Вы находитесь на странице: 1из 3

Antimikroba profilaksis

Adanya refluks vesikoureteral (VUR) yang menyebabkan infeksi traktus urinaria (UTI) dan
penggunaan antimikroba profilaksis dalam pencegahan UTI dengan dan tanpa VUR masih
kontroversial. Namun diluar hal tersebut, penggunaan antimikroba profilaksis sudah
merupakan pengobatan standar dalam beberapa dekade. Pada tahun 2006, penelitian
Cochrane yang dilakukan Williams et al, mengidentifikasi 8 penelitian acak (618 anak)
yang membandingkan penggunaan antibiotik dengan placebo atau tanpa pengobatan
dalam pencegahan UTI rekuren. Analisis ini juga menunjukkan bahwa antibiotik
menurunkan resiko kultur urin positif dibandingkan dengan placebo. Namun, penulis
menyimpulkan bahwa dibutuhkan lebih banyak bukti dalam percobaan acak secara
tertutup untuk mendukung penggunaan rutin antibiotik profilaksis dalam pencegahan UTI
rekuren. Saat ini, telah terdapat 6 percobaan acaj pada antimikroba profilaksis untuk UTI,
table 7. Tiga dari data tersebut termasuk anak-anak dengan dan tanpa VUR. Secara
keseluruhan, penilitan ini termasuk pasien dari 0-18 tahun, dengan grade VUR I-V jika ada.
Garin et al dan Montini et al melaporkan tidak adanya keuntungan dengan profilaksis pada
anak-anak dengan dan tanpa VUR (grade I-III). Penelitian ketiga oleh Craig et al, yang
menggunakan kelompok kontrol placebo, menunjukkan penurunan resiko yang absolut
pada UTI (6%) yang tidak berbeda diberbagai variabel (usia, jenis kelamin, status refluks,
riwayat lebih dari satu UTI, atau kecurigaan organisme penyebab TMP-SMX). Tiga
percobaan acak lain pada antimikroba profilaksis UTI termasuk hanya pasien dengan VUR
grade I-IV, dan usia pasien berkisar 0-3 tahun. Roussey et al menemukan tidak ada
keuntungan antibiotik profilaksis pada VUR grade rendah kecuali pada anak laki-laki
dengan refluks grade III. Pennesi er al menunjukkan tidak ada perbedaan pada UTI rekuren
antara diberikan profilaksis dan tidak pada seluruh pasien < 30 bulan. Percobaan Swedish
Reflux meneliti 203 anak-anak (usia 1-2 tahun) dengan refliks gradfe III-IV yang dibagi
menjadi 3 kelompok: antibiotik profilaksis dosis rendah, terapi endoskopi, dan
pengawasan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa UTI rekuren pada anak perempuan
>1 tahun dengan dilatasi VUR lebih tinggi dibanding pada anak laki-laki dan angka ini
dapat turun dengan antibiotik profilaksis dan terapi endoskopi. Tidak terdapat perbedaan
anatara kelompok profilaksis dan pengobatan endoskopi. 57% pasien pada kelompok
pengawasan mengalami UTI rekuren selama waktu follow up. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa anak perempuan memiliki tingkatan kerusakan ginjal DMSA yang
secara signifikan lebih tinggi dibanding anak laki-laki dalam 2 tahun. Kerusakan ginjal
merupakan hal yang sering terjadi pada kelompok pengawasan dan menunjukkan hbungan
erat dengan UTI febril rekkuren. Hasil penelitianini harus diinterpretasikan dengan
pengawasan karena terkait beberapa keterbatasan penelitian.
Pada tahun 2007, NICE mempublikasikan rekomendasinya bahwa petugas kesehatan di UK
tidak menggunakan antibiotik profilaksis secara rutin pada bayi dan anak-anak pada kasus
UTI pertama, dan hanya secara selektif pada UTI rekuren. American urological association
(AUA) mempublikasikan pada guideline pada tatalaksana primer VUR pada September
2010 didasarkan pada evidens terkait manajemen VUR pada anak-anak. Guidelines ini
dirangkup pada tabel 8, 9, 10. Manajemen awal pada anak-anak dengan VUR dibedakan
berdasarkan usia, dengan lebih diutamakan konservatif pada anak-anak < 1 tahun
dikarenakan peningkatan morbiditas pyelonephritis dan tingginya insiden perlukaan
ginjal. Pernyataan ini diaplikasikan dengan beberapa fleksibilitas.
Dari semua penelitian dan rekomendasi yang ada, manajemen VUR masih menimbulkan
perdebatan. Kebutuhan akan bukti yang lebih kuat dalam manajemen akan terus
meningkat. The randomized intervention for children with vesicoureteral reflux (RIVUR)
yang didirikan oleh US national instituts of health (NIH) sedang dalam masa pembentukan.
Penelitian itu merupakan penelitian acak dengan kontrol placebo yang dimulai sejak tahun
2007., yang akan mengevaluasi manfaat antimikroba profilaksis pada anak-anak dengan
VUR grade I-IV yang terdiagnosis setelah febril UTI. Sampai bukti data terlah ada,
pengobatan oleh klinisi harus diperhatikan ketika mengobati anak-anak dengan faktor
resiko terjadinya UTI rekuren, termasuk VUR. Klinisi harus memutuskan keuntungan
penggunana antibiotik dibanding resikonya dan ketika intervensi surgical merupakan
pilihan pengobatan.

Pilihan antimikroba profilaksis


Antibiotik yang sering digunakan termasuk TMP-SMX, trimethoprim, nitrofurantoin, dan
generasi pertama sefalosporin. Amoksisilin dapat digunakan pada anak-anak < 2 bulan,
dikarenakan TMP-SMX merupakan kontraindikasi pada kelomopk usia tersebu.

Keterbatasan profilaksis
Resistensi antimikroba merupakan masalah utama pada antibiotik profilaksis. Cheng et al
melakukan retrospektiv study dan menemukan bahwa infeksi jarang terjadi pada anak-
anak dengan profilaksis antibiotik dibandingkan UTI pertama mereka, sefalosporin sebagai
antibiotik profilaksis jika dibandingkan dengan TMP-SMX sering dihubungkan dengan
wabah UTI yang disebabkan oleh organisme produsen beta-laktamase. Hal ini dapat
menjadi masalh karena meningkatkan kesulitan peresepan antibiotik ketika anak-anak
mengalami UTI rekuren. Masalah lain dengan profilaksis termasuk kepatuhan dan asuhan
ortu pada penggunaan anitbiotik jangka panjang.

Tatalaksana bedah pad VUR


Tatalaksana bedah biasanya dilakukan pada pasien dengan VUR grade tinggi, UTI rekuren
tanpa memandang penggunaan antibiotik profilaksis. Bedah terbuka sudah digantikan
dengan endoskopi dan laparoskopi. Endoskopi melibatkan inejksi agen dextranomer/ asam
hyaluronic (Deflux) subureteral atau intraureteral sebagai pilihan pertama. Rating
keberhasilan mencapai 98,1% pada bedah terbuka dan 83% pada endoskopi setelah
injeksi. Guideline AUA terbaru memberikan pilihan intervensi bedah, termausk bedah
terbuka dan endoskopi, pada diagnosis awal. Keputusan ini dipengaruhi oleh usia pasien,
status ginjal, grade reflux, dan izin orang tua. Percobaan Swedish Reflux menunjukkan hasil
endoskopi pada VUR memiliki resolusi yang tinggi dan penurunan dilatasi VUR dibanding
dengan profilaksis dan pengawasan. Hal itu juga menimbulkan perhatian pada dilatasi VUR
berulang setelah 2 tahun pasca endoskopi.

Kesimpulan
UTI merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak-anak., dengan resiko berpotensi
menimbulkan komplikasi seperti perlukaan ginjak. Diagnosis UTI yang baik dan
manajemennya sangat diperlukan. Manajemen UTI mengarah pada pengobatan episode
akut serta pecegahan rekurensi. USG ginjal setelah UTI pertama sangat membantu
mendiagnosis abnormalitas kongenital yang dapat menungkatkan resiko rekurensi dan
pertimbangan kebutuhan intervensi bedah. VCUG dan DMSA scan ginjal masih merupakan
Gold Standart dalam mendiagnosis VUR dan perlukaan ginjal. Keputusan penggunaan
antimikroba profilaksis atau intervensi bedah pada anak-anak dengan VUR didasarkan
pada usia pasien, keparahan VUR, adanya perlukaan ginjal, frekuensi UTI, dan disfungsi
berkemih.

Вам также может понравиться