Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Triyani Retno P, dr.
Dokter Pembimbing:
dr. Tarjono, Sp. B
Dokter Pendamping:
dr. H. Titin Ning Prihatini, M.H
Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada daerah selangkangan kanan. Benjolan
peratma kali dirasakan sejak tahun 2013 pada saat os hamil anak ke tiga, benjolan
hilang timbul. Os mengatakan benjolan timbul saat os beraktivitas berat dan hilang
saat os berbaring. Namun sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit os mengaku
benjolan terasa nyeri dan terasa panas sepeti terbakar. Keluhan tidak disertai dengan
adanya gangguan BAB, pasien masih bisa buang angin, mual muntah dan demam
tidak dirasakan pasien
Riwayat sakit, kemerahan di sekitar selangkangan tidak ada. Riwayat kontak dengan
penderita TB disangkal. Riwayat batuk - batuk lama , penurunan berat badan, dan
pengobatan 6 bulan disangkal. Tidak ada riwayat luka atau luka bernanah di sekitar
selangkangan
Riwayat pengobatan
Osbelum pernah berobat karena keluhan benjolan
Riwayat penyakit terdahulu
Os tidak memiliki riwayat penyakit tertentu
1
Riwayat pekerjaan
Os bekerja sebagai pedang. Dalam keseharianya kadang os mengangkat berat.
Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS
2
ukuran ± 5 x 4 x 3 cm, permukaan rata, nyeri, suhu sama dengan sekitar,
massa teraba lunak, permukaan licin,dapat digerakan dan dapat
dimasukan kedalam perut.
Auskultasi : Tidak terdengar bising usus pada benjolan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tanggal 28/12/18
o Darah Rutin
Leukosit 6.800/mm3
Eritrosit : 3.9 juta/uL
Hemoglobin : 11.4 g/dL
Hematokrit : 36.5%
Trombosit : 241.000/mm3
MCV : 92.0 fL
MCH : 29.5 pg
MCHC : 32.2 g/Dl
Masaa pembekuan : 7’00’’
Masa perdarahan 3’00’
Kimia Klinik
Gds ;92
FUNGSI ginjal
Ureum : 17
Kreatinin :1.14
Fungsi Hati
SGOT : 20
SGPT :21
DIAGNOSA KERJA
3
PENATALAKSANAAN
Ceftriaxon 1x1 gr iv
Ketorolac 3x1 A iv
Diet bebas
Follow Up
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
annulus inguinalis ekternus. Apabila hernia berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada
dalam m.kremaster terlatak anteromedial terhadap vas deferen dan
struktur lain dalam tali sperma
b. Hernia inguinalis medial/direk
Disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung
kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi ligamentum
inguinal dibagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian lateral
dan tepi otot rektus dibagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk
oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurisis m.tranversus
abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini
potensial untuk menjafi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar
melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai
strangulasi karena cincin hernia longgar.1
B. Berdasarkan kausanya
a. hernia congenital
b. hernia akuisita/dapatan,
Dimana hernia dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra
abdominal.
C. Berdasarkan sifatnya
a. hernia reponibel
Jika isi kantong hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengedan, dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri dan gejala obstruksi usus.
Gambar 1. Hernia repponibilis, dimana isi kantong hernia tidak terjepit
pada pintu hernia.
6
b. Hernia ireponibel
Jika isi kantong hernia tidak dapat keluar masuk. Ini biasanya
terjadi disebabkan oleh perlengketan isi kantong hernia pada
peritoneum kantong hernia. Hernia jenis ini biasanya dikenal dengan
nama hernia akreta. Tidak ada keluhan nyeri atau tanda sumbatan usus.
Gambar 2. Hernia irreponibilis
c. Hernia inkarserata
Merupakan hernia irreponibel yang disertai tanda-tanda
obstruksi usus. Pada hernia tipe ini, isi kantung hernia terjepit
sehingga terjadi gangguan aliran pasase usus, dimana makanan tidak
bisa lewat.
Operasi hernia inkarserata merupakan operasi darurat nomer 2
setelah operasi appendicitis. Selain itu hernia inkarserata merupakan
penyebab nomer satu kasus obstruksi usus di Indonesia. 1
Gambar 3. Hernia inkarserata
7
d. Hernia Strangulata
Hernia irreponibilis dimana sudah terjadi gangguan
vaskularisasi viscera yang terperangkap dalam kantung hernia.
Pada keadaan sebenarnya, gangguan caskularisasi sudah mulai
terjadi sejak jepitan dimulai. Gannguan terdiri dari beberapa tingkatan,
dari mulai bendungan sampai dengan nekrosis. 1
Gambar 4. Hernia strangulate
8
1.4 Etiologi
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang dihubungkan
dengan angkat berat. Hernia terjadi jika bagian dari organ perut ( biasanya usus)
menonjol melalui suatu titik yang lemah atau robekan pada dinding otot yang
tipis, yang menahan organ perut pada tempatnya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia, lebih banyak pada pria ketimbang
pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi
hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan didalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut
karena usia.1
Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik,
hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis. Insiden
hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya
penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang
berkurang kekuatannya.1
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan
kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal, sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis
dan n.iliofemoralis setelah apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis
mencapai skrotum disebut hernia skrotalis. 1
1.5 Patofisiologi
Pada orang sehat ada 3 mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis
yaitu:
9
a. kanalis inguinalis yang berjalan miring
b. adanya struktur m.oblikus internus abdominis yang menutup annulus inguinalis
internus ketika berkontraksi
c. adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan pada ketiga mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus
turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis
inguinalis berjalan lebih vertikal. sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi,
kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga
dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.1
1.6 Diagnosis
a. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.
Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat
paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan dan
menghilang setelah berbaring. Biasanya pasien harus berdiri saat
pemeriksaan , kerena tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang
bereduksi pada saat pasien berbaring. Hidrokel bertransiluminasi, tetapi
hernia tidak.2
1.7 Penatalaksanaan1
1.Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi
10
a. Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada
pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang
isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah
cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan
oleh cincin hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa.
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan
kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan
untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam
waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip
dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik.
11
Kelemahan teknik herniotomi adalah terdapatnya regangan berlebihan pada
otot-otot yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1980
dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan yaitu teknik herniorafi
bebas regangan. Pada teknik ini digunakan mesh untuk memperkuat fasia
transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan
otot-otot ke ligamentum inguinal.
1.8 Prognosis2
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak
waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan
pada saat perbaikan, jaringan yang kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan
hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam
pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral.
Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam
regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang
terbesar.insisi relaksasi selalu membantu. Perbaikan hernia inguinalis bilateral
secara bersamaan tidak meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan
penyebab kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekuren
membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan setelah
hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan dengan pendekatan
preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat prostesis.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, De jong Wim. Buku ajar Ilmu Bedah Edisi 3. EGC. Jakarta.2012
2. Schwartz. Et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. EGC. Jakarta. 2000.
3. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergecy surgery. Edisi XXIII. Penerbit Hodder
Arnold. 2006.
13