Вы находитесь на странице: 1из 12

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No.

1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

KAJIAN DRUG RELATION PROBLEM (DRPs) KATEGORI


INTERAKSI OBAT, OVER DOSIS DAN DOSIS SUBTERAPI PADA
PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUP UNIVERSITAS
HASANUDDIN
Fajriansyah1), hadijah Tahir2), Almi Kombong3)
1)
Akademi Farmasi Kebangsaan Makassar
2)
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
3)
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

ABSTRACT
Congestive Heart Failure (CHF) is the condition where the heart gets the failure to pump out
the blood to fulfill the body need adequately due to the congestive heart muscles disorder
followed by abnormal blood volume increase as well as the heart interstitial liquid. Drug
Related Problems is an event or a condition in which drug therapy has potential or can
apparently affect the result of therapy to be achieved. This research aimed to obtain the
percentage of drug related problems on category of drug interaction, overdoses and sub-
therapy dose for patients of congestive heart failure. The research method employed was
descriptive observation by which the data collected retrospectively since July to August 2015 in
Hasanuddin University Hospital. Data was obtained from medical records of the long-stay
patients during July to August 2015. The research data was the CHF patient cure profile. The
data analysis employed medicine use standard based on disease therapy standard and scientific
literature. The analysis was conducted to medical records of 25 patients. The age
characteristics comprised 26-35 years of age 3 patients (15%), 46-55 years of age 5 patients
(20%), 56-65 years of age 6 patients (24%), above 65 years of age 12 patients (48%). The
gender characteristics comprised 12 male patients (48%) and 13 female (52%). The result of
the research showed that there where 22 drug related problems occurrences consisting of 14
drug interaction category (63,63%), 5 overdose category (22,72%) and 3 sub-therapy dose
category occurrences (13,63%).

Key words : Drug Related Problems,CHF, Hasanuddin University Hospital

ABSTRAK
Gagal jantung kongestif (GJK) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa
darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh.Drug Related Problem merupakan suatu
peristiwa atau keadaan dimana terapi obat berpotensi atau secara nyata dapat mempengaruhi
hasil terapi yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persentase Drug
Related Problem kategori interaksi obat, overdosis dan dosis sub terapi pada pasien GJK.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional, dimana pengambilan data
dilakukan secara retrospekstif pada bulan Juli sampai Agustus 2015 di RS Universitas
Hasanuddin.Analisa data menggunakan standar penggunaan obat berdasarkan standar terapi
penyakit dan literatur ilmiah.Analisis Drug Related Problem dilakukan terhadap data rekam
medis dari 25 orang pasien. Karakteristik pasien yang dilihat meliputi usia dan jenis kelamin.
Karakteristik usia meliputi usia 26-35 tahun sebanyak 2 pasien (8%), usia 46-56 tahun sebanyak
5 pasien (20%), usia 56-65 tahun sebanyak 6 pasien (24%), usia >65 tahun sebanyak 12 pasien
(48%) dan karakteristik jenis kelamin meliputi pria sebanyak 12 pasien (48%) dan wanita 13
pasien (52%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 22 kejadian Drug Related Problem
meliputi 14 kejadian kategori interaksi obat (63,63%), 5 kejadian kategori overdosis (22,72%)
dan 3 kejadian kategori dosis sub terapi (13,63%).

Kata kunci :Drug Related Problem, GJK, RS Universitas Hasanuddin

91
PENDAHULUAN sesuai, obat salah, interaksi obat,
Gagal jantung kongestif (GJK) overdosis (dosis lebih), dosis
adalah suatu keadaan dimana jantung subterapi, efek samping obat dan
tidak dapat memompa darah yang kegagalan dalam menerima obat.
mencukupi untuk kebutuhan tubuh Identifikasi Drug Related Problem
yang dapat disebabkan oleh pada pengobatan penting dalam
gangguan kemampuan otot jantung rangka mengurangi morbiditas,
berkontraksi atau meningkatnya mortalitas, dan biaya terapi obat. Hal
beban kerja dari jantung.Gagal ini akan sangat membantu dalam
jantung kongestif diikuti oleh meningkatkan efektivitas terapi obat
peningkatan volume darah yang terutama pada penyakit-penyakit
abnormal dan cairan interstisial yang sifatnya kronis, progresif dan
jantung (Hapsari, 2010). membutuhkan pengobatan sepanjang
Pasien gagal jantung kongestif hidup (Lenander, 2014).
pada umumnya harus diberikan Dewasa ini pelayanan
sedikitnya empat jenis pengobatan kefarmasian telah berkembang dari
yakni ACE inhibitor, diuretik, beta- drug oriented ke patient oriented
bloker, dan digoksin.Beberapa pasien (pharmaceutical care). Peran
terkadang juga memerlukan farmasis dalam pharmaceutical care
perlakuan tambahan seperti adalah memaksimalkan optimasi
pemberian senyawa antagonis hasil terapi pada pasien dengan
aldosteron dan sebagainya. Pasien mengeliminasi atau menghilangkan
gagal jantung kongestif biasanya Drug Related Problem(Susilo, 2010).
juga menderita penyakit penyerta Mengingat semakin
lain sehingga membutuhkan berbagai meningkatnya angka kejadian gagal
macam obat dalam terapinya. jantung kongestif dan perlunya peran
Pemberian obat yang bermacam- farmasis dalam pharmaceutical care
macam tanpa mempertimbangkan agar pasien mendapat terapi yang
dengan baik dapat merugikan pasien tepat guna mencapai hasil terapi
(Windriyati, 2008). yang diharapkan serta memperbaiki
Drug Related Problem kualitas hidup pasien, maka perlu
merupakan kejadian yang tidak dilakukan kajian tentang Drug
diinginkan yang menimpa pasien Related Problem pada terapi pasien
yang berhubungan dengan terapi gagal jantung kongestif di RS
obat sehingga kenyataannya Universitas Hasanuddin khususnya
potensial mengganggu keberhasilan Drug Related Problem kategori
penyembuhan yang diharapkan. interaksi obat, overdosis dan sub
Kategori Drug Related Problem terapi.
meliputi indikasi yang tidak diterapi,
obat dengan indikasi yang tidak

92
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

METODOLOGI Januari hingga Juni 2015 di RS


Alat dan Bahan yang Digunakan Universitas Hasanuddin.
Alat yang digunakan adalah Karakteristik pasien yang
lembar pengumpulan data. dilihat pada penelitian ini meliputi
Bahan penelitian berupa usia serta jenis kelamin. Hasil
lembar catatan rekam medik pasien penelitian menunjukkan bahwa
penyakit gagal jantung kongestif pasien yang mengalami penyakit
rawat inap di rumah sakit Universitas GJK dari karakteristik usia yang
Hasanuddin. diklasifikasikan berdasarkan
Metode pembagian usia dewasa menurut
Penelitian ini merupakan Departemen Kesehatan yaitu usia
penelitian deskriptif dan rentang 26-35 tahun terdapat 8%
pengambilan data secara retrospektif. pasien, usia rentang 46-55 tahun
Sampel yang dipilih adalah pasien terdapat 20% pasien, usia rentang
dengan diagnosa GJK di RS 56-65 tahun terdapat 24% pasien,
Universitas Hasanuddin dari bulan dan usia >65 tahun terdapat 48%
Januari sampai Juni 2015 sebanyak pasien. Hal ini menunjukkan bahwa
25 pasien berupa catatan pengobatan penyakit GJK beresiko seiring
pasien meliputi regimen terapi (jenis peningkatan usia.
obat, dosis pemberian dan aturan Karakteristik pasien
pemakaian), informasi umum pasien berdasarkan jenis kelamin
(usia, jenis kelamin) serta kondisi menunjukkan bahwa jumlah pasien
klinik pasien berdasarkan informasi wanita dan pria hampir sama
dalam rekam medis. banyaknya yaitu terdapat 52% pasien
Analisis Data wanita dan 48% pasien pria. Secara
Data pengobatan pasien yang teoritis ada perbedaan risiko antara
diperoleh dilakukan kajian Drug pria dan wanita pada usia muda. Pria
Related Problem berdasarkan standar lebih berisiko dibanding wanita
acuan penelitian.Hasil kajian karena secara alami wanita
dikelompokkan berdasarkan poin dan memproduksi hormon estrogen,
klasifikasi Drug Related Problem sehingga berisiko rendah terkena
sesuai referensi acuan.Kemudian, penyakit jantung dibandingkan pria.
dihitung persentase Drug Related Perbedaan ini akan hilang saat
Problem tiap kategori. wanita mengalami menopause,
wanita berisiko terkena penyakit
HASIL DAN PEMBAHASAN jantung yang sama dengan pria
Hasil penelitian menunjukkan (Windriyati, 2008).
terdapat 25 pasien gagal jantung Algoritma terapi GJK
kongestif (GJK) yang dirawat inap menurut American College of
selama enam bulan mulai dari bulan Cardiology/American Heart

93
Association (ACC/AHA) Practice seperti stage A, B, dan C serta
Guidelines 2013 terdiri dari 4 stage pelayanan khusus.
yaitu stage A, B, C, dan D. Pasien Pada penelitian ini kejadian
stage A belum mengalami gagal Drug Related Problem yang
jantung dan tidak memiliki penyakit diidentifikasi meliputi kategori
jantung struktural, namun beresiko interaksi obat, overdosis dan dosis
tinggi mengalami gagal jantung sub terapi.
misalnya pasien dengan hipertensi, Identifikasi interaksi obat
aterosklerosis, sindrom metabolik, berdasarkan data yang diperoleh dari
diabetes, obesitas, atau pasien rekam medik pasien rawat inap RS
dengan kardiotoksin dan riwayat Universitas Hasanuddin periode
kardiomiopati dimana sasaran terapi Januari sampai Juni 2015 dianalisis
yang ditempuh misalnya dengan dengan Drug Interaction Facts
mengatasi hipertensi, menghentikan (Tatro, 2009). Drug interaction
merokok, mengatasi kerusakan lipid, factsmengklasifikasikan derajat
olahraga teratur, mengurangi interaksi obat berdasarkan kelas
pemasukan alkohol dan kontrol signifikansi. Kelas signifikansi
sindrom metabolik. Obat yang dapat merupakan derajat interaksi obat
diberikan yaitu ACEi atau ARB. dimana obat yang berinteraksi akan
Pasien stage B memiliki penyakit mengubah kondisi pasien. Kelas
jantung struktural tetapi tanpa tanda signifikansi dikelompokkan
atau gejala gagal jantung misalnya berdasarkan keparahan dan
pasien dengan infark miokard dokumentasi interaksi yang terjadi.
terdahulu, remodeling ventrikel kiri, Interaksi obat berdasarkan kelas
dan penyakit valvulas asimptomatik signifikansi menurut Drug
dengan sasaran terapi sesuai stage A Interaction Facts dibagi atas 5
dan obat yang dapat diberikan yaitu berdasarkan tingkat keparahan dan
ACEi atau ARB dan Beta-bloker. dokumentasi yaitu level signifikansi
Pasien stage C memiliki penyakit 1, 2, 3, 4, dan 5. Level signifikansi 1
jantung struktural dengan gejala memiliki tingkat keparahan mayor,
utama/umum gagal jantung dengan level signifikansi 2 memiliki tingkat
sasaran terapi sesuai stage A dan B, keparahan moderate, dan level
diet pembatasan garam dan obat rutin signifikansi 3 memiliki tingkat
diuretik, ACEi dan beta-bloker serta keparahan minor dengan
obat untuk pasien tertentu yaitu dokumentasi level signifikansi 1, 2
antagonis aldosteron, ARBs, digitalis dan 3 adalah established, probable,
dan hidralazin atau nitrat. Pasien dan suspected. Level signifikansi 4
stage D dimana gagal jantung yang memiliki tingkat keparahan
membutuhkan perlakuan khusus. mayor/moderate dengan
Sasaran terapi dengan tindakan dokumentasi possible. Sedangkan,

94
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

level signifikansi 5 memiliki tingkat (25,80%) dengan total 18 pasien


keparahan minor dengan (18,18%). Jadi, paling banyak pasien
dokumentasi possible, dan tingkat berada pada level signifikansi 3 dan
keparahan apapun dengan jenis interaksi paling banyak berada
dokumentasi unlikely. Adapun arti pada level signifikansi 5 yang berarti
dari masing-masing dokumentasi interaksi belum pasti terjadi, tetapi
tersebut yaitu established (interaksi monitoring pasien tetap harus
obat sangat mantap terjadi), dilakukan.
Probable (interaksi obat dapat Obat-obat yang dapat
terjadi), suspected (interaksi obat berinteraksi menurut Drug
diduga terjadi), possible (interaksi Interaction Facts dilakukan kajian
obat belum pasti terjadi), unlikely lebih lanjut untuk menentukan
(kemungkinan besar interaksi obat paduan obat yang kemungkinan
tidak terjadi). Selanjutnya, arti dari berpotensi mengalami masalah
derajat keparahan akibat interaksi interaksi yang dapat dikategorikan
yaitu minor (ringan, tidak Drug Related Problem kategori
mempengaruhi hasil terapi, dapat interaksi obat.
diatasi dengan baik), moderate (efek Hasil penelitian menunjukkan
sedang, dapat menyebabkan bahwa terdapat 14 paduan obat yang
kerusakan organ), dan mayor (efek dapat dikategorikan masalah terkait
fatal, dapat menyebabkan kematian). interaksi obat yang digunakan pada
waktu yang bersamaan yakni secara
Hasil penelitian menunjukkan umum obat yang berpotensi
bahwa terdapat 31 paduan obat yang mengalami masalah interaksi obat
berinteraksi diberikan pada waktu yaitu obat yang tergolong pada kelas
bersamaan berdasarkan literatur signifikansi 1 sampai 3. Obat-obat
Drug Interaction Facts dimana tersebut antara lain:
terdapat 7 jumlah interaksi obat yang 1. Digoxin dan Furosemid
mengalami level signifikansi 1 Furosemid menyebabkan gangguan
(25,80%) dengan total 20 pasien elektrolit, sehingga mempengaruhi
(20,20%), 5 jumlah interaksi obat digoksin menginduksi terjadinya
yang mengalami level signifikansi 2 aritmia, interaksi tersebut termasuk
(16,12%) dengan total 19 pasien interaksi farmakodinamik dengan
(19,19%), 5 jumlah interaksi obat onset lambat. Pengukuran kadar
yang mengalami signifikansi 3 plasma kalium dan magnesium perlu
(16,12%) dengan total 23 pasien saat penggunaan kombinasi obat ini.
(23,23%), 5 jumlah interaksi obat Adanya interaksi tersebut dapat
yang mengalami signifikansi 4 diatasi dengan penggunaan kalium
(16,12%) dengan total 19 pasien dan magnesium dalam darah.
(19,19%), dan 9 jumlah interaksi Disamping itu juga dapat dilakukan
obat yang mengalami signifikansi 5

95
pemberian suplemen pada pasien lambung.Penggunaan analgesik yang
dengan kadar kalsium dan tidak mempengaruhi efek antiplatelet
magnesium yang rendah. seperti asetaminofen perlu
Pencegahan kehilangan kalium dan dipertimbangkan. Pada pasien yang
magnesium dengan penggantian menerima ibuprofen dan aspirin,
diuretik hemat kalium juga pemberian ibuprofen sedikitnya 8
bermanfaat (Tatro, 2007). jam sebelum atau 30 menit setelah
2. Warfarin dan Amiodaron aspirin dilepas segera. Pemberian
Interaksi ini dapat meningkatkan ibuprofen sedikitnya 1 jam setelah
INR.INR (International Normalized pemberian aspirin untuk aksi
Ratio) yaitu indikator kecenderungan kardioprotektif (Tatro, 2009).
pembekuan darah.INR tinggi 6. Potasium klorida dan
mungkin menunjukkan risiko lebih Spironolakton
tinggi perdarahan. Amiodaron dapat Efek potensi interaksi obat
meningkatkan efek warfarin dengan spironolakton dan potasium klorida
cara inhibisi CYP450 2C9 yang berupa risiko peningkatan severe
berfungsi untuk metabolisme hyperkalemia. Spironolakton
warfarin di hepar. Keadaan yang merupakan diuretik hemat kalium,
serupa akan terjadi juga pada dengan adanya potasium klorida
antikoagulan oral yang lain sehingga akan semakin meningkatkan risiko
dapat menimbulkan hiperkalemia. Bila kedua obat
hipoprotrombinemia dan perdarahan. diberikan secara bersamaan
Peningkatan efek antikoagulan sebaiknya didukung dengan
terjadi setelah pemberian amiodaron pemeriksaan laboratorium supaya
satu minggu atau lebih dan bertahan menghindari kemungkinan terjadinya
beberapa bulan setelah amiodaron severe hyperkalemia.Bila
dihentikan (Yuniadi, 2009). peningkatan kalium melebihi batas
3. Warfarin dan Ibuprofen normal sebaiknya potasium klorida
Kombinasi ini dapat meningkatkan dihentikan (Sari, 2012).
resiko pendarahan karena 7. Spironolakton dan Kaptopril
mempunyai efek pada fungsi platelet. Kombinasi ini hasilnya
4. Warfarin dan Aspirin meningkatkan kadar potassium,
Kombinasi ini dapat meningkatkan khususnya pada orang tua dan pasien
resiko pendarahan karena dengan disfungsi ginjal.
mempunyai efek pada fungsi platelet. 8. Digoxin dan Metoklopramid
5. Asam mefenamat dan Aspirin Metoklopramid dapat mengurangi
Interaksi kedua obat ini dapat kadar plasma dari digoxin, sehingga
menyebabkan efek kardioprotektif dapat mengurangi efek terapeutik
dari aspirin dapat berkurang.Agen ini dari digoxin (Tatro, 2009).
juga dapat menyebabkan iritasi 9. Digoxin dan Spironolakton

96
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

Kombinasi ini dapat merugikan untuk meminimalkan resiko tersebut


jantung.Diuretika menghilangkan misalnya pemantauan fungsi ginjal
kelebihan cairan tubuh. Umumnya pasien secara berkala atau bahkan
diuretika mengurangi kadar kalium penghentian obat pada pasien jika
tubuh. Kurangnya kalium terjadi penurunan fungsi ginjal yang
menyebabkan jantung menjadi amat signifikan (Kurniajaturiatama, 2013).
peka terhadap digitalis dan risiko 11. Aluminium/Magnesium
keracunan terhadap digitalis Hidroksida dan Ciprofloxacin
meningkat dengan gejala mual, Penurunan absorpsi ciprofloxacin
bingung, gangguan penglihatan, sakit oleh antasida ketika dosis diberikan
kepala, tidak ada nafsu makan, kurang dari dua jam setelahnya.
bradikardia, takikardia, dan aritmia Meskipun masuk kedalam kategori
jantung. Gejala yang perlu minor, tetapi dipertimbangkan
diwaspadai adalah menurunnya signifikan potensial berbahaya
kadar kalium seperti lemah otot atau terhadap pasien jika terjadi kelalaian.
kejang, pengeluaran urin banyak, 12. Furosemid dan Kaptopril
pusing dan pingsan (Harkness, Mekanismenya tidak diketahui
1989). secara pasti.Efek hipotensi awal
10. Kaptopril dan Aspirin akibat pemberian ACEI terutama
Secara teoritis, aspirin adalah obat disebabkan oleh penekanan sistem
antiplatelet atau obat yang mencegah renin-angiotensin-aldosteron
penggumpalan darah dan kaptopril (RAAS). ACEI menghambat
adalah obat yang disebut pembentukan angiotensin II dan
angiotensin-converting enzyme Antagonis-Receptor-Angiotensin II
(ACE inhibitor), yang bekerja memblok aksi angiotensin II
dengan cara mengurangi zat kimia menyebabkan rendahnya kadar
yang menyempitkan pembuluh aldosteron yang diikuti oleh
+
darah. Interaksi ini terjadi karena rendahnya Na dan air. Furosemid
adanya penghambatan pada sintesis menyebabkan kehilangan Na+ dan air
prostaglandin yang menyebabkan yang dapat menyebabkan
efek hipotensif dari kaptopril hipotensi.Efek klinis yang
berkurang. Penggunaan kedua obat ditimbulkan yaitu hipotensi postural
ini juga diperlukan monitoring dan faktor predisposisi seperti
apabila pasien mengalami penyakit gangguan fungsi ginjal dan diabetes
lain seperti penyakit ginjal dimana melitus.Diperlukan penetapan dosis
obat ini dapat memperburuk penyakit ACEI atau penghentian obat pada
ginjal yang telah ada sebelumnya pasien yang mengalami hipotensi
yang terlihat dari meningkatnya (Setiawan, 2010).
kadar serum ureum dan kreatinin,
sehingga diperlukan suatu tindakan

97
13. Furosemid dan Ibuprofen diperlukan perhatian khusus untuk
Penggunaan furosemid dan ibuprofen meninjau dosis obat sebelum
secara bersamaan dapat membuat diberikan kepada pasien.
furosemid tidak bekerja dengan baik,
dimana ibuprofen dapat mengurangi Tabel 1. Persentase Kategori
efek antihipertensi furosemid Interaksi Obat, Overdosis, dan Dosis
(Stockley, 2005).Ibuprofen seperti Sub Terapi
NSAID lainnya dapat menurunkan Kategori Jumlah Persentase
efek diuretic karena adanya efek Kejadia (%)
prostaglandin oleh ibuprofen yang n
menyebabkan retensi air dan garam Interaksi 14 63,63
sehingga terjadi peningkatan tekanan Obat
darah. Overdosi 5 22,72
14. Alprazolam dan Omeprazol s
Alprazolam berinteraksi dengan Dosis 3 13,63
omeprazol jika pemberiannya Sub
bersamaan dimana dapat Terapi
meningkatkan efek sedasi dan kadar Kasus Drug Related
alprazolam dalam darah, klirens Problemlain yang berhubungan
menurun, t½ diperpanjang, sehingga dengan dosis yaitu kategori dosis sub
diperlukan pemantauan untuk sedasi terapi. Dosis sub terapi atau lazim
yang berkepanjangan dan perlu dikenal dengan dosis terlalu rendah.
mengurangi dosis alprazolam (Tatro, Adanya dosis sub terapi
2009). memungkinkan pasien menjadi sulit
Drug Related Problem disembuhkan dengan terapi obat
kategori overdosis menunjukkan yang digunakan, dosis yang
bahwa terdapat satu obat yaitu obat digunakan terlalu rendah untuk
omeprazole yang dapat dikategorikan menimbulkan respon dan konsentrasi
kemungkinan potensial tergolong obat dalam serum pasien dibawah
Drug Related Problem. Pemberian range terapeutik yang diharapkan.
omeprazole diatas dosis 20-40 mg Batasan dosis yang dianggap dosis
sehari yaitu lebih dari 40 mg, 60 mg sub terapi yaitu dibawah 20% dari
atau 80 mg kemungkinan dapat yang seharusnya diberikan kepada
beresiko overdosis dimana efek pasien atau yang frekuensi
samping yang umum terjadi oleh pemberiannya kurang berdasarkan
omeprazole yaitu mual, nyeri perut, dosis standar.
konstipasi, flatulence dan diare. Hasil penelitian mengenai
Dilaporkan pula terjadi miopati kejadian Drug Related Problem
subakut, arthralgia, sakit kepala dan kategori dosis sub terapi
ruam kulit.Oleh karena itu, menunjukkan bahwa terdapat dua

98
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

obat yang kemungkinan potensial dan penurunan creatinin clearance,


dapat digolongkan kategori ini yaitu walaupun tidak terdapat penyakit
farsorbid dan valsartan. Farsorbid ginjal atau kadar kreatininnya
sesuai literatur menyebutkan bahwa normal. Hal ini menyebabkan
diberikan dengan dosis 20 – 30 mg 3 ekskresi obat sering berkurang,
– 4 kali dalam sehari dijumpai hanya dengan akibat perpanjangan atau
diberikan 10 mg dalam sehari. intensitas kerjanya.Dalam setiap
Begitupun dengan valsartan keadaan kita perlu memulai dosis
berdasarkan literatur diberikan 20 – lebih kecil bila dijumpai penurunan
40 mg 2 kali dalam sehari diberikan fungsi ginjal, khususnya bila
hanya 20 mg 1 kali dalam sehari. Hal memberi obat yang mempunyai batas
ini menunjukkan kemungkinan keamanan sempit. Pasien yang
potensi terjadinya masalah dapat mengalami disfungsi ginjal akan
terjadi. mengalami akumulasi obat atau
Kajian mengenai Drug metabolit obat yang eliminasinya
Related Problem dalam penelitian ini tergantung pada kerja sistem ginjal.
masih memiliki keterbatasan hasil Apabila seorang pasien telah
penelitian untuk memperoleh suatu mengalami efek abnormal potensial
kesimpulan benar mengenai apakah atau non aktual dari pengobatan,
obat maupun dosis yang digunakan seharusnya dosis obat atau interval
tersebut dapat disimpulkan sebagai pengobatan diturunkan berdasarkan
kasus yang benar-benar termasuk pada level obat tersebut terakumulasi
Drug Related Problem dikarenakan dalam tubuh, sehingga penentuan
data yang digunakan peneliti adalah Drug Related Problem sangat
data retrospektif yang tidak penting untuk melihat kondisi klinis
melibatkan pasien secara langsung pasien (Masitoh, 2009). Selanjutnya,
untuk melihat kondisi klinis pasien, kejadian kategori overdosis juga
misalnya masalah dosis baik tergolong sulit dikategorikan
overdosis maupun dosis sub terapi kejadian Drug Related Problem
tergolong sulit ditentukan terjadinya dikarenakan dari data rekam medis
kasus masalah tersebut dimana pasien tidak dijumpai keterangan
pemberian dosis oleh tenaga overdosis pasien selama rawat inap
kesehatan juga harus memperhatikan di rumah sakit.
kondisi klinis pasien misalnya pasien Oleh karena itu, penentuan
GJK yang menerima obat tertentu Drug Related Problem dalam
harus diturunkan dosisnya yang tidak penelitian ini hanya berdasarkan atas
sesuai dengan dosis pemberian kejadian-kejadian yang kemungkinan
literatur karena melihat perubahan berpotensi menimbulkan Drug
berarti dalam menapak usia lanjut Related Problem.
seperti berkurangnya fungsi ginjal

99
Berdasarkan data yang telah Mellitus Tipe 2 Di Instalasi
diperoleh, maka jumlah kejadian Rawat Inap Rumah Sakit
Drug Related Problem untuk Umum Daerah Wonogiri
kategori interaksi obat terdapat 14 Tahun 2007, SKRIPSI
kejadian, kategori overdosis terdapat Fakultas Farmasi Universitas
5 kejadian, dan kategori dosis sub Muhammadiyah : Surakarta.
terapi terdapat 3 kejadian, Jadi, total
kejadian Drug Related Problem dari Ganong, William F., 2002, Buku
3 kategori yaitu 22 kejadian. Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 20, EGC : Jakarta.
KESIMPULAN
Terdapat 22 kejadian Drug Gunawan,S.,G., 2007, Farmakologi
Related Problem dari 25 sampel dan Terapi, Edisi 5, Fakultas
penelitian dimana kategori interaksi kedokteran Universitas
obat terdapat 14 kejadian, overdosis Indonesia : Jakarta.
5 kejadian, dan dosis sub terapi 3
kejadian. Persentase Drug Related Hadiatussalamah, 2013, Identifikasi
Problem kategori interaksi obat Drug Related Problems
adalah 63,63 %, kategori overdosis (DRPs) Pada Pasien Dengan
adalah 22,72 %, kategori dosis sub Diagnosis Congestive Heart
terapi adalah 13,63 % dari total 22 Failure di Instalasi Rawat
kejadian. Inap Rumah Sakit Umum
Pusat DR. Mohammad
SARAN Hoesin Palembang Tahun
Perlu peningkatan peran 2012, SKRIPSI Fakultas
farmasis klinik pada ruang rawat Farmasi Universitas Gadjah
inap untuk dapat mengidentifikasi, Mada : Yogyakarta.
mencegah, dan mengatasi kejadian
Drug Related Problem sehingga Hapsari, Paramita., 2010, Kajian
dapat mengurangi angka kejadian Interaksi Obat Pada Pasien
Drug Related Problem serta Gagal Jantung Kongestif Di
mencapai outcomes terapi yang Instalasi Rawat Jalan RSUD
optimal bagi pasien. Dr. Moewardi Surakarta
Periode Tahun 2008,
DAFTAR PUSTAKA SKRIPSI Fakultas Farmasi
Dewi, Intan, P., 2009, Identifikasi Universitas Muhammadiyah :
Drug Related Problems Surakarta.
(DRPs) Kategori Obat Salah
dan Reaksi Obat Yang Harkness, Richard., 2013, Interaksi
Merugikan Pasien Diabetes Obat, ITB : Bandung.

100
PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 1 FEBRUARI 2016 ISSN 2302 - 2493

RSUP Dr. Soeradji


Harkness, Richard., 1989, Interaksi Tirtonegoro Klaten Tahun
Obat, ITB : Bandung. 2007, SKRIPSI Fakultas
Farmasi Universitas
Kurniajaturiatama, Andi., 2013, Muhammadiyah : Surakarta.
Interaksi Obat Pada Pasien
Jantung Ruang Rawat Inap Mutschler, Ernst., 1991, Dinamika
ICCU RSUP Fatmawati Obat, Edisi 5, PT. ISFI :
Periode September- Bandung.
November 2012, SKRIPSI
Universitas Islam Negeri P.,Bedouch, B.,Allenet, A.,Grass,
Syarif Hidayatullah : Jakarta. J.,Labare’re, E.,Brudieu,
Bosson, dkk., 2009, Drug-
Lacy, F.C., Amstrong, L.L., Related Problems in Medical
Goldman, P.M., Lance, L.L., Wards With A Computerized
2011, Drug Information Physician Order Entry
HandbookWith International System, Journal of clinical
Trade Names Index, pharmacy and Therapeutics,
American Pharmacists Vol (34) : 187-195.
Association, 20thed :
American. Rufaidah, A., 2015, Kajian Drug
Related Problems (DRPs)
Lenander,C., Elfsson,B., Pada Terapi Pasien Gagal
Danielsson,B., Midlov,P., Jantung Rawat Inap di RSUP
Hasselstrom,J., 2014, Effects Dr. Soeradji Tirtonegoro
Of A Pharmacist-led Klaten, TESIS Fakultas
Structured Medication Farmasi Universitas Gadjah
Review In Primary Care On Mada : Yogyakarta.
Drug-Related Problems And
Hospital Admission Rates: A Sari, Andriana., dkk., 2012,
Randomized Controlled Trial, Identifikasi Potensi Interaksi
Scandinavian journal of Obat Pada Pasien Rawat Inap
primary health care, Vol (32) Penyakit Dalam Di RSUD
: 180-186. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto Dengan Metode
Masitoh, Dewi., 2009, Identifikasi Observasional Retrospektif
Drug Related Problems Periode November 2009 –
Potensial Kategori Januari 2010, Jurnal Ilmiah
Ketidaktepatan Dosis Pada Kefarmasian, Vol (2) : 195-
Pasien Hipertensi Di Instalasi 203.

101
Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Pharmaceutical Care, Brilian
Manusia, Graha Ilmu : International : Surabaya.
Yogyakarta.
Widjajakusumah,H., 2002, Buku
Setiawan, Tonny., 2010, Studi Ajar Fisiologi Kedokteran,
Retrospektif Interaksi Obat di Edisi 20, EGC : Jakarta.
RSUD Hasanuddin Damrah
Manna Bengkulu Selatan, Windriyati, Yulias., Tukuru, Erwin.,
Universitas Sumatera Utara : Arifin, Ibrahim., 2008, Kajian
Medan. Interaksi Obat Pada Pasien
Penyakit Gagal Jantung
Sukandar,E.,Y., ISO Farmakoterapi, Rawat Inap Di Rumah Sakit
PT.ISFI Penerbitan : Jakarta. Umum Daerah Tugurejo
Semarang Tahun 2008,
Susilo, Fajar, A., T., 2010, Kajian Fakultas Farmasi Universitas
Interaksi Obat Pada Pasien Wahid Hasyim : Semarang.
Gagal Jantung Kongestif di
Instalasi Rawat Inap RSUD Yanti, A.,P., Muslimin, M.,A, Laila,
Dr. Moewardi Surakarta D., 2014, Drug Related
Periode Tahun 2008, Problem Associated With
SKRIPSI Universitas The Treatment For
Muhammadiyah Surakarta : Congestive Heart Failure
Surakarta. (CHF) And Acute Miocardial
Infarction In PGI Cikini
Tatro, D.S., 2009, Drug Interaction Hospital, World journal of
Facts, The Authority on Drug pharmaceutical research, Vol
Interactions, 1 edition. ed. (3) : 66-70.
Lippincott & Wilkins : Saint
Louis.

Wells, B. G., J. T. Dipiro, T. L.


Schwinghammer, & C. V.
Dipiro, 2009,
Pharmacotherapy Handbook,
7th Ed, The McGraw-Hill
Companies : United States.

Widyati, 2014, Praktik Farmasi


Klinik Fokus Pada

102

Вам также может понравиться