Вы находитесь на странице: 1из 1

Lebaran tinggal menghitung hari, namun aku dan beberapa temanku yang sesama perantau tetap tak

beranjak dari tempat yang biasa orang-orang menyebutnya dengan nama pesantren. Ya, aku adalah
santriwati dari Monokwari, kota kecil yang ada di provinsi Papua Barat. Ini akan menjadi kali pertamaku
tak berkumpul dengan keluarga di hari special lebaran nanti.
Saat ini santriwati yang menghuni asrama seluas 2 hektar tak lebih dari 15 orang, beberapa teman
seperantauanku ada yang eraal dari Jambi, Bengkulu, Lampung, Samarinda, dan Manado. Hanya aku
seorang, santriwati dari Papua. Kata kiai, aku adalah orang Papua pertama yang menjadi santri di
pesantren ini. Pesantrenku jauh dari hiruk oikuk ramainya kota. Berada di timur kota Semarang. Untuk
sekedar ke kecamatan, kita harus menempuh perjalanan selama 1 jam. Dengan kondisi struktur tanah
yang tidak baik. Orang- orang teknik Geologi menyebutnya dengan tanah kembang susut. Dengan alasan,
ketika kemarau tiba, jalan yang kami lalui menjadi keras seprti batu, menyebabkan jalan berdebu bak
wedus gembel. Sebaliknya, ketika musim hujan tiba, tekstur tanah menjadi lumpur. Endapan lumpur
dimana-mana. Jalan yang kami lalui, tak di beri aspal sedikitpun.

Вам также может понравиться