Вы находитесь на странице: 1из 11

POTENSI BENCANA PADA WILAYAH MALUKU

Kepulauan Maluku terdiri dari dua Provinsi, yaitu Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
Keseluruhan pulau-pulau yang membentuk gugus Maluku Utara berjumlah 395 pulau besar dan
pulau kecil. Dari ratusan jumlah pulau tersebut, hanya 69 pulau yang sudah dihuni, sisanya
sebanyak 331 pulau merupakan pulau kosong tidak berpenghuni. Sebagian pulau besar yang cukup
terkenal adalah Pulau Halmahera, Pulau Cibi, Pulau Talabu, Pulau Bacan, Pulau Morotai,Pulau
Ternate, dll.

Sedangkan gugus Pulau Maluku terbentuk oleh kurang lebih 559 pulau dengan luas wilayah sekitar
581.376 km2. Terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku
Tenggara, Maluku Tengah, Pulau Buru, dan Kota Ambon. Ditilik secara geografis, rangkaian
pulau-pulau yang membentuk Maluku adalah akibat aktivitas seismik jutaan tahun lalu.
Topografisnya yang sebagian besar-besar bergunung-gunung dan berbukit-bukit menambah
eksotis tampilan Kepulauan Maluku. Namun dibalik eksotisnya jejeran bentangan alam tersebut,
Maluku pun memiliki potensi serupa dengan Papua terkait risiko bencana alam.

TANAH LONGSOR

Tanah longsor merupakan gejala alam untuk mencapai kondisi kestabilan kawasan. Seperti halnya
banjir, sebenarnya gerakan tanah merupakan bencana alam yang dapat diramalkan kedatangannya,
karena berhubungan dengan besar curah hujan. Dan lagi, secara alamiah telah nampak, bahwa
suatu kawasan memiliki tatanan geologis lebih mudah longsor dibanding daerah lain. Batuan yang
mudah desintegrasi, pola patahan batuan, perlapisan batuan, ketebalan tanah lapuk, kemiringan
curam, kandungan air tinggi dan getaran gempa merupakan sifat geologis yang mempengaruhi
proses longsoran, manusia dapat sebagai faktor pemacu proses longsoran, misalnya secara sengaja
melakukan penambahan beban, penambahan kadar air, penambahan sudut lereng. Karena faktor
kadar air merupakan hal yang cukup dominan, maka longsor sering terjadi di musim hujan.
Kawasan Temanggung Utara, Wangon, Wonosobo, Sukabumi, Sumedang, Padalarang, Bogor
merupakan daerah potensi di Jawa. Daerah potensi longsor pada umumnya merupakan daerah di
tepi pegunungan terjal.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebaran potensi tanah longsor Provinsi Maluku dan Maluku
Utara pada umumnya yang tersebar di bagian tengah pada daerah perbukitan dan pegunungan yang
memiliki karakteristik berlereng terjal dengan karakteristik penggunaan tanah lebih didominasi
oleh penggunaan tanah pertambangan, tanah terbuka, pemukiman, transmigrasi dan airport.
Berikut diperlihatkan distribusi Potensi Tanah Longsor yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga)
kelas potensi, yaitu; Rendah, Sedang dan Tinggi dengan potensi total berkisar antara 21 s/d 28 %
dari masing-masing luas total Provinsinya (Lihat Tabel Berikut dan Peta 8-Potensi Tanah Longsor).
Pada tingkat klasifikasi Sedang merupakan persentase tertinggi yang berada di 3 (tiga) provinsi,
yaitu; Maluku Utara, Maluku dan Irian Jaya Barat. Sedangkan untuk Provinsi Papua, tingkat
potensi Tinggi merupakan persentase tertinggi yang terdistribusi pada daerah pegunungan tengah.
BANJIR

Meningkatnya banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia, sering dikaitkan dengan
pembabatan hutan di kawasan hulu dari sistim daerah aliran sungai (DAS). Banjir, sebenarnya
merupakan bencana alam paling dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan besar
curah hujan. Secara klasik, walaupun tidak tepat betul, yang dituduh sebagai biang keladi banjir
adalah petani, yang menebang hutan di bagian hulu DAS. Penebangan dan pengelolaan hutan yang
terbatas, tidak begitu saja dapat mempengaruhi sistim pengaturan air maupun pembudidayaan
hutan menjadi ladang, lahan pertanian atau pemukiman. Apalagi jika disertai dengan pemadatan
tanah dan erosi yang berat. Penebangan hutan dan pemadatan tanah tidak memberikan kesempatan
air hujan untuk meresap ke tanah. Sebagian besar menjadi aliran permukaan dengan pelumpuran.
Apalagi didukung oleh sungai yang semakin dangkal dan menyempit, bantaran sungai yang penuh
dengan penghuni, serta penyumbatan saluran air. Padahal, sekali kawasan terkena banjir,
berikutnya akan mudah banjir lagi. Karena pori permukaan tanah tertutup sehingga air sama sekali
tidak dapat meresap. Banjir umumnya terjadi di dataran, hilir dari suatu DAS yang memiliki pola
aliran rapat. Dataran yang menjadi langganan banjir umumnya memiliki kepadatan pendudukan
tinggi. Secara geologis, berupa lembah atau bentuk cekungan bumi lainnya dengan porositas
rendah. Umumnya berupa delta maupun alluvial. Selain pantai utara Jawa, dataran Bengawan Solo,
dataran Sungai Citarum dan Sungai Brantas, Tinggi Bandung, dataran Sumatera Utara, Kalimantan
Timur, merupakan kawasan potensi banjir. Untuk mengetahui pontensi banjir pada suatu wilayah,
unit analisis yang digunakan adalah dalam satuan DAS (Daerah Aliran Sungai), sehingga
diperlukan suatu pemodelan spasial hidrologi dalam menentukan batas-batas DAS tersebut.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah satuan wilayah berupa sistem lahan dengan tutupan
vegetasinya yang dibatasi oleh batas-batas topografi alami (seperti punggung-punggung bukit)
yang menerima curah hujan sebagai masukan DAS, mengumpulkan dan menyimpan air, sedimen
dan unsur hara lain, serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai untuk akhirnya keluar melalui
satu sungai utama ke laut atau ke danau (Pawitan, 2001).

Berikut diperlihatkan distribusi Potensi Banjir yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas potensi,
yaitu: Rendah, Sedang dan Tinggi dengan potensi total berkisar antara 56 s/d 76 % dari
masingmasing luas total Provinsinya (Lihat Tabel Berikut dan Peta berikut ini). Pada tingkat
klasifikasi Rendah merupakan persentase tertinggi terdapat pada provinsi : Maluku Utara dan
Maluku. Klasifikasi Potensi Rendah ini menggambarkan tingkat potensi banjir yang sangat sedikit
dan bahkan dalam kondisi yang bisa dikatakan mendekati Tidak Berpotensi.
TSUNAMI

Tsunami (gelombang pasang) umumnya menerjang pantai landai. Asal-usul kejadiannya dapat
dihubungkan dengan adanya tektonik (selanjutnya disebut gempa) dan letusan gunung api.
Tsunami yang berhubungan dengan gempa dan letusan gunung api merupakan bencana alam lain
yang kedatangannya tidak dapat diramal. Gempa-gempa dalam, umumnya tidak berpotensi
langsung terhadap terjadinya tsunami. Gempa yang berpengaruh langsung menimbulkan tsunami
umumnya merupakan gempa dangkal. Umumnya, gempa hanya bertindak sebagai pemicu
munculnya terjadinya sobekan patahan-patahan. Tsunami ditimbulkan oleh adanya deformasi
(perubahan bentuk) pada dasar lautan, terutama perubahan permukaan dasar lautan dalam arah
vertikal. Perubahan pada dasar lautan tersebut akan diikuti dengan perubahan permukaan lautan,
yang mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak tersebar ke seluruh
penjuru mata-angin. Kecepatan rambat penjalaran tsunami di sumbernya bisa mencapai ratusan
hingga ribuan km/jam, dan berkurang pada saat menuju pantai, dimana kedalaman laut semakin
dangkal. Walaupun tinggi gelombang tsunami di sumbernya kurang dari satu meter, tetapi pada
saat menghempas pantai, tinggi gelombang tsunami bisa mencapai lebih dari 5 meter. Hal ini
disebabkan berkurangnya kecepatan merambat gelombang tsunami karena semakin dangkalnya
kedalaman laut menuju pantai, tetapi tinggi gelombangnya menjadi lebih besar, karena harus
sesuai dengan hukum kekekalan energi. Penelitian menunjukkan bahwa tsunami dapat timbul bila
kondisi tersebut di bawah ini terpenuhi :

 Gempabumi dengan pusat di tengah lautan

 Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter

 Gempabumi dengan pusat gempa dangkal, kurang dari 33 Km

 Gempa bumi dengan pola mekanisme dominan adalah sesar naik atau sesar turun

 Lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam (kolom air dalam).

 Morfologi (bentuk) pantai biasanya pantai terbuka dan landai atau berbentuk teluk.
garis pantai yang terkena dampak tsunami pada wilayah penelitian. Seperti diperlihatkan berikut
ini.

Dengan perhitungan panjang segmen garis pantai yang terkena tsunami tersebut adalah sebagai
berikut:

 Propinsi Maluku: 5.947 Km

 Propinsi Maluku Utara: 6.782 Km

Dampak dari gelombang tsunami yang menghantam pantai akan membuat wilayah-wilayah
genangan di daratan, terutama daerah-daerah yang dekat dengan pantai. Wilayah-wilayah
genangan tersebut dapat dipetakan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan di atas. Secara umum,
elevasi menjadi variabel utama dalam memetakan wilayah genangan tersebut. Hasil dari
pengregionan wilayah genangan tersebut dapat diperlihatkan pada peta berikut ini
Sedangkan tingkat bahaya yang terjadi pada wilayah genangan tersebut dikelompokkan ke dalam
3 (tiga) kelas, yaitu; Rendah – Sedang – Tinggi, seperti terlihat pada peta berikut ini.
Luas dan persentase tingkat bahaya genangan terhadap luas Provinsi maluku dan maluku utara
tersebut diperlihatkan pada table berikut ini.
GEMPA BUMI

Gempa bumi adalah getaran di permukaan bumi/tanah yang terjadi karena pelepasan energi secara
tiba-tiba oleh batuan yang berada di bawah permukaan atau seperti diterangkan di atas karena
batuan mengalami pematahan atau pensesaran. Gempa bumi dengan magnitude cukup besar (mb
> 5,9 skala Richter) mampu merusakkan bangunan. Gempa bumi bisa merusak melalui dua cara,
yaitu langsung dari getarannya yang memberikan efek gaya horisontal, dan secara tidak langsung
melalui liquefaction (Chandler, 1977). Magnitudo/besaran gempa bumi adalah energi yang
dilepaskan saat gempa bumi, biasanya diukur dari rekaman gelombang seismik. Skala Richter
dipergunakan untuk menentukan besaran gempa menengah yang episentrumnya kurang/sama
dengan 100 km dari seismograf (ML). Semakin besar magnitudo gempa bumi, semakin luas dan
semakin lama orang merasakannya.

Ada tiga kelompok pembagian gempa bumi yang lazim kita kenal, yaitu; Gempa tektonik, yaitu
yang berkaitan erat dengan pembentukan patahan (fault), sebagai akibat langsung dari tumbukan
antar lempeng pembentuk kulit bumi. Gempa vulkanik, yaitu gempa berkaitan dengan aktivitas
gunung api. Terban yang muncul akibat longsoran / terban dan merupakan gempa kecil. Kekuatan
gempa mungkin sangat kecil sehingga yang muncul tidak terasa, berupa tremor dan hanya
terdeteksi oleh seismograf. Patahan-patahan besar juga merupakan penyebab gempa yang dahsyat.
Misalnya patahan Semangko yang membujur membelah pulau Sumatera, patahan tersebut
merupakan zona lemah yang mudah oleh gempa tektonik. Pusat gempa sendiri begitu banyak dan
mengerombol. Menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi bencana gempa.

wilayah Maluku, Potensi dengan tingkat bahaya Sangat Tinggi berada di Provinsi Maluku,
terutama di Kabupaten Seram Bagian Barat dan sebagian besar Maluku Tengah. Dapat dilihat
Tabel berikut ini.
Berdasar pada sumber Laporan Akhir Kementerian Lingkungan Hidup, potensi bencana gempa
bumi menjadi risiko mematikan paling besar yang mengancam kepulauan Maluku. Gempa
tektonik berpeluang besar terjadi di wilayah ini. Banyak patahan yang tersebar akibat proses
subduksi lempeng Pasifik dan Indo-Australia, di antaranya adalah patahan Seram, Talaud Trench,
Philipine Trench, dan Java Trench.

Kementerian Lingkungan Hidup dalam catatannya menyebutkan bahwa jalur tabrakan lempeng
benua Australia, Eurasia, dan Pasifik dari Timor menerus dan melengkung berlawanan arah jarum
jam melingkari Laut Maluku. Di jalur patahan ini, dalam seratus tahun terakhir telah banyak terjadi
gempa berpotensi tsunami dengan kekuatan di atas 7.5 skala richter.

Dilihat lebih jauh lagi, catatan kebencanaan masa lampau maluku menyebutkan bahwa pada tahun
1674, Pulau Buru dan Pulau Seram pernah diguncang oleh gempa super dahsyat dengan ketinggian
gelombang tsunami mencapai puluhan meter. menunjukkan bahwa potensi tingkat bahaya sangat
tinggi berada di Provinsi Maluku terutama di Kabupaten Seram Bagian Barat dan sebagian besar
Maluku Tengah.

Total 3.1 juta hektare wilayah analisis risiko bencana gempa bumi Provinsi Maluku Utara
menunjukkan data sejumlah 2.7 juta hektare berpotensi sedang risiko bencana gempa bumi.
Sedangkan sisanya yaitu 321 ribu hektare berpotensi tinggi.

Lalu dari total 4.6 juta hektare unit analisis risiko gempa bumi di Provinsi Maluku, menunjukkan
data sejumlah 1.9 juta atau 42% wilayahnya memiliki potensi tinggi risiko bencana gempa bumi.
Lalu 983 ribu hektare atau 21.33 % wilayah memiliki potensi sangat tinggi terjadi bencana gempa
bumi. Sisanya berada dalam tingkat baya sedang dan rendah. (ijal)

Dapat dilihat dari peta berikut untuk mengetahui Tingkat Bahaya Kegempaan yang ditumpang
tindihkan dengan administrasi Kabupaten.

Вам также может понравиться