Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB 1

PENDAHULAN

A. Latar belakang

Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-Qur’an dalam
penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam Islam
mendapat perhatian yang sangat besar.Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau
tabiat.Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg dimiliki oleh seseorang yang
melahirkan perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa seseorang,
darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu.Akhlak
meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan.Akhlak meliputi
hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam bentuk ritual keagamaan dan
berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan juga sifat serta sikap yang
terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta). Bagi seorang muslim, akhlak yang
terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW karena sifat-sifat dan
perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan
uswatun hasanah (contoh teladan) terbaik bagi seluruh kaum Muslimin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Madzmumah

Ø Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang
artinya perangai, budi, tabiat dan adab.Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau
Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang
Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara;
yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan
kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti
pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan
agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan,
berbicara benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan
tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah
seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila
akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu". Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang
diridai oleh Allah SWT, akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita
kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua
larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk
mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran
110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang
makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki,
sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati
yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi
orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya
sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia
samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah
Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang Artinya : “Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).” (Q.S. Ar-Ruum: 41).
Ø Pengertian Akhlak Madzmumah (Tercela)
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan
RasulNya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka,
khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah,
fasik, dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur,
hasad, dendam, giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar
(seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf, tabdzir.
“Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak
iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.”
Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak
mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong,
menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub, mengadu
domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusakalam.Demikianlah
antara lain macam-macam akhlak madzmumah. Akhlak mahmudah memberikan manfaat bagi
diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak madzmumah merugikan diri sendiri dan orang
lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat 4-6, Yang artinya :“Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka
ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).Kecuali yang beriman dan beramal shalih,
mereka mendapat pahala yang tidak ada putusnya.”

I. Takabur atau (sombong)


Ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain.
Pendek kata merasa dirinya lebih hebat. Sifat takabur ini harus benar-benar
dihilangkan, baik yang batin maupun yang lahir. Yang lahir itu dalam bentuk perkataan,
perbuatan maupun tingkah laku. Karena disamping itu takabur ini menjadi penghalang
untuk masuk ke Surga, ternyata kesombongan, kecongkakan, merasa diri tinggi dan
megah adalah termasuk hal-hal yang amat merusakkan, baik kepada jiwa, akhlak, dan
agama.
Dalam Al-quran dan al hadist banyak disebutkan ancaman dan celaan terhadap sifat
takabur, antara lain:
Firman Allah, dalam surat Al-A’raf ayat 146: Artinya:
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. [3][10]
II. Dengki
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk
orang lain. Dengki ialah membenci nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada orang
lain dengan keinginan agar nikmat orang lain terhapus. Maka tiadalah berguna amal
baik orang yang dengki, sebab dengki merusakkan amal kebaikan, sama halnya
seperti api memakan kayu. [1][11]
Hadist tentang dengki mendengki, benci membenci, dan sindir menyindir, dan tegur
sapa,yaitu
‫عنه هللا رضي مالك بن انس حديث‬: ‫غضوا تبا لما قال وسلم عليه هللا صلى هللا رسول ان‬
‫ثالث فوق اخاه يهجر ان لمسلم يحل ولما اخوانا دهللا عبا وكونوا بروا تدا ولما سدوا تحا ولما‬

Artinya:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a Dia telah berkata: Sesungguhnya Rosulullah SAW
telah bersabda: “ janganlah kamu saling benci membenci, dengki mendengki dan
sindir menyindir. Jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim haram memutuskan (tidak bertegur sapa karena marah) saudaranya
lebih dari 3 hari.[2][12].
III. ‘Ananiya
‘Ananiyah yaitu sikap mementingkan diri sendiri. Dapat pula diartikan dengan egois atau ingin
menang sendiri karena kedua sikap itu memiliki kesamaan, yakni sikap individualistik.
Manusia adalah makhluk sosial (zone poloticon) yang sepanjang hidupnya sangat membutuhkan
bantuan orang lain, untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu sifat ‘ananiyah
sangat tidak pantas dimiliki oleh manusia, sebab hal ini bertentangan dengan naluri manusia itu
sendiri. Sikap perilaku ‘aniyah atau mementingkan diri sendiri, merupakan sikap yang tidak terpuji.
Selain itu, dapat menimbulkan akibat negatif bagi pelakunya, diantara dampak dari sifat ini yaitu :
a. Dibenci banyak orang karena didunia ini tidak ada seorangpun yang suka terhadap perbuatan
yang mementingkan dirinya sendiri.
b. tidak akan mendapatkan banyak teman karena semua orang akan meninggalkannya.
c. Mendatangkan banyak musuh tanpa disadarinya.
IV. Dusta
Sifat dan sikap dusta atau curang ini jelas termasuk sifat atau akhlak madzmumah
atau akhlak tercela, dimana apabila sifat dusta ini akan membawa kepada bahaya,
bencana, dan kerusakan, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dusta dapat juga
menghancurkan keimanan dan juga menjadi pusat segala kejahatan.
Di dalam al-quran banyak ayat-ayat yang mencela sifat dusta, antara lain:
Firman Allah dalam Q. S. An- Nahl:105

Artinya: sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan , hanyalah orang-orang


yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang pendusta.
(Q. S. An-nahl : 105)[6][4]
Sabda Nabi SAW:
‫نينة طماء الصدق فان مااليريبك الى مايريبك دع‬، ‫]الترمذى رواه[ ريبه والكذب‬

Artinya: Tinggalkanlah apa yang kau ragu-ragukan kepada apa yang tidak engkau
ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada ketenanangan, dan dusta
itu menimbulkan keragu-raguan.
V. Ghadab
GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”.
Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah
seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang
dilarang Allah dan RasulNya. Tentang hal ini Rasulallah bersabda:

“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah


berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu
mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”.
(HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah negative dan marah positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”?
Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan
demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah
kemarahannya masuk kategori positif atau negatif.
Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat
menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah
ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya
yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya
yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang
diperbolehkan Allah dan RasulNya.
Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah
negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi, marah positif adalah
marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena
syaitan (ghodhobus syaitan).
Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali
bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik
muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah
karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. marah kepada kaumnya
yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga
saat kaumnya diajak menyembah Allah SWT, mereka memperolok-olokkan ajakan
Nabi Hud as. Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami
(kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang
biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami
jikalau kamu temasuk orang-orangyangbenar”.
Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al
Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan
dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
VI. Ghibah
Adalah menyebut atau memperkatakan seseorang dengan apa yang dibencinya,
antara lain disebabkan karena dengki, mencari muka, berolok-olok, mengada-
ngadakan. [10][16] Para Ulama sepakat bahwa ghibah (menggunjing) merupakan
perbuatan yang diharamkan bagi setiap muslim. Hal ini dengan tegas disebutkan
didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah berfirman dalam surat Al-hujurat : 12
Artinya:
Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
penyayang.
Pada ayat diatas, Allah melarang ghibah. Ghibah adalah membicarakan saudara Anda
berkaitan dengan hal-hal yang tidak disukainya (jika diketahui orang lain).
Hadist tentang ghibah.
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: “ Barang siapa ynag beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam.
(Muttafaq ‘alaih)
Hadist ini dengan jelas menerangkan bahwa seseorang seharusnya membatasi
pembicaraan pada yang baik saja, yaitu hal-hal yang sudah jelas kemashlahatannya.
Akan tetapi apabila ia masih meragukan kemaslahatannya tersebut, maka hendaklah
ia mengambil sikap diam.[11][17]
BAB III

KESIMPULAN
Secara bahasa akhlak dapat diartikan dengan budi pekerti, watak, tabiat, dan dal;am bahasa sehari-
hari ditemukan pula istilah etika maupun moral, yang diartikan sama dengan akhlak.
Akhlak menurut istilah bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh
karenanya dapatlah disebut bahwa akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah
(sesuatu yang abstrak), dan bentuknya yang kelihatan dinamakan mu’amalah (tindakan) atau suluk
(perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.
Akhlak madzmumah adalah segala macam sifat dan tingkah laku yang tercela.
Adapun yang termasuk akhlak madzmumah, antara lain: munafik,syirik,dengki,hasud, kikir,
sombong, dll.

PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya dalam penyusunan
makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu dibenahi. Oleh karena itu
saran dan kritik guna memnperbaiki karya ini sangat kami harapkan.
Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Вам также может понравиться