Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembang
menjadi komplikasi terhadap makrovaskular, mikrovaskular, dan
neurologis sebagai hasil dari kurangnya produksi insulin (Barbara,
2010).
Diabetes melitus adalah bukan merupakan penyakit tunggal
tetapi gabungan dari penyakit keturunan dan heterogen.
Dimanifestasikan dengan ketidaknormalan hasil homeostasis glukosa
(glukosa dalam darah meningkat) yang disebut hiperglikemia (Lewis,
2011).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati
(Nurarif, 2013).
Penderita diabetes mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki
diabetik pada masa hidupnya dan resiko terjadinya kekambuhan dalam 5
tahun sebesar 70%. Penderita diabetes meningkat setiap tahunnya. Di
Indonesia dilaporkan sebanyak 8,4 juta jiwa pada tahun 2001, meningkat
menjadi 14 juta pada tahun 2006 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3
juta jiwa pada tahun 2020. Indonesia menduduki peringkat ke-empat
dengan jumlah diabetes terbanyak setelah India (31,7 juta jiwa), China
(20,8 juta jiwa) dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa).
Hasil survey Departemen Kesehatan angka kejadian dan
komplikasi DM cukup tersebar sehingga dikatakan sebagai masalah
nasional yang harus mendapat perhatian karena komplikasinya sangat
mengganggu kualitas penderita. Angka kematian ulkus pada penyandang
diabetes mellitus berkisar antara 17-32%, sedangkan laju amputasi
berkisar antara 15-30%. Para ahli diabetes memperkirakan ½ sampai ¾
kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan luka yang baik,
lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes
khususnya diakibatkan oleh ulkus gangren diseluruih dunia (Depkes,
2010).
Ulkus diabetes merupakan komplikasi menahun yang paling
ditakuti penderita karena lamanya perawatan serta biaya yang
dikeluarkan. Biaya pengobatan ulkus DM menghabiskan dana 3 kali
lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus. Penderita ulkus diabetes di
negara maju memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan yang
diperkirakan antara 100 juta sampai 120 juta per tahun untuk seorang
penderita. Penderita ulkus kaki diabetes di Indonesia memerlukan biaya
yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5
juta per tahun untuk seorang penderita (Ridwan, 2011).
Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang
dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang
tepat, implementasi, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan
serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu lain yang harus dipahami
oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness, yaitu pemilihan
produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost),
kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Perawat juga dituntut untuk
meningkatkan skill dan pengetahuan tentang manajemen luka yang
paling baik dengan memilih bahan perawatan yang efektif dan efisien,
seperti cairan NaCl 0.9% dan cairan D40% sebagai pengganti bahan
madu yang lebih mahal (Saldi, 2012).
Hasil penelitian Wijonarko (2004) tentang efektivitas teknik
dressing ulkus diabetikum mendapatkan kesimpulan bahwa luka ulkus
akan mengalami kesembuhan 90% apabila dilakukan terapi secara
komprehensif dengan cara mengatasi penyakit komorbid,
menghilangkan tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan
tindakan bedah sesuai indikasi. Menurut Saldi (2012) perawatan luka
yang intensif akan mempercepat kesembuhan luka bila dibandingkan
dengan terapi farmakologis.

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui perawatan
luka yang efektif untuk pasien dengan Diabetes Melitus menurut Expert
yang ditunjuk (Perawat Senior.
BAB II
ISI

A. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembang
menjadi komplikasi terhadap makrovaskular, mikrovaskular, dan
neurologis sebagai hasil dari kurangnya produksi insulin (Barbara,
2010).
Diabetes melitus adalah bukan merupakan penyakit tunggal
tetapi gabungan dari penyakit keturunan dan heterogen.
Dimanifestasikan dengan ketidaknormalan hasil homeostasis glukosa
(glukosa dalam darah meningkat) yang disebut hiperglikemia (Lewis,
2011).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati
(Nurarif, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah
gangguan metabolism karbohidrat akibat ketidakseimbangan antara
suplai insulin dan kebutuhan akan insulin dan ditandai dengan adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah.

B. Etiologi
1. Diabetes melitus tipe I
a. Faktor genetik: kecenderungan genetik ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen)..
b. Autoimun: merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada sel beta. Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi
yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.
c. Virus (rubela, mumps)
2. Diabetes melitus tipe II
a. Obesitas
b. Kurang aktivitas
c. Keturunan
d. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65
tahun).

C. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin yang
terletak di abdomen bagian tengah, di bawah dan di belakang lambung di
depan vertebra lumbal pertama. Panjangnya + 15 cm, lebar 5 cm dari
duodenum sampai limpa, berat 60-90 gram terdiri dari 3 bagian : kepala
pankreas terletak di sebelah kanan abdomen di dalam lengkungan
duodenum, badan pankreas merupakan bagian utama pankreas yang
terletak di belakang lambung, di depan vertebra lumbalis pertama; bagian
yang runcing merupakan ekor pankreas yang terletak di sebelah kiri yang
sebenarnya menyentuh limpa.
Struktur pankreas, merupakan kumpulan kelenjar yang masing-
masing mempunyai saluran, saluran tersebut bersatu menjadi duktus
pankreatikus, duktus pankreatikus menjadi duktus koledukus yang
diteruskan ke duodenum di bawah pilorus. Pankreas mempunyai dua
fungsi yaitu :
1. Fungsi eksokrin
Mensekresi enzim-enzim pencernaan yang mencakup enzim amilase
yang membantu pencernaan karbohidrat, tripsin yang membantu
pencernaan protein dan lipase yang membantu pencernaan lemak.
2. Fungsi endokrin
a. Sel beta: memproduksi hormon insulin yang berfungsi
menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan memfasilitasi
masuknya glukosa ke dalam sel jaringan hati, otot dan jaringan
lain tempat glukosa disimpan sebagai glikogen atau dibakar
untuk menghasilkan energy.
b. Sel alfa: memproduksi hormon glukagon (yang berlawanan
dengan efek insulin) terutama adalah menaikkan kadar glukosa
darah melalui konversi glikogen menjadi glukosa dalam hati.
Glukagon disekresikan oleh pankreas sebagai respon terhadap
penurunan kadar glukosa darah.
c. Sel delta: memproduksi hormon somatostatin yang
menimbulkan efek hipoglikemik dengan menghambat pelepasan
glukagon.

D. Klasifikasi
1. DM tipe I (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Yaitu diabetes yang tergantung insulin dimana sel  pankreas yang
memproduksi insulin yang dalam keadaan normal dihancurkan oleh
suatu proses autoimun, sehingga glukosa yang seharusnya
ditangkap oleh sel untuk dimetabolisme tidak dapat masuk karena
tidak ada insulin. Penyebabnya juga mencakup faktor genetik,
imunologi atau lingkungan (virus). DM tipe I ini biasa terjadi pada
usia muda kurang dari 30 tahun. Karena pada tipe ini terjadi
kerusakan sel beta pankreas maka klien akan memerlukan insulin
untuk mempertahankan kelangsungan hidup, karena bila tidak akan
sangat beresiko terjadinya ketoasidosis.
2. DM tipe II (NIDDM/Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Jumlah sekresi insulin mencukupi tetapi jumlah
yang disekresi tidak seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan, hal
ini menyebabkan produksi insulin menurun. Biasanya ditemukan
pada klien usia lebih dari 30 tahun, kadang dengan obesitas. Pada
diabetes tipe ini umumnya tidak terjadi ketoasidosis. Walaupun
tidak tergantung pada tambahan insulin dari luar, namun klien
mungkin memerlukan untuk mempertahankan kadar gula darah
yang adekuat. Pada kasus ini biasanya terjadi resistensi terhadap
kerja insulin normal, karena interaksi insulin dengan reseptor
insulin pada sel kurang efektif, sehingga glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel.
3. Diabetes Gestational
Diabetes tipe ini terjadi pada masa kehamilan yang disebabkan oleh
sekresi hormon-hormon plasenta yang menghambat kerja insulin
sehingga terjadi intoleransi glukosa.Diabetes melitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain.
4. Diabetes melitus tipe ini didapat pada orang yang dengan kadar
gula darah post prandial lebih dari nilai normal. Nilainya berkisar
lebih dari atau sama dengan 140 mg/dl dan kurang dari 200 mg/dl,
namun pada golongan ini biasanya belum didiagnosa sebagai
diabetes melitus, hanya saja pada pasien ini dianggap sebagai
golongan dengan resiko tinggi terhadap diabetes.

E. Tanda Dan Gejala


1. Tanda dan gejala awal:
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polifagia
d. Berkurangnya berat badan
e. Badan lemas dan lelah
2. Tanda dan gejala lanjutan antara lain: luka sulit sembuh, adanya
gangren, penglihatan kabur, gatal pada kulit, kesemutan/baal pada
ekstremitas, mual dan muntah, membran mukosa mulut kering,
turgor kulit tidak elastic, pernafasan bau aseton, pernafasan
kusmaul, sakit pada abdomen, diare/konstipasi, kulit kering dan
merah, takikardi, palpitasi, kejang, koma.
F. Komplikasi
1. Diabetik ketoasidosis (DKA)
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah
insulin.Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, protein.Gambaran klinis yang penting dalam
diabetik ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit,
asidosis. Penanganannya dengan periksa gula darah setiap jam,
elektrolit, AGD, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu setiap jam,
keadaan hidrasi, balance cairan, pemberian oksigen bila PO2< 80
mmHg.
2. Hipoglikemi (kadar gula darah < 70 mg/dl)
Keadaan ini akibat pemberian insulin atau preparat oral antidiabetik
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berat. Gejala hipoglikemia dapat terjadi
mendadak dan tanpa diduga sebelumnya. Hipoglikemia ringan
ketika kadar glukosa darah menurun. Tanda-tanda hipoglikemia
ringan: tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Hipoglikemia sedang : penurunan glukosa darah menyebabkan sel-
sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan
baik, tanda-tanda: ketidak-mampuan berkonsentrasi, sakit kepala,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, mati rasa di daerah bibir
serta lidah, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Sedangkan hipoglikemia berat; fungsi sistem saraf pusat
mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien
menunjukkan gejala perilaku yang disorientasi, serangan kejang,
sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan hipoglikemia: stadium awal: pemberian gula murni +
30 gram (2 sendok makan) atau sirop, permen dan makanan yang
mengandung hidrat arang. Stadium lanjut (koma): berikan larutan
glukosa 40% sebanyak flacon, melalui intravena setiap 10-20 menit
hingga sadar disertai pemberian infus dextrose 10% 6 jam/kolf (20-
21 tetes/menit). Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis
insulin seperti adrenalin, kortison atau glukagon 1 mg intravena.
3. Sindrome Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolalitas,
hiperglikemi dengan disertai perubahan tingkat kesadaran. keadaan
ini paling banyak terjadi pada individu yang berusia 50-70 tahun
karena peningkatan usia yang khas pada penderita SHHNK, maka
pemantauan ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan
untuk mencegah gagal jantung kongestif dan disritmia jantung.
4. Mikrovaskular
a. Nefropati; Bila kadar glukosa darah meningkat maka
mekanisme filtrasi ginjal mengalami stres yang menyebabkan
kebocoran protein ke dalam urine, akibatnya tekanan dalam
pembuluh darah ke ginjal meningkat yang akhirnya kegagalan
ginjal dapat terjadi.
b. Neuropati
1) Neuropati perifer; Sering mengenal bagian distal serabut
saraf, khususnya saraf ekstremitas bawah.
2) Neuropati otonom; Organ-organ yang terkena neuropati
otonom, kardiovaskuler (takikardia, hipotensi ortostatik
dan infark) dan gastrointestinal (pengosongan lambung ke
duodenum menjadi terhambat sehingga terjadi mual,
muntah, makan sedikit sudah kenyang.
3) Retinopati, menyerang pembuluh-pembuluh darah retina
sehingga mengalami kebutaan.
5. Makrovaskular
Terjadi kerusakan makrovaskuler di arteri besar. Komplikasi
makrovaskular terjadi akibat penebalan membran basal pembuluh-
pembuluh besar. Penebalan makrovaskular menyebabkan iskemia
dan penurunan penyaluran oksigen ke jaringan. Komplikasi
makrovaskular timbul terutama akibat aterosklerosis yang
menyebabkan gangguan aliran darah, sehingga timbul penyakit
jangka panjang dan peningkatan mortalitas.

G. Patofisiologi/Pathway
Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta
pankreas, insulin diproduksi terus menerus sesuai tingkat kadar glukosa
dalam darah. Pada penderita diabetes melitus produksi insulin terganggu
atau tidak diproduksi sama sekali.
Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati dan tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia sesudah
makan. Hiperglikemia puasa terjadi karena produksi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar (>180 mg/dl), akibatnya terjadi glukosuria. Ketika
glukosa berlebihan diekskresi ke dalam urine dan elektrolit yang
berlebihan menyebabkan diuresis osmotik. Hal ini akan mengakibatkan
pasien mengalami poliuria dan polidipsi. Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan, pasien akan mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
Pada penderita diabetes melitus proses glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain) terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia.
Di samping itu, terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton dan pemecahan protein
mengakibatkan peningkatan ureum. Ureum dan keton bersifat asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa, bila dalam jumlah yang banyak
menimbulkan ketoasidosis dengan tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila
tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian.
pathway

Risk. Ketidakstabilan Kadar


Glukosa Darah

Muncul luka yang susah sembuh Kerusakan Integritas Kulit


H. TEST DIAGNOSTIK
1. Tes glukosa darah
a. GDS : mengetahui kadar gula darah sewaktu, normal 70-110
mg/dl.
b. NPP (Nuchter post prandial), normalnya < 140 mg/dl.
Gula darah yang diperiksa dua kali yaitu sebelum makan dan
dua jam setelah makan dengan tujuan menegakkan diagnosa
dan ditunjukkan kepada klien yang sama sekali belum
diketahui adanya penyakit DM.
2. KH (Kurva Harian)
Gula darah diperiksa sebanyak tiga kali yakni sebelum makan, jam
11.00 dan jam 16.00 yang dilakukan secara periodik yang bertujuan
untuk mengevaluasi terapi diabetikum.
3. HbA1C, normalnya 4-6%; Nilai lebih dari 8% menunjukkan
diabetes yang tidak terkontrol.
4. Pemeriksaan urin; Untuk mengetahui kadar glukosa dan keton
dalam urin.
5. AGD; Untuk mengetahui adanya asidosis metabolik.
6. Serum elektrolit : natrium mungkin normal, meningkat atau
menurun; kalium normal atau meningkat selanjutnya akan
menurun; fosfor: lebih sering menurun.
7. Glucose Toleransi Test (GTT); Pemeriksaan dilakukan sebanyak 5
kali yang mana sebelumnya pasien diberi glukosa baik oral maupun
parenteral. Dan ini ditujukan pada pasien yang pada pengkajian
didapatkan adanya Diabetes mellitus.

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapeutik pada diabetes melitus adalah untuk mencapai
kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
memberikan semua unsur makanan esensial (vitamin, mineral),
mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah mendekati normal
melalui cara-cara yang aman/praktis dan menurunkan kadar lemak
darah jika kadar ini meningkat. Komposisi diet karbohidrat 60-70%,
protein 10-15%, lemak 20-25%, tinggi serat, hindari alkohol.
2. Aktivitas dan latihan
Latihan dilakukan 3-4 kali seminggu selama 30-60 menit. Fungsi
latihan:
a. Menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan
mempertahankan kesegaran tubuh.
b. Meningkatkan penggunaan glukosa oleh otot yang aktif.
c. Menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler.
d. Mencegah komplikasi.
Syarat latihan:
a. Dilakukan setelah pemasukan karbohidrat 1-2 jam.
b. Disesuaikan dengan kadar gula darah, tidak dilakukan bila
kadar gula darah > 250 mg/dl.
Pedoman untuk latihan:
a. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin.
b. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung
kaki yang lainnya.
c. Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
d. Hindari latihan saat pengendalian metabolik buruk.
3. Terapi farmakologik
a. Insulin untuk DM tipe I.
b. Obat anti diabetik oral untuk DM tipe II.
Fungsinya:
a. Mengatur transpor glukosa dalam sel.
b. Membantu menurunkan kadar glukosa darah mendekati
nilai normal.
4. Pemantauan/monitoring
Melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara teratur
dan menjaga kadar HbAlC < 7% yang merupakan indikator kontrol
hiperglikemia.
5. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan,
merubah perilaku dan memperbaiki kualitas hidup, serta
menghindari komplikasi:
a. Patofisiologi sederhana yaitu definisi penyakit, batas-batas
kadar glukosa yang normal, efek terapi insulin dan latihan, efek
makanan dan stres yang mencakup keadaan sakit dan infeksi
dan dasar pendekatan terapi.
b. Cara-cara terapi yaitu pemberian insulin, dasar-dasar diet
(kelompok makanan dan jadwal), pemantauan kadar gula darah
dan keton urine.
c. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut yaitu
hipoglikemia dan hiperglikemia.
d. Informasi yang pragmatis yaitu dimana membeli dan
menyimpan insulin, alat-alat untuk memantau kadar gula darah,
kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter.
e. Perawatan yaitu : kaki, mata, higiene umum dan kebersihan
kulit.
f. Pengendalian faktor resiko yaitu mengendalikan tekanan darah
dan kadar lemak.

J. PENGKAJIAN
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Riwayat penyakit pasien dan keluarga.
b. Penggunaan obat seperti steroid, diurektik (tiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah)
c. Usia > 30 tahun atau < 30 tahun
d. Tergantung pada insulin
e. Obesitas
f. Kurang latihan/aktivitas
g. Ketaatan menjalankan terapi
2. Pola nutrisi metabolic; adanya polifagia dan polidipsi; luka sulit
sembuh, keluhan mual dan muntah; rasa haus, berat badan
menurun, turgor kulit berkurang dan kulit kering.
3. pola eliminasi; adanya keluhan poliuria, nokturia, diare/konstipasi,
rasa nyeri/terbakar saat berkemih, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare).
4. Pola aktivitas dan latihan
a. Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
b. Tonus otot menurun
c. Kram otot
5. Pola tidur dan istirahat; Sering terbangun karena nokturia
6. Pola persepsi kognitif dan sensori; adanya keluhan pusing, sakit
kepala, kesemutan, baal, kram otot, pandangan kabur, nyeri
abdomen.
7. Pola persepsi dan konsep diri; munculnya harga diri rendah karena
penyakit dan masalah finansial.
8. Pola reproduksi seksual; adanya impoten pada pria dan penurunan
libido
9. Pola mekanisme koping terhadap stress; timbul ansietas, peka
rangsang, apatis.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
2. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
3. Nyeri Akut b.d. agen cidera fisik.
4. Kerusakan integritas kulit b.d.faktor mekanik
5. Risk. Syok b.d. hipovolemi
6. Keletihan b.d. status penyakit
7. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d. kurang kepatuhan
pada rencana managemen diabetik; stres
8. Risiko Infeksi b.d. penyakit kronis; diabetes mellitus

L. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
NOC : Nutritional status : Nutrien Intake.
NIC : Nutrition Management
a. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan protein.
b. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
c. Ajarkan pasien untuk membuat catatan makanan harian.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Nutrition Monitoring
a. Monitor lingkungan selama makan.
b. Monitor mual dan muntah.
c. Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan kadar Ht.
2. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
NOC: Fluide balance, Hydration
NIC : Fluid management
a. Pertahankan intake dan output yang adekuat.
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat).
c. Monitor vital sign.
d. Dorong masukan oral
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV.
3. Nyeri Akut b.d. agen cidera fisik.
NOC : Pain Control & Comfort Level
NIC : Pain Manajement and Analgesic Admintrasition
a. Lakukan pengkajian PQRST.
b. Lakukan penangan nyeri secara nonfarmakologis : teknik
relaksasi nafas dalam atau guided imagery.
c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu,
pencahayaan dan kebisingan).
d. Kolaborasi dalam pemberian analgesic.
4. Gangguan integritas kulit b.d. faktor mekanik
NOC : Tissue Integrity
NIC : Incision Site Care
a. Inspeksi adanya kemerahan, pemebengkakan atau tanda-
tanda dehisensi atau efitrasi pada area insersi
b. Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat (seperti
nyeri saat dipalpasi, edema, pruritus)
c. Bersikan dan balut area insisi pembedahan mengunakan
prinsip steril atau tindakan asepsis medis.
5. Keletihan b.d. status penyakit
NOC : Energy conservation dan Nutritional status : Energy
NIC : Energy Management
a. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
b. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Tingkatkan tirah baring dan pembatasan aktivitas (tingkatkan
periode istirahat)
d. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan asupan
makanan yang berenergi tinggi (TKTP) sesuai dengan
kebutuhan pasien.
6. Risk. Syok b.d. hipovolemi
NOC : Shock Prevention
NIC : Shock Management & Shock Prevention
a. Monitor status sirkulasi, warna, suhu kulit, denyut jantung,
HR & ritme, nadi perifer dan capillary refill.
b. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
c. Monitor input dan output.
d. Berikan cairan IV yang tepat (RL)
e. Pantau nilai laboratorium Hb, Ht, AGD dan elektrolit
7. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang kepatuhan
pada rencana managemen diabetik;stres.
NOC : Blood glucose, Risk for unstable dan Diabetes self
management.
NIC : Hyperglikemia Management
a. Pantau tanda-tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria,
polidipsia, polifagia, lemah, lesu, malaise atau sakit kepala.
b. Mengelola insulin seperti yang ditentukan.
c. Mendorong asupan cairan oral.
d. Mengantisipasi situasi dimana kebutuhan insulin akan
meningkat
e. Mendorong pemantauan diri, pengukuran kadar glukosa darah
f. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala
hiperglikemi menetap/memburuk.
8. Risiko infeksi b.d. penyakit kronis; diabetes mellitus.
NOC : Risk Control
NIC : Infection Control
a. Pantau tanda dan gejala infeksi Pantau tanda & gejala infeksi
(suhu tubuh, denyut jantung, penampilan luka, sekresi, suhu
kulit, lesi kulit, keletihan, malaise).
b. Pertahankan teknik isolasi.
c. Instruksikan untuk menjaga personal hygiene.
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
A. Resume Kasus

Tn. M, 62 tahun, dirawat di rumah sakit dengan diabetes melitus.


Pasien sudah mendapatkan perawatan di RS selama 2 minggu lebih dan
kondisi luka mengalami nefrosis pada kelingking dan jempol kaki. Luka
klien terlihat masih basah dan masih banyak mengeluarkan pus.
Berdasarkan pengkajian, pasien memiliki riwayat memiliki Diabetes
Melitus sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengatakan selalu melakukan
perawatn luka di rumah dengan memanggil perawat home care.
Keluhan saat di RS klien nyeri pada area luka, terutama saat kaki
digerakkan atau pada saat dibersihkan, Luka terlihat basah, kulit
mengelupas, berwarna putih dan ada yang sudah mengalami nefrosis,
banyak pus, dan luka berbau.

B. Hasil
Berdasarkan hasil diskusi dengan 2 Expert didapatkan hasil berikut:
1) Djarot Harimurti. SST
Perawatan luka pada pasien DM tersebut harus memberikan
terapi oral seperti antibiotik (membunuh bakteri), analgetik
(mengurangi nyeri), dan cek kadar gula darah secara berkala
(pemberian insulin). Selain itu, hal yang penting dalam proses
penyembuhan luka pada pada pasien tersebut, harus diprogramkan
perawatan luka secara rutin setiap hari sekali. Perawatan luka pada
pasien tersebut menggunakan NaCl untuk pembersihan luka dan
pembukaan balutan luka yang menempel dengan luka. NaCl dipilih
karena cairan ini merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk
perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh.
Setelah itu dilakukan disinfeksi luka dengan dibalut dan ditekan
pada area luka dengan lembaran kassa lebar yang dicelupkan pada
Poviden Iodine. Poviden iodine dipilih karena cairan ini bersifat
antiseptik yang dapat mereduksi bakteri pada luka. Setelah
perawatan luka selesai, luka ditutup dengan supratulle pada seluruh
permukaan luka yang berguna agar kassa tidak lengket pada luka
dan mempercepat proses penyempuhan luka. Luka ditutup dengan
kassa steril dengan ditutup dengan kassa gulung melingkar.
2) Sumarno S.Kep., Ns
Perawatan luka pada DM harus dilakukan secara
kontinyu/rutin dengan teknik steril. Selain mendapatkan terapi obat
dari dokter, penyembuhan luka yang paling penting adalah
perawatan luka. Sebagai perawat, kita dituntut untuk bisa
melakukannya dengan tepat, cepat, dan efektif. Terutama pada saat
pemilihan bahan untuk perawatan luka. Perawatan berkembang
secara pesat dan terdapat banyak metode yang terus berkembang.
Meurut beliau, perawatan luka sekarang yang dikedepankan adalah
menjaga kelembaban luka dan keseterilan saat perawatan luka.
Perawatan luka cukup dengan melakukan pembersihan luka dengan
cairan NaCl dan luka ditutup dengan kassa lembab. Tidak perlu lagi
menggunakan Poviden Iodiene dan sejenisnya untuk perawatan
luka, dikarenakan larutan tersebut bersifat antiseptik yang dapat
mereduksi bakteri dan juga memungkinkan dapat mematikan
leukosit yang sangat berfungsi untuk proses penyembuhan luka dan
regenerasi sel.

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil diskusi dengan expert didapatkan perbedaan
penggunaan cairan/ bahan dalam perawatan luka, diantaranya
penggunaan NaCl 0,9 % dan Poviden Iodiene. Perawatan luka yang
efektif menurut The Journal of Family Practise (2005) adalah dengan
cara mengkondisikan luka agar tetap lembab sehingga dapat mengurangi
nyeri serta meningkatkan sirkulasi. Hal ini dilakukan dengan balutan
yang mengandung glukosa seperti madu atau cairan D40%.
Perawatan dengan cairan glukosa (D40%) akan menjaga
kelembaban luka (moist), mengurangi peradangan sehingga menurunkan
nyeri, merangsang sel darah putih dan menstimulasi regenerasi sel baru.
Menurut Haris (2009), pembersihan luka secara klasik menggunakan
antiseptik seperti hydrogen peroxide, povidone iodine, acetic acid dan
chlorohexadine dapat mengganggu proses penyembuhan dari tubuh
karena kandungan antiseptic tersebut tidak hanya membunuh kuman, tapi
juga membunuh leukosit yang dapat membunuh bakteri pathogen dan
jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit baru. Cara yang
terbaik untuk membersihkan luka adalah dengan menggunakan cairan
saline dan untuk luka yang sangat kotor dapat digunakan water-presure.
Cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk
perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa cairan glukosa lebih
efektif dalam menyembuhkan luka bila dibandingkan dengan cairan
garam seperti NaCl 0.9% (Saldi, 2012). Penyembuhan luka dapat terjadi
secara cepat jika berada dalam kondisi yang normal. Kesembuhan luka
akan mengalami hambatan karena berbagai macam gangguan dan
komplikasi seperti infeksi dan insufisiensi vaskular (Saldi, 2012).
Penyembuhan secara ideal berusaha memulihkan seperti jaringan
asalnya, hal ini dilakukan dengan cara perawatan luka. Perawatan luka
kronis harus mempertimbangkan penggunaan bahan yang tepat. Teknik
terbaru dalam perawatan luka adalah dengan cara;
a. Debridemen pada jaringan yang mati,
b. Pencucian luka dan pemberian antibiotik,
c. Menjaga keseimbangan kelembaban dengan tampon serta
d. Menjaga tepi luka agar tetap bersih dan lembab.
Upaya ini efektif dengan menggunakan bahan dari glukosa seperti madu
atau cairan D40%. Metode ini dikenalkan oleh Dr. Falanga (2004) yang
mengembangkan teori manajemen luka kronik seperti ulkus diabetes,
yaitu menggunakan metode TIME (tissue management,inflamation and
infection control, moisture balance, epithelial advancement) (PPNI,
2010).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan luka secara terkini memiliki ciri-ciri perawatan luka
dengan prinsip perawatan luka lembab, kasa dan topikal terapi yang
digunakan tidak lengket pada area luka, penggunaan topikal terapi
memfasiltasi luka dalam kondisi lembab, pertumbuhan jaringan lebih
cepat, kejadian infeksi lebih sedikit, balutan luka terkini lebih memenuhi
kebutuhan estetika (Guo & Dipietro , 2010).
Cairan NaCl cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka
karena sesuai dengan kandungan garam tubuh Namun, cairan glukosa
lebih efektif dalam perawatan luka. Menurut The Journal of Family
Practise (2005) cairan glukosa (D40%) dapat menjaga kelembaban luka
(moist), mengurangi peradangan sehingga menurunkan nyeri,
merangsang sel darah putih dan menstimulasi regenerasi sel baru.
Menurut Haris (2009), pembersihan luka secara klasik
menggunakan antiseptik seperti hydrogen peroxide, povidone iodine,
acetic acid dan chlorohexadine dapat mengganggu proses penyembuhan
dari tubuh karena kandungan antiseptic tersebut tidak hanya membunuh
kuman, tapi juga membunuh leukosit yang dapat membunuh bakteri
pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit baru.

B. Saran
Diharapkan pihak rumah sakit memulai mempertimbangkan
menggunakan cairan gula (D40%) dalam perawatan luka pada pasien.
Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan luka
dan mempersingkat masa perawatan pasien di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cet 2.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.

Bulecheck, Gloria N, dkk.2008. Nursing Interventions Classification (NOC);


Fourth Edition. USA : MOSBY Elsevier.

Ikram, Ainal. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada
Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI.

Luecknote, Annette Geisler. 2010. Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek


Maryunani. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC); Fourth


Edition. USA : MOSBY Elsevier.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2012-2014, Editor; Barrarah Barid, dkk. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1 & 2.
Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI
Penerbitan.
Suriadi, Rita, 2010. Asuhan-Keperawatan-Pada-Anak.Cetakan 3. Jakarta :
Sagung-Seto.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC.

Вам также может понравиться

  • Laporan PN
    Laporan PN
    Документ19 страниц
    Laporan PN
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Leaflad HALL
    Leaflad HALL
    Документ2 страницы
    Leaflad HALL
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Askep Icu SNNT
    Askep Icu SNNT
    Документ21 страница
    Askep Icu SNNT
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Leaflad Minum Obat
    Leaflad Minum Obat
    Документ2 страницы
    Leaflad Minum Obat
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Sap Hall Poli
    Sap Hall Poli
    Документ8 страниц
    Sap Hall Poli
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • RSJ Daftar HDR N Nilai KLMPK VI
    RSJ Daftar HDR N Nilai KLMPK VI
    Документ4 страницы
    RSJ Daftar HDR N Nilai KLMPK VI
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Leaflad HALL
    Leaflad HALL
    Документ2 страницы
    Leaflad HALL
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Leaflet Manajemen Perilaku Kekerasan
    Leaflet Manajemen Perilaku Kekerasan
    Документ2 страницы
    Leaflet Manajemen Perilaku Kekerasan
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ7 страниц
    Bab Ii
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Документ6 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Sap Minum Obat
    Sap Minum Obat
    Документ8 страниц
    Sap Minum Obat
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ3 страницы
    Bab 1
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Coer Jurnal
    Coer Jurnal
    Документ1 страница
    Coer Jurnal
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Halaman Pengesahan SAP Manajemen Perilaku Kekerasan
    Halaman Pengesahan SAP Manajemen Perilaku Kekerasan
    Документ1 страница
    Halaman Pengesahan SAP Manajemen Perilaku Kekerasan
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • LEMBAR PENGESAHAN JRNL
    LEMBAR PENGESAHAN JRNL
    Документ2 страницы
    LEMBAR PENGESAHAN JRNL
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • NIC NOC& Implementasi
    NIC NOC& Implementasi
    Документ24 страницы
    NIC NOC& Implementasi
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Документ2 страницы
    Halaman Pengesahan
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • BAB III Pengkajian
    BAB III Pengkajian
    Документ10 страниц
    BAB III Pengkajian
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Analisa Jurnal
    Analisa Jurnal
    Документ17 страниц
    Analisa Jurnal
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Bab Iv Hasil Dan Pembahasan A. Hasil
    Bab Iv Hasil Dan Pembahasan A. Hasil
    Документ3 страницы
    Bab Iv Hasil Dan Pembahasan A. Hasil
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Expert New Kel. 10
    Expert New Kel. 10
    Документ24 страницы
    Expert New Kel. 10
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Danik
    Danik
    Документ10 страниц
    Danik
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ1 страница
    Kata Pengantar
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Pengesahan NUR
    Pengesahan NUR
    Документ4 страницы
    Pengesahan NUR
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • BAB III Manajemen Asuhan Keperawatan
    BAB III Manajemen Asuhan Keperawatan
    Документ61 страница
    BAB III Manajemen Asuhan Keperawatan
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Cover UJIAN STASE
    Cover UJIAN STASE
    Документ1 страница
    Cover UJIAN STASE
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • HIPERTENSI
    HIPERTENSI
    Документ8 страниц
    HIPERTENSI
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Analisa Jurnal Keperawatan Jiwa
    Analisa Jurnal Keperawatan Jiwa
    Документ13 страниц
    Analisa Jurnal Keperawatan Jiwa
    Iwan Basri
    Оценок пока нет
  • Pengkajian Komunitas1
    Pengkajian Komunitas1
    Документ4 страницы
    Pengkajian Komunitas1
    Iwan Basri
    Оценок пока нет