Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi
dan anak.1 Definisi kejang demam menurut kesepakatan Unit Kerja Koordinasi (UKK)
neurologi IDAI adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal > 38 derajat C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial dan terjadi pada
rentang usia 6 bulan sampai 5 tahun (insiden tertinggi pada usia 18 bulan), belum pernah
kejang tanpa demam. Kejang demam diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana
dan kejang demam komplek.2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk
di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat, namun di Asia dilaporkan jumlah
penderitanya jauh lebih tinggi mencapai 10-15%.3,4
Di Indonesia, Penelitian di SMF Anak RSU Bali menunjukkan insidensi kejang
demam dalam kurun waktu Januari- Desember 2007 adalah sebesar 47 anak. Secara
umum, diperkirakan 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun dapat menderita kejang
demam. Sekitar 20% penderita kejang demam akan bermanifestasikan menjadi kejang
demam komplek yang harus ditangani secara lebih serius.5,6
Gejala klinis kejang demam pada bayi dan anak sangat bervariasi. Suhu yang
meningkat atau demam adalah penyebab kejang terbanyak pada anak dengan angka
kejadian ±4,8% atau 1 dari 21 anak. Terjadinya bangkitan kejang demam juga bergantung
kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai
peranan. Penelitian Lumbantobing memperoleh data riwayat keluarga 36% mempunyai
satu atau lebih saudara yang pernah mengalami kejang yang disertai demam. Selain
factor tersebut, yang terpenting penyebab kejang demam adalah adanya infeksi
ekstrakranial. Kejang demam yang berulang, lama dan bersifat fokal yang tidak diterapi
dengan baik dapat berkembang menjadi kejang kejang demam berulang (25%-50%). Hal
ini juga meningkatkan risiko terjadinya sekuele dimasa yang akan dating berupa epilepsi,
kelainan motorik, gangguan mental dan belajar.1,3

1
BAB II
STATUS PEDIATRIK

I. Identifikasi
a. Nama : An. AF
b. Umur : 1 tahun 1 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Nama Ayah : Tn. Y
e. Nama Ibu : Ny. N
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Alamat : RT 03, Kumpeh
i. MRS tanggal : 19/01/ 2018

II. Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu pasien (alloanamnesis)
Tanggal : 19/01/2018

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan utama : Kejang
2. Keluhan tambahan : Demam tinggi
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
 ± 2 hari SMRS Pasien mengalami demam tinggi. Karena keluhan
tersebut maka pada hari pertama sakit pasien dibawa orang tuanya
berobat ke bidan dan diberikan obat penurun panas, menurut ibu pasien,
demam pasien turun apabila minum obat, apabila obat tidak diberikan
pasien demam kembali. Namun keluhan juga tidak berkurang dan
semakin memberat.
 Pagi hari SMRS Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya kejang, kejang
timbul sebelum pasien di bawa ke Rumah Sakit. Pasien tidak sadar saat

2
kejang, dan sadar setelah kejang. Pasien mengalami kejang ± 4 menit,
dan kemudian kejang berhenti. Karena takut ibu pasien lalu membawa
pasien ke Rumah Sakit, Pada saat kejang mata pasien melihat keatas
dan kejang pada kedua tangan dan kaki.

4. Riwayat penyakit dahulu


 Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini
 Pasien belum pernah di rawat di Rumah sakit sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Ibu Os waktu bayi juga pernah kejang

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : Pervaginam segera menangis
Tempat : Klinik Bersalin
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 28-12-2016
BBL : 2900 gr
PB : 47 cm
2. Riwayat Makanan
Asi Eksklusif :+
Susu Botol/kaleng :+
Bubur Nasi :-
Nasi TIM/lembek :+
Nasi Biasa :-
Daging :-
Ikan :-
Telur :-
Tempe :-
Tahu :-

3
Buah dan Sayuran :-
3. Riwayat Imunisasi
BCG : Pada saat pasien umur 2 bulan
Polio : Pada saat pasien umur 2 bulan, 4 bulan dan 6bulan
DPT : Pada saat pasien umur 2 bulan, 4 bulan dan 6bulan
Campak : Pada saat pasien umu 9 bulan
Hepatitis : Pada saat pasien baru lahir
Kesan : Imunisasi lengkap
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Nikah
Umur : 26 tahun
Pendidikan : SMA
Penyakit yang pernah diderita: -
Saudara :-
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : sudah, pada saat pasien berumur ± 11 bulan
Berbalik : sudah, pada saat pasien berumur ± 5 bulan
Tengkurap : sudah, pada saat pasien berumur ± 5 bulan
Merangkak : sudah, pada saat pasien berumur ± 9 bulan
Duduk : sudah, pada saat pasien berumuur ± 7 bulan
Berdiri : sudah, pada saat pasien berumur ± 10 bulan
Berjalan : sudah, pada saat pasien berumur ± 12 bulan
Berbicara : beberapa kata
Kesan : sesuai
6. Riwayat Perkembangan Mental
Isap Jempol :+
Ngompol :+
Sering mimpi :-
Aktifitas :+
Membangkang :-
Ketakutan :-

4
7. Status gizi
BB : 9 Kg
PB : 75 cm
BB/TB : 0 < BB/TB < 1 sesuai
BB/U : 0 < BB/U > 1  sesuai
PB/U : 0 < PB/U < 1 sesuai
8. Riwayat Penyakit yang pernah di derita
Parotitis :- Muntah berak :-
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung : -
Varicella :- Sendi bengkak : -
Thypoid :- Kecelakaan :-
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun :- Sakit kencing :-
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut Kembung : -
Lumpuh :- Otitis Media :-
Batuk/pilek :+

2.1 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : 15
b. Pengukuran tanda vital  Nadi : 134 x/menit
RR : 32 x/menit
Suhu : 38,7 °C
SpO2 : 99 %

5
c. Kulit
Sianosis : (-)
Turgor : Cepat kembali < 2 detik
Kelembaban : Cukup
Pucat : (-)
d. Kepala
Bentuk : Normochepal
 Rambut
Warna : Hitam
Tebal / tipis : Tipis
Jarang / tidak (distribusi): Normal
 Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil  Simetris : Isokor + / +
Refleks cahaya: + / +
Kornea : Jernih
 Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada
 Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : -
Sekret :-/-
Epistaksis :-/-
 Mulut
Bentuk : Simetris

6
Bibir : Mukosa kering (-)
Gusi : Mudah berdarah (-)
 Lidah
Bentuk : Simetris
Pucat :-
Kotor :-
 Faring
Hiperemis :-
Edema :-
 Tonsil
Warna :-
Pembesaran :-
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Massa :-
f. Thoraks : Simetris, Retraksi (-)
 Jantung
Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : Murmur (-), Gallop (-)
 Paru
Bentuk : Simetris
Retraksi : -
Dispnea : -
Pernapasan : abdominalthorako
Sternum : Ditengah
Suara nafas dasar : Vesikuler (+/+)
Suara nafas tambahan : Ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
g. Abdomen
Inspeksi  Bentuk : Datar
Umbilikus : tidak menonjol
Turgor : Cepat kembali

7
Palpasi  Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Massa : tidak teraba
Perkusi  Timpani / pekak : timpani
Asites :-
Auskultasi : Bising usus (+) normal
h. Ekstremitas
Umum : Akral atas dan bawah hangat, edema (-), sianosis (-).
i. Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
j. Anus : (+), tidak ada kelainan

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


 Darah Rutin Tanggal 19 Januari 2018

WBC 8,543/mm3 MCV 86


RBC 4,6.106/mm3 MCH 30,7
HGB 11,5 L g/dl MCHC 323
HCT 30,4 L%
PLT 301.103/mm3
PCT 0,25

 GDS : 159 mg/dl

 Pemeriksaan elektrolit
Na 137,38 135-148
K 3,52 3,5-5,3
Cl 100,96 98-110
Ca 1,20 1,12-1,23

8
IV. PEMERIKSAAN ANJURAN :
Pungsi lumbal.

V. DIAGNOSIS DIFFERENTIAL
Meningitis
Ensefalitis
Epilepsi
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Sederhana

VII. TERAPI
- Diazepam Rectal 4,5 mg setiap 8 jam
- IVFD D5 ¼ NS 10 gtt/menit
- Paracetamol 4 x 9 mg

VIII. PROGNOSA :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
Tanggal 20/01/2018
S : Demam (+)
O :
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 146 x/menit T : 37.9o C
RR : 30 x/menit
Kepala : Normochepal, UUB cekung (-)
Mata : CA-/-, SI -/-

9
THT : dbn
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : C : BJ I, II reguler mur-mur (-), gallop (-)
P : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sopel BU (+) N, turgor baik
Ekstremitas : Akral Hangat (+), CRT < 2 detik
A : Kejang Demam Sederhana
P :
- IVFD D5 ¼ NS 10gtt/i
- Paracetamol 4 x 9mg

Tanggal 21/01/2018
S : Demam (+)
O :
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 116 x/menit T : 37.8o C
RR : 30 x/menit
Kepala : Normochepal,
Mata : CA-/-, SI -/-,
THT : Otorea (-), rinorea (-), NCH (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : Cor : BJ I, II reguler mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sopel, BU (+) N, turgor baik
Ekstremitas : Akral Hangat (+)
A : Kejang Demam Sederhana
P :
- IVFD D5 ¼ NS 10 gtt/i
- Paracetamol 4 x 9mg

10
Tanggal 22/01/2018
S : demam (-)
O :
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 118 x/menit T : 36,5o C
RR : 30 x/menit
Kepala : Normochepal,
Mata : CA-/-, SI -/-, THT : dbn
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak : C : BJ I, II reguler mur-mur (-), gallop (-)
P : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sopel BU (+) , turgor baik
Ekstremitas : Akral Hangat
A : Kejang Demam Sederhana
P :
- Pasien di pulangkan
- Edukasi :

 Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,


bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
 Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
 Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
 Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke
fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Terutama jika
ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak
lemas.

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Defenisi dan Epidemiologi Kejang Demam


Berdasarkan kesepakatan UKK neurologi IDAI-saraf anak PERDOSSI 2004
kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal > 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial, dan terjadi pada rentang
usia 6 bulan sampai 5 tahun (insiden tertinggi pada usia 18 bulan), belum pernah kejang
demam komplek. Sekitar 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun dapat menderita
kejang demam, 80%nya merupakan kejang demam sederhana. 2,7

3.2 Klasifikasi Kejang Demam


Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever). Defenisi ini tidak lagi digunakan karena studi propekstif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya
kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diinginkan. 3
Akhir-akhir ini, kejang demam diklarifikasikan menjadi 2, yaitu kejang demam
sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit (singkat), bersifat umum dan hanya
terjadi sekali dalam 12 jam, dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih dari 15
menit, bersifat fokal dan serangan kejang yang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang demam
atau kejang tanpa demam dalam keluarga. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan
kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya. 3,4
Ikatan Dokter Anak Indonesia membagi kejang demam menjadi dua, yaitu : 4,8
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut):
 Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam dalam waktu < 10 menit
 Bangkitan kejang tonik-klonik tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam

12
2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) :
 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali antara
bangkitan kejang

3.3 Faktor Resiko 9


Faktor-faktor yang mempengaruhi kejang demam antara lain :
1. Umur
Insiden kejang demam tertinggi terjadi pada usia 2 tahun, tidak terjadi pada anak
di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya terjadi
dalam waktu 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur
terutama setelah usia 4 tahun.
2. Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan
dengan perbandingan 1,25 : 1. Hal ini terkait dengan pematangan sel otak pada
anak laki-laki lebih lambat dibandingkan anak perempuan.
3. Suhu Tubuh
Kenaikan suhu tubuh adalah syarata mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi
suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang
kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,30C – 41,40C (suhu
rektal).
4. Faktor Keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 8 – 22% anak yang mengalami kejang
demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya
dan pada saudara kandungnya antara 9 – 17% yang pernah mengalami kejang
demam sekurang-kurangnya sekali.

13
Menurut Tejani7 faktor risiko berkembangnya / terjadinya kejang demam adalah :
1. Ada riwayat keluarga yang menderita kejang demam
2. Suhu tinggi
3. Laporan orang tua tentang keterlambatan perkembangan anak
4. Riwayat pulang dari perawatan neonatus pada usia lebih dari 28 hari
5. Keterlibatan orang tua secara langsung dalam mengasuh dan merawat anak.

Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam adalah : 8


1. Ada (anggota) keluarga dengan riwayat kejang demam.
2. Usia < 18 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang.
4. Lama demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam
dengan terjadinya kejang demam, makin besar resiko berulangnya kejang demam.
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan
demam.

Penilaian :
a. Bila ada 3 faktor diatas, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah
80%.
b. Bila sama sekali tidak ada faktor diatas, kemungkinan kejang demam berulang
kembali adalah 10 – 15 %

3.4 Etiologi
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum diketahui. Dari penelitian yang
telah dilakukan pada 297 penderita kejang demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui
1
penyebabnya. Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan.
Ada pendrita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya
tonsilo-faringitis dan otitis media akut.
Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai KD dari pada
infeksi lainnya. Sekitar 4,8 – 45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella
mengalami KD dibanding gastroenteritis oleh kuman penyebab lainnya dimana angka
KD hanya sekitar 1%.1

14
3.5 Patofisiologi
Mekanisme Chanelopati9
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor
fisiologis di anggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang. Untuk
mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang di dapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-
paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron
terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat diubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler;
rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya; dan perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan
dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh

15
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada
suhu 38C, sedeangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat
terjadi pada suhu 40C atau lebih.
Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot
pernapasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis sisebabkan metabolisme anaerob,
hipertensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin
meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otot meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Sehingga di dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa dan berapa lama penderita mengalami
kejang.

Eksitasi Neurotransmitter9
Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan
ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem penghambat GABAergik. Perjalanan
discharge akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glutamaterik. Bukti baru-baru ini
menunjukan bahwa eksitasi neurotransmitter asam amino (glutamate aspartat) dapat
memainkan peran dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel
tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa
daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat
menimbulkan kejang.

3.6 Manifestasi Klinik


Terjadinya kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (per rektal) mencapai 380C atau lebih. Umumnya kejang
berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan
berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. 3,6,

16
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang
berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti anak tampak lelah,
mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau
disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa menit, anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.1,3
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal
atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese tood (lumpuh sementara pasca
serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral
yang lama dapat diikuti oleh hemisparesis yang menetap. Bangikatan kejang yang
berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.1,3
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan standar pelayanan medis kesehatan anak IDAI :4
1. Anamnesis
a. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat.
b. Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi diluar sistem saraf pusat
3. Pemeriksaan penunjang
a. Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam,
pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
kalsium serum, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses
b. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk anak usia 12 bulan, dianjurkan
pada usia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berusia diatas 18
bulan yang dicerugia menderita meningitis.
c. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dapat diindikasikan pada keadaan adanya
riwayat dan tanda klinis trauma kepala, kemungkinan adanya lesi

17
struktural diotak, dan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, fontanela anterior membonjol,
paresis saraf otak VI, edema papil.
d. EEG dipertimbangkam pada kejang demam kompleks.

3.7 Diagnosa Banding


Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. Defenisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. 3,19
3.8 Tatalaksana Kejang Demam
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.8
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

18
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

Rekomendasi dari Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak


Indonesia/IDAI :8

A. Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal (melalui dubur) dengan dosis 0,5-0,75 mg/KgBB/kali
pemberian saat kejang sangat efektif untuk menghentikan kejang. Dirumah, maksimal
diberikan dua kali berurutan dengan jarak lima menit. Cara lain pemberian diazepam
adalah melalui suntikan intravena sebanyak 0,2-0,5 mg/KgBB. Berikan perlahan dengan
kecepatan 0,5-1mg per menit. Bila kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan
penyuntikan. Bila anak masih kejang, berikan diazepam dua kali dengan jarak lima
menit. Bila tetap masih kejang berikan fenitoin intravena dengan dosis 15mg/KgBB
perlahan-lahan. Bila kejang belum terhenti, rawat diruang rawat intensif, berikan
fenobarbital, pasang ventilator bila perlu.

B. Saat Kejang Berhenti

Saat kejang sudah berhenti, tentukan apakah bayi/anak termasuk dalam kejang
demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup intermitten saat demam.
1. Pengobatan Rumat
Pengobatan rumat cukup diberikan selama setahun bebas kejang, lalu dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan. Pengobatan ini efektif untuk menurunkan risiko
berulangnya kejang.
Indikasi pengobatan rumat :
 Kejang lama (lebih dari 15 menit)
 Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang.
Misalnya : hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
 Kejang fokal (sentral/memusat)
 Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsy

19
Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila :
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi berusia kurang dari 12 bulan
 Kejang demam terjadi 4 kali atau lebih pertahun

Ada dua pilihan dalam pengobatan rumat :


a. Asam Valproat dosis : 15-40 mg/KgBB/Hari dibagi 2-3 dosis. Pemakaian
asam valproate pada usia < 2 tahun menyebabkan gangguan fungsi hati. Bila
mengkonsumsi obat ini sebaiknya diperiksa kadar SGOT dan SGPT setelah
2 minggu, sebulan, kemudian tiap 3 bulan.
b. Fenobarbital dosis : 3-5 mg/KgBB/Hari dibagi 2 dosis. Pemakaian
fenobarbital setiap hari menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar.

2. Pengobatan Intermitten
Merupakan pengobatan yang diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk
mencegah terjadinya kejang demam. Ada dua pilihan dalam pengobatan
intermitten :

a. Antipiretik :
 Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/KgBB/kali diberikan dua kali
 Ibuprofen 10mg/KgBB/Kali diberikan 3 kali
b. Antikonvulsan :
 Diazepam oral dosis 0,3-0,5mg/KgBB/, setiap 8 jam saat demam. Ini
efektif untuk menurunkan risiko berulangnya kejang.
 Diazepam rektal (diberikan melalui dubur) dengan dosis 0,5mg/KgBB/kali
diberikan 3x sehari
 Fenobarbital , Karbamazepin, fenitoin tidak berguna mencegah kejang
demam bila diberikan secara intermitten. Fenobarbital dosis kecil baru
berefek antikonvulsan dengan kadar stabil di dalam darah, bila telah
diberikan selama 2 minggu.

20
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :8
1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang untuk menghindari tersedak.
2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
4. Sebagian kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus
5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa kefasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
6. Setelah kejang berakhir (jika<10 menit) anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan pada leher, muntah-muntah
yang berat atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain
poin-poin diatas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen malalui face mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg/KgBB/rektal atau jika telah terpasang selang infus
0,2mg/KgBB/infus
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

21
3.9 Prognosis
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi kejang demam berulang (25-50%), epilepsy (2-4%), kelainan
motorik, gangguan mental dan belajar.

22
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah dirawat seorang Pasien dengan inisial An. AF laki-laki usia 1 tahun 1 bulan
masuk di RSUD Raden Mattaher Jambi tanggal 19 Januari 2018 dimana dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium ditemukan :
- Anamnesa
 Pagi hari SMRS os kejang, os tidak sadar saat kejang, dan sadar setelah kejang.
 Pasien mengalami kejang ± 4 menit, dan kemudian kejang berhenti.
 Pada saat kejang mata pasien melihat keatas dan kejang pada kedua tangan dan
kaki.
 ± 2 hari SMRS Pasien mengalami demam tinggi, batuk (+).
 Karena keluhan tersebut maka pada hari pertama sakit penderita dibawa orang
tuanya berobat ke bidan dan diberikan obat penurun panas yaitu sanmol drop,
menurut ibu pasien, demam pasien turun apabila minum obat.
- Vital sign saat masuk :
 Keadaan umum : tampak sakit sedang, GCS : 15, nadi : 134 kali/menit,
pernafasan : 32 kali/menit, suhu : 38,7C. SPO2 : 99 %
 Refleks fisiologis ada, normal; refleks patologis tidak ada
 Kaku kuduk tidak ada, tanda rangsang meningeal tidak ada
- Pemeriksaan Laboratorium :
WBC 8,543/mm3 MCV 86
RBC 4,6.106/mm3 MCH 30,7
HGB 11,5 L g/dl MCHC 323
HCT 30,4 L%
PLT 301.103/mm3
PCT 0,25

Na 137,38 135-148
K 3,52 3,5-5,3

23
Cl 100,96 98-110
Ca 1,20 1,12-1,23

Dari data-data di atas, sesuai dengan kasus “Kejang Demam Sederhana” dimana :
a. Kejang kurang dari 15 menit

b. Kejang umum

c. Dan serangan 1 kali dalam 24 jam

Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan semua dalam
batas normal. Hal ini sesuai dengan teori kasus kejang demam. Pemeriksaan laboratorium
pada kejang demam tidak rutin dikerjakan, namun dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi ataupun dehidrasi yang terjadi saat demam. Pada kasus ini pemeriksaan
darah rutin dan elektrolit dalam batas normal.

Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa:


- O2 3 liter/menit
- Diazepam Rectal 4,5 mg setiap 8 jam
- IVFD D5 ¼ NS 10 gtt/menit
- Paracetamol 4 x 9 mg
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah terapi pada saat demam sesuai dengan yang
tertera pada konsensus penatalaksanaan kejang demam, yaitu pemberian antipiretik
berupa paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg sebanyak 4 kali. Kemudian pemberian
antikonvulsan berupa diazpeam rectal dengan dosis 0,5mg/kg setiap 8 jam pada suhu >
38,5 ºC.

Pada anak riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang
pada tanpa riwayat kejang 25%. Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis
kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian.

Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya kejang demam kembali, diberikan terapi
edukasi berupa observasi demam, bila anak demam beri paracetamol dan kompres

24
dengan air hangat pada kepala dan ketiak. Minta agar orang tua selalu menyediakan
diazepam rectal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 12 kg dan 10 mg untuk anak
dengan berat badan > 12 kg, untuk mengatasi kejang yang berulang. Serta diberikan
edukasi mengenai nutrisi sesuai dengan kebutuhan kalori pasien untuk mendukung
kestabilan kondisi pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007: 9,16-
20,25,32
2. Febrianty DC: Bagian anak FK trisakti/RS Koja. Kejang demam.2009 Di unduh
dari URL : Http://www.scribd.com/doc/310606555/presentasi-case-kejang-
demam. Diakses tanggal 24 Januari 2018.
3. Mansjoer A, Suprohaita, wardhani W, Setiowulan W, dkk, ed. Neurologi anak :
Kejang Demam dalam kapita selekta kedokteran. Edisi ke3, Jilid ke2 Jakarta :
Media Aesculapius FKUI:2000:434-36
4. Pusponegoro HD, Hadinegoro Sri RS, Firmanda dody, dkk. Standar pelayanan
medis kesehatan anak ; kejang demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2004:209-
10
5. Sunarka N. karakteristik penderita kejang demam yang dirawat di SMF anak RSU
Bangli Bali tahun 2007, dalam medicine scientific journal of pharmaceutical
development and medical application. Vol22 Edition September-November 2009
Di Unduh dari URL: http://www.dexa-medica.com. Diakses tanggal 24 Januari
2018
6. IDAI. Kejang Demam Pada anak, dalam Indonesian Pediatric Society. Di Unduh
dari URL : Http;//www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=1986413154321
Diakses tanggal 15 Januari 2018
7. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures.Article last updated : February 2010. Di
Unduh dari URL : http://emedicine.medscape.com/article/801500overview.
Diakses pada tanggal 23 januari 2018
8. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. dkk : dalam Unit Kerja Koordinasi
Neurologi IDAI. Konsensus Penanganan Kejang demam, Jakarta: Badan Penerbit
IDAI;2006:1-13
9. Sapitri L. Karakteristik dan gambaran klinis penderita kejang demam yang di
rawat inap di RSUD Mattaher Jambi. 2010

26

Вам также может понравиться