Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Uji Kompetensi Apoteker Indonesia adalah cara terbaik untuk melhat dan
mengukur mutu dan kompetensi para apoteker Indonesia.
2. Obat hanya boleh dijual di apotek yang memiliki ijin resmi dari pemerintah.
Peredaran obat ilegal sebenarnya telah terjadi semenjak beberapa tahun terakhir ini.
Salah satu kasus yang parah terjadi di Balaraja, Banten yang baru terungkap pada tahun
2016. Disana terdapat lima gudang produksi obat palsu, pemerintah mengamankan lebih
dari 42 juta butir obat palsu. Obat obatan ini akan diedarkan ke took toko obat terutama
di daerah Kalimantan Selatan, pabrik ini tidak hanya memproduksi obat secara ilega,
tetapi juga mengedarkannya tanpa ijin resmi serta dengan penyelundupan sehingga
pemerintah baru mengetahuinya. Melihat fenomena ini, hendaknya pemerintah berkaca
melalui kasus vaksin palsu yang sempat membahayakan nyawa banyak bayi di
Indonesia. Obat illegal terkadang disidtribusikan ke penerima yakni toko obat ataupun
supermarket yang tidak memiliki apoteker sebagai pengawasnya. Sehingga, masyarakat
awam yang tidak memiliki pengetahuan yang luas mengenai obat akan membeli obat
yang salah. Obat yang seharusnya membawa efek penyembuhan akan menjadi
memperparah penyakit pasien. Maka dari itu, akan lebih baik jika yang menjual obat
hanyalah apotek yang telah jelas ijin semua surat suratnya. Tetapi, beberapa orang
mungkin berpikir bahwa jika pemerintah melakukan hal ini, maka jangkuan obat oleh
masyrakat akan lebih susah karena beberapa obat memang dijual di supermarket dan
toko obat tertentu, masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih untuk pergi ke apotek
hanya untuk membeli obat yang masuk dalam kategori “bebas” yang sebenarnya bisa
mereka dapatkan di apotek.
3. Apoteker memilik otoritas mutlak dalam pelayanan obat di masyarakat.
Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di
bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan
pekerjaan kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian). Pendidikan apoteker
dimulai dari pendidikan sarjana (S-1), yang umumnya ditempuh selama empat tahun,
ditambah satu tahun untuk pendidikan profesi apoteker. Secara umum, pekerjaan
kefarmasian yang dilakukan oleh seorang apoteker adalah di bidang pengadaan,
produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Sesuai dengan kewenangaannya,
beberapa orang berpendapat bahwa seorang apoteker adalah profesi yang memiliki
tanggung jawab sepenuhnya pada obat mulai dari produksi, distribusi, hingga
penyerahan obat ke pasien. Apoteker juga dianggap sebagai profesi yang bertanggung
jawab atas kelayakan obat yang diberikan ke pasien serta pemberian konseling dan
homecare untuk pasien. Namun, beberapa orang yang masih awam, menganggap bahwa
penyerahan obat bisa saja dilakukan oleh tenaga kesehatan lain seperti dokter, hal ini
merupakan fenomena yang sering terjadi ketika seorang pasien pergi ke dokter dan
setelahnya dokter pula yang memberikan obatnya bahkan meracik sendiri obatnya. Hal
inilah yang terkadang membuat profesi seorang apoteker jarang diketahui orang.
4. Jika apoteker sedang tidak ada di tempat, resep tidak bisa dilayani di apotek.
Homecare yang dilakukan oleh apoteker biasa disebut sebagai Home Pharmacy Care dan
merupakan tugas penting seorang apoteker dalam farmasi klinik (berdasarkan Permenkes
No 76 Tahun 2016). Home Pharmacy Care atau Pelayanan kefarmasian di rumah
merupakan suatu pelayanan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk
kelompok pasien lanjut usia dan pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu
lama seperti penggunaan obat-obat kardiovascular, diabetes, TB, asma dan penyakit
kronis lainnya, dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
dalam penggunaan obat. Dengan adanya pelayanan ini, diharapkan dapat meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian baik di rumah sakit maupun apotek terutama dalam rangka
menjamin bahkan meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat yang pada
akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan terapi. Terkadang adanya dokter ikut dalam
membantu apoteker dalam pelaksanaan homecare dianggap perlu karena dokter memiliki
ilmu dalam diagnosis penyakit sedangkan apoteker akan membantu dalam ilmu terapi
obat serta konseling mengenai pengobatannya. Tetapi, sebagian orang menganggap
bahwa dokter tidak perlu ikut campur dalam tugas apoteker karena setiap tenaga
kesehatan telah memiliki ruang lingkup kerja dan kewajiban masing masing. Sehingga,
dirasa cukup hanya apoteker saja yang melaksanakan homecare.