Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Trauma
yang menyebabkan fraktur pada tulang dapat berupa trauma langsung
dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma
tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang fraktur dapat
berbentuk transversa, oblik, atau spiral. (Pierce A. Grace & Neil R.
Borley 2007).
Secara klinis, fraktur dibedakan atas fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi
kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Luka
pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus
kulit (from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh
peluru atau trauma langsung (from without).
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang
memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko
infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang
berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting
yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.1 Makalah ini akan
1
membahas mengenai fraktur terbuka, diagnosis serta
penatalaksanaannya.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fraktur terbuka?
2. Bagaimana klasifikasi fraktur terbuka?
3. Bagaimana etiologi fraktur terbuka?
4. Diagnosa keperawatan fraktur terbuka
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Tipe III
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak
termasuk otot, kulit dan struktur neurovaskuler dengan
kontaminasi yang hebat. Tipe ini biasanya di sebabkan oleh
karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Tipe III di bagi dalam tiga subtipe:
1) Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah
walaupun terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap.
Fraktur bersifat segmental atau komunitif yang hebat.
2) Tipe IIIB : fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan
kerusakan dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan
(stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
serta fraktur komunitif yang hebat.
3) Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan
arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan
tingkat kerusakan jaringan lunak.
4
The Orthopaedic Trauma Association (OTA) mengeluarkan
klasifikasi fraktur dan dislokasi, fraktur terbuka dikategorikan
berdasarkan lima variabel utama, sebagai berikut :
a) luka kulit :
(1) Laserasi dengan tepi yang dapat didekatkan
(2) Laserasi dengan tepi yang tidak dapat didekatkan
(3) Laserasi yang berkaitan dengan degloving luas
b) cedera otot :
(1) Tidak ada nekrosis otot, beberapa cedera otot dengan fungsi
otot yang masih baik
(2) Hilangnya otot namun dapat berfungsi, terdapat beberapa
nekrosis lokal di zona cedera yang memerlukan eksisi, otot-
tendon utuh
(3) Otot mati, hilangnya fungsi otot, kompartemen eksisi parsial
atau lengkap, gangguan lengkap unit otot-tendon, defek otot
tidak dapat didekatkan
c) cedera arteri :
(1) Tidak ada gangguan pembuluh darah utama
(2) Cedera pembuluh tanpa iskemia distal
(3) Cedera pembuluh dengan iskemia distal
d) Kontaminasi :
(1) Tidak ada atau kontaminasi minimal
(2) Kontaminasi pada permukaan
(3) Kontaminan melekat pada tulang atau dalam jaringan lunak;
atau kondisi lingkungan berisiko tinggi (lumbung, tinja, air kotor,
dll)
e) Kehilangan tulang :
(1) Tidak ada
5
(2) Tulang hilang atau devaskularisasi fragmen tulang, tapi masih
terdapat beberapa hubungan antara fragmen proksimal dan
distal
(3) Kehilangan tulang segmental
4. Patofisiologi
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung
serta kondisi patologis, setelah terjadi fraktur dapat mengakibatkan
diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang. Pergeseran
fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri. Diskontinuitas
tulang dapat berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi
pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi deformitas dan
gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik.
Perubahan jaringan sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit
6
dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika sampai menyebabkan
putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume
cairan yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga
berakibat ke spasme otot yang meningkatkan tekanan kapiler
terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi
edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat
terjadi penurunan perfusi jaringan. Diskotinuitas akibat terjadinya
fraktur dapat mengakibatkan terjadi kerusakan fragmen tulang yang
selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih
tinggi daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres pasien dimana
terjadi pelepasan katekolamin yang memobilisasi asam lemak
bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang akan
nmenyumbat pembuluh darah.
7
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri
(Fungsiolesa), deformitas, pemendekan ekstermitas, kripitasi,
pembengkakan local, dan perubahan warna (Smeltzer,2002)
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan
kelainan bentuk ( Reeves,2001).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik untuk fraktur
terbuka, yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan
jaringan lunak.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma.
Itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan
8
nafas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan
tidak ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan
penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS,
meningkat golden, period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto
radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih pada jaringan
lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.Tindakan pada
foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan
waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang optimal
untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan antibiotic
untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis tinggi.
Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka
fraktur terbuka.
Teknik debrimen adalah sebagai berikut:
a. Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan
atau kecil.
b. Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)
9
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan
dimana rasa sakit terjadi.
10
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
11
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium,
zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah
12
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas
klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan
pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
13
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani
rawat inap.
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain
itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan
pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
14
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
15
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
(5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
16
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
17
(c) Perkusi
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak
ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian
distal terutama mengenai status neurovaskuler.
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
18
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
19
4) Pemeriksaan Diagnostik
5) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau
PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan
pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum
atau biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
(1) Tomografi:
menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
20
(2) Myelografi:
menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat
yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
6) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
7) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
sobek karena trauma yang berlebihan.
21
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
Menghindari iterupsi
22
penyambungan fraktur.
5. Yakinkan semua klem, katrol
dan tali berfungsi baik. Keketatan kurang atau berlebihan
dari traksi eksternal (Hoffman)
mengubah tegangan traksi dan
6. Pertahankan integritas fiksasi mengakibatkan kesalahan posisi.
eksternal.
23
gerak pasif/aktif. vaskuler.
24
3. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran
darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Mengevaluasi perkembangan
masalah klien dan perlunya
4. Berikan obat antikoagulan
intervensi sesuai keadaan klien.
(warfarin) bila diperlukan.
25
aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang
normal.
26
hipokalsemia, peningkatan LED
dan kadar lipase, lemak darah dan
4. Analisa pemeriksaan gas
penurunan trombosit sering
darah, Hb, kalsium, LED, lemak berhubungan dengan emboli
dan trombosit lemak.
27
2. Bantu latihan rentang gerak Meningkatkan sirkulasi darah
pasif aktif pada ekstremitas muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak
yang sakit maupun yang sehat sendi, mencegah kontraktur/atrofi
sesuai keadaan klien. dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
6. Dorong/pertahankan asupan
cairan 2000-3000 ml/hari. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
7. Berikan diet TKTP. pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
28
8. Kolaborasi pelaksanaan aktivitas fisik secara individual.
fisioterapi sesuai indikasi.
29
4. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap Menilai perkembangan masalah
kulit, insersi pen/traksi. klien.
30
laboratorium (Hitung darah penyebab infeksi.
lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas luka/serum/tulang) Mengevaluasi perkembangan
masalah klien.
31
kulit distal cedera)
D. Implementasi
Merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat memberikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
(potter & perry, 2009)
E. Evaluasi
Merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. (potter & perry, 2009)
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat.
Penyebabnya bisa berupa trauma langsung dan tidak langsung.
Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik serta penunjang berupa pemeriksaan radiologis.
Tujuan dari tatalaksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi
resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi
anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan
segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi
fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengharapkan kritikan
yang sifatnya membangun sehingga dalam penyusunan makalah
kami selanjutnya dapat menyelesaikan dengan baik. Agar mahasiswa
Akper Pelamonia dapat mengetahui penanggulangan fraktur terbuka.
33
DAFTAR PUSTAKA
Solomon, L., Warwick, D., dan Nayagam, S., 2010. Apley's System of
Orthopaedics and Fractures. Edisi ke 9. Florida : CRC Press
34
American Academy of Orthopaedic Surgeons. Internal Fixation and External
Fixations for Fractures. Available from :
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00196. Diakses 19 Mei 2016
35