Вы находитесь на странице: 1из 28

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN

POST OPERASI BEDAH MAYOR


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali pada
fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin.
Upaya yang besar diharapkan pada mengantisipasi dan mencegah masalah pada
periode pascaoperatif. Pengkajian yang tepat mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan dirumah sakit atau membahayakan pasien.
Perawatan pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada
kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan
pada pasien dengan risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat,
sepsis, dan gangguan organ penting, seperti otak. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta
pemulangan ( Baradero et al, 2008).
Tindakan keperawatan yang dilakukan pasca operasi terdiri dari ( tindakan yang
meliputi pengelolaan jalan napas, monitor sirkulasi, monitoring cairan dan elektrolit,
monitoring suhu tubuh, menilai dengan aldrete score,pengelolan keamanan dan
kenyamanan pasien, serah terima dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan
petugas ruang perawatan ( bangsal ) ( Rothrock, 1990).

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Tujuan Umum : Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pascaoperatif.
2. Tujuan khusus : Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisa data,
menetapkan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan, mengimplementasikan
tindakan sesuai rencana dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien pasca
operatif.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini, kelompok mengunakan metode literatur dan
studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mempelajari sumber buku dan jurnal
sebagai sumber yang berkaitan dengan masalah Post Operasi Bedah Mayor

D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
B. Etiologi / Presdiposisi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klnik
E. Pengkajian Fokus Kegawatan
F. Pengkajian fokus pasa kasus
G. Penatalaksanaan Kegawatan
H. Pathways Keperawatan
I. Fokus Intervensi dan rasional

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akanditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare,2002). Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi
rumah sakit dengan prosedur yang sudah ditetapkan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Klasifikasi operasi terbagi manjadi dua, yaitu operasi minor dan operasi mayor.
Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat selektif, bertujuan untuk
memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit dan memperbaiki deformitas,
contohnya pencabutan gigi, pengangkatan kutil, kuretase, operasi katarak, dan arthoskopi.
Operasi mayor adalah operasi yang bersifat selektif, urgen dan emergensi. Tujuan dari
operasi ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian
tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya kolesistektomi,
nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma
(Brunner & Sudarth 2001).
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat, 2008).
Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan secara
berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat inap bedah. Fase
pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang pulih sadar sampai
pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa keruang rawat inap.

B. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Prosedur bedah pada dasarnya terbagi dalam tiga kelompok besar, yang di dalamnya
masih akan terbagi lagi sesuai kategorinya. Berikut rinciannya.
1. Kelompok operasi berdasarkan tujuan
Kelompok pertama ini menggolongkan prosedur bedah berdasarkan tujuan dari
tindakan medis ini dilakukan. Pada dasarnya operasi dianggap sebagai metode
pengobatan, namun tindakan medis ini juga dapat digunakan untuk:
a) Mendiagnosis.
Operasi yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tertentu, seperti operasi
biopsi yang sering dilakukan untuk memastikan dugaan adanya kanker padat atau
tumor pada bagian tubuh tertentu.
b) Mencegah
Tak hanya mengobati, bedah dilakukan juga untuk mencegah suatu kondisi yang
lebih buruk lagi. Misalnya, operasi pengangkatan polip usus yang bila tak
ditangani akan dapat tumbuh menjadi kanker.
c) Menghilangkan.
Operasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sejumlah jaringan dalam
tubuh. Biasanya, operasi jenis ini memiliki akhiran –ektomi. Misalnya saja
mastektomi (pengangkatan payudara) atau histerektomi (pengangkatan rahim).
d) Mengembalikan.
Operasi juga dilakukan untuk dapat mengembalikan suatu fungsi tubuh menjadi
normal kembali. Contohnya, pada rekonstruksi payudara yang dilakukan oleh
orang yang telah melakukan mastektomi.
e) Paliatif.
Jenis operasi ini ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh
pasien yang biasanya mengalami penyakit kronis stadium akhir.
2. Kelompok operasi berdasarkan tingkat risiko
Setiap operasi bedah pasti memiliki risiko, tetapi tingkat risikonya tentu berbeda-beda.
Berikut adalah pengelompokkan operasi berdasarkan tingkat risikonya:
a. Bedah mayor
Merupakan operasi yang dilakukan di bagian tubuh seperti kepala, dada, dan
perut. Salah satu contoh operasi ini adalah operasi cangkok organ, operasi tumor
otak, atau operasi jantung. Pasien yang menjalani operasi ini biasanya
membutuhkan waktu yang lama untuk kembali pulih.
b. Bedah minor
Kebalikan dari tindakan bedah mayor, operasi ini tidak membuat pasiennya harus
menunggu lama untuk pulih kembali. Bahkan dalam beberapa jenis operasi,
pasien diperbolehkan pulang pada hari yang sama. Contoh operasinya seperti
biopsi pada jaringan payudara.
3. Kelompok operasi berdasarkan teknik
Pembedahan itu sendiri dapat dilakukan dengan beragam teknik berbeda, tergantung
dari bagian tubuh mana yang harus dioperasi dan penyakit apa yang diderita oleh
pasien.
 Operasi bedah terbuka
Metode ini biasanya disebut dengan operasi konvensional, yaitu tindakan medis
yang membuat sayatan pada bagian tubuh dengan menggunakan pisau khusus.
Contohnya adalah operasi jantung, dokter menyayat bagian dada pasien dan
membukanya agar organ jantung terlihat jelas.
 Laparaskopi
Jika sebelumnya operasi dilakukan dengan menyayat bagian tubuh, pada
laparaskopi, ahli bedah hanya akan menyayat sedikit dan membiarkan alat seperti
selang masuk ke dalam lubang yang telah dibuat, untuk mengetahui masalah yang
terjadi di dalam tubuh

C. PATOFISIOLOGI
Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2010).
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan
faal, sebagai respon terhadap trauma. Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vital
serta organ-organ vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP),
sistem urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
1. Sistem Kardiovaskuer
Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara
aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans cairan, efek samping anastesi,
ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara
eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila
pendarahan terjadi secara eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase
yang mengandungi darah pada balutan atau melalui drain.
2. Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perlu
waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah.
Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada,
bunyi nafas dan membrane mukosa dimonitor.
3. Sistem Persyarafan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda.
Oleh karena itu, seorang harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara.
Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah pasien
dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun
juga dapat memonitor tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow /
Glasgow Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi neurologik:
memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam
mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata
4. Sistem Perkemihan
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus,
vagina, herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah. Penyebabnya adalah
adanya spasme spinkter kandung kemih.
5. Sistem Gastrointestinal
Setelah pembedahan, harus dipantau apakah pasien telah flatus atau belum.
Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat
kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi. Pasien yang menjalani bedah pada
struktur gastrointestinal membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali
normal. Peristaltik normal mungkin tidak akan terjadi dalam waktu 2-3 hari.
Sebaliknya pasien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh
pembedahan boleh mengkonsumsi makanan setelah pulih dari pengaruh anastesi,
tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi secara normal.
6. Luka Operasi
Prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan meminimalisasi resiko infeksi
dengan menggunakan alat yang steril. Maka, kemungkinan luka tersebut untuk terjadi
infeksi adalah juga minimal. Namun, jika ada risiko diidentifikasi luka tersebut
bermasalah, seperti ada luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan, maka hal
tersebut mungkin dapat disebabkan beberapa faktor. Antaranya adalah seperti diabetes
mellitus, imunosupresi, keganasan dan malnutrisi, cara penutupan luka, infeksi dan
apa pun yang mungkin menyebabkan penekanan berlebihan pada luka

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Perdarahan :
 Tekanan darah menurun
 Meningkatnya denyut jantung dan pernafassan
 Denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah
 Eksternal : peningkatan drainase yang mengandungi darah pada balutan atau
melalui drain.
b. Hipoksia (capillary refill).

2. Sistem Pernafasan
a. Depresi pernafasan : pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah
b. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas abnormal dan membrane mukosa
3. Sistem Persyarafan
a. Tingkat kesadaran ( GCS ) : Coma
4. Sistem Traktus Urinarius
a. Retensi urine (pasme spinkter kandung kemih )
5. Sistem Gastrointestinal
a. Mual, muntah
b. Belum Flatus atau Defekasi
6. Luka Operasi
a. Infeksi : luka yang masih basah dan ada pengumpulan cairan (mungkin dapat
disebabkan beberapa factor adalah seperti diabetes mellitus, imunosupresi,
keganasan dan malnutrisi )

E. PENGKAJIAN FOKUS KEGAWATAN


1. Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi
:
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
b. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
d. Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
e. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
f. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
g. Penilaian kembali status mental pasien.
h. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
i. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar),
jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
j. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.

3. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension
pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien
secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal.

F. PENGKAJIAN YANG DIFOKUSKAN PADA KASUS


Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat
mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi,
sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan fisik dan manifestasi klinik ketika klien dimasukan ke PACU :
1. Sistem Pernafasan
a. Potensi jalan nafas
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman)
c. RR <
d. Gangguan kardiovaskuler atau rata rata metabolisme yang meningkat.
e. Depresi narkotik, respirasi cepat, dangkal 10 x/menit
f. Keadekuatan expansi paru, kesimetrisan
g. Auskultasi paru : efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
h. Inspeksi: pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,
retraksi sternal Thorax Drain.
2. Sistem Kardiovaskuler
a. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x).
2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b. Depresi miokard, shock, perdarahan atau overdistensi.
c. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung shock, nyeri, hypothermia.
d. Nadi meningkat
e. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
f. Trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).
g. Homan’s saign Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
h. Inspeksi : membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. NG
tube, out put urine, drainage luka.
i. Ukur cairan
j. Kaji intake / out put.
k. Monitor cairan intravena dan tekanan darah
3. Sistem Persyarafan semua klien dengan anesthesia umum.
a. Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran depresi fungsi motor.
b. Respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
c. Klien dengan bedah kepala leher
4. Sistem Perkemihan
a. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
b. Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah
(distensi buli-buli).
c. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urine
d. Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam
5. Sistem Gastrointestinal
a. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan
iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat.
b. Mual muntah
c. Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara usus (-), distensi
abdomen, tidak flatus.
d. Kaji paralitic ileus
e. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung.
f. Meningkatkan istirahat.
g. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah
h. Memonitor perdarahan
i. Mencegah obstruksi usus.
j. Irigasi atau pemberian obat.
k. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
6. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi,
obat-obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun. Ketidak
efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan:
a. Infeksi luka
b. Diostensi dari udema / palitik ileus.
c. Tekanan pada daerah luka.
d. Dehiscence
e. Eviscerasi
f. Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR (Jumlah,
warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap
8 jam saat di ruangan.
7. Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra
operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,
diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.
8. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur
pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim
adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
G. PENATALAKSANAAN KEGAWATAN
Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi Menurut Rothrock (1999)
komplikasi yang akan muncul saat pascaoperasi diantaranya:
1. Pernapasan
Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang tidak
terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia lobaris, kongesti
pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral
dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat
sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan
restriktif dengan retensi CO2sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2
dipertahankan dengan pemberian oksigen.
2. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung (Baradero et al, 2008). Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari
nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh
perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard,
aritmia, hipertensi, dan reaksi hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan
reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan
anestesia. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat
(Baradero et al, 2008).
3. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan
posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat
tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab perdarahan harus dikaji
dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan
terjadi, kassa st eril dan balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan
ditinggikan pada posisi ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan
dengan kondisi pasien (Majid et al, 2011).Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah,
terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun,
pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok, sedatif atau
analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika terjadi
perdarahan pada luka operasi dan transfusi darah atau produk darah lainnya.
4. Hipertermia maligna
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan penatalaksanaan yang
adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh
agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
5. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi :
36,6oC-37,5oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
akibat suhu rendah di kamar operasi (25oC-26,6oC), infus dengan cairan yang dingin,
inhalasi gas-gas dingin, aktivitas otot yang menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang
digunakan (vasodilator, anastetik umum, dan lain-lain).Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak diinginkan adalah atur suhu
ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 oC - 26,6 oC), janganlebih rendah dari
suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada suhu 37 oC, gaun operasi
pasien dan selimut yang basah harus segera diganti dengan gaun dan selimut yang
kering.
H. PATHWAYS KEPERAWATAN
Pascaoperatif

Efek anestesi umum


B1 (breathing)
Efek intervensi B6 (bone) Sistem
sistem Pernafasan
B5 (bowel) Sistem moskuloskeletal, integritas
B2 (blood) Sistem B3 (brain) B4 (bladder) Sistem
pencernaan kulit
kardiovaskular Sistem saraf perkemihan
Respon depresi
pernafasan: Kontrol Kontrol Kontrol peristaltik usus
kepatenan jalan nafas Depresi mekanisme Kontrol kesadaran kemampuan menurun Respon resiko posisi
(lidah) menurun masih menurun Otot bedah (tromboembosis,
regulasi sirkulasi
berkemih parastesia, nyeri tekan)
Kontrol batuk efektif normal. Perdarahan Kemampuan
pasca operasi orientasi masih Resiko tinggi Adanya luka bedah,
dan muntah menurun
Penurunan curah menurun aspirasi Muntah Adanya sistem drainase
jantung Perubahan Gangguan Penurunan Penurunan kontrol otot
kemampuan kontrol eliminasi mobilitas usus dan keseimbangan
suhu tubuh Penurunan
Perubahan elektrolit kesadaran,
Nyeri, Ketidakfektifan Kerusakan
dan metabolisme
Ketidak efektifan Kecemasan jalan nafas integritas
Resiko cedera
jalan nafas Mual kulit
vaskular
Resiko Injuri,
Nyeri
Resiko tinggi penurunan perfusi
jaringan, Resiko tinggi CO menurun,
Hipotermi, Hipertermi maligna, Resiko
tinggi trombosis vena provunda, Gangguan pertukaran
Ketidak seimbangan cairan dan gas
elektrolit Kekurangan volume
cairan
I. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

NO DIAGNOSA NOC KRITERIA HASIL NIC INTERVENSI

1 Gangguan NOC : NIC : I. AIRWAY


pertukaran gas b/d . MANAGEMENT
efek sisa anesthesia  Respiratory Status :
Gas exchange • Buka jalan nafas, guanakan
 Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw thrust
ventilation bila perlu
 Vital Sign Status
• Posisikan pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
selama 1x24 jam tidak
• Identifikasi pasien perlunya
terjadi gangguan bersihan
pemasangan alat jalan nafas
jalan nafas dengan KH:
buatan
- Mendemonstrasikan
• Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat • Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
- Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas dari • Keluarkan sekret dengan batuk
tanda tanda atau suction
distress pernafasan
• Auskultasi suara nafas, catat
- Mendemonstrasikan adanya suara tambahan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak • Lakukan suction pada mayo
ada sianosis dan dyspneu • Berika bronkodilator bila perlu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas • Barikan pelembab udara
dengan mudah, tidak ada
• Atur intake untuk cairan
pursed lips)
mengoptimalkan keseimbangan
- Tanda tanda vital dalam
Monitor respirasi dan status O2
rentang normal
II. RESPIRATORY
MONITORING

• Monitor rata – rata, kedalaman,


irama dan usaha respirasi
• Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal

• Monitor suara nafas, seperti


dengkur

• Monitor pola nafas : bradipena,


takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot

• Catat lokasi trakea

• Monitor kelelahan otot


diagfragma ( gerakan paradoksis
)

• Auskultasi suara nafas, catat


area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan

• Tentukan kebutuhan suction


dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama

• Auskultasi suara paru setelah


tindakan untuk mengetahui
hasilnya

2 Kerusakan integritas NOC : Tissue Integrity : NIC :


kulit b/d luka Skin and Mucous
 Pressure Management
pemebedahan, drain Membranes
Anjurkan pasien untuk
dan drainage
Setelah dilakukan tindakan menggunakan pakaian
keperawatan selama 3x24 yang longgar Hindari
jam tidak terjadi gangguan kerutan padaa tempat
integritas kulit dengan KH: tidur Jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan
kering Mobilisasi pasien
- Integritas kulit yang baik (ubah posisi pasien)
bisa dipertahankan setiap dua jam sekali
(sensasi, elastisitas, Monitor kulit akan
temperatur, hidrasi, adanya kemerahan
pigmentasi) Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
- Tidak ada luka/lesi pada
derah yang tertekan
kulit
 Monitor aktivitas dan
- Perfusi jaringan baik mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi
- Menunjukkan
pasien Memandikan
pemahaman dalam proses
pasien dengan sabun dan
perbaikan kulit dan
air hangat
mencegah terjadinya
secara berulang

- Mampu melindungi kulit


dan mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan alami

3 Nyeri b/d incisi NOC : Pain Level, Pain NIC


pembedahan dan control, Comfort level
 Pain Management
posisi selama
Setelah dilakukan tindakan Lakukan pengkajian nyeri
pembedahan.
keperawatan selama 1x24 secara komprehensif
jam Nyeri akan berkurang termasuk lokasi,
dengan KH: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
Mampu mengontrol nyeri
faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
 Observasi reaksi
mampu menggunakan
nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi
ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri,
 Gunakan teknik
mencari bantuan)
komunikasi terapeutik
Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi respon
nyeri
Mampu mengenali nyeri
 Evaluasi pengalaman
(skala, intensitas, frekuensi
nyeri masa lampau
dan tanda nyeri)
 Evaluasi bersama pasien
Menyatakan rasa nyaman dan tim kesehatan lain
setelah nyeri berkurang tentang ketidakefektifan
Tanda vital dalam rentang kontrol nyeri masa
normal lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi Ajarkan
tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

4 Risiko injury NOC : Risk Kontrol NIC


berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan  Environment
effect anesthesia,
selama 1x24 jam tidak ada Management
sedasi, analgesi.
resiko cedera dengan KH: (Manajemen lingkungan)
Sediakan lingkungan
Klien terbebas dari cedera
yang aman untuk pasien
Klien mampu menjelaskan
Identifikasi kebutuhan
cara/metode
keamanan pasien, sesuai
untukmencegah
dengan kondisi fisik dan
injury/cedera
fungsi kognitif pasien dan
Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit
factor resiko dari terdahulu pasien
lingkungan/perilaku  Menghindarkan
personal lingkungan yang
berbahaya (misalnya
Mampu memodifikasi
memindahkan perabotan)
gaya hidup untuk
 Memasang side rail
mencegah injury
tempat tidur
Menggunakan fasilitas Menyediakan tempat
kesehatan yang ada tidur yang nyaman dan
bersih
Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
 Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup.
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

5 Kekurangan volume NOC: Fluid balance NIC


cairan b/d Hydration Nutritional
kehilangan cairan Status : Food and Fluid • Timbang popok/pembalut jika
intra dan post Intake diperlukan
operasi.
Setelah dilakukan tindakan • Pertahankan catatan intake dan
keperawatan selama 1x24 output yang akurat

jam maka kebutuhan • Monitor status hidrasi (


intake cairan akan kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
terpenuhi dengan KH: ortostatik ), jika diperlukan

Mempertahankan urine • Monitor vital sign


output sesuai dengan usia • Monitor masukan makanan /
dan BB, BJ urine normal, cairan dan hitung intake kalori
HT normal Tekanan darah, harian
nadi, suhu tubuh dalam • Lakukan terapi IV
batas normal • Monitor status nutrisi

Tidak ada tanda tanda • Berikan cairan


dehidrasi, Elastisitas turgor • Berikan cairan IV pada suhu
kulit baik, membran ruangan
mukosa lembab, tidak ada • Dorong masukan oral
rasa haus yang berlebihan
• Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output

• Dorong keluarga untuk


membantu pasien makan

• Tawarkan snack ( jus buah,


buah segar )

• Kolaborasi dokter jika tanda


cairan berlebih muncul meburuk

• Atur kemungkinan tranfusi

6 Ketidak efektifan NOC : Respiratory status : NIC


kebersihan jalan Ventilation Respiratory
Airway suction
nafas berhubungan status : Airway patency
dengan peningkatan Aspiration Control  Pastikan kebutuhan oral /
sekresi. tracheal suctioning
Setelah dilakukan tindakan
 Auskultasi suara nafas
keperawatan selama 1x24
sebelum dan sesudah
jam bersihan jalan nafas suctioning
efektif dengan KH:  Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
Mendemonstrasikan batuk suctioning
efektif dan suara nafas  Minta klien nafas dalam
sebelum suction
yang bersih, tidak ada
dilakukan
sianosis dan dyspneu  Berikan O2 dengan
(mampu mengeluarkan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
sputum, mampu bernafas
suksion nasotrakeal
dengan mudah, tidak ada  Gunakan alat yang steril
pursed lips) sitiap melakukan
tindakan
Menunjukkan jalan nafas  Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam
yang paten (klien tidak
setelah kateter
merasa tercekik, irama dikeluarkan dari
nafas, frekuensi pernafasan nasotrakeal Monitor
dalam rentang normal, status oksigen pasien
 Ajarkan keluarga
tidak ada suara nafas
bagaimana cara
abnormal) melakukan suksion
Hentikan suksion dan
Mampu berikan oksigen apabila
mengidentifikasikan dan pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
mencegah factor yang
saturasi O2
dapat menghambat jalan
Airway Management
nafas
• Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu

• Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi

• Identifikasi pasien perlunya


pemasangan alat jalan nafas
buatan

• Pasang mayo bila perlu

• Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

• Keluarkan sekret dengan batuk


atau suction

• Auskultasi suara nafas, catat


adanya suara tambahan

• Lakukan suction pada mayo

• Berikan bronkodilator bila


perlu
• Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab

• Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan keseimbangan.

• Monitor respirasi dan status O2


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Perawatan
pasca operasi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik pasien,
teknik anestesi, dan jenis operasi. Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi seperti kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan gangguan
organ penting, seperti otak.

B. Saran
Kami mengucap syukur pada Tuhan YME dimana dapat terselesaikannya laporan
kegawatan Post Operasi Bedah Mayor. Kami menyadari laporan ini jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. Instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.

Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency Nursing
Journal, 12; 130-136

Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC.

Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and Basic
Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.

Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St.
Louis Missouri : Elsevier Mosby.

Lyer, P.W., Camp, N.H.(2005). Dokumentasi Keperawatan, Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Carpenito, Linda Juall-Moyet. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com, 18


Mei 2017

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Glor ia M. 1996. Nursing Intervention Classsification


(NIC). Mosby, St. Louise.
NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002), Philadelphia.

NANDA. (2010). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima
Medika

Вам также может понравиться