Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB 1

PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Defisiensi Gizi
Gizi adalah suatu suatu proses organisme yang menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbs, dan tranfortasi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan dan fungi normal dari organ-organ serta menghasilkan
energy (supariasa, 2001)
Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi
energi-protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan
protein.
Defisiensi gizi terjadi jika zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi mengalami defisiensi atau kekurangan, bila ini terjadi secara bertahap sel,
intrasel, jaringan, dan organ tubuh akan mengalami kematian. Jika sebaliknya, terjadi
kelebihan gizi, zat-zat gizi makanan yang dikonsumsi mengalami kelebihan maka
secara bertahap pula akan mengalami proses toksisitas (over) dan selanjutnya secara
bertahap sel, intrasel, jaringan, dan organ tubuh akan mengalami kematian.
Ketidak seimbangan antara intake dan kebutuhan tubuh yaitu ketidak
seimbangan zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, air dan serat yang diperlukan seseorang sehari yang dapat
menimbulkan gejala kekurangan/kelebihan akan zat makanan tersebut. Ketidak
kesimbangan ini selalu berada dalam suatu lingkungan tertentu, artinya lingkungan
juga dapat mempengaruhi ketidak seimbangan antara intake dan kebutuhan gizi
tubuh. Misalnya lingkungan dimana terjadi gagal panen padi, disini tentunya
ketersediaan pangan akan berkurang sampai ketingkat konsumsi dan akhirnya akan
terjadi kekurangan gizi.
2.2 Penyebab Defisiensi Gizi
Pada tahun 1988, UNICEF, salah satu badan organisasi PBB yang khusus
bergerak dibidang kesejahteraan anak telah mengembangkan kerangka konsep
perbaikan gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang
dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:
1) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
2) Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial.
3) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air
bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan.

Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan


ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan,
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka
akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi (defisiensi gizi), dimulai dari tahap
prepatogenesis yaitu proses interaksi antara penjamu (host=manusia), dengan
penyebab (agent=zat-zat gizi) serta lingkungan (environment). Pada tahap ini terjadi
keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh manusia, zat gizi dan lingkungan
dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada (konsep : John Gordon).
Ada 4 kemungkinan terjadinya penyakit defisiensi gizi.
1. Pertama : makanan yang dikonsumsi kurang baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
2. Kedua: Peningkatan kepekaan host terhadap kebutuhan gizi mis : kebutuhan
yang meningkat karena sakit.
3. Ketiga: Pergeseran lingkungan yang memungkinkan kekurangan pangan,
misalnya misalnya gagal panen.
4. Keempat: Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan host
mis : kepadatan penduduk di daerah kumuh.
Menurut suprijadi (1999). Gizi kurang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain:
 Faktor diet / makanan.
Makanan yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein dapat
menyebabkan akan menderita Kwashiorkor sedangkan anak yang kurang energi
walaupun zat-zat gizi essensialnya seimbang akan menyebabkan anak
menderita marasmus.
 Faktor sosial
Dimasyarakat pedesaan masih memegang tradisi yang sebenarnya salah bila
dilihat dari segi kesehatan, pantangan untuk menggunakan bahan makanan
tertentu banyak sekali di temukan, dapat mempengaruhi status gizi terutama
anak-anak, faktor sosial yang lain diantaranya keluarga yang mempunyai
banyak anak dan berpenghasilan rendah.
 Faktor infeksi/ penyakit
Penyakit infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi karena di sebabkan
karena penurunan daya tubuh terutama pada anak karena asupan yang kurang
akibat anak tidak nafsu makan.
 Faktor kemiskinan.
Kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP, serta penghasilan masyarakat
negara yang rendah dapat menyebabkan ketidakmampuan masyarakat
memenuhi bahan makanan sendiri di tambah dengan banyak timbulnya
penyakit infeksi dan lingkungan yang kotor, maka timbul gejala KEP lebih
cepat.
2.3 Patofisiologi
Gizi kurang biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Gizi kurang
umumnya terjadi pada balita dengan keadaan lahir BBLR (bayi berat lahir rendah)
atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Tidak tercukupinya makanan dengan
gizi seimbang serta kondisi kesehatan yang kurang baik dengan kebersihan yang
buruk mengakibatkan balita atau anak-anak menderita gizi kurang yang dapat
bertambah menjadi gizi buruk atau kurang energi kalori. Pada akhirnya anak tersebut
akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan

2.4 Situasi Gizi Buruk dan Kurang


Kasus gizi buruk dan kurang tahun 2004 tercatat berjumlah 5,1 juta kasus,
kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta kasus, tahun 2006 turun lagi menjadi
4,2 juta kasus (944.246 di antaranya merupakan kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun
menjadi 4,1 juta (755.397 di antaranya merupakan kasus gizi buruk) (Depkes, 2008).
Prevalensi nasional gizi kurang pada balita pada tahun 2008 adalah 13,0% dan gizi buruk
pada balita 5,4%. Hal ini menunjukkan capaian target MDGs sebesar 18,5% dalam
program perbaikan gizi, maupun target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) sebesar 20%. Meskipun telah ada target tersebut, sebanyak 19 provinsi memiliki
prevalenzi gizi buruk dan gizi kurang diatas target prevalensi nasional termasuk provinsi
NTT (Badan Litbang Kesehatan, 2008).
Secara nasional anak balita dengan status gizi kurang ditargetkan harus kurang
dari 15,0% pada tahun 2012 (Bappenas, 2011). Laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan prevalensi gizi buruk dan kurang di Indonesia
sebesar 17,9% yang terdiri dari gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 4,9%. Sekitar 37,3 juta
penduduk Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagian dari total rumah tangga
mengkonsumsi energi dan protein kurang dari kebutuhan tubuh sehari-hari. Sebanyak 5
juta balita berstatus gizi kurang dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap
masalah kurang gizi (Hadi, 2005).
Pada tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat kelima Negara dengan kasus gizi
kurang dan buruk terbanyak di dunia. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk
Indonesia yang menempati peringkat keempat negara dengan jumlah penduduk terbesar
di dunia. Jumlah anak balita yang mengalami gizi kurang di Indonesia saat ini tercatat
sekitar 900 ribu jiwa atau 4,5% dari jumlah keseluruhan anak balita di Indonesia yakni 23
juta jiwa (Tarigan, 2012). Daerah yang penduduknya mengalami gizi kurang tersebar
hampir di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya daerah bagian timur Indonesia.
Masalah gizi kurang sering kali tidak terpantau dengan baik yang akhirnya tidak dapat
diatasi secara maksimal. Padahal masalah ini dapat memunculkan masalah yang besar
(Bappenas, 2011).
Pada tahun 2013, jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang masih sebesar 19,6% dan
terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010.
Jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk dilaporkan secara rutin melalui
aplikasi komunikasi data gizi dan KIA terintegrasi. Jika dibandingkan antara hasil
riskesdas dan laporan rutin sebagai berikut.

Dari data tersebut masih ada 4,5 juta balita dengan gizi buruk dan gizi kurang
yang belum terdeteksi. Untuk menjaring balita dengan gizi buruk dan gizi kurang
dapat dilakukan melalui kegiatan penimbangan rutin di posyandu.
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda kurang gizi
1. Kurang energi protein ringan
Kekurangan energi protein ringan belum memunculkan tanda-tanda khusus pada
anak. Hal yang paling mudah dikenali pada anak yang kekurangan energi protein
ringan adalah menurunnya berat badan anak hingga 80% dari berat badan normal.
2. Kurang energi protein sedang
Tahap ini juga masih belum menunjukkan tanda-tanda khusus indikasi kurang gizi.
Pada tahap kedua ini berat anak turun mencapai 70% dari berat badan normal. Selain
penurunan berat badan, dapat dikenali bahwa wajahnya pucat dan rambutnya berubah
kemerahan.
3. Kurang energi protein berat
Fase kurang sekali (marasmus) ditandai dnegan penurunan berat badan anak
hingga tinggal 60% dari berat badan normal seusianya.
Fase sangat kurang (kwashiorkor) ditandai dengan penurunan berat badan tinggal
50% atau bahkan kurang dari berat badan normal, pembengkakan kaki, rambut
memerah dan mudah dicabut, mata rabun, kornea kering dapat membuat mata pecah.
Penjelasan lebih lanjut tentang kwashiorkor Selain yang disebut diatas, fase
kwashiorkor adalah ditandai dengan datangnya beberapa penyakit seperti tekanan
darah rendah atau anemia, infeksi, diare, kulit mengerak dan pecah, pecah di bagian
sudut bibir. Tahapan kurang gizi ini sangat berat pada anak dan harus mendapatkan
penanganan yang khusus. Jika tidak maka dapat mengakibatkan kerugian permanen
pada anak-anak, diantaranya:

 Kemunduran kecerdasan dan gangguan jiwa.


 Rabun senja dan kebutaan total.
 Minimnya kemampuan motorik atau bahkan kelumpuhan.
Gejala kekurangan gizi yang meliputi dewasa dan anak-anak antara lain :
1. Gejala kekurangan gizi pada dewasa
Gejala yang paling umum adalah terkenal berat badan. Sebagai contoh, orang-
orang yang telah kehilangan lebih dari 10% dari berat badan mereka dalam tiga bulan
dan tidak diet bisa kekurangan gizi.Ini biasanya diukur menggunakan body mass
index atau BMI. Ini dihitung oleh berat dalam kilogram dibagi dengan ketinggian di
meter persegi. BMI sehat untuk orang dewasa biasanya terletak antara 18,5 dan
24,9.Orang-orang dengan BMI antara 17 dan 18,5 bisa agak kurang gizi, orang-orang
dengan BMIs antara 16 dan 18 bisa cukup gizi dan orang-orang dengan BMI kurang
dari 16 bisa mengalami kekurangan gizi.
 Kelemahan otot dan kelelahan. Otot-otot tubuh muncul untuk membuang-
buang jauh dan dapat dibiarkan tanpa cukup kekuatan untuk melaksanakan
kegiatan sehari-hari.
 Banyak orang mengeluh kelelahan sepanjang hari dan kurangnya energi. Ini
juga mungkin karena anemia disebabkan oleh kekurangan gizi.
 Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
 Tertunda dan berkepanjangan penyembuhan luka-luka yang bahkan kecil
dan luka.
 Lekas marah dan pusing
 Kulit dan rambut menjadi kering. Kulit mungkin tampak kering, dan keripik
dan rambut dapat mengubah kering, tak bernyawa, membosankan dan
muncul seperti jerami. Kuku mungkin muncul rapuh dan mudah patah.
 Beberapa pasien menderita diare yang terus-menerus atau jangka panjang
sembelit.
 Haid mungkin tidak teratur atau berhenti sepenuhnya dalam gizi
perempuan.
 Depresi umum dalam gizi buruk. Ini bisa menjadi penyebab maupun akibat
dari kekurangan gizi.
2. Gejala kekurangan gizi pada anak
Gejala dari kekurangan gizi anak-anak termasuk:
 Pertumbuhan gagal. Ini dapat dinyatakan sebagai kegagalan untuk tumbuh
pada tingkat diharapkan normal dalam hal berat, tinggi atau keduanya
 Lekas marah, kelesuan dan berlebihan menangis bersama dengan perubahan
perilaku seperti kecemasan, perhatian defisit umum pada anak-anak dengan
kekurangan gizi.
 Kulit menjadi kering dan keripik dan rambut dapat mengubah kering,
membosankan dan jerami seperti dalam penampilan. Selain itu, mungkin
ada rambut rontok juga.
 Otot pemborosan dan kurangnya kekuatan dalam otot. Anggota badan
mungkin tampak tongkat seperti.
 Bengkak perut dan kaki. Perut bengkak karena kurangnya kekuatan otot-
otot perut. Hal ini menyebabkan isi perut menonjol keluar membuat perut
 bengkak. Kaki bengkak karena edema. Hal ini disebabkan karena
kurangnya nutrisi penting. Gejala ini dua terlihat pada anak-anak dengan
parah kekurangan gizi.
 Ada klasik dua jenis malnutrisi energi protein (PEM) pada anak-anak. Ini
adalah Marasmus dan Kwashorkor.
 Marasmus mungkin ada jelas berat badan dengan membuang-buang otot.
Ada sedikit atau tidak ada lemak di bawah kulit. Lipatan kulit tipis dan
wajah muncul mencubit seperti orang tua atau monyet. Rambut jarang atau
rapuh.
 Dalam Kwashirkor anak adalah antara 1 dan 2 dengan rambut yang berubah
warna menjadi merah lesu, abu-abu atau simbol. Wajah muncul bulat
dengan perut bengkak dan kaki. Kulit kering dan gelap dengan perpecahan
atau stretch mark seperti garis-garis di mana membentang.
 Dalam gizi dwarfisme pasien muncul kerdil dalam pertumbuhan.
Gejala Status Gizi Kurang antara lain :
a. Protein kalori malnutrisi (Kwashiorkor dan marasmus)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, sehingga menyebabkan terjadinya
defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada
anak balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat.
Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori, maka akan
terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).
Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni:
1. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai antara 84%- 95% dari berat badan
menurut standar Harvard.
2. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 84%- 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.
3. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan
menurut standar Harvard.

Beberapa ahli hanya membedakan adanya dua macam KKP saja, yakni: KKP
ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut
marasmus (kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus,
berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut
seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut kepala halus, jarang, dan
berwarna kemerahan. Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda
klinis sebagai berikut: Pembengkakan jaringan (oedema) atau honger oedema (HO)
atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan atau busung lapar. Oedema pada
penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
b. Anemia
Penyakit anemia terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang
atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial
bagi tubuh, yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam
hemoglobin (Hb). Di samping itu, Fe juga diperlukan untuk pembentukan koenzim
yaitu senyawa penggiat enzim. Zat besi (Fe) lebih mudah diserap oleh usus halus
dalam bentuk Ferro.
Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar
Ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Dalam kondisi Fe yang baik, hanya
sekitar 10% saja dari fe yang terdapat di dalam makanan diserap ke dalam mukosa
usus. Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit, di dalam bagian-bagian tubuh yang
jumlahnya sangat kecil sekali. Sedangkan pada wanita ekskresi Fe lebih banyak
melalui darah menstruasi. Oleh sebab itu, kebutuhan Fe pada wanita dewasa, lebih
banyak dibandingkan dengan pada pria. Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat
karena bayi yang dikandung juga memerlukan Fe. Defisiensi Fe atau anemia besi di
Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan
melalui pemberian Fe secara cuma-Cuma melalui Puskesmas atau Posyandu.
c. Hipovitaminosis A dan Xerophathalmia
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh.
Gejala-gejala penyakit ini adalah kekeringan epitel biji mata dan kornea, karena
sekresi kelenjar air mata (lacrimalis) menurun. Terlihat selaput bolamata keriput dan
kusam bila biji mata bergerak. Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau
nictalpia, yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat
pada cahaya remangremang. Pada stadium lanjut mata mengoreng, karena selselnya
menjadi lunak yang disebut keratomalasia dan dapat menimbulkan kebutaan.

Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni: fungsi dalam proses


melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Gangguan yang
diakibatkan karena kekurangan vitamin A yang menonjol, khususnya di Indonesia
adalah gangguan dalam proses melihat yang disebut zerophthalmia ini.
Oleh sebab itu, penanggulangan defisiensi kekurangan vitamin A yang penting
disini ditujukan kepada pencegahan kebutaan pada anak balita. Program
penanggulangan zerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian vitamin
A secara cuma-cuma melalui Puskesmas dan/atau Posyandu. Di samping itu, program
pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi masyarakat tentang makanan-
makanan yang bergizi, khususnya makanan-makanan sebagai sumber vitamin.
d. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)
Tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat
melainkan dengan geografis. Penyakit ini merupakan masalh dunia yang terjadi pada
kawasan pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung
yodium.
Kekurangan yodium saat janin yang berlanjut dengan gagal dalam
pertumbuhan anak sampai usia 2 tahun dapat berdampak buruk pada kecerdasan
secara permanen.Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar
tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.

2.6 Komplikasi kekurangan gizi

Status Gizi yang kurang nutrisi dapat menyebabkan infeksi kronik, penyakit yang
menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja dan keadaan
ketidak mampuan metabolic untuk mensintesis protein. (Richard E. Behrman. 2000).

2.7 Upaya Pencegahan Defisiensi Gizi

Leavell and Clark 1958, yang telah menjabarkan lima tahapan pencegahan
berdasarkan proses alamiah terjadi penyakit yang bisa juga diterapkan dalam upaya
pencegahan penyakit defisiensi gizi, seperti yang diperlihatkan pada gambar Five
Level of Prevention.

Lima tingkatan (tahapan) pencegahan itu adalah

1. Promosi Kesehatan (Health Promotion),

Penyusunan Standar Kebutuhan Gizi yang di Anjurkan, atau pedoman penerapan gizi
seimbang – yang dulu lebih dikenal dengan 4 sehat 5 sempurna— merupakan bagian
dari promosi kesehatan.

2. Perlindungan Khusus (specific Protektion) ,

Pemberian zat gizi tertentu misalnya saja Pemberian vitamin A pada anak balita dua
kali dalam setahun untuk melindungi anak dari kebutahan, merupakan salah satu
upaya dalam tahapan perlindungan khusus ini. Tahap pertama dan Kedua tingkatan
pencegahan ini berada pada periode prepatogenesis.
3. Diagnosa Dini dan Pengobatan yang tepat (Early Diagnosis and Prompt
Treatment),

Skrening survei berat badan dibawah garis merah pada KMS balita untuk penentukan
anak balita yang benar-benar menderita gizi kurang dan anak balita yang benar-benar
tidak menderita gizi kurang adalah salah satu contoh dari tahapan ini.

4. Mengurangi Kelemahan (Disability Limitation).

Pemberian diet sebagai bagian dari proses penyembuhan penyakit merupakan bagian
dari tahapan ini.

5. Rehabilitasi

Pemberian makanan yang disesuaikan dengan keadaan pasien merupakan bagian dari
tahapan ini.

Leavell and Clark juga mengelompokan lima tingkatan pencegahan dalam tiga
kelompok pencegahan promosi kesehatan dan perlindungan khusus
sebagai pencegahan tingkat pertama (primer), diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat sebagai pencegahan tingkat kedua (sekunder), dan pengurangi kecatatan dan
rehabilitasi sebagaipencegahan tingkat tiga (tertiary).

2.8 Pemeriksaan diagnostik

Test Diagnostik

a. Hemoglobin (Hb)
b. Hematokrit
c. Besi serum
d. Ferittin serum (Sf)
e. Trasferrin saturation (TS)
f. Free erythrocytes protophohyrin (FEP)
g. Unsaturated iron-binding capacity serum

2.9 Penatalaksaan medik

a. Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap salah satunya


adalah tahap yang dimulai dari pemberian kalori sebanyak 50 kal/kg
bb/hari dalam cairan 200 ml/kg bb/hari pada kwashiorkor dan 250
ml/kg bb/hari pada marasmus.
b. Berikan makanan tinggi kalori (3-4 g/kg bb/hari) dan tinggi protein
(160-175 g/kb bb/hari) pada kekurangan energi dan protein berat, serta
berikan mineral dan vitamin.
c. Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg berikan susu rendah
laktosa(low lactose milk-LLM) dengfan cara 1/3 LLM ditambah
glukosa 10% tiap 100 ml susu ditambah 5 g glukolin untuk mencegah
hipoglikemia selama 1-3 hari kemudian, pada hari berikutnya 2/3
d. Apabila berat badan lebih dari 7 kg maka pemberian makanan dimulai
dengan makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak,
tim dan seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari 50 kal/kg
bb/hari.
e. Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan
kebutuhan nutrisi seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi,
bising usus dan tanda vital. (A. Alimul, 2006)

2.10 Pengobatan kekurangan gizi

Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi mulai dari sekarangPengobatan


pada stadium berat cenderung lebih kompleks pada masing-masing penyakit harus
diobati satu per satu. Penderitanya pun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk
mendapat perhatian medis secara penuh.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar;RISKESDAS. Jakarta:


Balitbang Kemenkes RI.

Cakrawati, Dewi dan Mustika NH.2012.Bahan Pangan, Gizi, dan


Kesehatan.Alfabeta.Bandung.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas Indonesia. 2013.Gizi dan Kesehatan Masyarakat.Edisi Revisi..PT.
Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Fajar, Ibnu, Nurul Pujiastuti dan Ayu Bulan Febry.2013.Ilmu Gizi Untuk Praktisi
Kesehatan.Graha Ilmu.Yogyakarta.

Вам также может понравиться