulau Karimun terdiri dari serpih, konglomerat,
batu gamping dan batu gunung api riodasitik, berumur trias awal.
 Formasi duriangkang lebih tersingkap kearah Pulau Batam-Bintan, terdiri dari
serpih karbonat dan batu pasir, trias tengah.
 Granit Kundur terdiri dari granit biotit, muskovit, turmalin aplit, pegmatit dan
graisen timah dan tungsten, berumur trias tengah.
 Granit Karimun terdiri dari granit biotit, muskovit, turmalin aplit, pegmatit
dan graisen timah dan tungsten, berumur trias tengah.
 Granit tak terbedakan, tidak diketahui apakah masuk granit karimun, atau
kundur.
 Endapan permukaan tua (aluvial tua) terdiri dari lempung lanau, kerikil
lempungan, sisa tumbuhan dan pasir granit, berumur plistosen akhir.
 Endapan permukaan muda (aluvial muda ) terdiri dari lempung, lanau, kerikil,
sisa tumbuhan, rawa gambut dan terumbu koral berumur holosen. Sedimen
permukaan dasar laut yang berada di wilayah studi termasuk dalam aluvium
muda. Pengelompokan sedimen permukaan dasar laut didasarkan pada
prosentase besar butir klasifikasi folk yang dapat dibedakan menjadi beberapa
satuan sedimen dengan fraksi kasar (kerikil-pasir) tersebar lebih kearah dekat
pantai, sedangkan kearah lepas pantai lebih didominasi oleh sedimen
berfraksi halus (lempung dan lumpur).
2.2.3 Pasang Surut Air Laut
Pengaruh pasang surut air laut dalam proses penggalian Kapal Isap Produksi
akan mengakibatkan tanah yang dikupas selapis demi selapis tidak merata karena
setiap jamnya air laut akan mengalami pasang surut sehingga tinggi muka air laut
setiap saat akan berubah. Untuk menghindari hal tersebut maka tabel air harus
9

diperhatikan oleh juru mudi Kapal Isap Produksi agar mengetahui kedalaman
ladder yang sesungguhnya.
Tabel air adalah angka-angka ketinggian pasang surut air laut yang berubah-
ubah pada setiap jam.Ramalan pasang surut pada lokasi kerja dapat diketahui
berdasarkan daftar pasang surut yang dikeluarkan oleh Jawatan Meteorologi dan
Geofisika. Departemen Perhubungan Laut, maupun Dinas Angkatan Laut.

2.2.4 Proses Pembentukan dan Keterdapatan Casiterite


Proses pembentukan casiterite berasal dari magma cair yang mengandung
kasiterit (SnO2). Intrusi granit kepermukaan menyebabkan fase pneumatolitic
yang menghasilkan mineral-mineral bijih diantaranya casiterite. Mineral ini
terakumulasi dan terasosiasi dalam batuan granit ataupun batuan lain yang
diterobos membentuk vein-vein bijih timah primer. Sesuai dengan namanya,
endapan timah sekunder terdiri dari mineral-mineral bijih casiterit yang telah
tertransportasi jauh dari sumbernya (endapan timah primer). Biasanya bijih
casiterit ini terbawa oleh arus sungai menuju muara sungai hingga lepas pantai
dan terakumulasi disana. Karenanya banyak dilakukan kegiatan penambangan
bijih timah sekunder pada daerah muara sungai dan lepas pantai. Hal ini dilakukan
dengan harapan akan diperoleh bijih timah dalam jumlah besar.
1. Endapan Timah Primer
Endapan timah primer terbentuk dari proses pneumatolitis. Pada proses ini
mineral timah ditransfortasi dari magma chamber sebagai gas Tinchloride
(SnCL4) atau Tin-flouride (SnF4) yang kemudian bereaksi dengan air
membentuk Tin-oxide (SnO2) atau casiterit dan asam klorida atau asam
flourida seperti reaksi sebagai berikut :
SnCl4(g) + 2H2O(l) -------------------- SnO2(s) + HCl(g)
SnF4(g) + 2H2O(l) ---------------------- SnO2(s) + 4HF(g)
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa pada proses ini akan terbentuk
casiteritte sebagai padatan dan asam chloride atau asam fluoride sebagai gas.
10

2. Endapan Timah Sekunder


Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Endapan timah sekunder terbentuk oleh proses
pelapukan, erosi, transportasi. Berdasarkan tempat atau lokasi pengendapannya
endapan timah jenis ini dapat di temukan di dasar laut pada umumnya endapan
timah sekunder dapat dicari dengan cara mencari posisi dari sungai purba pada
suatu daerah tertentu, endapan bijih timah sekunder dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan adanya disintegrasi batuan samping
dan perpindahan mineral kasiterit (Sn02) secara vertikal sehingga terjadi
konsentrasi residual.
Ciri-ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
 Terdapat dekat sekali dengan sumbernya
 Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk
 Ukuran butir agak besar dan angular
b. Endapan Kollovial
Endapan Kollovial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat peluncuran
hasil pelapukan endapan bijih timah primer pada suatu lereng dan terhenti pada
suatu gradien yang agak mendatar diikuiti dengan pemilahan.
Ciri-cirinya :
 Butiran agak besar dengan sudut runcing
 Biasanya terletak pada lereng suatu lembah
c. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral
berat dengan ukuran butiran yang relatif lebih besar diendapkan dekat dengan
sumbernya. Sedangkan mineral-mineral yang berukuran lebih kecil diendapkan
jauh dari sumbernya.
Ciri-cirinya :
 Terdapat di daerah lembah
11

 Mempunyai bentuk butiran yang membundar


d. Endapan Miencan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara
berulang-ulang pada lapisan tertentu.
Ciri-cirinya :
 Endapan berbentuk lensa-lensa
 Bentuk butiran halus dan bundar
e. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi
tidak teratur.
Ciri-cirinya :
 Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur.
 Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh.
 Terdapat pada lapisan pasir atau lempung.
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer yang
mempunyai nilai ekonomis. Hal ini berdasarkan tentang evolusi “Sunda land Tin
Placer” yaitu pembentukan endapan timah placer terjadi dalam kurun waktu yang
lama sejak kala Miosen Tengah dengan ditandai mineralisasi primer tersingkap
dengan skala yang besar. Tubuh pluton granit ini mengalami pelapukan laterit
dalam (deep laterite weathering) yang mengakibatkan komposisi kandungan
mineral yang tidak resisten lapuk meningalkan mineral-mineral berat termasuk
kasiterit dalam matriks kaolin kemudian mengalami erosi membentuk endapan
“elluvial placer”. Proses erosi berjalan terus yang menyebabkan endapan ini
tertranspor lebih jauh membentuk endapan kolovial placer, kejadian ini terjadi
pada Sunda Land Regolith selama Miosen bawah – Pliosen Awal, tipe – tipe
endapan ini di Indonesia lebih dikenal dengan endapan timah kulit. Proses ini
dilanjutkan dengan proses “mass wasting” yang mengkibatkan terakumulasinya
endapan kollovial pada dasar lereng kulit (base of hillslope), selama proses ini
terjadi zona – zona sesar dan kekar sehingga alterasi / ubahan hidrothermal
tererosi. Akumulasi yang dibentuk dari hasil erosi ini mengandung bongkah –
12

bongkah regolith, karena kandungan air yang ada terlalu tinggi menyebabkan
terjadinya debris flow membentuk endapan “piedmont tin placer” dengan ciri khas
butiran timah yang kasar. Endapan “Piedmont Tin Placer” mengalami reworking
lagi dan membentuk timah berukuran gravel yang tertransport pada lingkungan
fluvial yang dikenal dengan “Braided Stream Placer”. Endapan ini mengalami
reworking lagi membentuk endapan “Beach Placer” dengan karakteristik endapan
lebih tipis dan lebih luas dari pada endapan “Braided Stream Placer”. Variabel –
variable yang mempengaruhi konsentrasi (kekayaan) endapan timah placer
adalah:
 Batuan sumber (source rock) : ukuran, kadar, distribusi butiran dari daerah
mineralisasi sebagai sumber.
 Tektonik : membentuk morfostruktur permukaan bumi.
 Iklim : mempengaruhi proses pada permukaan bumi yang meliputi pelapukan,
erosi, transportasi dan sedimentasi.
Klasifikasi endapan timah placer yang didasarkan atas konsep lingkungan
pengendapan sedimen dan proses yang terjadi. Aspek – aspek ini mempengaruhi
keberadaan dan terjadinya endapan placer, genesa endapan timah placer
tergantung pada beberapa aspek diantaranya :
 Sumber batuan yang mengandung endapan primer kaya akan casiterrite
 Pelapukan yang kuat sehingga mampu membebaskan mineral casiterrite
dengan mineral lainnya.
 Gerakan masa batuan yang lapuk sepanjang lereng
 Konsentrasi mekanis material lepas yang terjadi secara selektif dan diendapkan
kedalam suatu cekungan.
 Terhindar dari proses erosi selanjutnya

2.2.5 Dasar Pemisahan Bijih Timah pada Jig


Menurut Barry (2006), Gravity Concentration merupakan suatu proses
pemisahan dari kumpulan suatu mineral-mineral yang memiliki bentuk, ukuran
serta berat jenis yang berbeda-beda menjadi mineral-mineral yang saling terpisah
antara satu mineral dengan mineral lainnya oleh pengaruh gaya gravitasi. Secara
13

umum penggunaan metode dari gravitasi untuk pemisahan mineral, lebih


dititikberatkan pada proses gerak jatuh dari mineral didalam suatu medium
dengan adanya pengaruh gaya gravitasi. Semakin besar nilai specific gravity dari
suatu mineral, maka semakin cepat nilai pengendapan mineral di dalam medium.
Secara umum medium yang digunakan dalam alat gravity separation berupa
fluida (air), dalam proses pemisahannya perbedaan berat jenis dari mineral
merupakan faktor utama keberhasilan proses pemisahan mineral. Alat-alat
pemisahan mineral dengan prinsip gravity concentration disebut gravity
separation. Dengan memperhatikan dua faktor yang utama di atas, diperoleh
rumusan hasil bagi dari berat jenis mineral ringan dan mineral berat dengan di
kurangi berat jenis medium, yang disebut dengan Concentration Criterion (CC).
Dengan kata lain bahwa besarnya masa jenis dari suatu pengotor akan
mempengaruhi mudah atau sukarnya mineral berharga tersebut dipisahkan dengan
mineral pengotornya. Pada umumnya terdapat 12 mineral pengotor yang terdapat
pada penambangan laut PT Timah (Persero) Tbk yaitu :
Tabel 2.1 Jenis – jenis mineral ikutan di penambangan laut Pulau Kundur
Nama Massa Jenis
Monazite 4.6 -5,3
Pyrite 4,8 – 5
Ilmenite 4,5 – 5
Zircon 4 – 4,8
Anatase 2,9
Limonite 3,6 – 4
Topaz 3,5 – 3,6
Turmaline 3,06 – 3,2
Siderite 3,8 – 4
Marcasite 4,8 – 5
Quartz 2,6 – 2,65
Spinel 3,5 – 4,1
Sumber : PT Timah (Persero) Tbk
14

Definisi dari Concentration Criterion (CC) itu sendiri adalah tingkat


keberhasilan pemisahan mineral berharga dengan pengotornya yang ditentukan
oleh perbedaan berat jenis di dalam media. Dibawah ini merupakan rumus dari
Concentration Criterion (CC) sebagai berikut :
h   f
CC  ..........................................................................(1)
l   f

Keterangan :
CC = Concentration Criterion
 h = Spesific gravity mineral berat (7,0)
 l = Spesific gravity mineral ringan (2,6)
 f = Spesific gravity fluida (1,03)
Secara umum dapat ditentukan bahwa kalau concentration criterion
memberikan angka atau hasil (kurang atau lebih sebagai berikut) :
CC ≥ 2,50 : Pemisahan mudah dilakukan dalam semua ukuran partikel hingga
butiran yang halus, yaitu 10 – 300 mesh (1,651 mm – 0,052 mm)
CC ≥ 1,75 : Pemisahan secara gaya berat ekonomis dilakukan sampai dengan
ukuran 10 – 100 mesh (2,000 mm – 0,149 mm)
CC ≥ 1,50 : Pemisahan secara gaya berat ekonomis dilakukan untuk ukuran 10 –
20 mesh (2,000 mm – 0,814 mm)
CC ≥ 1,25 : Pemisahan secara gaya berat tidak dapat dilakukan karena tidak
ekonomis
2.2.6 Teori Jigging
Jig adalah suatu proses pemisahan bijih dalam suatu media cair dengan alat
jig berdasarkan perbedaan berat jenis dari partikel mineral yang mengakibatkan
kesanggupan dari partikel sebelum mengatur dirinya dan mengambil kedudukan
atau stratifikasi dalam beberapa lapisan sesuai dengan berat jenisnya dan
kemudian dilanjutkan dengan pengeluarannya. Pemisahan ini terjadi akibat
adanya gaya tekan (pulsion) atau isapan (suction), pada suatu media cair yang
dilengkapi saringan dan media penghambat yang semi stationary (bed) berupa
mineral atau batuan hematite.
15

Prinsip jigging berdasarkan E. Pryor (1965), Pada proses jigging terjadi


gerakan tekanan (pulsion) dan isapan (suction) akibat gerakan naik turun
membran. Apabila terjadi pulsion maka bed akan terdorong naik, sehingga batuan
pada lapisan bed akan merenggang karena adanya tekanan, kesempatan ini akan
dimanfaatkan oleh mineral berat untuk menerobos bed masuk ke tangki sebagai
konsentrat sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas
permukaan bed dan akan terbuang sebagai tailing. Pada saat terjadi suction, bed
menutup kembali sehingga mineral berat berukuran besar dan mineral ringan berat
berukuran besar tidak berpeluang masuk ke tangki. Jadi mineral berat berukuran
besar akan mengendap diatas bed untuk menunggu kesempatan pulsion
berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran besar akan terbawa aliran arus
horizontal.

Sumber: Witteveen, 1995


Gambar 2.1 Proses Pemisahan pada Jig

1. Pulsion
Terjadinya pulsion karena adanya motor penggerak yang merupakan alat
berfungsi untuk torak yang mendorong air dimana ada pengendapan atau bed
sehingga terjadi dorongan (pulsion), kemudian partikel di atas saringan
bergerak mengembang dan bed akan terbuka. Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh mineral berat untuk menerobos saringan masuk ke hutch sebagai
konsentrat, sedangkan mineral ringan akan terdorong ke atas dan terbawa
oleh aliran horizontal di atas permukaan bed untuk menunggu kesempatan
pulsion berikutnya, sehingga material yang mempunyai berat jenis besar akan
disaring dan terpisah dengan berat jenis kecil..
16

Sumber: Witteveen, 1995


Gambar 2.2 Pulsion
2. Suction
Bila terjadi suction maka di dalam hutch, akan terjadi penyedotan terhadap
partikel-partikel di atas saringan, bila penyedotan ini besar maka partikel
ringan akan ikut tertarik, untuk memperkecil penyedotan ini diberikan air
tambahan atau underwater agar air di dalam tangki tercukupi sehingga akan
terjadi pemisahan. Pada waktu Pulsion bed akan merenggang, maka material
berat akan menerobos hutch sebagai produk yang dihasilkan berupa material
berharga dan pada waktu Suction bed akan menutup dan material ringan terus
mengikuti aliran air pada bagian atas permukaan jig (Pryor, 1965).

Sumber : Witteveen,1995
Gambar 2.3 Suction

Pemisahan mineral di dalam jig tersebut dapat terjadi karena beberapa hal
yang utama, yaitu
a. Differential Acceleration
Pada awal jatuhnya mineral pada suatu fluida maka akan terjadi dua proses
yaitu, mineral dengan berat jenis yang besar akan lebih cepat jatuh
dibandingkan mineral yang memiliki berat jenis yang ringan. Merupakan
17

faktor perbedaan jatuh pada partikel pada awal pengendapan mineral ke bed
karena adanya gerakan yang terjadi pada alat jig keadaan ini dipengaruhi oleh
berat jenisnya pada mineral tersebut. Partikel mineral yang memiliki berat
jenis besar akan memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar.
b. Hindered Settling
Merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh gaya pulsion (pukulan) dan
suction (hisapan) dari panjang pukulan yang mengakibatkan timbulnya
hentakan pada suatu medium yang mengakibatkan adanya perubahan
kecepatan pengendapan partikel pada suatu pulp (suspensi) yang bergejolak.
Sehingga pengendapan mineral dari partikelnya dipengaruhi oleh berat jenis,
ukuran butiran terhadap mineral tersebut.
c. Consolidation Trickling
Suatu keadaan pada saat suction dari bed. Bed akan merapat sehingga mineral
yang mempunyai ukuran butir yang kecil dengan berat jenis besar akan
mempunyai kesempatan untuk menerobos celah-celah dari bed sedangkan
mineral besar dengan berat jenis kecil tidak sanggup berpindah karena
pengaruh perbedaan kecepatan pengendapan mineral dengan bed.
Sedangkan mineral pengotor atau mineral ringan baik yang berukuran kecil
ataupun besar akan terdorong oleh desakan dari feed berikutnya dan arus
horizontal diatas permukaan bed dan terbuang sebagai tailing. Apabila ketiga
faktor tersebut disatukan maka proses tersebut dinamakan jigging process. Dari
ketiga proses tersebut terjadilah proses pemisahan mineral yang memiliki
perbedaan dalam berat jenis pada jig. Pada pemisahan mineral tersebut, perbedaan
dari kecepatan jatuh maksimum dari suatu mineral menjadi faktor yang utama
pada proses pemisahan.
18

Sumber : Witteveen,1995
Gambar 2.4 Proses Jigging

3. Siklus Jig
Siklus jigging merupakan suatu bentuk gelombang yang bergerak secara
teratur serta berulang-ulang yang diakibatkan oleh adanya pulsion dan suction
pada jig.

Sumber : Witteveen,1995
Gambar 2.5 Siklus Jigging

Titik A merupakan titik dimulainya siklus. Saat dorongan (pulsion) ke atas


terus meningkat, maka jig bed akan terangkat (mengembang). Jika waktu antara A
dan B sangat kecil, maka akan terjadi differential acceleration.
Pada titik B, saat pulsion ke atas semakin besar sampai mencapai puncak
pada titik C. Dalam keadaan ini mineral yang mempunyai kecepatan pengendapan
yang lebih besar akan terus mengendap. Sedangkan mineral yang mempunyai
kecepatan pengendapan yang lebih kecil, maka mineral tersebut akan terangkat ke
atas dan terbawa aliran mendatar (cross flow) dan menjadi tailing. Pada keadaan
ini terjadi efek hindered settling.
Pada titik D, saat gerakan suction dilakukan maka mineral akan menerobos
bed, sehingga gerakan pengendapan mineral dimulai oleh mineral berukuran
19

besar, kemudian sampai dengan mineral yang berukuran halus. Keadaan ini
merupakan kombinasi antara differential acceleration dan hindered settling,
dimana sebagian besar mineral berukuran besar akan terletak pada dasar lapisan
jig bed. Pada titik E, yang merupakan transisi antara pulsion dan suction, lapisan
jig bed mulai menutup. Dalam keadaan ini mineral berat yang berukuran kecil
masih berusaha untuk terus bergerak turun menerobos celah-celah jig bed.
Sedangkan mineral berat yang berukuran besar atau mineral ringan berukuran
besar akan terjebak dalam jig bed, dalam hal ini efek consolidation trickling yang
bekerja.
Pergerakan panjang pukulan torak akan menghasilkan dua gaya yang
berperan utama pulsion dan suction. Ketika terjadi pulsion ragging akan terbuka,
sedangkan suction ragging akan tertutup. Pada kondisi consolidation trickling,
maka gaya yang dihasilkan panjang pukulan, merupakan gaya suction.
2.2.7 Penentuan Nilai Panjang Pukulan dan Jumlah Pukulan pada Jig
Menurut Taggart (1944), proses pemisahan mineral pada jig dilakukan
menggunakan fluida dengan kondisi hindered settling. Panjang pukulan torak
merupakan mekanisme pembentukan kondisi hindered settling pada jig. Dalam
panjang pukulan terdapat dua variabel utama yang saling berhubungan, yaitu
variabel panjang pukulan dan variabel jumlah panjang pukulan per menit. Kedua
nilai variabel dari panjang pukulan berhubungan dengan perolehan kadar
konsentrat dari jig. Dalam hal ini konsentrat merupakan mineral cassiterite
(SnO2). Pengaturan dari nilai variabel-variabel panjang pukulan dan jumlah
panjang pukulan disesuaikan dengan laju kecepatan pengendapan mineral. Hal ini
dilakukan untuk perolehan kondisi hindered settling yang sesuai dengan gerak
jatuh dari mineral-mineral pada fluida.
Pergerakan panjang pukulan dapat diasumsikan sebagai suatu gelombang
amplitudo. Dengan nilai gelombang amplitudo sama dengan panjang pukulan dan
frekuensi gelombang sama dengan jumlah pukulan per menit. Hal ini dapat
terlihat dari pergerakan panjang pukulan yang naik turun secara terus menerus
dengan nilai variabel amplitudo dan frekuensi panjang pukulan yang tetap.
Pergerakan mineral pada jig akan dipengaruhi oleh gaya-gaya dari panjang
20

pukulan, dan gaya yang mempengaruhi pergerakan mineral. Gaya pulsion dan
suction dari panjang pukulan menghasilkan fluidization velocity. Fluidization
velocity merupakan kecepatan aliran dari fluida yang dihasilkan panjang pukulan.
Pada saat pulsion arah aliran dari fluidization velocity akan berlawanan dengan
arah pengendapan mineral. Sedangkan pada saat suction fluidization velocity akan
searah dengan pengendapan mineral.

Sumber: Teori Taggart,1994


Gambar 2.6 Arah Gerak Fluidization

Nilai fluidization velocity, diperoleh hubungan antara nilai variabel panjang


pukulan, dengan terminal velocity dari mineral. Terminal velocity merupakan
kecepatan pengendapan partikel didalam suatu fluida. Hal ini untuk menciptakan
kondisi yang ideal pada hindered settling. Besarnya nilai kecepatan fluidization
harus sama atau mendekati nilai terminal velocity dari mineral konsentrat
(casiterite). Sehingga diperoleh kondisi sebagai berikut :
 U > Vp mineral ringan. Pada saat pulsion mineral ringan akan terdorong
menjauhi dasar bed. Sehingga ketika terjadi suction mineral ringan tidak
akan sempat melewati bed yang telah menutup terlebih dahulu.
 U < Vp mineral ringan. Mineral akan tetap bergerak menuju bed dengan
pengurangan laju kecepatan akibat dari gaya pulsion panjang pukulan, dan
ketika terjadi suction mineral ringan mampu melewati bed.
 U = Vp mineral berat. Ketika terjadi pulsion, maka kecepatan pengendapan
mineral Vp = 0, dalam hal ini mineral tidak akan terdorong ke permukaan.
21

Dan pada saat terjadi suction mineral akan bergerak menuju dasar bed
dengan kecepatan Vp = U.
Adapun hubungan nilai kecepatan fluidization dengan gelombang gerak dari
panjang pukulan adalah kecepatan fluidization merupakan kecepatan cepat rambat
gelombang sinusoidal.
Menurut Barry A Wills dalam buku yang berjudul “Will’s Mineral
Processing Technology” mengatakan bahwa besar konsentrat suatu casiteritte
dalam proses pemisahan dengan pengotor dapat diketahui melalui persamaan
berikut :
3600 𝑠
Solid A = × 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 ………………………. (1)
𝑠
𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑 𝐴 𝑥 % 𝐴𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎
Solid Sn A = ………………………..(2)
100%
Untuk menentukan besarnya persentase (%) Sn dapat dihitung melalui persamaan
sebagai berikut :
Total Solid Sn Konsentrat pada Jig clean up
Sn (%) = ……(1)
Total Solid Konsentrat
Sedangkan menurut buku yang ditulis oleh Norman L Weiss yang berjudul
“Mineral Processing” mencantumkan persamaan untuk menghitung solid Sn
dalam tailing dan recovery suatu casiteritte yaitu :
3600 Lebar mulut tailing
Solid Tailing = x x berat kering ……..(1)
s lebar mulut cutter sampler
Berat Kons Dulang x %Sn Kons Dulang(hasil analisa)
Sn (%) = ……..(2)
Berat Kering

Solid Tailing x Sn%


Solid Sn Tailing = ………………………………(3)
100 %

Solid Sn Kons
R(%) = x 100% ……………(4)
Solid Sn Kons +Solid Sn Tailing

2.3 Faktor – Faktor Kinerja Jig Pan America


Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari Jig Pan
America dalam pemisahan konsentrat dengan pengotornya adalah sebagai berikut:
a) Sifat-sifat umpan feed
 Bentuk dan ukuran feed
22

Semakin besar (kasar) ukuran butir mineral, maka recovery semakin tinggi.
Tetapi ada satu hal yang harus diperhatikan, makin besar ukuran partikel
mineral makin makin cepat pula pemadatan pada bed, sehingga terjadi
kebuntuhan yang mengakibatkan feed yang masuk berikutnya tidak dapat
menerobos bed.
 Kadar mineral
Makin tinggi atau kaya kadar mineral berharga yang masuk sebagai feed,
maka recovery akan semakin tinggi. Dan makin banyak kadar mineral
pengganggu yang masuk sebagai feed pemisahan semakin sulit, berarti
perolehan recovery akan rendah.
 Berat jenis mineral
Semakin tinggi berat jenis mineral berharga terhadap mineral pengganggu
maka recovery akan semakin tinggi.
b) Parameter – parameter proses jig
Pada proses pemisahan dengan menggunakan alat jig terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi efektifitas kerja jig, parameter tersebut adalah :
 Panjang pukulan
Panjang pukulan adalah jarak yang ditempuh oleh torak atau membran dari
awal dorongan (pulsion) hingga akhir hisapan (suction). Untuk mengatur
panjang pukulan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu berat
jenis, ukuran butir, jumlah mineral ikutan, dan kekayaan timah yang digali.
Panjang pukulan berpengaruh terhadap recovery dan kadar konsentrat. Jika
ingin mendapatkan konsentrat yang bersih, dapat menggunakan panjang
pukulan yang kecil dan cepat dimana pulsion akan ditahan dengan
menggunakan back water dalam jumlah yang banyak, tetapi cassiterit tidak
tertangkap semua terutama yang ukuran butir halus dan akan lari ke tailing
sehingga recovery menjadi rendah. Untuk mendapatkan tailing yang bersih,
panjang pukulan yang digunakan lebih besar sehingga panjang pukulan
bergerak lambat dan suction akan kuat dengan menggunakan back water
yang sedikit. Panjang pukulan yang relatif pendek dan cepat dengan back
water yang banyak digunakan untuk memisahkan feed yang berkadar
23

tinggi, tetapi untuk feed dengan kadar yang rendah biasanya digunakan
panjang pukulan yang besar dan lambat. Menurut “Barry A. Wills ” panjang
pukulan pada jig berbanding terbalik dengan jumlah pukulan per menit.
Ukuran butir dari mineral berbanding lurus dengan panjang pukulan dan
berbanding terbalik dengan jumlah pukulan per menit.
 Kecepatan aliran horizontal
Kecepatan aliran horizontal adalah kecepatan air yang mengalir diatas
lapisan bed. Fungsi aliran horizontal adalah untuk membawa material
ringan, baik yang berukuran besar maupun kecil. Untuk kecepatan aliran
horizontal yang terlalu besar, mineral berukuran halus akan ikut terbuang
bersama tailing. Sedangkan kecepatan aliran horizontal yang lebih kecil dari
kecepatan pengendapan mineral ringan, maka akan mengendap diatas
permukaan jig bed sehingga akan mengganggu proses jigging.
 Ukuran butir dan tebal bed
Batu jig / hematit berfungsi sebagai media pemisah yakni untuk menahan
mineral ringan agar sekecil mungkin turun ke dalam tangki jig, dan
memberi peluang yang sebesar-besarnya kepada mineral berat (termasuk
timah) turun ke dalam tangki jig. Ukuran butiran batu hematit harus
disesuaikan, bed jangan terlalu tebal sebab apabila terlalu tebal (penuh)
maka tidak ada lagi kantong untuk menjebak material sebelum
terkonsentrasi menjadi konsentrat.
 Volume air tambahan
Sejumlah air ini yang berada dalam tangki jig adalah merupakan media
penghantar efektif pukulan terhadap daerah pemisahan/daerah suspensi.
Apabila jumlah air ini terlalu kecil maka efektif pukulan tidak berlanjut ke
daerah suspensi dan proses pemisahan tidak terjadi. Apabila underwater
terlalu banyak seolah-olah tertekan ke permukaan pemisahan dan dapat
mempengaruhi proses suspensi, sebaliknya underwater diatur sedemikian
rupa, seakan-akan air tersebut keluar melalui permukaan jig dalam keadaan
bebas tanpa tekanan.
 Ukuran lubang spigot
24

Lubang spigot adalah suatu lubang yang berfungsi sebagai tempat


keluarnya konsentrat hasil pemisahan. Besarnya ukuran lubang spigot ini
akan mempengaruhi volume air yang terdapat dalam tangki jig. Apabila
ukuran lubang spigot terlalu besar, maka volume air yang keluar melalui
lubang spigot akan menjadi besar. Hal ini akan mengakibatkan tangki jig
menjadi kosong dan jig akan mengalami kekurangan air. Untuk menjaga
keseimbangan air didalam jig, maka ukuran lubang spigot diusahakan
sekecil mungkin. Hal ini bertujuan agar pada proses pemisahan berikutnya
tidak terjadi kelebihan air dan pemakaian air tambahan dapat terjaga.
 Motor jig
Motor jig merupakan motor penggerak pukulan yang menyebabkan
terjadinya pulsion dan suction pada proses pemisahan. Penentuan daya atau
HP motor yang digunakan berdasarkan beban yang akan didorong pada saat
pulsion, jumlah putaran gear box dan panjang pukul motor yang digunakan.
 Jig screen
Jig screen merupakan saringan yang terbuat dari kawat (ketebalan kawat 1,5
mm) yang dipasang diantara roobster bawah dan atas. Semakin besar
ukuran lubang bukaan jig screen maka recovery semakin tinggi ( kebuntuan
makin lambat).

2.4 Prinsip kerja kompartemen pada alat Jig


Sistem pencucian di Kapal Isap Produksi adalah menggunakan jig dimana
sistem kerja kompartemennya tersebut memiliki prinsip dasar sebagai berikut :
 Panjang pukulan (stroke) di kompartemen A lebih besar atau sama dengan B,
dan B lebih besar atau sama dengan C, dan C lebih besar atau sama dengan D.
 Frekuensi pukulan di kompartemen A lebih kecil atau sama dengan B, dan B
lebih kecil atau sama dengan C dan C lebih kecil atau sama dengan D.
 Karena semestinya butiran kasar akan dominan turun di kompartemen A lebih
dulu, makin ke ujung (C dan D) akan semakin halus.
25

A B C D A B C D

Panjang Pukulan Frekuensi Pukulan


* A lebih panjang dari B * A lebih lambat dari B
* B lebih panjang dari C * B lebih lambat dari C
* C lebih panjang dari D * C lebih lambat dari
Sumber : PT Timah (Persero) Tbk
Gambar 2.7 Prinsip kerja kompartemen pada alat jig

2.5 Variabel-variabel dalam Kinerja Jig


Menurut Agin (1994), variabel jig terdiri dari dua macam yaitu variabel
tetap dan variabel tidak tetap. Namun ada beberapa tahapan variabel kinerja jig,
antara lain :
A. Variabel tetap
Variabel tetap ini terdiri dari berbagai macam sebagai berikut :
1) Ukuran dan jumlah : makin besar ukuran dan jumlah jig perolehan semakin
besar. Ukuran dan jumlah jig disesuaikan dengan pemindahan tanah.
2) Jumlah kompartemen : makin banyak kompartemen perolehan akan semakin
besar tetapi biaya akan semakin besar pula.
3) Bentuk permukaan : jig yang berbentuk kerucut perolehan lebih baik dari
yang berbentuk empat persegi panjang, karena kecepatan aliran semakin
lambat.
B. Variabel tidak tetap terhadap proses jig
Proses pemisahan dengan menggunakan alat jig, terdapat beberapa variabel
tidak tetap yang mempengaruhi proses pemisahan tersebut antara lain :
1) Penyebaran feed
26

Penyebaran feed harus diusahakan merata keseluruh permukaan bed, karena


apabila penyebaran feed tidak merata akan mengakibatkan rendahnya kadar
Sn pada setiap kompartemen tersebut.
2) Panjang pukulan
Panjang pukulan adalah jarak yang ditempuh oleh torak atau membran dari
awal dorongan (pulsion) sampai akhir hisapan (suction). Untuk mengatur
panjang pukulan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. berat jenis
b. ukuran butir
c. jumlah mineral ikutan
Panjang pukulan berpengaruh terhadap recovery dan kadar konsentrat. Jika
ingin mendapatkan konsentrat yang bersih, dapat menggunakan panjang
pukulan yang kecil dan cepat sehingga perolehan hasil produk menjadi lebih
bersih, tetapi cassiterite tidak tertangkap semua terutama yang ukuran butir
halus dan akan terdorong pada tailing sehingga recovery menjadi rendah.
Untuk mendapatkan tailing yang bersih, panjang pukulan yang digunakan
lebih besar sehingga panjang pukulan bergerak lambat dan suction akan kuat.
Panjang pukulan yang relatif pendek dan cepat biasanya digunakan untuk
memisahkan feed yang berkadar tinggi, tetapi untuk feed dengan kadar yang
rendah biasanya digunakan panjang pukulan yang besar dan lambat.
3) Kecepatan aliran (cross flow)
Kecepatan aliran adalah kecepatan air yang mengalir diatas lapisan bed.
Fungsi aliran adalah untuk membawa material ringan, baik yang berukuran
besar maupun kecil. Untuk kecepatan aliran yang terlalu besar, mineral
berukuran halus akan ikut terbuang bersama tailing. Sedangkan kecepatan
aliran yang lebih kecil dari kecepatan pengendapan mineral ringan, maka
akan mengendap diatas permukaan jig bed sehingga akan mengganggu proses
jigging.
4) Ketebalan dan ukuran bed
Bed adalah bahan padat yang terdiri dari lapisan batuan yang digunakan
sebagai pemisah mineral berat pada jig. Ketebalan dan ukuran bed sangat
27

mempengaruhi hasil pemisahan dan tergantung kepada mineral yang akan


dipisahkan. Semakin tebal dan besar ukuran butir bed, maka dengan adanya
gaya pulsion akan semakin berat untuk mendorong ke atas pada lapisan bed,
sehingga adanya hisapan maka semakin sedikit partikel mineral berharga
yang mengendap sebagai konsentrat.
Sebaliknya semakin tipis dan kecil ukuran butir bed, maka ada kemungkinan
gaya pulsion ke atas akan melontarkan bed, sehingga ruangan antara bed
menjadi terlalu besar. Hal ini adanya suction menyebabkan mineral ringan
yang berukuran besar akan menerobos lapisan bed dan mengendap sebagai
konsentrat, sehingga kadar konsentrat menjadi rendah.
2.6 Komponen – komponen Dalam Jig
1. Kompartemen
Kompartemen adalah pembagian dari beberapa bidang pada tiap jig.
Biasanya terdapat 4 bagian yaitu kompartemen A, B,C, dan D.
2. Tangki jig.
Tangki jig mempunyai 2 (dua) bagian, yaitu :
a) Bagian atas dengan dinding tegak. Bagian ini menahan kisi-kisi dan
berdinding tegak, untuk mendapat tekanan yang merata pada saringan.
Pada permukaan atas terletak kisi atas dan bawah, saringan,dan bed.
b) Bagian bawah yang berbentuk konis, untuk memudahkan material yang
lolos dari saringan terkumpul kesatu tempat dan keluar melaui lubang
spigot.
3. Saringan
Saringan berguna untuk menahan jig bed (hematite) jangan sampai turun
kebawah. Ukuran lubang harus lebih kecil dari batu hematite dan lebih besar
dari biji timah.
Kinerja alat jig dipengaruhi oleh saringan sebagai berikut :
a) Semakin besar lubangnya, maka makin besar ruang antar batu-batu bed
sehingga makin besar butir yang melaluinya. Jika lubang saringan kecil
maka, ruang antar batu-batu bed juga jecil sehingga mineral-mineral
dengan butiran halus yang masuk.
28

b) Saringan harus kaku guna mencegah bergejolaknya batu-batu bed.


4. Bed
Bed adalah lapisan material diatas saringan jig, yang terdiri dari batuan
hematite yang berfungsi sebagai bahan perantara dalam memisahkan bijih
timah yang berat jenisnya lebih tinggi dengan material yang berat jenisnya
lebih rendah.
5. Rooster
Rooster atau kisi-kisi adalah alat yang berguna untuk menjepit saringan jig
dan menahan batu hematite agar tetap ditempat. Kisi-kisi dibuat persegi
panjang supaya batu hematite tersebar merata diseluruh permukaan jig
sesuai kompartemennya. Bahan kisi-kisi biasnya terbuat dari plat besi atau
baja.
6. Alat penggerak
Alat-alat pengerak terdiri dari Roll dan Exentrik. Roll untuk meneruskan
gerakan exentrik ke stang/torak agar torak dapat bekerja mengisap dan
menekan, sedangkan Exentrik untuk mendapatkan gerakan pukulan yang
sesuai dengan keinginan.
7. Membran
Membran berguna untuk memberikan gaya isapan (suction) dan dorongan
(pulsion) dengan menutup rapat antara tangki dan torak yang digerakan oleh
motor penggerak. Membran ini harus diklem dengan kuat, sehingga tidak
terjadi kebocoran atau lepas dan tidak boleh dicat karna akan
mengakibatkan mudah retak dan pecah. Membran berbentuk lingkaran
dengan diameter ± 45’’ untuk jig primer dan ± 25” untuk jig clean up.
8. Spigot
Spigot berguna untuk mengeluarkan konsentrat melewati saringan dan untuk
mengatur jumlah air didalam tangki jig. Spigot berbentuk kerucut dan
berbahan besi atau karet.
29

Sumber: PT Timah (Persero) Tbk

Gambar 2.8 Komponen dari alat jig


30

Вам также может понравиться