Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis seorang pasien perempuan berusia 46 tahun dengan


inisial Ny. Ro masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada ulu hati, disertai
muntah 6 kali dalam sehari dan BAB yang encer dengan frekuensi 3 kali sehari.
Pasien mulai mengeluhkan gejala yang dirasakan sejak pukul 10 malam setelah
mengkomsumsi buras. Gejala tersebut merupakan gejala dari dispepsia. Dispepsia
merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa
tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu:
nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, rasa kembung, pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa3.
Pasien mulai mengeluhkan gejala yang dirasakan sejak pukul 10 malam
setelah mengkomsumsi buras. Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari
penurunan kapasitas lambung dalam menerima makanan (impaired gastric
accomodtion), inkoordinasi gastroduodenal, dan perlambatan pengosongan
lambung. Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan begah
setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, dan rasa penuh.
Dalam hal ini, dikelompokkan pada Postprandial syndrom yang merupakan suatu
perasaan “begah” yang terjadi setelah makan dan perasaan cepat kenyang 3,6.
Pasien mengalami muntah 6 kali dalam sehari dan BAB yang encer dengan
frekuensi 3 kali sehari dan pada pemeriksaan fisik, ditemukan konjuntiva anemis
(+/+), nyeri tekan epigastrium (+), peristaltik (+) kesan meningkat dan akral dingin
(+). Mual dan muntah merupakan bagian dari sindrom dispepsia. Muntah dapat
dirangsang melalui (disertai etiologinya). Serabut aferen vagus dari lapisan viseral
GI (sindrom reseptor 5-HT3), misalnya muntah akibat rangsang peritoneum atau
peritonitis, kolik bilier atau distensi gastrointestinal. Sistem vestibuler yang
dirangsang oleh posisi atau infeksi vestibulum (reseptor histamin H1 dan
muskarinik). Chemoreceptor trigger zone pada area postrema medulla (reseptor
serotonin 5-HT3 dan dopamin D3); muntah akibat obat kemoterapi, toksin,

25
26

hipoksia, uremia, asidosis, dan pengobatan radiasi. Korelasi muntah dengan waktu
makan juga dapat menuntun ke arah penyebabnya (psikogetuknik, gastroparesis,
tukak peptik)7.
Pasien juga mengalami BAB encer. Diare adalah buang air besar (defekasi
dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Ditandai hasil pemeriksaan
fisik abdomen peristaltik (+) kesan meningkat. Defisiensi nutrien, vitamin, dan
elektorik yang dikeluarkan pada saat muntah dan BAB dapat menimbulkan gejala
klinik diantaranya anemia dan kelemahan7.
Nyeri perut dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsangan
mekanik (Seperti regangan, spasme) atau kimiawi (Seperti inflamasi, iskemia) atau
peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri somatik). Lokasi
nyeri pada epigastrium menunjukkan organ yang dapat terganggu diantaranya
gaster, pankreas, atau duodenum7.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb: 11,5 g/dl, RBC:
4,07 x106/µl, HCT: 35,6 %, WBC: 12,3 x 103/µl, Neutrofil : 10,40 x 103/µl, GDS
111 mg/dl. Pemeriksaan radiologi tidak di lakukan, pemeriksaan EKG tidak
dilakukan, pemeriksaan lainnya belum dilakukan saat melakukan pemeriksaan
pasien tersebut. Peningkatan leukosit (leukositosis) mengarahkan pada adanya
inflamasi7.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium dapat didiagnosis yaitu dispepsia. Dispepsia merupakan
rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian atas. Rasa tidak
nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri
epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
rasa kembung, pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa3.
Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok penyakit organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu
kandung empedu, dll) dan kelompok di mana sarana penunjang diagnostik yang
konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratoriium) tidak dapat
27

memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi atau dengan


kata lain, kelompok terakhir ini di sebut sebagai gangguan fungsional7.
Adanya keluhan yang tumpang tindih antara kasus dispepsia, kasus refluks
gastroesofageal dan kasus iritable bowel syndrome. Ketiga penyakit ini mempunyai
kecendrungan gejala yang tumpang tindih sehingga perlu dicermati (terutama
anamnesis), karena berdampak pada pengobatan yang berbeda7.
Pasien mengeluhkan beberapa gejala GERD yaitu mual dan nyeri
epigastrium. Tetapi tidak mencakup keluhan lain seperti rasa seperti terbakar,
kesulitan menelan, regurgitasi dan rasa pahit di lidah7.
Pasien juga mengeluhkan beberapa gejala ISB yaitu nyeri perut dan BAB
yang encer dan bertambah setiap hari. Tetapi tidak mencakup keluhan lain seperti
tampak abdomen distensi, nyeri berpindah-pindah, nyeri tidak menentu, dan nyeri
berkurang setelah buang air besar atau flatus7.
Penanganan yang diberikan terhadap pasien tersebut adalah terapi medika
non medika mentosa dan medika mentosa. Non medika mentosa berupa pengaturan
diet dapat dilakukan untuk mencegah pencetus gejala. Menghindari makanan atau
minuman yang merangsang asam lambung seperti pedas, asam, tinggi lemak,
mengandung gas, kopi, alkohol. Makan teratur, tidak berlebihan dalam porsi kecil
tetapi sering dan kurangi stress. Untuk medikamentosa di berikan IVFD Futrolit 28
tpm, Inj. Ranitidin 1amp/iv/12 jam, Inj. Ondancentron 1 amp/iv/8 jam, Cefadroxil
500 mg 2 x 1, New Diatab 3x1.
Tatalaksana dispepsia dimulai dengan usaha untuk identfikasi patofisiologi
dan faktor penyebab sebanyak mungkin. Terapi dispepsia sudah dapat dimulai
berdasarkan sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi) dan dilanjutkan
sesuai hasil investigasi3.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung
(PPI misalnya omeprazole, rabeprazole, dan lansoprazole, dan/atau H-2 receptor
antagonis (H2RA), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana
pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien
sebelumnya3.
28

Pemberian cairan futrolit dimaksudkan untuk mengatasi kebutuhan


karbohidrat, cairan dan elektrolit pada pasien ini mengalami muntah yang berulang
dan bab encer. Ranitidin 1 amp/iv/12 jam sebagai antagonis H2 reseptor untuk
menekan peningkatan asam lambung serta mengurangi nyeri epigastrik. Inj.
Ondancentron 1 amp/iv/8 jam sebuah antagonis reseptor 5 HT3 serotonin untuk
mencegah mual dan muntah. Cefadroxil 500 mg 2x1 merupakan antibiotik
spektrum luas jenis sefalosporin yang efektif dipakai untuk infeksi bakteri gram
positif dan gram negatif, dari hasil lab ditemukan peningkatan leukosit 12,3 x
103/µl. New diatab 3x1 merupakan attapulgit yang memiliki sifat dan menyerap
cairan dan racun pada kotoran, obat ini digunakan sebagai antidiare pada pasien ini
mengalami BAB encer selama 3 hari7,9,10.
Rencana selanjutnya untuk menegakkan diagnosis pasti perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang pada anemia (hemoglobin turun), perlu diperiksa apakah
ada defisiensi vit. B12, asam folat, defisiensi besi. Selain itu, pemeriksaan
penunjang lain diantaranya EKG,USG, dan endoskopi. Utamanya pasien ini telah
berusia 46 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada ulu hati, disertai
muntah 6 kali dalam sehari dan BAB yang encer dengan frekuensi 3 kali sehari.
Maka evaluasi tanda bahaya perlu diperhatikan. pasien – pasien yang yang perlu
evaluasi datang dengan keluhan dispepsia seperti:
 Penurunan berat badan
 Disfagia progresid
 Muntah rekuren atau persisten
 Perarahan saluran cerna
 Anemia
 Demam
 Massa daerah abdomen bagian atas
 Riwayat keluarga kanker lambung
 Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun
Pasien dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi terlebih
dahulu dengan endoskopi3.
29

Pasien dispepsia harus dirujuk ke dokter spesialis terkait jika ditemukan


tanda dan gejala di bawah ini:
1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut: perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia
yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan
berat badan, atau ada indikasi endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis
gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas endoskopi.
2. Bila gejala dan tanda lebih mengarah pada kelainan jantung, segera rujuk ke
spesialis jantung6.

Вам также может понравиться