Вы находитесь на странице: 1из 6

NAMA : JELITA

NIM : G 701 15 102


KELAS :A
KIMIA MEDISINAL

Soal
1. Carilah senyawa obat yang memiliki aktivitas dalam bentuk terionkan dan tidak terionkan!
2. Bagaimana Aktivitas senyawa obat dengan reseptornya ?

Jawaban
1. amin aromatik (ArNH2), aminopirin, asetanilid, kafein dari kuinin
Suatu obat yang bersifat basa lemah, seperti amin aromatik (ArNH2), aminopirin,
asetanilid, kafein dari kuinin, bila diberikan melalui oral dalam lambung yang bersifat
asam (pH 1-3,5), sebagian besar akan menjadi bentuk ion (Ar-NH3), yang mempunyai
kelarutan dalam lemak sangat kecil sehingga sukar menembus membran lambung. Bentuk
ion tersebut kemudian masuk ke usus halus yang bersifat agak basa (pH 5-8), dan berubah
menjadi bentuk tidak terionisasi (Ar-NH2). Bentuk ini mempunyai kelarutan dalam lemak
besar sehingga mudah terdofusi menembus membran usus.

Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate


Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate adalah turunan pirilidon
yang memiliki \ aktivitas sebagai agen vasodilator yang digunakan dalam pengobatan
penyakit pembuluh darah otak dan perifer.
Pada pemberian secara oral, Buflomedil dan Buflomedil Pyridoxal Phosphate yang
merupakan basa lemah akan terionisasi dalam lambung yang memiliki pH asam. Oleh
karena itu, obat ini dipasaran diberikan dalam bentuk garamnya, yaitu Buflomedil HCl.
Buflomedil HCl sendiri merupakan garam dari Buflomedil. Penggaraman ini penting
untuk zat aktif yang terionkan dalam saluran cerna. Dalam hal ini, kelarutan zat aktif dalam
saluran cerna akan berubah bila terjadi perubahan keasaman saat zat aktif melewati
lambung menuju usus Untuk dapat memberikan efek, obat yang diberikan secara oral
diharapkan terabsorbsi di usus halus yang memiliki pH basa. Buflomedil dan Buflomedil
Pyridoxal Phosphate memiliki pKa yang tinggi sehingga dalam usus yang pH-nya 8,0
keduanya akan terionkan,
Struktur
1. Buflomedil (4-(pyrrolidin-1-yl)-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-one)

2. Buflomedil HCl (4-pyrrolidin-1-yl-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-one


hydrochloride)

3. Buflomedil Pyridoxal Phosphate ( ( 4-Formyl-5-hydroxy-6-methylpyridin-3-yl


)methyl dihydrogen phosphate 4-pyrrolidin-1-yl-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-
one)

Debrisoquine, Guanoxan, dan Bethanidine


Debrisoquine dan senyawa obat turunannya yang lain akan diserap pada usus halus
dimana pH usus halus lebih bersifat basa yaitu antara 7-8. Obat dengan pKa tinggi dalam
usus akan lebih berada dalam bentuk tak terionkan sehingga akan lebih mudah mengalami
transport transmembran dan diabsorpsi lebih banyak. Dalam kasus ini, debrisoquine,
guanoxan, dan bethanidine memiliki pKa berturut-turut yaitu 11,9 ; 12,3 ; dan 12, dimana
ketiga senyawa tersebut berupa basa lemah. Ketiga obat tersebut didalam lambung yang
pH nya 1-3 akan berada dalam bentuk terionkan sehingga akan susah diabsorpsi dalam
lambung karena kelarutan dalam lemak rendah sehingga sukar menembus membrane
lambung. Lain halnya ketika ketiga obat ini berada dalam usus yang memiliki pH berkisar
7 - 8, dalam usus ketiga obat ini akan berada dalam bentuk tak terionkan (bebas) sehingga
absorpsi ketiga obat ini dalam usus akan meningkat karena kelarutan dalam lemak besar
sehingga mudah menembus membran usus. Dimana pH usus halus yang digunakan adalah
8 dan pka dari ketiga obat rata-rata adalah 12.
Ciprofibrate, Bezafibrate, dan Clofibrate
Ciprofibrate, turunan asam fibric, adalah obat pengatur lipid pada plasma lipid dengan
aktivitasnya mirip dengan bezafibrate.
Ciprofibrate dan senyawa obat turunan asam fibric akan diserap pada usus halus
dimana pH usus halus lebih bersifat basa yaitu antara 7-8. Obat dengan pKa tinggi dalam
usus akan lebih berada dalam bentuk tak terionkan sehingga akan lebih mudah mengalami
transport transmembran dan diabsorpsi lebih banyak. Pada Ciprofibrate memiliki pKa
yaitu 3,31; bezafibrate memiliki nilai pKa 3,6 dan clofibrate mempunyai nilai pKa 3,0
dimana ketiga senyawa ini berupa asam lemah. Ketika berada dalam usus, ketiga obat ini
akan berada dalam bentuk terionkan sehingga absopsi obat ini dalam usus akan menjadi
minimal. Lain halnya ketika obat ini berada dalam lambung, dimana lambung memiliki
pH berkisar 1,5 - 7,0, dalam lambung ketiga obat ini akan berada dalam bentuk tak
terionkan sehingga absorpsi kedua obat ini dalam lambung akan meningkat.

Struktur

Acenocoumarol, Warfarin, dan Phenindione


Obat antikoagulan oral yang umumnya bersifat asam lemah diharapkan akan diabsorpsi
di lambung yang memiliki pH asam (1-3,5), sehingga dengan pKa yang rendah, obat akan
berada dalam bentuk tak terionkan (bentuk bebas) lebih banyak dibandingkan obat yang
berada dalam bentuk terionkan. Obat dengan bentuk non ion (bebas) memiliki kelarutan
dalam lemak yang besar, sehingga mudah menembus membran lambung dan dengan
demikian akan lebih mudah untuk diabsorpsi dan dihantarkan menuju ke tempat target
(reseptor). Oleh karena itu aktivitas farmakologi suatu obat dapat ditentukan berdasarkan
fraksi obat bebasnya. Namun dalam hal ini perbedaan nilai pKa dari ketiga obat tersebut
tidak terlalu besar. Phenindione memiliki nilai pKa terendah (pKa= 4,1) dibandingkan
acenocoumarol (pKa= 4,7) dan warfarin (pKa= 5). Namun absorpsi suatu obat tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor derajat ionisasi dari obat tersebut. Struktur kimia obat juga
mempengaruhi laju absorpsi dari suatu obat. Senyawa yang memiliki atom C dengan
jumlah yang besar akan semakin bersifat lipofilik, sehingga mudah untuk menembus
membran lambung melalui transpor transmembran. Dalam hal ini senyawa yang memiliki
jumlah atom C terbesar adalah warfarin dan acenocoumarol yakni sebanyak 19 atom
dibandingkan dengan phenindione dengan jumlah 15 atom C. Tetapi adanya gugus NO2
menyebabkan acenocoumarol bersifat lebih hidrofilik dibandingkan kedua senyawa
lainnya. Data koefisien partisi ketiga senyawa juga menunjukkan bahwa acenocoumarol
memiliki nilai koefisien partisi yang paling rendah. Adapun nilai koefisien partisi dari
ketiga senyawa tersebut berturut-turut yaitu phenindione (2,9) ; warfarin (2,6) dan
acenocoumarol (2,0). Rendahnya koefisien partisi menunjukkan rendahnya daya larut
senyawa tersebut dalam lemak, sehingga kemampuan menembus membran biologis
lambung menjadi rendah, dan akibatnya senyawa tersebut sulit untuk diabsorpsi. Oleh
karena itu berdasarkan struktur kimia, derajat ionisasi dan koefisien partisi dari ketiga
senyawa maka urutan senyawa dari yang paling mudah diabsorpsi hingga yang paling sulit
diabsorpsi adalah warfarin, phenindione, dan acenocoumarol. Kemudahan absorpsi dari
warfarin dibandingkan senyawa lainnya juga ditunjukkan dengan tingginya persentase
absorpsi warfarin yakni 57-84 % dibandingkan acenocoumarol dengan persentase absorpsi
sebesar 40-50%, sedangkan data % absorpsi phenidione belum diketahui. Oleh karena itu
dalam hal ini warfarin merupakan obat yang paling mudah diabsorpsi sehingga
meningkatkan laju obat tersebut untuk mencapai reseptor dan selanjutnya menimbulkan
efek antikoagulan.
Struktur
Acenocoumarol, Warfarin, dan Phenindione

Alfentanil, Remifentanil dan diamorfin hidroklorida


Carfentanil sitrat adalah turunan dari senyawa fenilpiperidin yang termasuk dalam
golongan analgesik kuat. Obat ini biasanya digunakan pada pasien sebelum operasi dan
sebagainya. Carfentanil sitrat terutama bekerja sebagai agonis reseptor μ. Seperti Morfin
yang juga menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, depresi nafas dan efek sentral lain.
Efek analgesik Carfentanil sitrat mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan
mencapai puncak dalam 2 jam.
Ketiga obat diatas, akan diabsorbsi di usus halus yang memiliki pH basa (± pH 8),
sehingga dengan pKa yang tinggi, obat akan berada lebih banyak dalam bentuk tak
terionkan (bentuk bebas) daripada bentuk terionkan. Dengan demikian, bentuk bebas akan
lebih mudah diabsorbsi dan dihantarkan menuju tempat target. Dalam hal ini, diamorfin
hidroklorida memiliki nilai pKa tertinggi sehingga senyawa ini paling mudah diabsorbsi
untuk selanjutnya menimbulkan efek analgesik.

Struktur
Alfentanil, Remifentanil dan diamorfin hidroklorida

2. Aktivitas obat terhadap reseptornya.


Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate
Ketiga senyawa vasodilator tersebut (Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil
Pyridoxal Phosphate) sama-sama bekerja pada reseptor alphaadrenergic namun tidak
selektif antara α1 maupun α2.. Namun, ketiga senyawa tersebut memiliki efektivitas
sebagai vasodilator yang berbeda-beda dan hal ini disebabkan oleh perbedaan afinitas dan
aktivitas intrinsik yang dimiliki oleh masingmasing senyawa. Senyawa dengan afinitas
yang tinggi akan dapat berikatan dengan sisi aktif reseptor dengan lebih kuat daripada
senyawa dengan afinitas yang lebih rendah. Obat dengan afinitas yang tinggi akan
memberikan efek farmakologis yang lebih lama. Namun afinitas yang terlalu tinggi dapat
berpengaruh pada toksisitas dari suatu senyawa. Beberapa efek toksik yang ditimbulkan
diantaranya menyebabkan gangguan pencernaan, sakit kepala, vertigo, sinkop, ruam,
pruritus, dan parestesia.
Turunan Amonium Kuartener
Kecepatan absorpsi obat yang mudah terionkan, seperti turunan amonium kuartener
dalam epitel usus lebih lambat dibandingkan molekul yang tidak bermuatan dan
kecepatannya makin lama makin menurun. Hal ini disebabkan obat berinteraksi dengan
gugus karboksilat atau sulfonat yang terdapat pada mukosa usus, membentuk senyawa
kompleks yang sukar diabsorpsi.
Bila trimetilen-bis(trimetilamonium) diklorida yang relatif tidak aktif diberikan secara
oral bersama-sama dengan IN 292, suatu senyawa biskuartener yang aktif sebagai
antihipertensi, akan terjadi potensiasi dan efek penurunan tekanan darahnya meningkat.
Diduga hal ini disebabkan senyawa amonium kuartener yang tidak aktif berkompetisi
dengan amonium kuartener aktif pada mukosa sisi pengikatan sehingga absorpsi molekul
aktif meningkat. Bila keduanya diberikan bersama-sama secara intravena, tidak terjadi
efek potensiasi.

Tetrasiklin dengan Simitidin


Simitidin adalah obat H2 blocker dimana dia akan mengikat reseptor H2 didalam
lambung sehingga produksi asam dalam lambung berkurang. Akibatnya, pH lambung
menjadi lebih basa/pH tinggi (tidak asam) daripada normalnya. pH yang tinggi ini
menyebabkan tetrasiklin yang bersifat asam menjadi bentuk terionnya yang lebih banyak
daripada molekulnya. Akibatnya obat yang terabsorbsi lebih sedikit. Dampak dari absorbsi
yang sedikit tersebut, kadar obat dalam darah menjadi sedikit dan efeknya tidak mampu
membunuh bakteri (karena tetarasiklin merupakan antibiotik). Kegagalan yang lebih
berbahanya adalah terjadinya efek resistensi dari bakteri.

Вам также может понравиться