Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan pola penyakit tanpa di sadari telah memberikan
pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemologi, dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular. Menurut WHO
(World Health Organization), pada tahun 2005 proporsi kesakitan dan
kematian di dunia yang di sebabkan oleh penyakit tidak menular
sebesar 47% kesakitan dan 54% kematian, dan di perkirakan pada
tahun 2020 proporsi kesakitan ini akan meningkat menjadi 60% dan
proporsi kematian menjadi 73%. Menurut WHO, pada tahun 2008
terdapat 57 juta kematian di dunia, dimana Proportional Mortality
Rate (PMR) penyakit tidak menular di dunia adalah sebesar 36 juta
(63%) (WHO, 2011). Angka penyakit tidak menular juga terus
mengalami peningkatan adalah Gagal Ginjal Kronik (GGK) (Bustan,
2015).
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal
progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan
terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki, 2012). The United states
Renal Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang
dirawat karena end stage renal disease (ERDS) atau gagal ginjal
kronis global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat
pertumbuhan 7%. Prevalensi gagal ginjal kronis terus mengalami
peningkatan, misalnya di Taiwan (2.990/1.000.000 penduduk), Jepang
(2.590/1.000.000 penduduk), dan Amerika Serikat (2.020/1.000.000
penduduk) (ESRD, 2012).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal
kronik (PGK) atau sering disebut juga dengan gagal ginjal kronik
(GGK) adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak
dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai

1
adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus
yang berlangsung selama 3 bulan (Black & Hawks, 2009). Sebanyak
10% dari populasi dunia terkena PGK, dan jutaan diantaranya
meninggal setiap tahun karena pengobatan yang tidak terjangkau
(World Kidney Day, 2015). Menurut studi Global Burned of Disease
tahun 2010, PGK menempati peringkat ke-27 dalam daftar penyebab
kematian diseluruh dunia pada tahun 1990, namun naik menjadi
peringkat ke-18 pada tahun 2010 (Jha et al., 2013). Lebih dari 2 juta
orang diseluruh dunia saat ini menerima pengobatan dengan dialisis
atau transplantasi ginjal untuk tetep hidup, namun angka ini mungkin
hanya mewakili 10% dari orang yang benar-benar membutuhkan
pengobatan untuk tetap hidup (Couser et al., 2011).
Tingginya prevalensi gagal ginjal kronis juga terjadi di
Indonesia, karena angka ini dari tahun ke tahun terus mengalami
kenaikan. Jumlah penderita gagal ginjal kronis di Indonesia pada
tahun 2011 tercatat 22.304 dengan 68,8% kasus baru dan pada tahun
2012 meningkat menjadi 28.782 dengan 68,1% kasus baru
(PERNEFRI, 2012). Menurut dara Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes)
tahun 2013, gagal ginjal kronik masuk dalam daftar 10 penyakit tidak
menular.
Prevalensi gagal ginjal di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi
pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun
(0,4%), dan umur 55-57 tahun (0,5%) dan tertinggi pada kelompok
umur >75 tahun (0,6%). Prevalensi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga
provinsi yaitu provinsi Sulawesi Tengah yitu 0,5% kemudian provinsi
Aceh, Sulawesi Utara, Gorontalo yaitu 0,4% dan kemudian provinsi
Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Banten yaitu sebesar
0,3% (Riskesdas, 2013).
Prevalensi gagal ginjal tertinggi provinsi Jawa Tengah adalah
Kabupaten Klaten 0,7% (Kemenkes,2013). Di kota Surakarta,
prevalensi gagal ginjal kronis sebesar 0,0%, sedangkan prevalensi

2
pada kelompok usia 15-24 tahun (0,0%), 25-34 tahun (0,1%), 35-44
tahun (0,3%), 45-54 tahun (0,4%), 55-64 tahun (0,4%), 65-74 tahun
(0,4%), 75+ tahun (0,6%).
Gagal ginjal kronis semakin banyak menyerang pada usia
dewasa muda. Hal ini di karenakan pola hidup tidak sehat seperti
banyaknya yang mengkonsumsi makanan cepat saji, kesibukan yang
membuat stres, duduk seharian di kantor, sering minum kopi,
minuman berenergi, jarang mengkonsumsi air putih. Kebiasaan kurang
baik tersebut menjadi faktor resiko kerusakan pada ginjal (Dharma,
2015). Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR), Faktor resiko
gagal ginjal kronis yang banyak terjadi di usia dewasa muda antara
lain Diabetes Mellitus (DM), hipertensi, kebiasaan merokok dan
konsumsi minuman suplemen.
Penderita gagal ginjal kronik harus melakukan terapi
hemodialisa untuk memperpanjang usia harapan hidup. Kegiatan ini
akan berlangsung terus menerus sepanjang hidupnya (Smeltzer &
Bare, 2002), Oleh karena itu kebutuhan pasien pada stadium lanjut
suatu penyakit tidak hanya pemenuhan pengobatan gejala fisik, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan
spiritual yang di lakukan dengan pendekatan interdisiplin yang di
kenal sebagai perawatan paliatif (Dhina, 2015).
Perawatan paliatif ini dapat menggunakan intervensi dengan
psikologis (psychological intervention) berupa relaksasi spiritual.
Pemberian intervensi ini dilakukan dengan setting kelompok dan di
harapkan tercipta peer group support sesama penderita yang akan
meningkatkan motivasi mereka dalam beradaptasi terhadap
penyakitnya (menerima), sehingga mampu membangun mekanisme
koping yang efektif dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya
(Dhina, 2015).

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian CKD?
2. Apakah etiologi dari CKD?
3. Apakah faktor risiko dari CKD?
4. Apa patofisiologi dari CKD?
5. Bagaimana pathway dari CKD?
6. Bagaimana klasifikasi dari CKD?
7. Apa manifestasi dari CKD?
8. Apa pemeriksaan diagnostik dari CKD?
9. Bagaimana komplikasi CKD ?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari CKD?
11. Bagaimana konsep askep dari CKD?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian CKD
2. Mengetahui etiologi dari CKD
3. Mengetahui faktor risiko dari CKD
4. Mengetahui patofisiologi dari CKD
5. Mengetahui pathway dari CKD
6. Mengetahui klasifikasi dari CKD
7. Mengetahui manifestasi dari CKD
8. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari CKD
9. Mengetahui komplikasi CKD
10. Mengetahui penatalaksanaa dari CKD
11. Mengetahui konsep askep dari CKD

4
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin,
2014).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal
kronik (PGK) atau sering disebut juga dengan gagal ginjal kronik
(GGK) adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak
dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, dengan ditandai
adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus
yang berlangsung selama 3 bulan (Black & Hawks, 2009).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut
sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu
bahan yang biasanya di eliminasi di urin menumpuk dalam cairan
tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan
fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa
(Suharyanto & Madjid, 2009).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Chronic kidney
disease (CKD) adalah kondidi dimana fungsi ginjal mengalami
penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa
metabolisme tubuh dan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit di
dalam darah atau urin.

B. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif (Muttaqim, 2014).

5
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa di
sebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal.
1. Penyakit dari ginjal (Muttaqim, 2014).
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis
b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal: nefrolitiasis
d. Kista di ginjal: polcystis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/ striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal (Muttaqim, 2014)
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

C. Faktor Resiko
CKD memiliki beberapa faktor resiko, di mana faktor resiko tersebut
didefinisikan sebagai suatu pemicu yang dapat memperbesar dan
mempercepat proses dari suatu penyakit. Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (KDOQI, 2002) telah mengkategorikan faktor resiko
PGK antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Kerentanan
Meningkatkan kerentanan terhadap penyakit ginjal: usia yang lebih
tua, riwayat keluarga.
2. Faktor Inisiasi
Secara langsung menginusiasi penyakit ginjal: Diabetes, tekanan
darah tinggi, penyakit autoimun, infeksi sitemik, infeksi saluran

6
kemih, batu ginjal, obstruksi saluran kemih bagaian bawah, toksisitas
obat.
3. Faktor Progresi
Menyebabkan memburuknya penyakit ginjal dan penurunan fungsi
ginjal secara cepat setelah inisiasi penyakit ginjal: Kadar proteinuria
tinggi, tekanan darah yang lebih tinggi, kontrol glikemik yang buruk
pada pasien diabetes, merokok.

D. Patofisiologi
Secara ringkas patpfisiologi gagal ginjal kronis di mulai pada fase
awal gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta
penimbunan zat zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagaian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-
nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya,
serta mengalami hipertrofi (Muttaqim, 2014).
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron
tesebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan nefron-nefron yang ada untuk
meningkatan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-
nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan
berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan
beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan
memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan
semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan
nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan
manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan

7
dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang
memberikan banyak manifestasi pada setiap organ(Muttaqim,2014).

8
E. Pathway
Infeksi Vaskuler (HT, DM) Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Arteri sklerosis Tertimbun Refluks


antibodi dalam ginjal
Suplai darah ke hidronefrosis
ginjal menurun
Peningkatan tekanan Vaskulerisasi ginjal

Nefron rusak Iskemia Ginjal


GFR

CKD

Penurunan fungsi Peningkatan retensi Sekresi eritropoitin turun


ekskresi ginjal Na dan H2O
Produksi Hb turun
Sindrom uremia
Edema paru Kelebihan Oksihemoglobin
pruritus volume cairan
Gg. pertukaran Suplai O2
(Muttaqim, 2014) jaringan Gg. perfusi
Gg. Integritas kulit gas jaringan
Intorelansi aktivitas Kelelahan otot
9
F. Klasifikasi
Pembagaian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan
Bare (2001) dan Le Mone dan Burke (2000) adalah:
1. Stadium I
Stadium ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini
penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi glomerulus/glomeruler
Filtration rate (GFR) < 50% dari normal, bersihan kreatinin 32,3-130
ml/menit. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui
dengan memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih
dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25% dari
normal, kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar
protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nuktoria dan
poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah
3:1 atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal
biasanya lebih besar penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5%-25%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah naik, aktifitas penderita
terganggu.

10
3. Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul
karena 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000
nefron yang utuh, nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan
meningkat dengan mencolok dan kemih isosmosis. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeosis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh,
dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan
progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada
tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut (Muttaqim,
2014):
1) Penurunan gagal cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun
50% dari normal.
2) Insufiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35%
dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami
kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3) Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Semakin banyak nefron yang mati.
4) Gagal ginjal terminal, yamg terjadi apabila GFR menjadi kurang
dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus. (Muttaqin, 2014).

11
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2002), Smeltzer dan
Bare (2001), Le mone dan Burke (2000) dapat di lihat dari berbagai fungsi
system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal
jantung kongesif, perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi
pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen: gatal-gatal hebat (pruritus),
warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik
tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik,
ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar
(purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner, sputum
kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kusmaul, pneumonitis.
4. Gejala gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, parotitis dan stomatitis,
peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran
gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai
kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu
berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Mnifestasi pada system reproduktif: amenore, atropi testikuler,
impotensi, penurunan libido, kemandulan.
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas
trombosit, masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan
perdarahan.

12
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit,
peningkatan resiko infeksi
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi
berkemih, hematuria, proteinuria nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada system endokrin yaitu hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi: dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologi yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta
gangguan proses kognitif.

H. Pemeriksaan Diagnostik
(Muttaqim, 2014)
1. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bkar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein,
dan tes Klirens Kreatin yang menurun.
3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada GGK.
5. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.

13
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph
yang menurun, BE yang menurun, HC03 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal
ginjal.
Pemeriksaan Diagnotik lain (Muttaqim, 2014)
1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suaru obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati
asam urat.
3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat.
4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

14
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik menurut (Chris, 2007)
adalah sebagai berikut:
1. Komplikasi hematologis (anemia): anemia pada penyakit gagal ginjal
kronik di sebabkan oleh produksi eritropoietin yang tidak adekuat oleh
ginjal.
2. Penyakit vaskuler dan hipertensi: Penyakit vaskuler merupakan
penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Pada pasien yang
tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor
resiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit
ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air.
3. Dehidrasi: hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi
natrium dan air akibat hilangnya nefron.
4. Kulit: Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidisme sekunder
atau tersier serta dapat disebabkan oleh deposit kalsium fosfat pada
jaringan, Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia berat menyebabkan
pucat.
5. Gatrointestinal: ulkus peptikum, mual, muntah, anoreksi, dada seperti
terbakar.
6. Endokrin: Pada pria, gagal ginjal kronik menyebabkan kehilangan
libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Para
wanita sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan
infertilitas.
7. Neurologik dan psikiatrik: gagal ginjal yang tidak diobati dapat
menyebabkan kelelahan, kehilangan kesadaran, dan bahkan koma,
sering kali dengan tanda iritasi neurologis (mencakup tremor,
asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot dengan
mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperrefleksia, plantar ekstensor,
dan yang paling berat kejang).

15
8. Imunologis: Uremia menekan fungsi sebagain besar sel imun dan
dialisis dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan
tidak tepat.
9. Lipid: Hiperlipidemia sering terjadi terutama hipertrigliseridemia
akibat penurunan katabolisme trigliserida.
10. Penyakit jantung: Perikarditis dapat terjadi karena kadar ureum atau
fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat.
Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi.

J. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi menurut (Muttaqim, 2014) yaitu
sebagai berikut:
1. Dialisis.
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein,
dan natrium dapat di konsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat
adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EKG dan EEG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tujukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat di

16
atasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat
meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada insufiensi koroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-
lahan, jika diperlukan dapat di ulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan hipertensi
harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

17
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Musliha (2010), pengkajian merupakan pendekatan
sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat.
Proses pengkajian dibagi dalam dua bagian yakni :
1. Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
a. Airway (Jalan Napas)
Kaji:
1) Bersihan jalan nafas.
2) Ada/ tidaknya sumbatan jalan nafas.
3) Distress pernapasan.
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan napas, muntahan, edema
laring.
b. Breathing (Pernapasan)
Kaji:
1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada.
2) Suara pernapasan melalui hidung atau mulut.
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
c. Circulation (Sirkulasi)
Kaji:
1) Denyut nadi karotis.
2) Tekanan darah.
3) Warna kulit, kelembaban kulit.
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal.

18
d. Disability (Status Kesadaran)
Kaji:
1) Tingkat kesadaran.
2) Gerakan ekstremitas.
3) Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan Alert
(A), Respon verbal (V), Respon nyeri/pain (P), Tidak
berespon/un responsive (U).
4) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
e. Expossure
Kaji:
Tanda-tanda trauma atau deformitas yang ada.
2. Pengkajian Sekunder
a. B1 (Breathing)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik) sering
didapatkan pada fase ini. Respons uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan
upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
b. B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas
efusi perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi,
nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan
konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem hematologi
sering di dapatkan adanya anemia.

19
c. B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning
feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
d. B4 (Bladder)
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut,
dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan
gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
sekunder dari anemia dan penurunan perfusi dan hipertensi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi,
memfokuskan dan memecahkan masalah keperawatan klein secara
spesifik. Perawat dalam menegakkan suatu diagnosa keperawatan harus
akurat. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan
CKD (Chronic Kidney Disease) menurut Muttaqim (2014); Nanda NIC-
NOC (2015); dan SDKI (2017) antara lain:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolus-kapiler

20
Batasan karakteristik:
a. PH darah arteri abnormal
b. Pernafasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman)
c. Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
d. Perunuran karbondioksida
e. Dispnea
f. Sakit kepala saat bangun
g. Hipoksia
h. Napas cuping hidung
i. Gelisah
j. Somnolen
k. Takikardi
l. Gangguan penglihatan
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
Batasan karakteristik:
a. Penurunan nadi
b. Perubahan fungsi motorik
c. Perubahan karakteristik kulitPerubahan tekanan darah
diekstremitas
d. Waktu pengisian kapiler >3 detik
e. Edema
f. Nyeri Ekstremitas
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Batasan karakteristik:
a. Anasarka
b. Ansietas
c. Gangguan elek trolit
d. Perubahan tekanan darah
e. Dispnea

21
f. Peningkatan tekanan vena sentral
g. Oliguria
h. Ortopnea
i. Efusi pleura
j. Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Batasan karakteristik:
a. Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
d. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
e. Dipsnea setelah beraktivitas
f. Menyatakan perasaan letih
g. Menyatakan merasa lemah
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan
status metabolic sekunder.
Batasan karakteristik :
a. Kerusakan lapisan kulit (dermis)
b. Gangguan permukaan kulit (epidermis)
c. Invasi struktur tubuh

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada CKD menurut Doenges (2001), Carpenito
(2006) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolus-kapiler
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan
pertukaran gas efektif.
b. Kriteria hasil

22
Seletah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan
pertukaran gas efektif, GDA dalam rentang normal, tidak ada
tanda sianosis maupun hipoksia, traktil fremitus positif kanan
dan kiri, bunyi nafas tidak mengalami penurunan, auskultasi
paru sonor, tanda-tanda vital dalam batas normal: RR 16-
24x/menit.
c. Intervensi:
1) Kaji fungsi pernafasan klien, catat kecepatan, adanya
gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda
vital
Rasional: Distress pernafasan dan perubahan tanda vital
dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.
Catat pengembangan dada dan posisi trakhea
Rasional: Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat
menurun apabila terjadi ansietas atau edema pulmonal.
2) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas
dalam
Rasional: Tekanan terhadap dada dan otot abdominal
membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi
trauma.
3) Kaji traktil fremitus
Rasional: Traktil fremitus dapat negative pada klien
dengan edema pulmoner.
4) Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semifowler
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
Rasional: Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator
keadaan status cairan.

23
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi
jaringan adekuat.
b. Kriteria hasil: Membran mukosa warna merah muda,
kesadaran pasien composmentis, pasien tidak ada keluhan sakit
kepala, tidak ada tanda sianosis atau hipoksia, capillary refill
kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb
12-15 gr%), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil:
TD 120/80-110/70 mmHg, Nadi: 60-100x/menit, Suhu:36,5O-
37,5O C, RR: 16-24x/menit.
c. Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kepiler, warna
kulit dan dasar kuku.
Rasional: Memberikan informasi tentang derajat atau
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan
kebutuhan tubuh.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
Rasional: amaeninggikan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler,
vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi
perifer.
3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi.
Rasional: Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat
harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari
panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi
organ).
4) Kolaborasi pemberian O2
Rasional: memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (Hemoglobin)

24
Rasional: Mengetahui status transport O2
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
a. Tujuan: Kelebihan cairan /elektrolit edema tidak terjadi.
b. Kriteria hasil : Terciptanya kepatuhan pembatasan diet dan
cairan, turgor kulit normal tanpa edema, dan tanda-tanda vital
normal.
c. Intervensi:
1) Monitor status cairan, timbang berat badan harian,
keseimbangan input dan output, turgor kulit dan adanya
edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.
Rasional: Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2) Batasi masukan cairan
Rasional: pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh
ideal, keluaran urine dan respons terhadap terapi.
3) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker
sesuai dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
4) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan
yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena.
Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui
dapat diidentifikasi.
5) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan
cairan
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien
dan keluarga dalam pembatasab cairan.
6) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.

25
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet.
7) Kolaborasi pada medis dalam pembatasan cairan intravena
antara 5-10 tetes permenit, dan pembatasan obat-obatan
cair.
Rasional: dengan pembatasan cairan intravena dapat
membantu menurunkan resiko kelebihan cairan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
a. Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
b. Kriteria hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas keluarga sesuai
kemampuan, melaporkan peningkatan rasa segar dan bugar,
melakukan istirahat dan aktivitas secata bergantian,
berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.
c. Intervensi:
1) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan, anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk
sampah, dan depresi.
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat
keletihan.
2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan
memperbaiki harga diri.
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-
batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4) Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional: Dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak
pasien sangat melelahkan.

26
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan
status metabolic sekunder.
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit.
b. Kriteria hasil: Klien menunjukkan perilaku atau tehnik untuk
mencegah kerusakan atau cidera kulit, tidak terjadi kerusakan
integritas kulit dan tidak terjadi edema.
c. Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan
perhatikan adanya kemerahan, ekimosis.
Rasional: Menandakan adanya sirkulasi atau kerusakan
yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus atau
infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit serta membran
mukosa.
Rasional: Mendekati adanya dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan pada tingkat seluler.
3) Inspeksi area tubuh terhadap edema.
Rasional: Jaringan edema lebih cenderung rusak atau
robek.
4) Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan
perlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang.
Rasional: Menurunkan tekanan pada edema, meningkatkan
peninggian aliran balik status vena sebagai pembentukan
edema.
5) Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.
Rasional: Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan
kulit.
6) Pertahankan kuku pendek.
Rasional: Menurunkan resiko cedera dermal

27
D. Implementasi
Melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah ditentukan sesuai
kondisi pasien

E. Evaluasi
Penilaian perkembangan hasil implementasi keperawatan yang
berpedoman pada tujuan dan kriteria hasil.
Hasil yang diharapkan menurut Muttaqim (2014), setelah pasien gagal
ginjal mendapatkan intervensi adalah:
1) Pola nafas kembali efektif
2) Peningkatan perfusi serebral
3) Tidak terjadi kelebihan volume cairan
4) Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
5) Peningkatan integritas kulit.

28
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda dkk. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction

Black, M. J. & Hawks, H .J., 2009. Medical surgical nursing : clinical


management for continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B.
Saunders Company

Bustan NM. 2015. Manajeman Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:


Rineka Cipta

Carpenito, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa:
Yasmin Asih.Editor Monica Ester.EGC.Jakarta
Dharma, PS. 2014. Penyakit Ginjal Deteksi Dini dan Pencegahan.
Yogyakarta: CV Solusi Distribusi.
Dhina, Widayati, 2015. Peningkatan Kualitas Hidup pada Penderita Gagal Ginjal
Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological
Intervention di Unit Hemodialisa RSUD Gambiran Kediri, Jurnal
Ilmu Kesehatan, Vol.3 No. 2,
(http://www.peningkatankualitashiduppdggk) Diakses Tanggal 15
Maret 2018.
Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
III. Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta
ESRD. 2012. ESRD Patients in 2012 A Global Perspective. Germany:
Fresenius Medical Care.
Kementrian kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
LeMone, P, Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in
Client Care (4th Edition). New Jersey: Prentice Hall Health.

29
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika
Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan, Jakarta, Salemba Medika.
O’Callaghan, Chris. 2007. At a Glance Sistem Ginjal. Jakarta: Erlangga
PERNEEFRI. 2012. 5th Report Of Indonesian Renal Registry. Jakarta:
Perhimpunan Nefrolog Indonesia.
Price, S.A. dan Wilson, L.M. (2002). Patofisiology : Konsep Klinis Proses
Terjadinya Penyakit. Alih bahasa : Brahm, U. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
Suharyanto & Madjid, 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan, Jakarta, Trans Info Media.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP
Umi, Anis. 2016. Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Usia
Dewasa Muda Di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Skripsi S1 UMS.

30

Вам также может понравиться

  • LP Menarik Diri
    LP Menarik Diri
    Документ33 страницы
    LP Menarik Diri
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    Документ7 страниц
    Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    ayuvidhiany
    Оценок пока нет
  • Makalah Bahasa Indonesia
    Makalah Bahasa Indonesia
    Документ3 страницы
    Makalah Bahasa Indonesia
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • HJHJH
    HJHJH
    Документ4 страницы
    HJHJH
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ27 страниц
    Bab I
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Peran Dan Fungsi Bahasa Alat Penyatu Suku Bangsa
    Peran Dan Fungsi Bahasa Alat Penyatu Suku Bangsa
    Документ7 страниц
    Peran Dan Fungsi Bahasa Alat Penyatu Suku Bangsa
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Alat Yang Memungkinkan Pnyatu Suku Bangsa 1 Clear
    Alat Yang Memungkinkan Pnyatu Suku Bangsa 1 Clear
    Документ2 страницы
    Alat Yang Memungkinkan Pnyatu Suku Bangsa 1 Clear
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Kedudukan Dan Fungsi BI
    Kedudukan Dan Fungsi BI
    Документ4 страницы
    Kedudukan Dan Fungsi BI
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    Документ7 страниц
    Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
    ayuvidhiany
    Оценок пока нет
  • Aaaa
    Aaaa
    Документ2 страницы
    Aaaa
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Iv. Tanda Dan Gejala Klinis
    Iv. Tanda Dan Gejala Klinis
    Документ17 страниц
    Iv. Tanda Dan Gejala Klinis
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Roundown MMD 3 RW 32..
    Roundown MMD 3 RW 32..
    Документ1 страница
    Roundown MMD 3 RW 32..
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • RND
    RND
    Документ1 страница
    RND
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Makalah Mekanisme Pertahanan Diri
    Makalah Mekanisme Pertahanan Diri
    Документ13 страниц
    Makalah Mekanisme Pertahanan Diri
    Krisna Nugraha
    67% (3)
  • kpk3 Kelmpok 8
    kpk3 Kelmpok 8
    Документ5 страниц
    kpk3 Kelmpok 8
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • 575-Article Text-1572-1-10-20180718
    575-Article Text-1572-1-10-20180718
    Документ8 страниц
    575-Article Text-1572-1-10-20180718
    Anonymous qHtr9Pwz1M
    Оценок пока нет
  • Bab I1
    Bab I1
    Документ2 страницы
    Bab I1
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • BAB I Bahasa Indonesia
    BAB I Bahasa Indonesia
    Документ15 страниц
    BAB I Bahasa Indonesia
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Naskah Role Play Post Conference
    Naskah Role Play Post Conference
    Документ3 страницы
    Naskah Role Play Post Conference
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Wa0043
    Wa0043
    Документ9 страниц
    Wa0043
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • ANALISI Kesimpulan
    ANALISI Kesimpulan
    Документ5 страниц
    ANALISI Kesimpulan
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • LP Hiperbilirubin
    LP Hiperbilirubin
    Документ32 страницы
    LP Hiperbilirubin
    Ricco Masdian
    Оценок пока нет
  • Bukti Pendaftaran Ujian Masuk PDF
    Bukti Pendaftaran Ujian Masuk PDF
    Документ1 страница
    Bukti Pendaftaran Ujian Masuk PDF
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • LP Stemi
    LP Stemi
    Документ13 страниц
    LP Stemi
    mutiarahmah30
    83% (12)
  • LP Hidrocepalus
    LP Hidrocepalus
    Документ11 страниц
    LP Hidrocepalus
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan NStemi Fix
    Laporan Pendahuluan NStemi Fix
    Документ18 страниц
    Laporan Pendahuluan NStemi Fix
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    Документ12 страниц
    Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    SUGENG WINOTO
    88% (8)
  • LP Stemi
    LP Stemi
    Документ13 страниц
    LP Stemi
    mutiarahmah30
    83% (12)
  • Pneumonia
    Pneumonia
    Документ42 страницы
    Pneumonia
    Eldha Ike Wahyu Syahputri
    Оценок пока нет
  • LP Stemi
    LP Stemi
    Документ13 страниц
    LP Stemi
    mutiarahmah30
    83% (12)