Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Defisiensi Gizi
Gizi adalah suatu suatu proses organisme yang menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbs, dan tranfortasi,
penyimpanan metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan dan fungi normal dari organ-organ serta menghasilkan
energy (supariasa, 2001)
Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi
energi-protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan
protein.
Defisiensi gizi terjadi jika zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi mengalami defisiensi atau kekurangan, bila ini terjadi secara bertahap sel,
intrasel, jaringan, dan organ tubuh akan mengalami kematian. Jika sebaliknya, terjadi
kelebihan gizi, zat-zat gizi makanan yang dikonsumsi mengalami kelebihan maka
secara bertahap pula akan mengalami proses toksisitas (over) dan selanjutnya secara
bertahap sel, intrasel, jaringan, dan organ tubuh akan mengalami kematian.
Ketidak seimbangan antara intake dan kebutuhan tubuh yaitu ketidak
seimbangan zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, air dan serat yang diperlukan seseorang sehari yang dapat
menimbulkan gejala kekurangan/kelebihan akan zat makanan tersebut. Ketidak
kesimbangan ini selalu berada dalam suatu lingkungan tertentu, artinya lingkungan
juga dapat mempengaruhi ketidak seimbangan antara intake dan kebutuhan gizi
tubuh. Misalnya lingkungan dimana terjadi gagal panen padi, disini tentunya
ketersediaan pangan akan berkurang sampai ketingkat konsumsi dan akhirnya akan
terjadi kekurangan gizi.
2.2 Penyebab Defisiensi Gizi
Pada tahun 1988, UNICEF, salah satu badan organisasi PBB yang khusus
bergerak dibidang kesejahteraan anak telah mengembangkan kerangka konsep
perbaikan gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang
dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu:
1) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
2) Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial.
3) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air
bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan.
Riwayat alamiah terjadinya masalah gizi (defisiensi gizi), dimulai dari tahap
prepatogenesis yaitu proses interaksi antara penjamu (host=manusia), dengan
penyebab (agent=zat-zat gizi) serta lingkungan (environment). Pada tahap ini terjadi
keseimbangan antara ketiga komponen yaitu tubuh manusia, zat gizi dan lingkungan
dimana manusia dan zat-zat gizi makanan berada (konsep : John Gordon).
Ada 4 kemungkinan terjadinya penyakit defisiensi gizi.
1. Pertama : makanan yang dikonsumsi kurang baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
2. Kedua: Peningkatan kepekaan host terhadap kebutuhan gizi mis : kebutuhan
yang meningkat karena sakit.
3. Ketiga: Pergeseran lingkungan yang memungkinkan kekurangan pangan,
misalnya misalnya gagal panen.
4. Keempat: Perubahan lingkungan yang mengubah meningkatkan kerentanan host
mis : kepadatan penduduk di daerah kumuh.
Menurut suprijadi (1999). Gizi kurang dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain:
Faktor diet / makanan.
Makanan yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein dapat
menyebabkan akan menderita Kwashiorkor sedangkan anak yang kurang energi
walaupun zat-zat gizi essensialnya seimbang akan menyebabkan anak
menderita marasmus.
Faktor sosial
Dimasyarakat pedesaan masih memegang tradisi yang sebenarnya salah bila
dilihat dari segi kesehatan, pantangan untuk menggunakan bahan makanan
tertentu banyak sekali di temukan, dapat mempengaruhi status gizi terutama
anak-anak, faktor sosial yang lain diantaranya keluarga yang mempunyai
banyak anak dan berpenghasilan rendah.
Faktor infeksi/ penyakit
Penyakit infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi karena di sebabkan
karena penurunan daya tubuh terutama pada anak karena asupan yang kurang
akibat anak tidak nafsu makan.
Faktor kemiskinan.
Kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP, serta penghasilan masyarakat
negara yang rendah dapat menyebabkan ketidakmampuan masyarakat
memenuhi bahan makanan sendiri di tambah dengan banyak timbulnya
penyakit infeksi dan lingkungan yang kotor, maka timbul gejala KEP lebih
cepat.
2.3 Patofisiologi
Gizi kurang biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Gizi kurang
umumnya terjadi pada balita dengan keadaan lahir BBLR (bayi berat lahir rendah)
atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Tidak tercukupinya makanan dengan
gizi seimbang serta kondisi kesehatan yang kurang baik dengan kebersihan yang
buruk mengakibatkan balita atau anak-anak menderita gizi kurang yang dapat
bertambah menjadi gizi buruk atau kurang energi kalori. Pada akhirnya anak tersebut
akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Dari data tersebut masih ada 4,5 juta balita dengan gizi buruk dan gizi kurang
yang belum terdeteksi. Untuk menjaring balita dengan gizi buruk dan gizi kurang
dapat dilakukan melalui kegiatan penimbangan rutin di posyandu.
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda kurang gizi
1. Kurang energi protein ringan
Kekurangan energi protein ringan belum memunculkan tanda-tanda khusus pada
anak. Hal yang paling mudah dikenali pada anak yang kekurangan energi protein
ringan adalah menurunnya berat badan anak hingga 80% dari berat badan normal.
2. Kurang energi protein sedang
Tahap ini juga masih belum menunjukkan tanda-tanda khusus indikasi kurang gizi.
Pada tahap kedua ini berat anak turun mencapai 70% dari berat badan normal. Selain
penurunan berat badan, dapat dikenali bahwa wajahnya pucat dan rambutnya berubah
kemerahan.
3. Kurang energi protein berat
Fase kurang sekali (marasmus) ditandai dnegan penurunan berat badan anak
hingga tinggal 60% dari berat badan normal seusianya.
Fase sangat kurang (kwashiorkor) ditandai dengan penurunan berat badan tinggal
50% atau bahkan kurang dari berat badan normal, pembengkakan kaki, rambut
memerah dan mudah dicabut, mata rabun, kornea kering dapat membuat mata pecah.
Penjelasan lebih lanjut tentang kwashiorkor Selain yang disebut diatas, fase
kwashiorkor adalah ditandai dengan datangnya beberapa penyakit seperti tekanan
darah rendah atau anemia, infeksi, diare, kulit mengerak dan pecah, pecah di bagian
sudut bibir. Tahapan kurang gizi ini sangat berat pada anak dan harus mendapatkan
penanganan yang khusus. Jika tidak maka dapat mengakibatkan kerugian permanen
pada anak-anak, diantaranya:
Beberapa ahli hanya membedakan adanya dua macam KKP saja, yakni: KKP
ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut
marasmus (kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus,
berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut
seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut kepala halus, jarang, dan
berwarna kemerahan. Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda
klinis sebagai berikut: Pembengkakan jaringan (oedema) atau honger oedema (HO)
atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan atau busung lapar. Oedema pada
penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
b. Anemia
Penyakit anemia terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang
atau kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial
bagi tubuh, yang sangat diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam
hemoglobin (Hb). Di samping itu, Fe juga diperlukan untuk pembentukan koenzim
yaitu senyawa penggiat enzim. Zat besi (Fe) lebih mudah diserap oleh usus halus
dalam bentuk Ferro.
Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar
Ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Dalam kondisi Fe yang baik, hanya
sekitar 10% saja dari fe yang terdapat di dalam makanan diserap ke dalam mukosa
usus. Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit, di dalam bagian-bagian tubuh yang
jumlahnya sangat kecil sekali. Sedangkan pada wanita ekskresi Fe lebih banyak
melalui darah menstruasi. Oleh sebab itu, kebutuhan Fe pada wanita dewasa, lebih
banyak dibandingkan dengan pada pria. Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat
karena bayi yang dikandung juga memerlukan Fe. Defisiensi Fe atau anemia besi di
Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan
melalui pemberian Fe secara cuma-Cuma melalui Puskesmas atau Posyandu.
c. Hipovitaminosis A dan Xerophathalmia
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh.
Gejala-gejala penyakit ini adalah kekeringan epitel biji mata dan kornea, karena
sekresi kelenjar air mata (lacrimalis) menurun. Terlihat selaput bolamata keriput dan
kusam bila biji mata bergerak. Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau
nictalpia, yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat
pada cahaya remangremang. Pada stadium lanjut mata mengoreng, karena selselnya
menjadi lunak yang disebut keratomalasia dan dapat menimbulkan kebutaan.
Status Gizi yang kurang nutrisi dapat menyebabkan infeksi kronik, penyakit yang
menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja dan keadaan
ketidak mampuan metabolic untuk mensintesis protein. (Richard E. Behrman. 2000).
Leavell and Clark 1958, yang telah menjabarkan lima tahapan pencegahan
berdasarkan proses alamiah terjadi penyakit yang bisa juga diterapkan dalam upaya
pencegahan penyakit defisiensi gizi, seperti yang diperlihatkan pada gambar Five
Level of Prevention.
Penyusunan Standar Kebutuhan Gizi yang di Anjurkan, atau pedoman penerapan gizi
seimbang – yang dulu lebih dikenal dengan 4 sehat 5 sempurna— merupakan bagian
dari promosi kesehatan.
Pemberian zat gizi tertentu misalnya saja Pemberian vitamin A pada anak balita dua
kali dalam setahun untuk melindungi anak dari kebutahan, merupakan salah satu
upaya dalam tahapan perlindungan khusus ini. Tahap pertama dan Kedua tingkatan
pencegahan ini berada pada periode prepatogenesis.
3. Diagnosa Dini dan Pengobatan yang tepat (Early Diagnosis and Prompt
Treatment),
Skrening survei berat badan dibawah garis merah pada KMS balita untuk penentukan
anak balita yang benar-benar menderita gizi kurang dan anak balita yang benar-benar
tidak menderita gizi kurang adalah salah satu contoh dari tahapan ini.
Pemberian diet sebagai bagian dari proses penyembuhan penyakit merupakan bagian
dari tahapan ini.
5. Rehabilitasi
Pemberian makanan yang disesuaikan dengan keadaan pasien merupakan bagian dari
tahapan ini.
Leavell and Clark juga mengelompokan lima tingkatan pencegahan dalam tiga
kelompok pencegahan promosi kesehatan dan perlindungan khusus
sebagai pencegahan tingkat pertama (primer), diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat sebagai pencegahan tingkat kedua (sekunder), dan pengurangi kecatatan dan
rehabilitasi sebagaipencegahan tingkat tiga (tertiary).
Test Diagnostik
a. Hemoglobin (Hb)
b. Hematokrit
c. Besi serum
d. Ferittin serum (Sf)
e. Trasferrin saturation (TS)
f. Free erythrocytes protophohyrin (FEP)
g. Unsaturated iron-binding capacity serum
Fajar, Ibnu, Nurul Pujiastuti dan Ayu Bulan Febry.2013.Ilmu Gizi Untuk Praktisi
Kesehatan.Graha Ilmu.Yogyakarta.