Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengaplikasian terhadap sikap kelestarian lingkungan dewasa ini samakin jarang disadari
terbukti masih banyaknya para pelaku ilmu masih saja tidak peduli dengan hal-hal tersebut. Tidak
jarang kita masih menemukan ketidak sadaran manusia bahwa lingkungan tidak terpisahkan
sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri. Manusia
sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian,
keseimbangan dan keindahan alam. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas
termasuk bahan energy. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidupyang lain.
Mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep, dapat memetakan permasalahan dan
memilih solusi terbaik untuk permasalahan tersebut sesuai dengan pemahaman yang telah di
pelajari. Namun banyak diantara mahasiswa yang kurang mengerti akan tanggung jawab dan
kewajiban yang harus dimiliki. Padahal ketika memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan
besar pada hidup seseorang (Santrock, 2006; Greenberg, 1999). Biasanya individu mengalami
banyak perubahan ketika berada di perguruan tinggi. Hal ini terkait dengan kematangan berpikir,
kematangan bertingkah laku, dan kematangan emosionalnya karena pada umumnya, seseorang
memasuki dunia perkuliahan pada usia 18 tahun. Pada usia ini seseorang memasuki jalur penting
menuju kedewasaan (Papalia, Feldman & Old, 2007).
Setiap Manusia termasuk juga mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya.
Segala kebutuhan hidup dipenuhi dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat dalam
lingkungan, baik berupa benda hidup maupun tak hidup. Tanpa adanya lingkungan manusia secara
umum tidak dapat melangsungkan hidupnya. Menurut (Riyanto, 1999) antara manusia dengan
lingkungannya selalu terjadi interaksi yang aktif dan berkelanjutan; manusia mempengaruhi
sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa dinyatakan membentuk dan
terbentuk oleh lingkungan hidup. Seiring dengan perkembangan budaya dan teknologi, jika para
mahasiswa tidak menyikapi hal tersebut dengan kematangan emosional mengakibatkan dapat
berbuat secara leluasa terhadap lingkungan hidupnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi keseimbangan dan kelestarian unsur-unsur
dalam lingkungan, sehingga menyebabkan ketidak seimbangan antar komponen bahkan dapat
menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Sehingga manusia dimanapun juga selalu
memperoleh predikat yang pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak.
Jadi kematangan emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap pelestarian
lingkungan. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut hubungan kematangan emosi
dengan sikap pelestarian lingkungan mahasiswa Pendidikan Biologi Univeristas Negeri Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas ,maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kematangan emosi pada mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang?
2. Bagaimana sikap pelestarian lingkungan pada mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas
Negeri Malang?
3. Apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan sikap pelestarian lingkungan pada
mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui kematangan emosi pada mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri
Malang.
2. Untuk mengetahui sikap pelestarian lingkungan pada mahasiswa Pendidikan Biologi
Universitas Negeri Malang.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan sikap pelestarian lingkungan
pada mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.

1.4 Hipotesis Penelitian


Ada hubungan antara kematangan emosi dengan sikap pelestarian lingkungan pada
mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Mahasiswa Psikologi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi mahasiswa
Pendidikan biologi tentang pentingnya kematangan emosi terhadap sikap pelestarian lingkungan.
1.5.2 Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi perguruan
tinggi dalam memperhatikan dan membantu mahasiswa dalam upaya mematangkan emosionalnya
sehingga terciptanya sikap pelestarian lingkungan.

1.6 Definisi Operasional


1. Kematangan Emosi
Kematangan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan emosi dalam kehidupan sehari -hari baik dengan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan, menghadapi berbagai situasi dan menyelesaikan masalah dengan suatu cara tertentu.
Untuk mengungkap kematangan emosi digunakan skala kematangan emosi yang disusun
berdasarkan konsep Murray. Apabila skor yang diperoleh subjek tinggi mengindikasikan bahwa
kematangan emosi yang dimiliki tinggi demikian juga sebaliknya.
2. Sikap Pelestarian Lingkungan
Sikap pelestarian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah respon mahasiswa Pendidikan
Biologi berdasarkan pengetahuannya tentang lingkungan. Respon dengan cara tertentu, baik
respon positif atau negative untuk menjaga lingkungan tetap serasi dan seimbang, seperti: menjaga
kebersihan lingkungan, mengelola sumber daya alam, dan memanfaatkan lingkungan secara
efisien.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kematangan Emosi
2.1.1 Pengertian Kematangan Emosi
Berbagai tokoh psikologi memiliki berbagai macam pendapat mengenai definisi emosi.
Emosi merupakan bagian yang penting bagi keberadaan individu dalam kehidupan sehari – hari.
Crow & Crow (1962) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu
yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk
mencapai kesejahteraan individu. Emosi ialah suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung
biasanya tidak lama, yang mempunyai komponen pada badan dan pada jiwa individu itu; pada jiwa
timbul keadaan terangsang dengan perasaan yang hebat serta biasanya juga terdapat impuls untuk
berbuat sesuatu yang tertentu pada badan timbul gejala-gejala dari pihak susunan syaraf vegetative
umpamanya pada pernapasan, sirkulasi dan sekresi (Maramis, 2005). Goleman (1995)
mendefinisikan “emosi sebagai kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
mental yang hebat meluap-luap”. Berk (Ali dan Asrori, 2004) berpendapat bahwa perubahan
kemampuan dan karakteristik psikis sebagai hasil dari perubahan dan kesiapan struktur biologis
sering dikenal dengan istilah kematangan.
Suleman (1995) menyatakan bahwa kematangan adalah suatu istilah yang relatif,
menunjukkan tingkatan dari tiap jenjang kehidupan seseorang dimana ia telah menemukan dan
mampu menggunakan sumber-sumber yang tersedia pada dirinya dalam proses pertumbuhan.
Sumber-sumber tersebut salah satunya adalah emosi, yang perubahannya dikondisikan oleh
perkembangan sosial dan kematangan (Schneiders, 1960). Morgan (1986) mengemukakan bahwa
kematangan emosi merupakan keadaan emosi yang dimiliki seseorang dimana apabila
mendapatkan stimulus emosi tidak menunjukkan gangguan kondisi emosi. Gangguan kondisi
emosi yang terjadi tersebut dapat berupa keadaan kebingungan, berkurangnya rasa percaya diri
dan terganggunya kesadaran sehingga orang tersebut tidak dapat menggunakan pemikirannya
secara efektif dan rasional. Green (Safaria dan Farni, 2007) menyatakan bahwa kematangan emosi
adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri, menempatkan diri, dan menghadapi
berbagai kondisi dengan suatu cara tertentu. Kematangan emosi menurut Chaplin (2002) merujuk
pada” kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaaan dari perkembangan emosional
seseorang dan pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola-pola emosional yang pantas
dilakukan oleh anak-anak.”
Dalam kematangan emosi terkadang adanya kontrol emosional, sehingga mereka telah
matang emosinya jika mengalami gejolak emosi yang telah mampu mengendalikan gejolak emosi
tersebut dengan baik. Daniell Goleman (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri. Ketahanan dalam menghadapi
kegagalan, menunda kepuasan, mengendalikan emosi dan mengatur keadaan jiwa. Seseorang yang
memiliki kematangan emosi dapat mengendalikan emosinya dalam lingkungan baik dalam
menghadapi masalah atau dalam menunda kepuasaan sehingga tidak merugikan orang
disekitarnya. Hollingworth (Suleman, 1995) menyatakan bahwa orang yang matang secara
emosional tidak berarti hanya mampu mengontrol emosi, tapi juga berarti kemampuan untuk
menggunakan sumber-sumber emosi untuk mendapatkan kepuasan dari hal-hal yang disenangi,
mencintai dan menerima cinta, mengalami kemarahan apabila mengalami hambatan dalam arti
hambatan tersebut juga menimbulkan kemarahan bagi orang lain, menerima dan menyadari rasa
takut yang timbul apabila menghadapi hal-hal yang menakutkan, tanpa berpura-pura berani.
Dari uraian definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosi adalah
kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dalam kehidupan sehari -hari baik dengan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, menghadapi berbagai situasi dan menyelesaikan masalah
dengan suatu cara tertentu.
2.1.2 Aspek-aspek kematangan emosi
Schneiders (1964) kematangan emosi paling tidak mencakup tiga kualitas yaitu:
a) Ketercukupan respon emosi, yang berarti bahwa responnya harus sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Sebagai contoh, orang dewasa yang bertingkah laku seperti anak kecil,
menangis dan meledakkan marahnya agar keinginannya dipenuhi adalah ciri ketidakmatangan
emosi.
b) Cakupan kedalaman emosi, yang merupakan sebuah aspek dari perkembangan yang cukup.
Orang yang mempunyai perasaan yang dangkal sebagai contoh orang yang kekurangan
keakraban, pertimbangan, cinta dan orang yang bersikap masa bodoh adalah orang yang tidak
matang emosinya.
c) Kontrol emosi. Ciri dari ketidakmatangan adalah orang yang selalu menjadi korban ketakutan
atau kecemasan, kemarahan, mengamuk, cemburu, dan kebencian.
Murray (1997) mengemukakan aspek-aspek kematangan emosi sebagai berikut:
a) Mampu memberi dan menerima cinta. Individu yang matang secara emosi mampu
mengekspresikan cintanya sebagaimana individu dapat menerima cinta dari orang-orang yang
mencintainya. Misalnya individu mampu mengekspresikan cintanya atas kasih sayang dari
ayah dan ibu.
b) Mampu menghadapi kenyataan. Kematangan emosi seseorang dapat diketahui melalui
bagaimana individu menghadapi masalah. Individu yang matang secara emosi akan
menghadapi masalah-masalah yang ada karena mengetahui satu-satunya cara untuk
menyelesaikan masalah adalah dengan menghadapi masalah itu.
c) Ada ketertarikan untuk saling memberi dan menerima. Individu yang matang secara emosi
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain, dan memberikan apa yang bisa individu
berikan. Rasa aman membuatnya mau menerima pemberian dan menerima bantuan orang lain.
d) Belajar dari pengalaman. Individu yang matang secara emosi memandang hidup sebagai suatu
proses belajar. Ketika menghadapi pengalaman yang menyenangkan, individu menikmatinya
dan bersukaria. Ketika menghadapi pengalaman pahit, individu menganggap hal itu sebagai
tanggung jawab pribadi dan meyakini bahwa dari pengalaman pahit itu dapat diambil pelajaran
yang berguna bagi kehidupan selanjutnya.
e) Mampu mengatasi frustrasi. Ketika hal yang diinginkan tidak berjalan sesuai keinginan,
individu yang matang secara emosi mempertimbangkan untuk menggunakan cara atau
pendekatan lain. Apabila tidak bisa juga, individu mengalihkan perhatiannya dan mencari
target lain.
f) Mampu menangani konflik secara konstruktif. Ketika menghadapi konflik, individu yang
matang secara emosi menggunakan amarahnya sebagai sumber energi untuk meningkatkan
usahanya dalam mencari solusi.
g) Bebas dari ketegangan. Pemahaman yang baik akan kehidupan menjadikan individu yang
matang secara emosi yakin akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang diinginkannya
sehingga individu bebas dari ketegangan.
h) Kapasitas hubungan positif dari pengalaman hidup.Individu yang matang secara emosi
memandang pengalaman hidup sebagai pengalaman untuk belajar dan ketika orang-orang
disekitarnya bersikap positif ,individu akan bahagia dan menikmati kehidupanya. Ketika
orang-orang disekitarnya bersikap negatif, individu akan bertanggung jawab atas dirinya dan
yakin dapat belajar dan memperbaiki kehidupannya.Ketika suatu hal tidak berjalan dengan
baik individu akan mencari kesempatan lain untuk berhasil.
Berdasarkan pemaparan aspek-aspek penyesuaian diri diatas, aspek-aspek yang akan
dipakai dalam penelitian ini adalah aspek-aspek kematangan emosi Murray (1997), yaitu mampu
memberi dan menerima cinta,mampu menghadapi kenyataan, ada ketertarikan untuk saling
memberi dan menerima, belajar dari pengalaman,mampu mengatasi frustasi, mampu menangani
konflik secara konstruktif, dan bebas dari ketegangan.
2.1.3 Ciri – ciri Kematangan Emosi
Hurlock (1990) memberikan beberapa kriteria emosi antara lain :
a. Kontrol Emosi
Individu dikatakan matang emosinya apabila mampu mengendalikan ekpresi emosi disaat
ia mengalami ketidaksesuaian sosial untuk melepaskan dirinya dengan menyalurkan emosinya
secara fisik dan mental dengan cara – cara yang lebih dapat diterima.
b. Mengendalikan Diri Sendiri
Individu yang matang emosinya mempelajarinya sejauh mana ia dapat mengendalikan
keinginan untuk kemudian memenuhi kebutuhan sendiri dan mengarahkannya pada harapan yang
sesuai dengan masyarakat.
c. Menggunakan Kemampuan Berfikir Kritis
Individu yang matang emosinya menilai secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi
secara emosional kemudian memutuskan bagaimana sebaiknya tindakan selanjutnya.
Smitson (Susanti 2010) karakteristik kematangan emosi :
a) Berkembang ke arah kemandirian. Kemandirian merupakan kapasitas seseorang untuk
mengatur kehidupan.
b) Kemampuan untuk menerima kenyataan. Seseorang yang matang dapat menerima kenyataan
hidup yang positif maupun negatif, tidak menyangkal atau lari dari kenyataan.
c) Kemampuan beradaptasi. Aspek ini terpenting dalam kematangan emosi karena derajat
fleksibilitas membedakan seseorang yang sehat dan tingkat emosinya. Seseorang yang matang
mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam orang dan situasi.
d) Kesiapan berespon. Individu yang matang memiliki kepekaan untuk merespon terhadap
kebutuhan emosi yang lain, baik yang di ekspreskan ataupun yang tidak.
e) Kapasitas untuk seimbang. Individu yang matang emosinya mampu mengembangkan
pemenuhan kebutuhannya sendiri dan orang lain. Dirinya mempertimbangkan pula hal-hal apa
saja yang mampu mereka berikan.
f) Pemahaman empatik. Individu mampu menempatkan diri pada posisi orang lain. Memahami
apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain.
g) Mengatasi rasa marah. Memahami rasa marah serta kesadaran akan dirinya dan perasaan lain
yang mengatasi kemarahannya

2.2 Sikap Pelestarian Lingkungan


Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata lestari artinya tetap selamalamanya, kekal,
melestarikan berarti membuat tetap tidak berubah atau keserasian dan keseimbangan lingkungan.
Pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi lingkungan hidup
terhadap tekanan perubahan dan dampak negative yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap
mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup (Rahmayani, 2008). Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan
sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubunganya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga,
nilai, komunikasi buku, radio dan televisi. Terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi
timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan banyak memiliki peran.
Ada tiga lingkungan yang dapat mempengaruhi sikap seorang: Lingkungan yang pertama
adalah lingkungan yang paling dekat dengan seorang anak adalah rumah. Selama
perkembangannya, seorang anak mendapat pelajaran dari hasil mencontoh perilaku ayah dan
ibunya. Baik itu kesehatan dan kebersihan merupakan hal pertama yang perlu di berikan kepada
anak. Sedangkan untuk kehidupan alam, anak perlu mengenal langsung tentang lingkungan
sekitarnya karena itu dirumah minimal harus ada satu tanaman atau taman dirumah. Kemudian
dijelaskan kepada mereka bila tanaman tidak disiram akan mati.Lingkungan yang kedua yaitu
melalui pendidikan formal (SD sampai Perguruan Tinggi) sehingga bisa menanamkan sikap positif
terhadap lingkungan melalui pendidikan formal khususnya mata pelajaran biologi di SMA.
Pendidikan lingkungan di sekolah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bentuk kurikuler
maupun ekstrakulikuler. Sekolah melalui guru mata pelajaran, termasuk guru biologi dituntut agar
dapat berperan untuk mengembangkan dan menanamkan sikap ke arah pembentukan budi pekerti
yang luhur atau akhlak mulia.
Usaha lain yang dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan dapat berupa penyuluhan,
bimbingan dan pelatihan. Bentuk penyuluhan dan bimbingan dapat dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, antara lain tentang penanganan limbah, perbaikan tanah pertanian dan
program sejuta pohon. Sikap mempunyai tiga komponen yaitu kognitif (berhubungan dengan
pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal –hal yang berhubungan dengan bagaimana orang
mempersepsikan terhadap objek sikap), afektif (berhubungandengan perasaan senang atau tidak
senang terhadap objek sikap, rasa senang merupakan hal positif sedangkan rasa tidak senang
merupakan hal yang negatif) dan konatif (berhubungan kecenderungan untuk bertindak,
komponen yang menunjukkan besar kecilnya kecendrungan bertindak atau perilaku seseorang
terhadap objek sikap).
Pengetahuan mengenai lingkungan yang terdapat dalam jurusan biologi, diharapkan akan
mampu menumbuh kembangkan sikap positif mahasiswa terhadap lingkungan (Sholahudin,
2005). Peran serta manusia dalam pembangunan sangat penting dalam upaya meningkatkan daya
guna dan dengan hasil guna pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Nurfiana (2005) menjelaskan: “Manusia bisa bertindak sebagai subjek lingkungan dalam arti
positif, yaitu dapat memelihara, menjaga dan mengembangkan lingkungan hidup (mengelola)
demi kehidupan mahkluk hidup yang ada di dunia ini. selain itu manusia dapat bertindak sebagai
objek lingkungan, yaitu korban pencemaran air, udara, tanah dan lain-lain”. Menurut Walgito
(1999) sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi
yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang
tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dengan cara yang tertentu yang dipilihnya.
Menurut Ahmadi (1999) dalam Nurfiana (2005) mengemukakan bahwa hasil belajar berisi
aspek kognitif dan afektif. Dengan demikian dari proses belajar akan mengarahkan pembentukan
sikap dan kematangan emosional. Selain itu pembentukan dan perubahan tidak terjadi dengan
sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga,
nilai, hubungan antar individu, hubungan antar kelompok, media massa seperti; surat kabar, buku,
poster, radio dan televisi. Sikap yang dimiliki oleh seseorang juga memiliki ciri-ciri. Banyak para
ahli yang berpendapat tentang ciri dari sikap. Salah satunya menurut Walgito (1999) ciri-ciri sikap
yaitu;
1. Pertama, sikap tidak dibawa sejak lahir artinya bahwa sikap itu tidak dibawa sejak lahir tetapi
sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu. Sikap itu dapat terbentuk atau dibentuk,
maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya sikap itu dapat berubah.
2. Kedua, sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap artinya sikap selalu terbentuk atau
dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, melalui prose presepsi terhadap
objek tersebut. Hubungan yang posistif atau negative antara individu dengan objek tertentu,
akan menimbulkan sikap tertentu.
3. Ketiga, sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan
objek-objek.
4. Keempat, sikap dapat berlangsung lama atau sebentar artinya jika suatu sikap telah terbentuk
dan merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan
pada diri orang tersebut. Sikap tersebut akan sulit berubah, dan jika berubah akan
membutuhkan waktu yang relatif lama. Begitu sebaliknya jika sikap itu belum begitu
mendalam dalam diri seseorang, maka sikap secara relatif tidak bertahan lama dan mudah
berubah.
5. Kelima ,sikap itu mengandung faktor perasaan atau motivasi yang artinya sikap terhadap suatu
objek akan selalu diikuti perasaan tertentu yang dapat bersifat positif atau negatif. Sikap
mempunyai daya dorong atau motivasi bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap
objek yang dihadapi.

2.3 Hubungan Kematangan Emosi dengan Sikap Peduli Lingkungan


Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis
terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya
seperti anak-anak atau orang yang tidak matang. Dengan demikian, remaja mengabaikan banyak
rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya, remaja yang emosinya
matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana
hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya (Hurlock, 1999). Hawadi (2004)
bagi individu yang kurang matang emosinya akan merasa tertekan dengan tuntutan yang ada dan
bisa menjadi mahasiswa drop out, individu tersebut akan merasa terisolasi atau bersifat agresif
terhadap orang lain, dan juga individu tersebut mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri serta
tidak dapat mengembangkan kreativitas dan potensi yang dimiliki. Menurut Barefoot, Beckhman,
Haney, Siegler & Lipkus (1993) kematangan emosi sangat berkaitan dengan karakteristik orang
dengan kepribadian yang matang.
Kematangan emosi memberikan pengaruh terhadap kemudahan melakukan penyesuaian
diri dengan lingkungan. Hurlock (2002) berpendapat bahwa individu yang matang emosinya
memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima
beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang
dihadapi. Schneiders (1964) menyatakan bahwa kematangan emosi yang diinterpretasikan sebagai
cakupan ketercukupan respon emosi, cakupan kedalaman emosi dan control emosi yang
kesemuanya adalah penting bagi penyesuaian diri yang baik. Hal ini berarti bahwa kematangan
emosi mempunyai pengaruh penting bagi kemampuan individu melakukan penyesuaian diri yang
baik. Sejalan dengan pendapat di atas Yusuf (2004) menyatakan bahwa individu yang memiliki
kematangan emosi akan mampu menerima dirinya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Ketidak mampuan individu dalam menyesuaikan diri akan menyebabkan berbagai masalah dan
bahaya. Hurlock (2004) mengungkapkan tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan
penyesuaian diri adalah tidak bertanggung jawab, sikap yang sangat agresif dan sangat yakin pada
diri sendiri, perasaan tidak aman, terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan
yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari, mundur ke tingkat perilaku yang sebelumnya agar
supaya disenangi dan diperhatikan, menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi dan
berkhayal.
Salah satu ciri sikap orang yang memiliki kematangan emosional adalah mempunyai tiga
komponen yaitu kognitif (berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal –
hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap objek sikap), afektif
(berhubungandengan perasaan senang atau tidak senang terhadap objek sikap, rasa senang
merupakan hal positif sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif) dan konatif
(berhubungan kecenderungan untuk bertindak, komponen yang menunjukkan besar kecilnya
kecendrungan bertindak atau perilaku seseorang terhadap objek sikap).
Pengetahuan mengenai lingkungan yang terdapat dalam mahasiswa jurusan biologi,
diharapkan akan mampu menumbuh kembangkan sikap positif mahasiswa terhadap lingkungan
(Sholahudin, 2005). Peran serta manusia dalam pembangunan sangat penting dalam upaya
meningkatkan daya guna dan dengan hasil guna pembangunan yang berkaitan dengan pengelolaan
lingkungan hidup. Nurfiana (2005) menjelaskan: “Manusia bisa bertindak sebagai subjek
lingkungan dalam arti positif, yaitu dapat memelihara, menjaga dan mengembangkan lingkungan
hidup (mengelola) demi kehidupan mahkluk hidup yang ada di dunia ini. selain itu manusia dapat
bertindak sebagai objek lingkungan, yaitu korban pencemaran air, udara, tanah dan lain-lain”.
Menurut Walgito (1999) sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar
kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dengan cara yang tertentu yang
dipilihnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian tentang hubungan antara kematangan emosi dengan sikap pelestarian
lingkungan mahasiswa ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran variabel-
variabel yang diteliti dan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel-variabel
tersebut. Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan rancangan deskriptif korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel (Wiyono, 2007).
Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dideskripsikan dan dicari hubungannya
yaitu variabel kematangan emosi dan variabel penyesuaian diri pada mahasiswa. Rancangan
penelitian dilukiskan pada gambar di bawah ini.

Kematangan Emosi Sikap Pelestarian


Lingkungan

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Variabel Kematangan Emosi dan Sikap Pelestarian Lingkungan

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi Penelitian
Dalam penelitian ini populasi penelitian adalah mahasiswa Pendiidkan Biologi Universitas
Negeri Malang sebanyak 675 orang.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan pada penelitain ini sekitar 100 mahasisawa dan sebanyak 50
kuisioner.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data


3.3.1 Jenis Instrumen
Dalam proses perolehan data, instrumen yang digunakan berupa skala. Skala adalah salah
satu bentuk alat ukur psikologis yang menggunakan daftar pernyataanpernyataan yang harus
dijawab oleh individu. Sifat skala adalah isi pernyataannya yang dapat berupa pernyataan langsung
yang jelas tujuan ukurnya akan tetapi, dapat pula berupa pernyataan tidak langsung yang tampak
kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden. (Azwar, 2011).
Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala kematangan emosi dan skala sikap
pelestarin lingkungan , kedua skala tersebut menggunakan satu metode penskalaan yaitu Model
Likert. Model ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang dipisahkan menjadi
pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable. Untuk melakukan penskalaan dengan metode
ini, sejumlah pernyataan sikap maupun psikologis telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan
pernyataan yang didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan.
Agar sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan serta untuk menghindari
kecenderungan responden menjawab netral, maka skala likert dimodifikasi hanya menggunakan
empat kategori respon. Adapun jawaban dari kategori respon adalah sebagai berikut: SS (sangat
sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), STS (sangat tidak sesuai). Proses pemberian skor sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Skor Kategori Respon
Kategori Favorabel Unfavorabel
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
Sangat Tidak Sesuai 1 4

3.3.2. Penyusunan Instrumen


Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instumen penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Menentukan definisi operasional.
b. Menyusun blueprint.29
c. Menyusun pernyataan yang telah dibuat menjadi perangkat instrument penelitian.
d. Menentukan lokasi penelitian (Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang).
e. Melakukan uji coba instrument penelitian.
f. Menganalisis hasil uji coba aitem untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.
g. Menyebarkan skala pada subyek penelitian.
3.3.3 Uji Coba Instrumen Penelitian
Sebelum melakukan pengukuran ,terlebih dahulu dilakukan uji coba skala yang
fungsinya untuk mengetahui validitas dan reabilitas setiap aitem dari skala yang telah
disusun. Uji coba instrument akan dilakukan di mahasiswa pendiidkan Biologi Universitas
Negeri Malang sebanyak 30.
a. Validitas
Pada penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Validitas
konstruk dapat dicapai dengan studi korelasi antara aitem.Validitas ini mengacu pada
adanya kesesuaian antar bagian-bagian instrumen tersebut secara keseluruhan.Teknik
menghitung yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus korelasi product moment.
Analisis data koefisien validitas dihitung dengan menggunakan bantuan program
SPSS 17.0 for Windows.
b. Reabilitas
Azwar (2010) menjelaskan reliabilitas adalah “sejauh mana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya”.Untuk mengukur reliabilitas instrumen pada penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan konsistensi internal yang dianalisis menggunakan rumus Formula
Alpha dari Cronbach dengan bantuan program SPSS 17.0 for Windows. Pemilihan rumus
tersebut dengan pertimbangan bahwa formula Alpha Cronbach dapat diterapkan pada alat
ukur yang dapat dibelah secara seimbang (Azwar, 2011). Jika koefisien reliabilitas
perhitungan menunjukkan angka ≥ 0,6, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang
bersangkutan dinyatakan reliabel (Arikunto, 2010).Untuk menentukan tinggi rendahnya
reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan kategori dari Guilford (Sugiyono,
2010), sebagai berikut:
Tabel 3.1 reliabilitas instrument kategori dari Guilford

3.4 Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dalam bentuk skala yang
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Mengurus surat izin melakukan penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang
b. Mempersiapkan instrument penelitian yang akan digunakan
c. Menyebarkan skala kematangan emosi dan skala sikap pelestarian lingkungani pada subyek
penelitian yaitu 100 mahasiswa pendiidkan biologi Universitas Negeri Malang.
d. Pengumpulan kembali instrumen penelitian untuk kemudian di analisis.

3.5 Analisis Data


Langkah analisis data merupakan kelanjutan dari langkah pengumpulan data. Adapun
langkah-langkah dalam analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2012: 206) statistik deskriptif adalah “statistik yang digunakan untuk
menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi”. Dalam analisis ini digunakan metode pengkategorian berdasarkan skor T yaitu tinggi
dan rendah. Skor T merupakan salah satu cara mengubah skor mentah menjadi skor standart
(Azwar, 2011). Pengkonversian dari skor mentah ke skor T tidak dilakukan secara manual
melainkan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows.
3.5.2 Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah ketiga variabel berdistribusi normal
atau tidak. Jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal. Sedangkan jika p < 0,05 maka
sebarannya tidak normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji linearitas sebagai salah satu syarat yang baik
sebagai sebuah data penelitian yang akan diuji dan agar makna kesimpulan yang ditarik tidak
menyimpang dari kebenaran (Hadi, 2004). Pedoman yang digunakan dengan nilai signifikansi F,
jika nilai F < 0,05 maka hubungan antara kedua variable tersebut linear (membentuk garis lurus).
Namun jika F > 0,05 maka hubungan antara kedua variabel tersebut tidak linear (tidak membentuk
garis lurus).
c. Analisis Korelasi
Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistika yang digunakan untuk
menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Dalam upaya
menjawab hipotesis penelitian, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik korelasi dengan menggunakan product moment (Pearson) yang dipakai untuk melihat
hubungan dua variabel yaitu hubungan antara kematangan emosi dengan sikap pelestarian
lingkungan Universitas Negeri Malang. Penghitungan korelasi ini dilakukan dengan menggunakan
rumus uji korelasi dan tidak dilakukan manual melainkan dilakukan dengan bantuan program
SPSS 17.0 for Windows.

Вам также может понравиться