Вы находитесь на странице: 1из 5

GUILLANE BARRE SYNDROME

 Definisi
Guillane barre syndrome atau biasa disingkatt GBS adalah salah satu penyebab
kelumpuhan tertinngi di dunia. GBS ini seringkali mencemaskan penderita dan
keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan
dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang
baik.
GuillainBarre syndrome ( GBS ) adalahsuatukelainansistemkekebalantubuhmanusia
atau kelainan pada sistem imun yang
menyerangbagiandarisusunansaraftepidirinyasendiridengankarakteristik
berupakelemahanatauarefleksiadarisarafmotorik yang sifatnyaprogresif.
Kelainaninikadangkadangjugamenyerangsarafsensoris, otonom,
maupunsusunansarafpusat.
GBS merupakan suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering
terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut.
Jadi GBS merupakan penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh menyerang
bagian dari sistem saraf tepi yaitu mielin (demielinasi) dan akson
(degenerasiaksonal). Biasanya ditandai dengan kelemahan pada tubuh dan
kehilangan kepekaan.

 Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului
dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS , antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistematik:
a. Keganasan
b. systemic lupus erythematosus
c. tiroiditis
d. penyakit Addison
e. Kehamilan atau dalam masa nifas
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.

 Manifestasi klinis
Adanya beberapa kelainan klinis pada penderita GBS diantaranya adalah :
1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan
90% dalam 4 minggu.
2. Relatif simetris
3. Gejala gangguan sensibilitas ringan
4. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot
menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau
saraf otak lain
5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi
dangejala vasomotor.
7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Selain gejala klinis,dalam penyakit GBS penderita akan mengalami kelainan dalam
cairan serebrospinal yang berupa :

1. Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan


pada LP serial
2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
3. Varian:
4. Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
5. Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

 Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki
sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi
sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan
memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan
autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel
saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang
kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun
untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian
menyebabkan destruksi myelin,bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi
pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin.
Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh
antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk
merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari
seluruh bagian tubuh.

 Komplikasi
1. Paralisis otot persisten
2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
3. Aspirasi
4. Retensi urin
5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
6. Nefropati, pada penderita anak
7. Hipo ataupun hipertensi
8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
9. Aritmia jantung
10. Ileus

 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang
bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan
menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya
kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti
perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti
refleks Babinsky tidak ditemukan.

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan
kadar protein
b. Pemeriksaan elektromiografi (EMG)
c. Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika
dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala.
d. Pemeriksaan serum CK
e. Biopsi otot untuk GBS stadium lanjut.

 Penatalaksanaan medis
Sebagian besar penderita GBS dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS.
2. Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Imunoglobulin IV (pengobatan imunosupresan)
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
4. Obat sitotoksik (pengobatan imunosupresan)
6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit
kepala.

Вам также может понравиться