Вы находитесь на странице: 1из 14

A.

PENGERTIAN
Analisis tes hasil belajar merupakan kegiatan penting dalam upaya
memperoleh instrument yang berkategori baik.(Amirono & Daryanto, 2016:177).
Analisis butir soal (item) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan perhitungan dan pengukuran respons subjek terhadap suatu item
(Crocker &
Algina,1986). Analisis tes adalah salah satu kegiatan dalam rangka
mengkonstruksi tes untuk mendapatkan gambaran tentang mutu tes, baik
mutu keseluruhan tes maupun mutu tiap buutir soal/tugas Analisis dilakukan
setelah tes disusun dan dicobakan kepada sejumlah subyek dan
hasilnya menjadi umpan balik untuk perbaikan/peningkatan mutu tes
bersangkutan. Oleh karena itu kegiatan analisis tes merupakan keharusan dalam
keseluruhan proses mengkonstruksi tes.
Menurut Thorndike dan Hagen (Purwanto, 1992) analisis terhada putir soal tes
yang telah dijawab peserta didik suatu kelas mempunyai dua tujuan yakni jawaban-
jawaban soal tersebut merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari
kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutya untuk membimbing
kearah cara belajar yang lebih baik, dan jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar
bagi peniapan tes-tes yang lebih baik.
Aiken dalam Suprananto (2012) berpendapat bahwa kegiatan analisis butir
soal merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal
yang bermutu. Tujuan kegiatan ini adalah:
1. Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu
sebelum digunakan,
2. Meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak
efektif,
3. Mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami
materi yang telah diajarkan.
Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi atau kelompok
yang keadaannya heterogen. Dengan demikian apabla dikenal sebuah tes akan
tercermin hasilnya dalam suatu kurva normal. Sebagian besar siswa berada di daerah
sedang, sebagian lagi berada diekor kiri, dan sebagian kecil yang lain berada diekor
kanan. Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti yang diharapkan
dalam kurva normal, maka tentu ada “apa-apa” dengan soal tes tersebut.
Apabila hampir seluruh siswa memperoleh skor kurag baik, berarti bahwa tes
yang disusun mungkin terlalu sukar. Sebaliknya jika seluruh siswa memperoleh skor
baik, dapat diartikan bahwa tesyang diuat terlalu mudah. Tentu saja interpretasi
terhadap soal tes akan lain seandainya tes tersebut sudah disusun sebaik-baiknya
sehingga memenuhi persyaratan sebagai tes.

B. ANALISIS BUTIR SOAL SECARA KUALITATIF


Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah
penulisan soal (tes tertulis, perbuatan dan sikap). Panelaahan ini bisasanya dilakukan
sebelum soal digunakan atau diujikan. Aspek yan diperhatikan dalam penelaahan
secara kualitatif mencakup aspek materi, konstruksi, bahasa atau budaya, dan kunci
jawaban atau pedoman penskorannya.
1. Teknik Analisis Secara Kualitatif
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal
secara kualitatif, yaitu teknil moderator dan teknik panel. Teknik moderator
merupakan teknik diskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai
penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-
sama dengan para ahli, seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi,
penyusun atau pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, dan orang
yang memiki latar belakang psikologi.
Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersama-sama
berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, penelaan dipersilahkan
megomentari berdasarkan kompetensinya masing-masing. Setiap komentar dan
masukan dari peserta diskusi dicatat . setiap butir soal dapat dituntaskan secara
bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, teknik ini memiliki kelemahan
karena memerlukan waktu lama untuk mendiskusikan setiap satu butir soal.
Teknik berikutnya adalah teknik panel yakni suatu teknik menelaah butir soal
berdasarka kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya materi, konstruksi,
bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban atau pedoman penskoran. Caranya
beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format
penelaahan, dan pedoman penilaian atau penelaahan. Pada tahap awal, semua
orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian
mereka bekerja sendiri-sendiri ditempat berbeda. Para penelaah dipersilahkan
memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan komentarnya serta
memberikan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria: soal baik, perlu
diperbaiki, atau diganti.
2. Prosedur Analisis secara Kualitatif
Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format
penelaahan soal akan sangat membantu dan mempermudah prosedur
pelaksanaannya. Format penelaahan soal digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis setipa butir soal. Format penelaahan soal yang dimaksud adalah
format penelaahan butir soal: constructed response, selected response, tes
pembuatan dan instrument non-tes. Berikut ini disajikan keempat format
penelaahan butir soal:
a. Format Penelaahan Butir Soal Bentu Constructed Response
Mata Pelajaran :
Kelas/semester :
Penelaah :

Nomor Soal
No. Aspek yang Ditelaah
1 2 3 4
A Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis
1.
bentuk uraian)
Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah
2.
sesuai
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi
3. (urgensi, relevansi, kontiunitas, keterpakaian sehari-hari
tinggi)
4. Isi
s materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis
sekolah atau tingkat kelas.
B Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut
1.
jawaban uraian.
2. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal
3. Ada pedoman penskoran
4. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya
disajikan dengan jelas dan terbaca.
C Bahasa/Budaya
1. Rumusan kalimat komunikatif
2. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku
Tidak menggunakan kata atau ungkapan yang
3.
menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku
4.
setempat/tabu[11]
Keterangan: Berilah tanda (V) apabila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah
b. Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Selected Response
Mata Pelajaran :
Kelas/semaster :
Penelaah :

Nomor Soal
No. Aspek yang Ditelaah
1 2 3 4
A Materi
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis
1.
untuk bentuk selected response)
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi
2. (urgensi, relevansi, kontinuitas, keterpakaian sehari-hari
tinggi)
3. Pilihan jawaban homogen dan logis
4. Hanya
s ada satu kunci jawaban
B Konstruksi
1. Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan
2.
pernyataan yang diperlukan saja
Pokok soal bebas dari pernyataan yang bersifat negatif
3.
ganda
4. Pokok soal tidak memberi petunjuk kunci jawaban
Pilihan jawaban homogen dan logis ditinjau dari segi
5.
materi
6. Panjang
p pilihan jawaban relatif sama
C Bahasa/Budaya
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
1.
Indonesia
2. Menggunakan bahasa yang komunikatif
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat atau
3.
tabu
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata
4. yang sama, kecuali merupakan satu-kesatuan
pengertian.
Keterangan: Berilah tanda (V) apabila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
c. Format Penelaahan untuk Instrumen Perbuatan
Mata Pelajaran :
Kelas/semaster :
Penelaah :

Nomor Soal
No. Aspek yang Ditelaah
1 2 3 4
A Materi
Soal sudah sesuai dengan indikator (menurut tes
1.
perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan)
2. Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi,
3.
relevansi, kontinuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)
4. Isi
s materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis
sekolah atau tingkat kelas
B Konstruksi
Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut
1.
jawaban perbuatan/praktik
2. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal
3. Ada pedoman penskorannya
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajikan
4.
dengan jelas dan terbaca
C Bahasa/Budaya
1. Rumusan soal komunikatif
2. Butir soal menggunkan bahasa Indonesia yang baku
Tidak menggunakan kata atau ungkapan yang
3.
menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat atau
4.
tabu
Rumusan soal tidak mengandung kata atau ungkapan
5.
yang dapat menyinggung perasaan siswa.[13]
Keterangan: Berilah tanda (V) apabila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
d. Format Penelaahan untuk Instrumen Non-Tes
Mata Pelajaran :
Kelas/semaster :
Penelaah :

Nomor Soal
No. Aspek yang Ditelaah
1 2 3 4
A Materi
Soal atau pernyataan sudah sesuai dengan indikator dalam
1.
kisi-kisi
Aspek yang diukur setiap pernyataan sesuai dengan
tuntutan dalam kisi-kisi (misalkan untuk tes sikap: aspek
2.
kognisi, afeksi, atau konasi dan pernyataan positif atau
negatifnya)
B Konstruksi
Pernyataan dirumuskan singkat (tidak melebihi 20 kata)
1.
dan jelas
2. Kalimatnya merupakan objek yang diperlukan saja
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negative
3.
ganda
4. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan scara lengkap
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti
5.
semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun.
Kalimatnya tidak banyak menggunakan kata hanya,
6.
sekedar, semata-mata
C Bahasa/Budaya
Bahasa soal komunikatif dan sesuai dengan jenjang
1.
pendidikan siswa atau responden
2. Butir soal menggunkan bahasa Indonesia yang baku
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat atau
3.
tabu
Keterangan: Berilah tanda (V) apabila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah!
C. CARA MENGANALISIS
Ada 4 cara untuk menilai tes (Drs. H. Daryanto, 2012:177-179), yaitu :
1. Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, terkadang dapat
diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dan
lain-lain keadaan soal. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a) Apakah pertanyaan soal untuk tiap topic sudah seimbang?
b) Apakah semua soal menyanyakan bahan yang sudah diajarkan?
c) Apakah soal yang disusun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan
(dapat disalahartikan)?
d) Apakah soal tersebut tidak sukar dimengerti?
e) Apakah soal tersebut dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa?
2. Cara kedua analah mengadakan analisis soal (term analysis).
Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan
informasi-informasi khusus terhadap butir tes yang disusun.
Manfaat mengadakan analisis soal adalah sebagai berikut:
a) Membantu kita dalam mengidentifikasi butir–butir soal yang kurang baik.
b) Memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-
soal demi kepentingan lebih lanjut.
c) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang disusun.
Analisis soal terutama dapat dilakukan untuk tes objektif. Hal ini tidak berarti
bahwa tes uraian tidak dapat diaalisis, akan tetapi memang dalam menganalisis
butir tes uraian, belum ada pedoman secara standar.
3. Cara ketiga adalah dengan mengadakan checking validitas. Validitas yang pali
penting dari tes buatan guru adalah validitas kurikuler (content validity). Untuk
mengadakan checking validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan setiap
bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga setiap soal dapat dijodohkan
dengan setiap tujua khusus tersebut.
4. Cara keempat adalah dengan cara mengadakan checking reabilita. Salah satu
indicator untuk tes yang mempunyai reabilitas yang tinggi adalah bahwa
kebanyakan dari soal-soal tes mempunyai daya pembeda yang tinggi.
Analisis butir-butir soal antara lain bertujuan untuk mengadakan indentifikasi
soal-soal yang baik, kurang baik, dan tidak baik. Dengan analisis soal dapat diperoleh
informasi tentang kualitas soal tersebut.

D. PARAMETER ITEM TES YANG BAIK


1. Tingkat Kesulitan atau Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada
tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Tingkat kesukaran dinyatakan dalam indeks kesukaran (dificulty index), yaitu
angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab benar soal tersebut.
Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dan hasil hitungan,
berarti semakin mudah soal itu.
Dalam hal ini, item yang baik adalah item yang tingkat kesukarannya dapat
diketahui, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Sebab, tingkat kesukaran
item itu memiliki korelasi dengan daya pembeda. Bilamana item memiliki tingkat
kesukaran yang maksimal, maka daya pembedanya akan rendah, demikian pula
bila item itu terlalu mudah maka tidak akan memiliki daya pembeda.
Oleh karena itu, sebaiknya tingkat kesukaran soal itu dipertahankan dalam
batas yang mampu memberikan daya pembeda. Namun, jika terdapat tujuan
khusus dalam penyusunan tes, maka tingkat kesukaran itu bisa
dipertimbangkan. Misalnya, tingkat kesukaran item untuk tes sumatif berbeda
dengan tingkat kesukaran pada tes diagnostik.
Untuk menghitung taraf kesukaran soal dari suatu tes dipergunakan rumus
sebagai berikut
𝑼+𝑳
𝑻𝑲 = 𝑻

Keterangan:
U = jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai (upper group) yang
menjawab benar untuk tiap soal.
L = jumlah siswa yang termasuk kurang (lower group) yang menjawab benar
untuk tiap soal.
T = jumlah siswa dari kelompok pandai dan kelompok kurang (jumlah upper
group dan lower group)
Misalkan suatu tes yang terdiri atas N soal yang diberikan kepada 40 siswa.
Dari hasil tes tersebut, tiap-tiap soal dianalisis taraf kesukarannya. mula-mula
hasil tes itu kita susun kedalam peringkat, kemudian kita ambil 25% (10 lembar
jawaban siswa kelompok pandai), dan 10 lembar jawaban siswa dari kelompok
yang kurang pandai. Kemudian kita tabulasikan. Misalkan dari tabulasi soal kita
peroleh hasil sebagai berikut: yang menjawab benar dari kelompok pandai ada 9
siswa, dan yang menjawab benar dari kelompok kurang pandai ada 4 siswa.
Dengan menggunakan rumus diatas, maka taraf kesukaran atau TK dari soal
adalah:
𝑈+𝐿 9+4
𝑇𝐾 = = = 0,65 = 65%
𝑇 20
Jadi dapat disimpilkan bahwa nilai dari TK atau tingkat kesukarannya adalah
65%.
Sedangkan dalam bukunya Drs. H. Daryanto, rumus untuk mencari taraf
kesukaran atau indeks kesukaran adalah:
𝐵
𝑃=
𝐽𝑆
Keterangan:
P = indeks kesukaran.
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar.
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes.
Contoh:
Jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 siswa. Dari 40 siswa tersebut
terdapat 12 siswa yang mampu mengerjakan soal no. 1 dengan benar. Maka berapa
indeks kesukarannya?
Jawab:
𝐵 12
𝑃= = = 0,30
𝐽𝑆 40
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan
sebagai berikut:
a) Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar.
b) Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang.
c) Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah.

2. Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal
mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta
didik yang belum atau kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu.
Semakin tinggi koofisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal
tersebut membedakan antara peerta didik yang menguasai kompetensi dengan
pesertan didik yang kurang menguasai kompetensi.

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks


diskriminasi. Daya pembeda suatu soal tes dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

𝑈−𝐿
𝐷𝑃 = 1
𝑇
2

Keterangan:
DP = indeks DP atau daya pembeda yang dicari.
U = jumlah siswa yang termasuk dalam kelompok pandai yang mampu menjawab
benar untuk tiap soal.
L = jumlah siswa yang termasuk kurang yang menjawab benar untuk tiap soal.
T = jumlah siswa keseluruhan.
Contoh:
Dari hasil tes lomba olimpiade IPS, jumlah siswa yang dites adalah 40 siswa,
sedangkan tes tersebut terdiri dari 20 soal. Setelah hasil tes tersebut diperiksa,
kemudian disusun kedalam peringkat untuk menentukan 25% siswa yang termasuk
kelompok pandai (upper group) dan 25% siswa yang termasuk kelompok kurang
(lower group).
Kemudian hasil tes tersebut ditabulasikan dengan menggunakan format tabulasi
jawaban tes, kemudian hasil tabulasi dari kedua kelompok tersebut dimasukkan
kedalam format analisis soal tes, sehingga kita dapat menghitung tingkat kesukaran
dan daya pembeda tiap soal yang kita analisis.
Misalkan dari tabulasi soal no. 1 kita peroleh hasil sebagai berikut: yang menjawab
benar dari kelompok pandai ada 10 siswa, dan yang menjawab benar dari kelompok
kurang ada 9 siswa. Maka daya pembedanya adalah:

𝑈 − 𝐿 10 − 9 1
𝐷𝑃 = = = = 0,10
1 1 10
𝑇 × 20
2 2

Jadi dapat disimpulkan bahwa indeks pembedanya adalah 0,10.


Dalam bukunya Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, dijelaskan mengenai klasifikasi daya
pembeda, yaitu:
D = 0,00 – 0,20 = jelek (poor).
D = 0,20 – 0,40 = cukup (satisfactory).
D = 0,40 – 0,70 = baik (good).
D = 0,70 – 1,00 = baik sekali (excellent).

3. Analisis pengecoh (Efektifitas Distraktor )

Instrumen evaluasi yang berbentuk tes dan objektif, selain harus memenuhi
syarat-syarat yang telah disebutkan terdahulu, harus mempunyai distraktor yang
efektif. Yang disebut dengan distraktor atau pengecoh adalah opsi-opsi yang bukan
merupakan kunci jawaban (jawaban benar).
Butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta
didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya
akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik
yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal. Indeks pengecoh
dihitung dengan rumus:
𝑃 × 100%
𝐼𝑃 =
(𝑁 − 𝐵)(𝑛 − 1)

Keterangan:
IP = indeks pengecoh
P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N = jumlah peserta didik yang ikut tes
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal
n = jumlah alternatif jawaban
1= bilangan tetap
Catatan:
Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai kunci
jawaban), maka IP = 0 yang berarti soal tersebut jelek. Dengan demikian pengecoh
tidak berfungsi.
Contoh:
50 orang peserta didik dites dengan 10 soal bentuk pilihan ganda. Tiap soal memiliki
alternatif jawaban (a, b, c, d, e). Kunci jawaban (jawaban yang benar) no. 8 adalah c.
Setelah soal no.8 diperiksa untuk semua peserta didik, ternyata dari 50 orang peserta
didik, 20 peserta didik menjawab benar dan 30 peserta didik menjawab salah.
Idealnya, pengecoh dipilih secara merata.
Alternatif jawaban A B C D E
Distribusi jawaban peserta
7 8 20 7 8
didik
IP 93% 107% ** 93% 107%
Kualitas pengecoh ++ ++ ++ ++ ++
Keterangan:
** = kunci jawaban
++ = sangat baik
+ = baik
 = kurang baik
_ = jelek
_ _ = sangat jelek
Pada contoh diatas, IP butir a, b, c, d, dan e adalah 93%, 107%, 93%, dan 107%.
Semuanya dekat dengan angka 100%, sehingga digolongkan sangat baik sebab semua
pengecoh itu berfungsi. Jika pilihan jawaban peserta didik menumpuk pada satu
alternatif jawaban, misalnya seperti berikut:
Alternatif jawaban A B C D E
Distribusi jawaban peserta didik 20 2 20 8 0
IP 267% 27% ** 107% 0%
Kualitas pengecoh _ - ** ++ _
Dengan demikian, dapat ditafsirkan pengecoh (d) yang terbaik, pengecoh (e) dan (b)
tidak berfungsi, pengecoh (a) menyesatkan, maka pengecoh (a) dan (e) perlu diganti
karena termasuk jelek, danpengecoh (b) perlu direvisikarena kurang baik. adapun
kualitas pengecoh berdasar indeks pengecoh adalah:
Sangat baik IP = 76% - 125%
Baik IP = 51% - 75% atau 126% - 150%
Kurang baik IP = 26% - 50% atau 151% - 175%
Jelek IP = 0% - 25% atau 176% - 200%
Sangat jelek IP = lebih dari 200%
E. MANFAAT ANALISIS BUTIR SOAL
Menurut Anastasi dan Urbina (1997:172) dalam (Kusaeri, Suprananto,
2012:164) kegiatan menganalisis soal memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1. Dapat membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan
2. Relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa
di kelas
3. Mendukung penulisan butir soal yang efektif
4. Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas
5. Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas
Menurut Nitko (1996:308-309) dalam (Kusaeri, Suprananto, 2012:164)
kegiatan menganalisis soal memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1. Menentukan apakah fungsi butir soal sesuai dengan yag diharapkan
2. Memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk
bahan diskusi di kelas
3. Memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa
4. Memberi masukan pada aspek tertentu untuk perkembangan kurikulum
5. Merevisi materi yang diukur
6. Meningkatkan keterampilan menulis soal
Linn & Gronlund (1995:315) menambahkan bahwa pelaksanaan kegiatan
analisis butir soal, biasanya didisain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah fungsi soal sudah tepat?
2. Apakah soal telah memiliki tingkat kesukaran yang tinggi?
3. Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan?
4. Apakah pilihan jawaban efektif?
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk
diskusi tentang efisien hasil tes, kerja remedial, peningkatan secara umum
pembelajaran di kelas, dan peningkatan keterampilan pada konstruksi tes.
Bagian di atas menunjukan bahwa analisis butir soal memberikan manfaat:
1. Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik.
2. Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis, yaitu tingkat kesukaran,
daya pembeda, dan pengecoh soal.
3. Merevisi soal yang tidak relevan degan materi yang diajarkan, ditandai dengan.
banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

DAPUS
Nitko, A.J., Curriculum-based assessment: Workshop papers. (Jakarta:
Dikmenum Puslitbang Sisjan Depsikbud, 1996), hlm. 308-309.
Eko Putro Widoyoko, Penialain Hasil Pembelajaran di Sekolah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2014), cet. I, hlm. 99-119.
Amirono, Daryanto, Evaluasi dan Penilaian Pembelajaran Kurikulum
2013,Gava Media, Yogyakarta, 2016
Rohmawati Selly & Sunarti, Penilaian dalam Kurikulum 2013, CV Andi
Offset, Yogyakarta, 2014
Sujana Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2017

Вам также может понравиться