Вы находитесь на странице: 1из 20

REFERAT

GANGGUAN BIPOLAR

DISUSUN OLEH:

Maya Puspa Sari


NIM 030.11.182

PEMBIMBING:
Dr. Galianti, Sp.KJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan mood yang kronis dan berat yang ditandai
dengan episode mania, hipomania, campuran dan depresi. Sebelumnya gangguan bipolar
disebut dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar atau gangguan spektrum bipolar.
Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek
dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri peningkatan afek
disertai penambahan energi dan aktivitas dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas.1,2
Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan
prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan
bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata
usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara
biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan,
stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.3
Berdasarkan DSM-IV gangguan bipolar dibagi menjadi empat, yaitu: gangguan
bipolar I, gangguan bipolar II, siklotimia dan gangguan bipolar yang tidak tergolongkan.3
Penatalaksanaan gangguan bipolar sangat bergantung dengan fase episode (manik
atau depresi) dan tingkat kegawatan dari fase tersebut. Evaluasi dan monitor ketat pasien
dengan depresi bipolar terhadap resiko perubahan mood dan tiba-tiba terdapat gejala yang
merupakan akibat dari diberikannya farmakoterapi pada pasien depresi. Penatalaksanaan
diberikan dengan pemberian farmakoterapi, intervensi psikososial dan psikoterapi.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gangguan bipolar merupakan gangguan mood yang kronis dan berat
yang ditandai dengan episode mania, hipomania, campuran dan depresi.
Sebelumnya gangguan bipolar disebut dengan manik depresif, gangguan
afektif bipolar atau gangguan spektrum bipolar.1,2

B. EPIDEMIOLOGI
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan
dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia
hanya sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-
laki dan wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-
anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena
adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.3

C. ETIOLOGI
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan
dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara
psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang
menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak
lagi faktor lainnya.3

 Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa kemungkinan menderita suatu
gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai
contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari
pada sanak saudara derajat pertama. Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan
oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien gangguan bipolar memiliki
sekurangnya satu orangtua dengan suatu gangguan mood, paling sering gangguan
depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika

2
kedua orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen
anaknya menderita gangguan mood.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari
kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah
diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang
menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)
beresiko rendah menderita gangguan bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan gangguan
bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-
gen yang berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti
gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase,
cathecol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian
terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang
mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan
perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang
mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang
mencari tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya
positif.

 Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography
(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada
korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale dan
hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian
dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada
otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran
myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran

3
konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan
komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.

 Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting
dalam gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat
berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress
yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama
dari gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang
bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem
pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya
neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan
tersebut menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor
eksternal.

D. GEJALA KLINIS
Ada empat jenis episode mood yaitu episode manik, hipomanik, depresi dan
campuran.1,4
 Episode Manik
Episode manik ditandai dengan adanya eforia yang signifikan,
ekspansif atau iritabilitas yang disertai dengan paling sedikit tiga gejala
tambahan (empat, bila mood hanya iritabel), berlangsung paling sedikit
satu minggu (lebih pendek, bila dirawat). Gejala tambahan yaitu
meningkatnya kepercayaan diri, berkurangnya kebutuhan tidur, banyak
bicara, loncat gagasan, distraktibilitas, meningkatnya aktivitas
bertujuan atau agitasi psikomotor, dan impusivitas. Episode manik,
bila derajatnya berat, dapat disertai gejala psikotik, hendaya berat pada
fungsi sosial dan pekerjaan memerlukan hospitalisasi. Mood iritabel
pada mania dapat muncul dalam bentuk perilaku yang suka
membantah terutama bila pasien tersebut diperlakukan kasar.
Grandiositas dan gambaran paranoid sering terlihat pada mania.
Waham dan halusinasi juga sering ditemukan pda mania pada

4
gangguan bipolar dengan ciri psikotik. Kebingungan atau
pseudodemensia maupun negativisme juga sering ditemukan pada
mania.

 Episode Hipomanik
Episode hipomanik hampir sama dengan episode manik dengan
perbedaan penting yaitu derajat gejalanya tidak berat, tidak ada gejala
psikotik, tidak memerlukan perawatan dan hendaya tidak berat.
Episodenya lebih pendek yaitu paling sedikit empat hari. Hipomania
dapat ditandai dengan peningkatan mood ringan, pikiran menjadi lebih
tajam, disertai peningkatan energi dan aktivitas, berlangsung beberapa
hari pada periode tertentu, tanpa adanya hendaya. Ia jarang berlanjut
menjadi mania. Hipomania biasanya berulang dan ia dapat dibedakan
dengan gembira normal. Karena hipomania dirasa sebagai kepulian
dari depresi atau suatu yang sangat menyenangkan, berlangsung
singkat, seseorang dengan bipolar II jarang melaporkan keadaan ini
secara spontan.

 Episode Depresi Mayor


Episode depresi mayor ditandai dengan adanya perasaan sedih atau
anhedonia (tidak ada emosi positif) disertai paling sedikit empat gejala
tambahan yang bersifat pervasif yang berlangsung paling sedikit dua
minggu. Pada anak dan remaja mood yang terjadi bisa iritabel. Gejala
tambahan lainnya yaitu buruknya buruknya konsentrasi, kurangnya
tenaga, rendahnya harga diri, merasa bersalah, ide-ide bunuh diri,
gangguan tidur, perubahan berat badan dan gangguan psikomotor.
Pasien-pasien yang dalam keadaan depresi tetapi ditemui pula
beberapa gejala manik sebaiknya tidak diberikan antidepresan tetapi
lebih baik mood stabilizer atau terapi kejang listrik. Stupor merupakan
manifestasi psikotik yang lebih sering ditemui pada episode depresi
terutama remaja dan dewasa muda. Gejala-gejala depresi bipolar tidak
sama dengan depresi unipolar. Gejala depresi bipolar cenderung
berbentuk atipik hipersomnia, keletihan yang menonjol dan mood

5
diurnal yang terbalik. Pada depresi mayor unipolar lebih sering terlihat
insomnia.

 Episode campuran
Episode campuran ditandai dengan terpenuhinya kriteria untuk kedua
episode yaitu manik dan depresi mayor paling sedikit satu minggu.
Episode campuran derajatnya berat (bisa disertai dengan gejala
psikotik, hendaya fungsi psikososial dan pekerjaan yang derajatnya
berat) dan terjadi pada gangguan bipolar I bukan gangguan bipolar II.

E. KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria:1,6
 Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak
diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.
 Gangguan bipolar II
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor tanpa
episode manik.
 Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan
depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.
 Gangguan bipolar YTT
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan bipolar
I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu sedikit
sehingga tidak dapat didiagnosa gangguan bipolar I dan II.

Pembagian menurut DSM-IV:1-3


 Gangguan mood bipolar I
 Gangguan mood bipolar I, episode manik tunggal
a) Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat depresi
mayor sebelumnya.
b) Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.

6
c) Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
d) Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode manik sekarang ini
a) Saat ini dalam episode manik
b) Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
c) Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d) Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
e) Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
a) Saat ini dalam episode campuran
b) Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
c) Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
d) Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
e) Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
a) Saat ini dalam episode hipomanik
b) Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran

7
c) Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna
atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
d) Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
 Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
a) Saat ini dalam episode depresi mayor
b) Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
c) Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
d) Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
e) Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, Episode yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
a) Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
b) Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
c) Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
d) Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi
penting lainnya.

 Gangguan Mood Bipolar II


Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu
episode hipomanik.

8
a) Adanya (riwayat) satu atau lebih episode depresi berat
b) Adanya (riwayat) setidaknya satu episode hipomanik
c) Sebelumnya ada setidaknya satu episode manik atau campuran
d) Gejala mood kriteria A dan B sebaiknya tidak dimasukkan kedalam
gangguan skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia,
gangguan skizofreniform, gangguan waham atau gangguan psikotik yang
tidak tergolongkan.
e) Gejala secara klinis menimbulkan penderitaan yang bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain.

 Gangguan Siklotimia
a) Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala
hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak
memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja
durasinya paling sedikit satu tahun.
b) Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala
pada kriteria a lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
c) Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama
dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan
manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat
dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan
siklotimia dapat ditegakkan)
d) Gejala-gejala pada criteria a bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
e) Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
f) Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek fungsi
penting lainnya.

9
F. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
 Episode Depresi3
o Gambaran umum
Pasien depresi memiliki postur tubuh yang bongkok, tidak ada
gerakan spontan serta tatapan mata menghindar dengan
memandang kebawah.
o Mood, Afek dan Perasaan
Depresi merupakan gejala walaupun 50% pasien
menyangkalnya. Anggota keluarga biasanya membawa pasien
karena penarikan diri secara sosial dan aktivitas umum yang
berkurang.
o Pembicaraan
Penurunan laju dan volume bicara.
o Gangguan persepsi
Waham dan kongruen mood depresi mencakup rasa bersalah,
berdosa, tidak berharga, miskin, dikejar dan mengalami
penyakit somatik terminal.
o Isi pikir
Pasien depresi memiliki pandangan negatif mengenai dunia dan
diri mereka. Isi pikir mencakup pikiran berulang yang bukan
waham seperti rasa kehilangan, rasa bersalah, bunuh diri dll.
o Sensorium dan kognisi
 Orientasi masih memiliki orientasi waktu, tempat dan
orang.
 Memori Pasien biasanya memiliki hendaya kognitif
kadang disebut pseudodemensia depresif. Biasanya
mengeluh konsentrasi terganggu dan mudah lupa.
o Kontrol Impuls
Pasien depresi umumnya memiliki ide bunuh diri.
o Daya nilai dan Tilikan
Daya nilai pasien diperiksa dengan memerhatikan tindakan
dimasa lampau dan saat diwawancara. Tilikan pasien depresi
biasanya berlebihan; pasien melebih-lebihkan gejala dan
masalah hidup mereka.

10
o Taraf dapat percaya
Pasien depresi melebih-lebihkan hal buruk dan menutupi hal
baik.
 Episode Manik3
o Gambaran umum
Pasien manik tereksitasi, banyak bicara dan sering hiperaktif.
o Mood, afek dan perasaan
Pasien manik biasanya euforik atau mungkin juga iritabel.
Pasien manik labil secara emosi, berganti dari tertawa ke
iritabilitas ke depresi dalam hitungan menit atau jam.
o Pembicaraan
Pasien manik tidak dapat disela ketika mereka berbicara.
Asosiasi menjadi longgar, kemampuan berkonstrasi memudar
serta flight of ideas, word salad dan neologisme timbul.
o Gangguan persepsi
Waham yang kongruen biasanya berkenaan dengan
kemakmuran, kemampuan luar biasa dan kekuatan.
o Isi Pikir
Isi pikir mencakup kepercayaan dan kebesaran diri. Pasien
manik mudah teralih perhatiannya.
o Sensorium dan kognisi
Orientasi dan memori masih intak, walaupun sebagian pasien
manik sedemikian euforik sehingga kadang mereka menjawab
tidak benar, hal ini disebut sebagai “delirious mania”
o Pengendalian impuls
Pasien manik bersifat menyerang atau mengancam.
o Penilaian dan tilikan
Gangguan dalam penilaian merupakan tanda khas pasien
manik. Pasien manik juga memiliki sedikit tilikan terhadap
gangguan mereka.
o Taraf dapat dipercaya
Pasien manik dikenal tidak dapat dipercaya informasinya, oleh
karena berbohong dan menipu lazim pada mania.

11
G. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Terdapat beberapa gangguan mental lainnya yang memiliki gejala
yang sama dengan gangguan bipolar seperti skizofrenia, skizoafektif,
intoksikasi obat, gangguan skizofreniform, dan gangguan kepribadian
ambang.4

H. PENATALAKSANAAN5,7
Penatalaksanaan Terapi Farmakologi Pada Mania Akut
Terapi lini 1:
- Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol,
litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium
atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
Terapi lini 2:
- Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat, paripalidon
Terapi lini 3:
- Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium
+karbamazepin, klozapin.

Tabel 1. Algoritma Terapi Mania Akut pada Gangguan Bipolar

12
Penatalaksanaan Episode Depresi Akut pada Gangguan Bipolar 1
Terapi lini 1:
- Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,
Olanzapin + SSRI, litium + divalproat.
Terapi lini 2:
- Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Terapi lini 3:
- Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA,
litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + Lamotrigin, penambahan
topiramat.
Obat-obat yang tidak direkomendasikan : Gabapentin monoterapi, aripiprazol
mono terapi

Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar 1


Terapi lini 1:
- Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau
divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan
RIJP, aripiprazol
Terapi lini 2:
- Karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepine, litium + divalproat
+ olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Terapi lini 3:
- Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan: Gabapentin, topiramat atau
antidepresan monoterapi

Penatalaksanaan Depresi akut pada Gangguan Bipolar II


Terapi lini 1:
- Quetiapin
Terapi lini 2:

13
- Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan.
Terapi lini 3:
- Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami
hipomania)

Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar II


Terapi lini 1:
- Litium, lamotrigin
Terapi lini 2:
- Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan,
kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.
Terapi lini 3:
- Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Obat-obatan yamg tidak dianjurkan: Gabapentin.

Tabel 2. Algoritma terapi Episode Depresi pada Gangguan Bipolar.

14
 Intervensi Psikososial

1. Penyuluhan Psikososial
Informasikan kepada orang dengan gangguan bipolar (tidak dalam episode manik
akut) dan pada anggota keluarga pasien gangguan bipolar.
 Penjelasan : gangguan bipolar ialah suatu keadaan alam perasaan yang ekstrim
dimana dapat merasa sangat depresi, lemah, lesu kemudian beralih pada
keadaan energik, sangat semangat.
 Dalam keadaan ini diperlukan cara untuk mengawasi alam perasaan dalam
waktu 1 hari yang dapat terjadi marah, sensitif dan kesenangan yang berlebihan
 Penting untuk mengatur pola tidur yang normal (contohnya waktu saatnya tidur
yang sama, mencoba untuk tidur dalam kuantitas yang sama sebelum sakit serta
hindari kebutuhan tidur yang berlebihan dari biasanya).
 Kekambuhan perlu dicegah dengan mengenali gejala, seperti berkurangnya
waktu tidur, menghabiskan uang atau merasa lebih enegik dari biasanya dan
segera mulai terapi jika hal tersebut terjadi.
 Pasien yang berada dalam keadaan manik tidak sadar akan penyakit yang
sedang dideritanya dan merasa hebat serta energi yang meluap-luap, jadi
pengasuh sangat perlu menjadi bagian dalam upaya pencegahan.
 Hindari penggunaan alkohol maupun zat psikoaktif
 Perubahan gaya hidup sebaiknya terus dilanjutkan dan perlu diupayakan serta
direncanakan
 Pasien harus diberikan semangat untuk mencari dukungan setelah kejadian yang
menyedihkan dan mebicarakannya pada keluarga dan sahabat.
 Perencanaan untuk kembali bekerja atau bersekolah yang dapat menghindari
pengurangan waktu tidur, memperbaiki hubungan dukungan sosial, berdiskusi
serta meminta pendapat tentang keputusan penting misalnya tentang uang atau
keputusan penting lainnya)
 Kesehatan fisik, sosial, jiwa anggota keluarga juga patut diperhatikan.
 Bangun kepercayaan: rasa percaya antara pasien dan staf perawat memegang
peranan penting dalam perawatan pasien dengan gangguan bipolar, dimana
hubungan saling percaya secara medis ikut membantu pemulihan pasien secara
simultan.

15
2. Membangun hubungan sosial
 Mencari tahu kegiatan pasien, yang jika dianjurkan dapat mebantu secara
langsung maupun tidak langsung dukungan psikososial (contohnya pertemuan
keluarga, bepergian bersama teman, mengunjungi tetangga, berolahraga).
 Secara aktif memberi semangat kepada pasien untuk memulai kembali segala
kegiatan sosial yang pernah dijalaninya serta menasehati keluarga pasien
tentang ini.
3. Rehabilitation
 Memfasilitasi kesempatan kepada pasien dan perawatnya untuk berpartisipasi
dalam kegitan ekonomi, pendidikan serta kesenian di lingkungannya baik secara
formal maupun informal.
 Menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka yang sulit dalam usaha untuk
mencari pekerjaan yang baik.
4. Follow-up
 Follow yang berkesinambungan wajib diperlukan. Tingkat kekambuhannya
tinggi dan pasien yang berada dalam keadaan manik seringkali tidak sadar
untuk mencari pengobatan bagi dirinya, jadi pengobatan serta perawatan yang
tidak dilakukan secara bersamaan sangat merugikan pada saat tertentu.
 Pada setiap follow up, gejala serta efek samping dari pengobatan dan kebutuhan
akan intervensi psikososial perlu dicantumkan.
 Pasien dengan gangguan manik sebaiknya melakukan evaluasi secara berkala.
Evaluasi harus lebih sering sampai episode manik berakhir.
 Kumpulkan informasi mengenai penyakit serta terapi dari pasien dan
perawatnya, khususnya yang tentang gejala dan tanda serta pengelolaan terapi
secara bersamaan, saat hilangnya gejala. Jika pasien tidak memiliki perawat
yang merawatnya amak pemeriksaan dilakukan secara berkala, diusahakan
merekrut seorang perawat, idealnya yang berasal dari lingkungannya dapat
teman atau keluarganya.
 Psikoterapi
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi
dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood masa anak-anak dan remaja.
Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang
gangguan mood serius yang dapat terjadi pada anak-anak saat terjadinya stress

16
keluarga yang berat. Pendekatan psikoterapetik bagi anak terdepresi adalah
pendekatan kognitif dan pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur
dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang dewasa. Karena fungsi psikososial
anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu untuk periode yang lama, walaupun
setelah episode depresif telah menghilang, intervensi keterampilan sosial jangka
panjang adalah diperlukan. Pada beberapa program terapi, modeling dan permainan
peran dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan masalah yang baik.
Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi.
Beberapa jenis psikoterapi yaitu :
a. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar
untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
b. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga
memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
c. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan
bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur
aktivitas harian mereka.
d. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai
penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini
membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun
depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.

I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat,
pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif
dengan dokter dan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis
bagus.
Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan
dengan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan
bipolar I memiliki episode manik Kedua dalam waktu dua tahun setelah episode
pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala
rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan
kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode manik, walaupun angka rata-
rata adalah Sembilan episode. Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari
10episode.

17
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan


ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya
rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Penyebab gangguan bipolar
multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-
kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan
banyak lagi faktor lainnya. Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar
yaitu, episode depresi dan episode mania. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
yang terdapat dalam DSM-IV dibagi menjadi empat, yaitu: gangguan bipolar I,
gangguan bipolar II, siklotimia dan gangguan bipolar yang tidak tergolongkan.
Penatalaksanaan gangguan bipolar terdiri dari farmakoterapi, intervensi psikososial
dan psikoterapi. Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis
yang tepat, pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan
positif dengan dokter dan terapis serta kesehatan fisik

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Gangguan Bipolar dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar


Psikiatri Edisi Kedua. FKUI; Jakarta. 2015. h. 204-27
2. Maslim R. Gangguan afektif bipolar dalam: Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Jakarta. 2013.h.61
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi
Kedua. Jakarta: EGC; 2012.h190-217.
4. Wardani IAK. Bipolar Disorder Clinical Pathway Inpatient . Departemen Ilmu
Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.2013 Diakses di:
http://erepo.unud.ac.id/5019/1/b3bb41435e232ff63d4fdf4d0e5a1708.pdf
(Diakses pada 31 Desember 2016)
5. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment and management. 2016. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment#showall (cited at
December 30, 2016).
6. Angst J. Bipolor disorders in the DSM-5: strengths, problems, and perspectives.
Int J Bipolar Disord. 2013;1(12):1.
7. American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients
with bipolar disorder. 2nd edition. 2011. Available at:
https://psychiatryonline.org/pb/assets/raw/sitewide/practice_guidelines/guidelines
/bipolar.pdf (cited at December 31, 2016)

19

Вам также может понравиться