Вы находитесь на странице: 1из 60

referat

Short and Long Treatment TB MDR

Oleh :

1. Dhea Melia putri


(1210070100041)
2. Muhammad Delfin (1210070100048)
3. Zeniana Rahayu (1310070100052)
4. Novika Gemalasari (1310070100055)
5. Sila Walfadila (1310070100057)
6. Putri Nurma Sari (1310070100058)

Preseptor :
dr. H. Taufiq Hidayat, Sp. P.

SMF / BAGIAN PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapakan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini setelah dievaluasi oleh pembimbing
tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam juga kami tuturkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan bagi umat yang bertaqwa kepada-Nya.
Referat yang berjudul “SHORT and LONG TREATMENT TB MDR” ini dibuat sebagai wadah
untuk menambah wawasan mengenai SHORT and LONG TREATMENT TB MDR serta efek samping
terhadap obat yang ditimbulkannya. Penulis amat sadar karena keterbatasan yang kami miliki saat
menulis makalah ini.
Penulis berterimakasih sekali kepada pembimbing terbaik kami Bapak dr. Taufiq Hidayat, Sp. P
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk simpatik, telaten, sabar dan penuh bijaksana sehingga
referat ini menjadi baik dan terarah dalam pengerjaannya.
Kami sangat menyadari makalah ini pasti tidak luput dari kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasa
maupun tataletak. Pada kesempatan ini kami sebagai penulis memohon maaf kepada para pembaca.
Masukan, kritik dan saran akan kami jadikan cambuk supaya kami dapat menyusun makalah ilmiah yang
lebih baik lagi. Insya Allah.

Bukittinggi, April 2018

Penulis

DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2 TUJUAN ................................................................................................................ 2
1.2.1 TujuanUmum ................................................................................................ 2
1.2.2 TujuanKhusus ............................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN .................................................................... 3
2.1 DEFINISI TB MDR ................................................................................................ 3
2.2 KATEGORI TB MDR ............................................................................................ 3
2.3 DIAGNOSIS TB MDR ........................................................................................... 3
2.4 PENATALAKSANAAN TB MDR ........................................................................ 7
2.4.1. PRINSIP PENGOBATAN ADUAN STANDAR JANGKA PENDEK ......... 7
2.4.1.1. Alurpengobatan TB resisten obat............................................................ 7
2.4.1.2. Paduan pengobatan standar jangka pendek dan cara Pemberian ............ 10
2.4.1.3. Dosis OAT pada standar jangka pendek ................................................. 10
2.4.1.4. Cara pemberianObat ............................................................................... 11
2.4.1.5. Desentralisasilayanan .............................................................................. 12
2.4.16. Tatalaksana efek samping pengobatan paduan standarJangka pendek ... 12
2.4.1.7. Hasil akhir pengobatan pasien TB RO.................................................... 20
2.4.1.8. Pemantauan setelah selesai pengobatan ................................................... 21
2.4.2. PENGOBATAN STANDAR JANGKA PANJANG ..................................... 22
2.4.2.1. Penanganan efek samping jangka panjang ............................................ 33
2.5 EVALUASI HASIL AKHIR PENGOBATAN TB MDR .................................... 55
BAB III. TINJAUAN DATA .................................................................................... 57
BAB IV. KESIMPULAN ........................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 59

DAFTAR GAMBAR
3
GAMBAR 1. DIAGNOSIS TB MDR ......................................................................... 4
GAMBAR 2. ALUR PENENTUAN PADUAN PENGOBATAN PASIEN TB
PARU DI INDONESIA ........................................................................ 7

DAFTAR TABEL
4
TABEL 1. OBAT PADA PADUAN STANDAR JANGKA PENDEK ..................... 10
TABEL 2. DOSIS OAT BERDASARKAN BERAT BADAN .................................. 10
TABEL 3. BERBAGAI EFEK SAMPING OAT MDR DAN
PENATALAKSANAANNYA .................................................................. 13
TABEL 4. INTERAKSI OBAT................................................................................... 18
TBAEL 5. KRITERIA UNTUK PENETAPAN PASIEN TB MDR YANG AKAN
DIOBATI ................................................................................................... 24
TABEL 6. PASIEN TB MDR DENGAN KONDISI KHUSUS ................................. 25
TABEL 7. PENGELOMPOKKAN OAT .................................................................... 26
TABEL 8. PERHITUNGAN DOSIS OAT ................................................................. 29
TABEL 9. EFEK SAMPING RINGAN DAN SEDANG YANG SERING
MUNCUL .................................................................................................. 34
TABEL 10. EFEK SAMPING BERAT ...................................................................... 43
TABEL 11. DOSIS UJI DOSIS UNTUK MEMULAI KEMBALI PENGOBATAN
OAT MDR ............................................................................................... 52
TABEL 12. PERUBAHAN DAN PENYESUAIAN DOSIS OAT PADA
GANGGUAN GINJAL ........................................................................... 53
TABEL 13. PERUBAHAN DAN PENYESUAIAN DOSIS OAT PADA
GANGGUAN GINJAL ........................................................................... 54
TABEL 14. JUMLAH PASIEN TB MDR TAHUN 2018………………………….. 57

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTPTRO) telah dilaksanakan di
Indonesia sejak tahun 2009. Pada tahun tersebut, hanya RS Persahabatan dan RS dr. Soetomo yang
menjadi RS rujukan TB resistan obat (TB RO). Dalam perkembangannya, saat ini layanan TB RO sudah
tersedia di 34 provinsi diIndonesia. Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah kasus TB RO yang
ditemukan dan diobati. Namun, seiring dengan pengembangan layanan, terjadi penurunan angka
keberhasilan pengobatan, yaitu dari 67,9% pada tahun 2010 menjadi 51,1% pada tahun 2013,
danpeningkatan angka loss to follow up (LFU) dari 10,7% (2009) menjadi 28,7% (2013).
Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4 juta insidens kasus TB di seluruh dunia, di mana
580.000 diantaranya merupakan kasus TB MDR/TB RR. Dari perkiraan 580.000 kasus TB RO tersebut
hanya 125.000 yang berhasil ditemukan dan diobati. WHO memperkirakan sekitar 190.000 pasien TB
RO akan meninggal dikarenakan tidak adanya akses terhadap layanan TB RO yang efektif. Tatalaksana
TB RO yang tersedia saat ini di dunia membutuhkan periode waktu yang terlalu lama (minimal 20
bulan), memerlukan biaya yang besar, baik untuk program maupun pasien. Data surveilans TB RO di
seluruh dunia juga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan dalam hal angka keberhasilan
pengobatan dengan paduan standar jangka panjang, yaitu sekitar 50% (WHO Global TB Report2016)
Pada bulan Mei 2016 WHO mengeluarkan rekomendasi penggunaan paduan pengobatan
standar jangka pendek 9-11 bulan untuk tiga kelompok pasien, yaitu: pasien TB resistan rifampisin (TB
RR) atau MDR yang belum pernah diobati dengan OAT lini kedua; atau pada pasien yang kemungkinan
kecil terjadi resistansi; atau terbukti tidak resistan terhadap fluorokuinolon dan obat injeksi lini kedua.
Rekomendasi ini berdasarkan pada hasil kajian dari berbagai studi observasional mengenai penggunaan
paduan pengobatan jangka pendek di beberapa negara Asia dan Afrika (Bangladesh, Benin, Burkina
Faso, Burundi, Kamerun, Afrika Tengah, Kongo, Niger, Swaziland, dan Uzbekistan) yang menunjukkan
angka keberhasilan pengobatan menggunakan paduan standar jangka pendek mencapai 84% (95%CLs:
79%- 87%) dibandingkan dengan angka keberhasilan pengobatan menggunakan paduan standar jangka
panjang yang hanya mencapai 62% (95%CLs:53%-70%)]
Program Penanggulangan TB Nasional akan mengimplementasi pengobatan jangka pendek
untuk TB RR/MDR sesuai dengan rekomendasi WHO sebagai upaya untuk meningkatkann enrollment
pengobatan, menurunkan angka putus berobat dan meningkatkan angka keberhasilan pengobatan pada
pasien TB RO di Indonesia. Pada prinsipnya, pengobatan TB RO di Indonesia terdiri dari paduan
standar jangka pendek dan paduan individual. Paduan standar jangka pendek diberikan untuk pasien TB

6
RR/MDR yang memenuhi kriteria, sedangkan paduan individual diberikan pada pasien TB pre-/XDR
dan pasien TB MDR dengan kondisi tertentu

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior bagian Paru di RSUD DR.
Achmad Mochtar Bukittinggi.
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Short TreatmentTB MDR

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi TB MDR


Resistensi ganda adalah M tuberculosis yang resisten minimal rifampisin dan INH dengan atau
tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB
yang diterapkan pada strategi DOTS.
2.2. Kategori TB MDR
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB :
Mono resisten kekebalan terhadap salah satu OAT

Poli resisten kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain


kombinasi isoniazid dan rifampisin

Multi drug resistant (MDR) kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid


dan rifampicin.
Extensive drug resistant (XDR) TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu
obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin)

Total Drug Resistance(TDR) Resisten baik dengan lini pertama maupun lini
kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa
dipakai

2.3. Diagnosis TB MDR


Penegakan diagnosis TB RO di Indonesia mengacu kepada pemeriksaan bakteriologis dengan Tes
Cepat Molekuler (TCM), biakan, dan uji kepekaan obat. Pemeriksaan dengan TCM dilakukan di
fasyankes yang memiliki sarana TCM, biakan dan uji kepekaan dilakukan di laboratorium yang telah
tersertifikasi

8
Terduga TB

Gambar 1. Diagnosis TB MDR

Keterangan alur:
A. Prinsip penegakan diagnosisTB

9
1. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, tes
cepat molekuler TB danbiakan.

2. Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan
pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaanmikroskopis.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks
tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan
terjadi overdiagnosis ataupununderdiagnosis.

4. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaanserologis.

B. Penegakan diagnosis berdasarkanFaskes

1. Faskes yang mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM)TB:

a) Faskes yang mempunyai akses pemeriksaan TCM, penegakan diagnosis TB pada terduga
TB dilakukan dengan pemeriksaan TCM. Pada kondisi dimana pemeriksaan TCM tidak
memungkinkan (misalnya alat TCM melampui kapasitas pemeriksaan, alat TCM
mengalami kerusakan, dll), penegakan diagnosis TB dilakukan dengan
pemeriksaanmikroskopis.

b) Jika terduga TB adalah kelompok terduga TB RO dan terduga TB dengan HIV positif,
harus tetap diupayakan untuk dilakukan penegakan diagnosis TB dengan TCM TB,
dengan cara melakukan rujukan ke layanan tes cepat molekuler terdekat, baik dengan cara
rujukan pasien atau rujukan contohuji.

c) Jumlah contoh uji dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2 (dua)
dengan kualitas yang bagus. Satu contoh uji untuk diperiksa TCM, satu contoh uji untuk
disimpan sementara dan akan diperiksa jika diperlukan (misalnya pada hasil
indeterminate, pada hasil Rif Resistan pada terduga TB yang bukan kriteria terduga TB
RO, pada hasil Rif Resistan untuk selanjutnya dahak dikirim ke Laboratorium LPA untuk
pemeriksaan uji kepekaan Lini-2 dengan metodecepat)

d) Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan MTB/RIF terdiri atas cairan
serebrospinal (Cerebro Spinal Fluid/CSF), jaringan biopsi, bilasan lambung (gastric
lavage), dan aspirasi cairan lambung (gastricaspirate).

10
e) Pasien dengan hasil Mtb Resistan Rifampisin tetapi bukan berasal dari kriteria terduga TB
RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika terdapat perbedaan hasil, maka hasil
pemeriksaan TCM yang terakhir yang menjadi acuan tindakan selanjutnya.

f) Jika hasil TCM indeterminate, lakukan pemeriksaan TCM ulang. Jika hasil tetap sama,
berikan pengobatan TB Lini 1, lakukan biakan dan ujikepekaan.

2. Faskes yang tidak mempunyai Alat Tes Cepat Molukuler (TCM)TB

a) Faskes yang tidak mempunyai alat TCM dan kesulitan mengakses TCM, penegakan
diagnosis TB tetap menggunakanmikroskop.

b) Jumlah contoh uji dahak untuk pemeriksaan mikroskop sebanyak 2 (dua) dengan kualitas
yang bagus. Contoh uji dapat berasal dari dahak Sewaktu-Sewaktu atau Sewaktu-Pagi.

c) BTA (+) adalah jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil
pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada pemeriksaan
dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA(+)

d) BTA (-) adalah jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila
pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat
dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-
tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan olehdokter.

e) Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif dan tidak memilki akses rujukan
(radiologi/TCM/biakan) maka dilakukan pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non
OAT dan Non kuinolon) terlebih dahulu selama 1-2 minggu. Jika tidak ada perbaikan
klinis setelah pemberian antibiotik, pasien perlu dikaji faktor risiko TB. Pasien dengan
faktor risiko TB tinggi maka pasien dapat didiagnosis sebagai TB Klinis. Faktor risiko TB
yang dimaksud antaralain:

- Terbukti ada kontak dengan pasienTB

- Ada penyakit komorbid: HIV,DM

- Tinggal di wilayah berisiko TB: Lapas/Rutan, tempat


penampungan pengungsi, daerah kumuh,dll.

11
2.4. Penatalaksanaan TB MDR
2.4.1 Prinsip Pengobatan Paduan Standar Jangka Pendek

2.4.1.1. Alur Pengobatan TB ResistanObat

Gambar 2. Alur penentuan paduan pengobatan pasien TB RO di Indonesia

12
Keterangan alur:
 Untuk semua pasien TB RR, ambil tiga (3) contoh uji berkualitas baik, satu (1) contoh uji untuk
pemeriksaan LPA lini kedua dan dua (2) dahak untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
 Bila tidak terdapat risiko intoleransi dan atau resistansi terhadap fluorokuinolon (FQ) dan atau
obat injeksi lini kedua (SLI) berdasarkan anamnesis dan atau hasil uji kepekaan, pasien akan
mulai pengobatan paduan standar jangkapendek.
 Bila terdapat risiko intoleransi/resistansi terhadap FQ dan atau SLI berdasarkan anamnesis, uji
kepekaan, atau faktor risiko hasil pengobatan buruk (seperti TB berat), pasien harus diberikan
paduanindividual.
 Ketika hasil uji kepekaan keluar, paduan pengobatan harus dievaluasi ulang, dengan 5 opsi
berikut:
1. Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan standar jangka pendek dan hasil uji kepekaan
tidak terdapat resistansi terhadap FQ/SLI, pengobatan paduan standar jangka pendek
dapatdilanjutkan.
2. Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan standar jangka pendek dan hasil uji kepekaan
menunjukkan tambahan resistansi terhadap FQ/SLI, pengobatan pasien harus berganti
menjadi paduan individual berdasarkan hasil uji kepekaan (pengobatan dimulai dariawal).
3. Untuk pasien yang sudah mendapatkan paduan individual dan terkonfirmasi resistan terhadap
FQ/SLI berdasarkan hasil uji kepekaan, pengobatan paduan individual dilanjutkan.
4. Untuk pasien yang mendapatkan paduan individual berdasarkan pertimbangan intoleransi
terhadap FQ/SLI, paduan harus dievaluasi ulang dan disesuaikan (bila diperlukan)
berdasarkan hasil ujikepekaan.
5. Untuk pasien yang mendapatkan paduan individual tetapi tidak terbukti resistan terhadap
FQ/SLI berdasarkan hasil uji kepekaan, pengobatan paduan individual dilanjutkan sambil
berkonsultasi dengan para TAK akan kemungkinan perubahan paduan berdasarkan hasil uji
kepekaan dan kondisi klinis pasien tidak pindah ke paduan standar jangka pendek apabila
telah mendapatkan pengobatan dengan paduan individual > 1bulan.

6. *Yang termasuk dalam unfavourable outcome (hasil terapi yang tidak diharapkan) ialah
pemanjangan gelombang QTcF >500 ms; kenaikan kadar SGOT-SGPT >5x normal, klirens

13
kreatinin <30 cc/menit, penyakit TB berat (kavitas multipel, kerusakan parenkim paru yang
luas).
7. Bila terjadi kasus intoleransi Kanamisin (misalnya terjadi gangguan pendengaran sensoris,
gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan, terjadi kehamilan selama pengobatan),
Kanamisin dapat diganti dengan Kapreomisin dengan dosis yang sama denganKanamisin.

1. Pengobatan standar jangka pendek diberikan kepada pasien TB RR/MDR yang


memenuhi semua kriteria tersebut di atas. Bila ada salah satu kriteria yang tidak
terpenuhi maka pasien akan mendapatkan paduan pengobatanindividual.

2. Program Nasional akan mulai menerapkan pengobatan standar jangka pendek


pada tahun 2017. Pasien TB RR/MDR yang memenuhi semua kriteria inklusi
untuk paduan jangka pendek, tetapi karena obat belum tersedia maka pasien
tersebut mendapatkan pengobatan standar jangka panjang. Selama masa
transisi, pasien yang telah menjalani pengobatan standar jangka panjang selama
≤1 bulan, dapat dipertimbangkan untuk melanjutkan pengobatan dengan paduan
standar jangka pendek, apabila obat paduan standarjangka

14
2.4.1.2. Paduan Pengobatan Standar Jangka Pendek dan CaraPemberian
1. Berikut adalah paduan pengobatan standar jangkapendek:

4–6 Km – Mfx – Eto (Pto) – HDT – Cfz – E – Z / 5 Mfx – Cfz – E – Z

Tabel 1. Obat Pada Paduan Standar Jangka Pendek


Tahap Awal Tahap Lanjutan
(diberikan setiap (diberikan setiap hari
hari selama 5 bulan)
selama 4–6 bulan)
1. Kanamisin (Km) 1. Moxifloxacin (Mfx)
2. Moxifloxacin (Mfx) 2. Clofazimin (Cfz)
3. Etionamid (Eto) / Protionamid (Pto) 3. Etambutol (E)
4. Isoniazid (H) dosis tinggi (DT) 4. Pirazinamid (Z)
5. Clofazimin (Cfz)
6. Etambutol (E)
7. Pirazinamid (Z)

2.4.1.3. Dosis OAT pada Paduan Standar JangkaPendek


Dosis obat berdasarkan pengelompokan berat badan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Dosis OAT Berdasarkan Berat Badan


Dosis berdasarkan kelompok berat badan
Nama Obat
<33 kg 33 – 50 kg >50 – 70 kg >70 kg
Kanamisin* 0,5 g 0,75 g 0,75 g 1g
Moxifloxacin 400 mg 600 mg 800 mg+ 800 mg+
Clofazimin 50 mg 100 mg 100 mg 100 mg
Etambutol 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg
Pirazinamid 750 mg 1500 mg 2000 mg 2000 mg
IsoniazidDT** 300 mg 600 mg 600 mg 900 mg
Etionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
Protionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg

15
*) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia >45 tahun. Jika kanamisin
tidak bisadiberikan, maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan dosis yang sama.

**) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg diberikan 450 mg; >40 kg diberikan
600 mg.

+) Pada pemberian Mfx perlu diantisipasi terjadinya prolonged QTc >500 ms; pengobatan

harus dimulai di RS rujukan MTPTRO dan dilakukan monitoring EKG yang lebih ketat
pada awal pengobatan.

2.4.1.4. Cara PemberianObat:

1. Pasien akan mendapatkan pengobatan paduan standar jangka pendek selama


minimal 9 bulan, terdiri dari 4 bulan fase awal dan 5 bulan faselanjutan.
2. Pada tahap awal, obat oral dan injeksi diberikan setiap hari (7 hari, Senin s.d
Minggu)
selama4bulandanpadatahaplanjutan,obatoraldiberikansetiaphari(7hari,Senins.d
Minggu).
3. Pada keadaan dimana tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke 4, tahap awal
diperpanjang menjadi 6 bulan sehingga durasi total pengobatan menjadi 11 bulan
(6 bulan tahap awal dan 5 bulan tahap lanjutan). Pada bulan ke-5 dan ke-6, obat
injeksi diberikan 3x seminggu (intermiten) dan obat oral tetap diberikan setiap hari
(7 hari, Senin s.dMinggu).
4. Bila pada bulan ke-6 tidak terjadi konversi BTA, maka terapi dengan paduan
standar jangka pendek dihentikan dan hasil pengobatan akan dicatat sebagai
“pengobatan gagal”. Pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO untuk dievaluasi
lebih lanjut dan diobati dengan paduanindividual.
5. Pemilihan Etionamid atau Protionamid tergantung pada ketersediaan obatprogram.
6. Semua dosis pengobatan harus diberikan dengan pengawasan langsung Pengawas
Menelan Obat(PMO)
7. Pasien yang mendapatkan paduan standar jangka pendek dan tanpa penyulit sangat
dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan di fasyankes terdekat dengan tempat
tinggal pasien. Langkah-langkah desentralisasi pasien tersebut mengikuti tata cara
16
sesuai Juknis MTPTRO yang selama ini diterapkan.

Konversi adalah jika pemeriksaan BTA 2 (dua) kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
Reversi adalah pemeriksaan BTA kembali menjadi positif pada 2 (dua) kali
pemeriksaan berturut-turut setelah sebelumnya tercapai konversi.

2.4.1.5. DesentralisasiLayanan
Pasien TB RO yang memulai pengobatannya di RS Rujukan TB RO atau
fasyankes TB RO, dapat melakukan desentralisasi layanan ke fasyankes satelit.
Desentralisasi layanan dimaksudkan untuk mendekatkan layanan pengobatan TB RO ke
fasyankes terdekat dengan tempat tinggal pasien sehingga pasien dapat menyelesaikan
pengobatannya. Proses rujukan untuk desentralisasi (perpindahan) pasien dari RS Rujukan
TB RO atau Fasyankes TBRO ke Puskesmas/Fasyankes satelit dilakukan dengan
persiapan sebelumnya. Komunikasi antara RS Rujukan TB RO atau Fayankes TB RO
dengan Puskesmas/Fasyankes Satelit dilakukan secara rutin sehingga masalah terkait
pengobatan pasien dapat diantisipasi dan ditindaklanjuti secara cepat. Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Provinsi mengkoordinasikan dan memberikan fasilitasi dalam proses
desentralisasipasien.

2.4.1.6. Tatalaksana Efek Samping Pengobatan Paduan Standar Jangka Pendek


Pemantauan terjadinya efek samping obat penting dilakukan selama pengobatan
TB RO. Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB RR/MDR mempunyai
kemungkinan untuk timbul efek samping ringan, sedang, maupun berat. Petugas kesehatan
harus selalu memantau munculnya efek samping dan memberikan tata laksana sesegera
mungkin. Penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan
pengobatan.

1. Prinsip pemantauan efek samping selama pengobatan:

17
a) Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting karena semakin
cepat ditemukan dan ditangani, maka prognosis akan lebih baik. Untuk itu,
pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiaphari.
b) Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yangdiberikan.
c) Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang
menangani pasien dan juga oleh pasien sertakeluarganya.
d) Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam
formulir efek sampingpengobatan.
2. Tempat penatalaksanaan efeksamping:
a) Fasyankes TB RO, fasyankes rujukan TB RO dan fasyankes satelit menjadi
tempat penatalaksanaan efek samping pengobatan, tergantung pada berat atau
ringannya gejala.
b) Efek samping ringan sampai sedang dapat ditangani oleh dokter fasyankes satelit
TB RO dan perlu dilaporkan ke fasyankes TB RO/rujukan TBRO.
c) Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke
fasyankes TB RO/rujukan TBRO.
3. Berbagai efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya dijelaskan pada tabel
berikut (Tabel3):

OAT
Efek samping Strategi tata laksana Keterangan
penyebab
1. Efek Pto, Km Pto dan Km tidak boleh Bila obat injeksi tidak
teratogenic digunakan selama kehamilan dapat dihindari selama
sehingga paduan standar jangka kehamilan trimester
pendek tidak diberikan untuk pertama, gunakan Cm
wanita hamil. Wanita hamil untuk menggantikan
dengan TB RO akan Km. Perlu mendapatkan
mendapatkan paduan pertimbangan dari
individual. Sp.OG dalam
penanganan kasus TB
RO dengan kehamilan.

18
2. Gangguan Mfx, Cfz 1. Lakukan monitoring EKG TAK perlu melibatkan
jantung secara rutin atau lebih ketat dokter yang kompeten
bila adaindikasi dalam penilaian
2. Hentikan pemberian gangguan jantung.
pengobatan Mfx dan CFz
bila pemanjangan QTc
>500 ms
3. Merujuk ke TAK di
fasyankesrujukan
TB RO
3. Neuropati H, Km, Eto 1. Pengobatan standar Keputusan
perifer jangka pendek keberlanjutan
tetapdilanjutkan. pemberian INH
2. Berikan vitamin B6 berdasarkan pada hasil
sampai dengan 200 mg konsultasi TAK dan
perhari. dokter ahli terkait.
3. Kurangi dosis INH sebesar
¼ sampai 1/3 dari Pemberian dosis
dosissemula. vitamin B6 di atas
4. Konsultasikan ke ahli 200mg/hari akan
neurologi bila terjadi mengganggu
gejala neuropati berat penyerapan INH.
(nyeri, sulitberjalan)
4. Gangguan Km 1. Periksa data baseline Gangguan
pendengaran untuk memastikan bahwa pendengaran sering
gangguan pendengaran terjadi sehingga
disebabkan oleh OAT atau
mendokumentasikan
sebagai pemburukan
gangguan pendengaran hasil pendengaran
yang sudah ada baseline merupakan
sebelumnya. hal yang penting.
2. Rujuk kembali pasien Kapreomisin bisa
segera ke fasyankes TB dipertimbangkan
RO/rujukan TB RO untuk menggantikan
untuk diperiksa
penyebabnya dan
konsultasikan
denganTAK.
3. Apabila penanganannya
terlambat maka gangguan
pendengaransampai

19
dengan tuli dapat menetap. Kanamisin
4. Evaluasi gangguan pendengaran dan karena efeknya
singkirkan sebab lain seperti infeksi yang lebih
telinga, sumbatan dalam telinga,
moderat
trauma,dll.
5. Pertimbangkan untuk menggantiobat dibanding
atau paduan pengobatan pasien Kanamisin.
berdasarkan keputusan TAK.
5. Depresi H, 1. Lakukan konseling kelompok atau Beberapa pasien
Mfx, perorangan. Penyakit kronik dapat memerlukan terapi
Pto/Eto merupakan faktor risikodepresi. antipsikotik
2. Rujuk kembali ke fasyankes Rujukan
meskipun
TB RO, jika gejala menjadi berat dan
tidak dapat diatasi di fasyankes TB pengobatan TB
RO atausatelit. MDR telah selesai.
3. TAK bersama dokter ahli jiwa
akan menganalisa lebih lanjut dan
bila diperlukan akan mulai
pengobatan antidepresi.
4. Pilihan anti depresan yang dianjurkan
adalah amitriptilin atau golongan
SSRI (Serotonin Selective Re-Uptake
Inhibitor) misalnya
Sentraline/Fluoxetine
5. Riwayat depresi sebelumnya bukan
merupakan kontra indikasi bagi
penggunaan obat tetapi berisiko
terjadinya depresi selama
pengobatan.
6. Bila memungkinkan turunkan
dosis obat penyebab.
7. Hentikan obat terkait selama 1-2
minggu sampai masalahpsikologis
Teratasi

20
6. Hipotiroid Pto/Eto 1. Penatalaksanaan dilakukan di Bila diagnosis ada
fasyankes rujukan TB RO oleh gejala ke arah
TAK bersama seorang ahli hipotiroid, dapat
endokrinologi atau ahli dilanjutkan
penyakitdalam. pemeriksaan
2. Gejala dan tandanya adalah kulit skoring dengan
kering, kelelahan, kelemahan dan Billewicz (daftar
tidak tahan terhadapdingin tilik terlampir).
3. Diagnosis hipotiroid ditegakkan
berdasar peningkatan kadar TSH
(kadar normal < 10mU/l).
4. Ahli endokrin atau ahli penyakit
dalam memberikan rekomendasi
kepada TAK untuk pengobatan
dengan levotiroksin/natiroksin serta
evaluasinya.

7. Gangguan Mfx 1. Berikan OAT golongan kuinolon


tidur pada pagi hari atau jauh dari waktu
tidur pasien
2. Lakukan konseling mengenaipola
tidur yang baik
3. Bila perlu konsultasikan pasien ke ahli
jiwa untuktatalaksana
8. Gangguan Eto, Pto, 1. Pengobatan tetap dilanjutkan,sambil Antasida atau
gastrointestinal Cfz, H, E, dilakukanevaluasi. sukralfat tidak
(mual muntah, Z, 2. Pantau pasien untuk mengetahui diberikan
berat ringannyakeluhan.
dispepsia, akut Mfx bersamaan dengan
3. Singkirkan penyebab lain seperti
abdomen) gangguan hati, diare karena infeksi, OAT (jarak waktu
atau obat-obatanlainnya. pemberian
4. Bila perlu berikan anti emetik, PPI minimal 2 jam).
(Proton Pump Inhibitor), H2
antagonis (Ranitidin), Antasida
golongan Mg(OH)2 atausukralfat.
5. Bila tidak respon dengan pengobatan
di atas, pertimbangkan rawat inap
untuk penilaian lanjutan dan rehidrasi
cairan IV, dan evaluasi elektrolit dan
ureum dan serumkreatinin.
6. Bila terjadi tanda-tanda abdomen
akut, pertimbangkan untuk konsultasi
ke ahlibedah.

21
7. TAK akan
mempertimbangkan
kelanjutanpengobatan.

9. Kelainan Z, H, 1. Hentikan semua OAT, pasien segera


fungsi hati Eto/Pto, E, dirujuk kembali ke fasyankes
Mfx rujukan TBRO
2. Periksa SGOT, SGPT, bilirubintotal
3. Bila hasil SGOT-SGPT lebih dari 3
kali normal atau kadar bilirubin total
lebih dari 2 mg/dl, pasien dirawatinap
4. Singkirkan kemungkinan penyebab
lain selain drug-induced liver
injury (hepatitis imbasobat)
5. TAK akan
mempertimbangkan
kelanjutanpengobatan.
10. Kelainan Km, Cm 1. Bila terjadi gangguan fungsi ginjal
fungsi ginjal (gangguan diuresis, peningkatan
kadar serum kreatinin), pasien dirujuk
ke fasyankes rujukan TBRO.
2. TAK bersama ahli
nefrologi/ahli penyakit dalam
akan
mempertimbangkankelanjutan
pengobatan pasien.

22
11. Neuritis optik E 1. Setiap gejala gangguan penglihatan Aminoglikosida
perlu dievaluasi dan dikonsultasikan juga dapat
ke ahlimata. menyebabkan
2. TAK akan mempertimbangkan
kelanjutan pemberianEtambutol gangguan
berdasarkan hasil evaluasi ahli penglihatan.
mata.

12. Artralgia Z, Mfx, 1. Lakukan pemeriksaan asamurat.


/ artritis Eto, INH 2. Bila terdapat gejala atralgia disertai
peningkatan kadar asam urat, dapat
diberikan OAINS dan fisioterapi
tanpa harus menghentikan pemberian
Pirazinamid.
3. Bila gejala tidak hilang dan
mengganggu maka pasien dirujuk ke
fasyankes rujukan TB RO untuk
mendapatkan rekomendasi
penanganan oleh TAK bersama ahli
rematologi atau ahli penyakitdalam.
4. Bila terjadi artritis Gout
akut, pemberian Pirazinamid
akan dihentikan.
13. Perubahan Cfz Pasien diberikan KIE mengenai
warna kulit penyebab terjadinya perubahan warna
kulit dan sifatnya yang tidak menetap.

23
14. Tendinopati, Mfx 1. Gejala tendinopati ditandai dengan
ruptur tendon pembengkakan, nyeri tekan, hangat,
dankemerahan
2. Ruptur tendo achilles didiagnosis
dengan Thompson’s test (hilangnya
plantar flexi ketika betisditekan)
3. Pemeriksaan penunjang dengan USG
dan MRI. USG terdapat area
hipokinetik dengan degenerasi
jaringan dan penebalan tendo. MRI
dapat mendeteksi tendinopati dan
risikoruptur.
4. Pasien diberikan obat analgetika /
antiinflamasi
5. Fisioterapi dapat dilakukan termasuk
diatermi ultrasound,elektroterapi.
6. Bila terjadi ruptur tendo
pertimbangkan tindakanoperatif.
7. Sekali diagnosis tendinopati
ditegakkan, pasien tidak boleh lagi
diberikan fluorokuinolon(pengobatan
standar jangka pendek dihentikan).

Tabel 4. interaksi obat


Obat lain / makanan Efek Interaksi Obat
Nama OAT yang dapat berinteraksi dan Saran Pemberian
Obat
 Antasida dapat meningkatkan pH lambung
1. Antasida sehingga dapat menurunkan penyerapanINH.
 Antasida (Alumunium hydroxide) atau ranitidine
sebaiknya diberikan 1 jam setelah
pemberianINH.
 INH merupakan inhibitor sitokrom P450 yang
2. Antikonvulsan: dapat meningkatkan konsentrasi plasma beberapa
fenitoin, obat ke kadartoksik.
karbamazepin,  Konsentrasi plasma obat antikonvulsan dapat
benzodiazepine meningkat bila digunakan bersamaan
denganINH.

24
 Karbohidrat akan menurunkan penyerapan obat
Isoniazid sampai dengan 57% dan penurunan konsentrasi
(INH) 3. Karbohidrat, obat dalam plasma sebesar30%.
minuman  INH sebaiknya tidak dikonsumsi
mengandung denganminuman yang mengandung glukosa
glukosa, laktosa ataulaktosa.
 INH sebaiknya diminum 30 – 60 menit sebelum
makan atau 2 jam sesudahmakan
 INH menginhibisi enzim monoaminoksidasi,
4. Makanan mengandung
sehingga obat ini sebaiknya tidak diminum
tiramine, histamine:
bersamaan dengan makanan yang mengandung
keju (Swiss, Chesire),
tiramin danhistamine.
ikan tuna dan hering,
 Gejala yang muncul pada interaksi ini adalahpalpitasi,
alkohol (anggur berkeringat, kemerahan, menggigil, sakit kepala,
merah) diare, eritema dan pruritus.
Probenecid berpotensiasi meningkatkan
1. Probenecid efek pirazinamid.
Pirazinamid Zidovudin dapat menurunkan efek pirazinamid.
2. Zidovudin *Jika pasien HIV dengan paduan jangka pendek,
maka konsultasikan dengan dokter ahli
1. Antasida Mengurangi absropsi Moksifloksasin
Meningkatkan risiko aritmia ventrikuler bila
2. Anti-aritmia diminum bersamaan dengan Amiodarone atau
Disopiramid
Meningkatkan risiko aritmia ventricular bila
3. Antidepresan diminum bersamaan dengan Trisiklik
Moksifloksa Meningkatkan risiko aritmia ventricular bila
sin 4. Antimalaria diminum bersamaan dengan Klorokuin,
Hidroksiklorokuin, Meflokuin dan Kuinin
Meningkatkan risiko aritmia ventrikuler bila diminum
5. Antipsikotik bersamaan dengan Benperidol, Droperidol,
Haloperidol, Fenotiazetin, Pimozid dan
Zuklopentiksol
Meningkatkan risiko aritmia ventrikuler bila
6. Antiviral diminum bersamaan dengan Sauquinavir

Meningkatkan risiko aritmia ventricular bila diminum


7. Beta-bloker bersamaan dengan sotalol
8. Siklosporin Meningkatkan risiko
nefropati
Meningkatkan risiko aritmia ventricular bila diminum
9. Eritromisin
bersamaan dengan pemberian eritromisin IV

25
10.Preparat besi Mengurangi absropsi moksifloksasin
11.OAINS Meningkatkan risiko kejang
Moksifloksa
sin 12.Petamidin Meningkatkan risiko aritmia ventricular
Meningkatkan risiko kejang.
13.Teofilin Kurangi kadar teofilin dan monitor kadarnya
14.Zinc Mengurangi absropsi moksifloksasin
15. Obat-obatan yang Gunakan dengan hati-hati apabila pasien menggunakan
diketahui dapat obat anti aritmia kelas IA dan III, antidepresan
meningkatkan trisikilik, makrolid dan antispikotik
interval
QT
Meningkatkan risiko neuropati optik yang
Etambutol INH
disebabkan etambutol.
INH meningkatkan kadar konsentrasi Cfz plasma dan
1. INH urin; dan menurunkan konsentrasi obat pada kulit
Clofazimin
2. Fluorokuinolon,
Bedaquiline Meningkatkan risiko pemanjangan interval QT

2.4.1.7. Hasil Akhir Pengobatan Pasien TB RO

Definisi hasil pengobatan pasien dengan paduan standar jangka pendek ini akan
disesuaikan dengan definisi WHO
 Sembuh
- Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang
ditetapkan,dan
- Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (bulan ke-9 atau 11) hasilnya
negatif,dan
- Pemeriksaan biakan 3 kali berturut-turut dengan jarak minimal 30 hari
hasilnya negatif pada tahaplanjutan.
 Pengobatan lengkap
- Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang
ditetapkan,dan
- Tidak ada bukti untuk dinyatakan sembuh ataugagal.
 Gagal
- Pemeriksaan BTA pada akhir bulan ke-6 hasilnya positif,atau

26
- Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (AP) hasilnya positif,atau
- Terjadi reversi (BTA atau biakan kembali menjadi positif) pada tahap
lanjutan. Jika terjadi reversi, maka pemeriksaan BTA dan biakan diulang
pada bulanselanjutnya.
- Terjadi efek samping berat yang mengakibatkan pengobatan standar jangka
pendek harus dihentikan
- Terjadi resistansi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan kuinolon
dan atau injeksi linikedua
 Meninggal
- Pasien meninggal dalam masa pengobatan oleh sebab apapun.
 Loss to follow up (putusberobat)
- Pasien berhenti berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih.
 Tidak dievaluasi
- Pasien pindah berobat tapi hasil akhir pengobatan tidak diketahui atau tidak
dilaporkan kembali
- Pasien tidak ada hasil pengobatan sampai periodepelaporan

2.4.1.8. Pemantauan setelah selesai pengobatan

Pemantauan untuk pasien yang telah menyelesaikan pengobatan dilakukan pada


bulan ke-6 dan ke-12 setelah akhir pengobatan, atau bila muncul gejala TB. Sputum akan
dikumpulkan untuk pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan (satu sputum pagi)
untuk menilai ada tidaknya kekambuhan. Terdapat kemungkinan pasien akan memerlukan
pemeriksaan lain saat kunjungan, tergantung pada kondisi pasien. Hasil pemeriksaan yang
dilakukan dan hasilnya harus dicatat pada kartu pengobatan pasien (TB 01)

27
2.4.2. Pengobatan Standar Jangka Panjang
1. Strategi Pengobatan Pasien TB MDR
Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada
strategi DOTS, yaitu:
a. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR ataupun resistan
Rifampisin berdasarkan pemeriksaan uji kepekaan M. tuberculosis
baik dengan tes cepat maupun metode konvensional dapat mengakses
pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.
b. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang
mengandung OAT lini kedua dan lini pertama
c. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji
kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh
TAK.
Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, maka sebelum memulai
pengobatan harus dilakukan persiapan awal termasuk melakukan beberapa
pemeriksaan penunjang.
2. Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB MDR
Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TB MDR meliputi beberapa
hal yaitu:
• Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat
dan kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu
seperti hepatitis, diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan
kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai gejala kelainan saraf tepi
(neuropati perifer) dll.
• Pemeriksaan:penimbangan berat badan, fungsi penglihatan, fungsi
pendengaran.
• Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pemeriksaan ini berguna untuk
menetapkan strategi konseling dan harus dilaksanakan sebelum,
selama dan setelah pengobatan pasien selesai. Bila perlu bandingkan

28
dengan pemeriksaan sebelumnya saat pasien berstatus sebagai pasien
terduga TB MDR.
• Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam
sistem pencatatan yang digunakan (eTB manager dan pencatatan
manual)
• Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasyankes wilayah untuk
memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk
mendukung pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal.
• Pemeriksaan baseline penunjang.

Pemeriksaan penunjang sebelum memulai pengobatan TB MDR meliputi:


1) Pemeriksaan darah lengkap
2) Pemeriksaan kimia darah:
• Faal ginjal: ureum, kreatinin
• Faal hati: SGOT, SGPT.
• Serum elektrolit (Kalium, Natrium, Chlorida)
• Asam Urat
• Gula Darah(Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
3) Pemeriksaan Tiroid stimulating hormon
4) Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
5) Fototoraks.
6) Tes pendengaran (pemeriksanaan audiometri)
7) Pemeriksaan EKG
8) Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)

3. Penetapan Pasien TB MDR yang akan Diobati.


Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati dilaksanakan oleh Tim Ahli
Klinis (TAK) di Fasyankes Rujukan TB MDR.

Tabel 5 : Kriteria untuk penetapan pasien TB MDR yang akan diobati.

29
Kriteria Keterangan
1. Kasus TBRR/TB MDR • Pasien terbukti TB MDR berdasarkan
hasil pemeriksaanuji kepekaan yang
dilakukan oleh laboratorium yang
tersertifikasi.
• Pasien yang terbukti Resistan terhadap
rifampisin berdasarkan pemeriksaan
genotipik (tes cepat) atau pemeriksaan
fenotipik (uji kepekaan konvensional).

Penduduk dengan alamat yang


2. jelas Dinyatakan dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau dokumen pendukung lain dari
otoritas setempat

3. Bersedia menjalani program Pasien dan keluarga menandatangani


pengobatan dengan informed consent setelah mendapat
menandatangani informed penjelasan yang cukup dari TAK
consentserta bersedia untuk
datang
setiap hari ke fasyankes TB MDR

Pada prinsipnya semua pasien TB RR/TB MDR harus mendapatkan pengobatan


dengan mempertimbangkan kondisi klinis awal. Tidak ada kriteria klinis tertentu yang
menyebabkan pasien TB RR/TB MDR harus dieksklusi dari pengobatan. Kondisi pada
tabel 5 adalah kondisi khusus yang harus diperhatikan oleh TAK sebelum memulai
pengobatan TB RR/TB MDR. Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien
30
TBRR/TB MDR dengan kondisi khusus tersebut diputuskan oleh TAK dengan masukan
dari tim terapeutik.
Tabel 6 : Pasien TB MDR dengan kondisi khusus
Penyakit penyerta berat (ginjal,
1. hati, epilepsi, Psikosis ) Kondisi berat karena penyakit utama atas
dasar riwayat dan pemeriksaan
laboratorium
2. Kelainan fungsi hati Kenaikan SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal
atau terbukti menderita penyakit hati
kronik
3. Kelainan fungsi ginjal kadar kreatinin > 2,2 mg/dl
4. Ibu Hamil Wanita dalam keadaan hamil

4. Pengobatan TB MDR
a. Jenis OAT untuk pengobatan TB MDR.
Pengobatan pasien TB MDR dan TB RR menggunakan paduan OAT
MDR yang terdiri dari OAT lini kedua dan lini pertama, yang dibagi
dalam 5 kelompok berdasar potensi dan efikasinya, yaitu:
Tabel 7. Pengelompokan OAT
Golongan Jenis Obat
Golongan-1 Obat Lini Pertama • Isoniazid (H)
• Rifampisin (R)
• Pirazinamid (Z)
• Pirazinamid (Z)
• Streptomisin (S)
Golongan-2 Obat suntik lini kedua • Kanamisin (Km)
• Amikasin (Am)
• Kapreomisin(Cm)
Golongan-3 Golongan Florokuinolon • Levofloksasin (Lfx)
• Moksifloksasin(Mfx)
• Ofloksasin (Ofx)
Golongan-4 Obat bakteriostatik lini kedua • Etionamid (Eto)

31
• Protionamid (Pto)
• Sikloserin (Cs)
• Terizidon (Trd)
• Para amino salisilat (PAS)
Golongan-5 Obat yang belum terbukti • Clofazimin (Cfz)
efikasi-nya dan belum • Linezolid (Lzd)

direkomendasikan oleh WHO • Amoksilin/ Asam


untuk pengobatan standarTB • Klavulanat(Amx/Clv)
RR/TB MDR • Klaritromisin (Clr)
• Imipenem (Ipm).

b. Paduan pengobatan TB MDR di Indonesia


Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah paduan standar (standardized
treatment), yang pada permulaan pengobatan akan diberikan sama
kepada semua pasien TB MDR.
1) Paduan standar OAT MDR yang diberikan adalah :

Km – Eto – Lfx – Cs – Z-(E) / Eto – Lfx – Cs – Z-(E)

2) Paduan OAT MDR standar diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB
RR/MDR secara laboratoris.
3) Bila ada riwayat penggunaan paduan OAT yang dicurigai telah ada resistensi,
misalnya pasien sudah pernah mendapat fluorokuinolon pada pengobatan TB
sebelumnya maka diberikan levofloksasin dosis tinggi.
4) Paduan OAT MDR standar akan disesuaikan paduan atau dosisnya jika:
* Terdapat tambahan resistensi terhadap OAT lainnya berdasarkan hasil uji
kepekaan. Contoh:
• Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resistan
• Apabila pasien terbukti resistan terhadap Kanamisin maka kanamisin
diganti dengan Kapreomisin

32
* Terjadi efek samping berat dan obat penyebab sudah diketahui, maka obat
bisa diganti bila tersedia obat pengganti, contoh:
• Apabila pasien mengalami efek samping gangguan kejiwaan karena
sikloserin maka sikloserin dapat diganti dengan PAS.
• Apabila pasien mengalami gangguan ppendengaran karena
kanamisin, maka kanamisin dapat diganti dengan kapreomisin
* Dosis atau frekuensi disesuaikan bila:
• terjadi perubahan kelompok berat badan
• terjadi efek samping berat dan obat pengganti tidak tersedia
5) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin, maka paduan standar adalah
sebagai berikut:

Cm – Lfx – Eto –Cs –Z – (E) / Lfx – Eto – Cs –Z – (E)


6) Jika sejak
awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon maka paduan standar adalah
sebagai berikut:

Km – Mfx – Eto –Cs – PAS – Z – (E) / Mfx – Eto – Cs – PAS – Z – (E)

7) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB
XDR) maka paduan standar adalah sebagai berikut:

8) Status
HIV Cm – Mfx – Eto –Cs – PAS – Z – (E) / Mfx – Eto – Cs – PAS – Z – (E)

pasien TBMDRtidak mempengaruhi paduan pengobatan TB MDR.


9) Penetapan paduan pengobatan pasien TB MDRmerupakan kewenangan TAK.

c. Dosis OAT MDR


Dosis OAT MDR ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan
kelompok berat badan pasien.

Table 8. Perhitungan dosis OAT MDR

OAT Berat Badan (BB)


33
< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg >70 kg
Pirazinamid 20-30 mg/kg/hari 750-1500 mg 1500-1750 mg 1750-2000 mg

Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Etambutol 20-30 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg

Kapreomisin 15-20mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Levofloksasin

7,5-10 mg/kg/hari 750 mg 750 mg 750-1000mg


(dosis standar)
Levofloksasin

1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg


(dosis tinggi)
Moksifloksasin 7,5-10 mg/kg/hari 400 mg 400 mg 400 mg

Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000mg

Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000mg

PAS 150 mg/kg/hari 8g 8g 8g

d. Lama dan cara pengobatan TB MDR


 Lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18
bulan setelah terjadi konversi biakan

34
 Pengobatan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan.Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan
menggunakan obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) yang
diberikan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah
terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan
setelah selesai pengobatan tahap awal dan pemberian suntikan
dihentikan.
 Satuan bulan yang dimaksud adalah bulan sesuai dosis bukan bulan
kalender. Satu bulan pengobatan adalah bila pasien mendapatkan
28 dosis pengobatan (1 bulan = 4 minggu = 28 hari).
 Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan
tahap lanjutan menganut prinsip DOT = Directly Observed
Treatment dengan PMO diutamakan adalah tenaga kesehatan atau
kader kesehatan terlatih.
 Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
 Cara pemberian obat:
- Tahap awal: suntikan diberikan 5 hari seminggu (Senin-
Jumat), obat per-oral ditelan 7 hari seminggu (setiap hari,
Senin-Minggu) didepan PMO. Jumlah obat oral yang
diberikan dan ditelan minimal 168 dosis dan suntikan minimal
120 dosis.
- Tahap lanjutan, obat peroral ditelan selama 6 hari dalam
semingggu ( senin- sabtu, hari minggu pasien tidak minum
obat) didepan PMO. Obat suntikan sudah tidak diberikan pada
tahap ini.
 Cara menentukan lama pengobatan.
- Tahap awal, lama pengobatannya adalah: “a + 4 bulan”, a =
bulan pertama tercapai konversi biakan.Lama tahap awal
minimal 6 bulan. Bila hasil biakan bulan ke-8 pasien tidak
konversi maka pengobatan dinyatakan gagal.

35
- Tahap lanjutan, lama pengobatan tahap lanjutan adalah
total lama pengobatan dikurangi dengan lama pengobatan
tahap awal, dimana total lama pengobatan adalah: ”a + 18
bulan”,a = bulan pertama tercapai konversi biakan.
Contoh:
Hasil pemeriksaan dahak dan biakan pasien A

Bulan ke Hasil BTA Hasil Biakan


1 1+ Mtb
2 Neg Mtb
3 Neg Mtb
4 Neg Neg
5 Neg Neg

Tercapai konversi pada bulan ke-4 dan ke-5 (selisih 30 hari berturutan). Jadi
Lama tahap awal adalah = 4 + 4 = 8 bulan, dan total lama pengobatan
diperkirakan 4+18 = 22 bulan. Pasien A menjalani tahap awal selama 8 bulan
dan total lama pengobatan adalah 22 bulan, jadi lama tahap lanjutan adalah 22-8
= 14 bulan.
• Pada pengobatan TB MDR dimungkinkan terjadinya pemberian obat dengan
dosis naik bertahap (ramping dose/incremental dose) yang bertujuan untuk
meminimalisasi kejadian efek samping obat. Tanggal pertama pengobatan
adalah hari pertama pasien bisa mendapatkan obat dengan dosis penuh. Lama
pemberian ramping dose tidak lebih dari 1 (satu) minggu.
• Piridoksin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin dengan
dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
• Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon
diberikan sebagai dosis tunggal. Sedangkan etionamid, sikloserin dan PAS
(obat golongan 4) dapat diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek
samping jika terjadi efek samping yang berat atau pada kasus TB MDR/HIV.
• Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasarkan
terdapatnya kasus kronik dengan kerusakan paru yang luas.

36
e. Pengobatan ajuvan pada TB MDR
Pengobatan ajuvan bisa diberikan jika diperlukan:
1) Nutrisi tambahan :
• Pengobatan TB MDR pada pasien dengan status gizi kurang,
keberhasilan pengobatannya cenderung meningkat jika diberikan
nutrisi tambahan berupa protein, vitamin dan mineral (vit A, Zn, Fe,
Ca, dll).
• Pemberian mineral tidak boleh bersamaan dengan fluorokuinolon
karena akan mengganggu absorbsi obat, pemberian masing– masing
obat dengan jarak ppaling sedikit 2 jam sebelum atau sepaling sedikit 2
jam sebelum dan sesudah pemberian fluorokuinolon.
2) Kortikosteroid.
• Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan
respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis.
Kortikosteroid juga digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi
kronik eksaserbasi.

2.4.2.1.Penanganan Efek Samping Standar Jangka Panjang


Pemantauan terjadinya efek samping sangat penting pada pengobatan
pasien TB MDR karena dalam paduan OAT MDR terdapat OAT lini kedua
yang memiliki efek samping yang lebih banyak dibandingkan dengan OAT lini
pertama. Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB MDR
mempunyai kemungkinan untuk timbul efek samping baik ringan, sedang,
maupun berat. Bila muncul efek samping pengobatan, kemungkinan pasien akan
menghentikan pengobatan tanpa memberitahukanTAK atau petugas fasyankes
(default) sehingga KIE mengenai gejala efek samping pengobatan harus
dilakukan sebelum pasien memulai pengobatan TB MDR. Selain itu,
penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan
pengobatan TB MDR.
• Pemantauan efek samping selama pengobatan.

37
• Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting karena semakin
cepat ditemukan dan ditangani maka prognosis akan lebih baik. Untuk itu,
pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap hari.
• Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.
• Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang
menangani pasien dan juga oleh pasien serta keluarganya.
• Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam
formulir efek samping pengobatan.
• Tempat penatalaksanaan efek samping
• Fasyankes TB MDR menjadi tempat penatalaksanaan efek samping pengobatan
tergantung pada berat atau ringannya gejala.
• Dokter fasyankes satelit TB MDR akan menangani efek samping ringan sampai
sedang serta melaporkannya kefasyankes rujukan TB MDR.
• Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke
fasyankesrujukan TB MDR.
• Beberapa efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya

Tabel 9. Efek samping ringan dan sedang yang sering muncul.


No Efek samping Kemungkinan Tindakan
OAT Penyebab
1 Reaksi kulit alergi Z, E, Eto, Lanjutkan pengobatan OAT.
ringan PAS,Km, Cm Berikan Antihistamin p.o atau
hidrokortison krim
Minta pasien untuk kembali bila gejala
tidak hilang atau menjadi bertambah
berat

Reaksi kulit alergi Z, E, Eto, PAS, Hentikan semua OAT dan segera rujuk
sedang dengan/ Km, Cm ke RS Rujukan.
tanpa demam Jika pasien dengan demam berikan

38
parasetamol (0.5 – 1 g, tiap 4-6 jam)
Berikan kortikosteroid suntikan yang
tersedia misalnya hidrokortison 100 mg
im atau deksametason 10 mg iv, dan
dilanjutkan dengan preparat oral
prednison atau deksametason sesuai
indikasi.
2 Neuropati perifer Cs, Km, Eto, Lfx Pengobatan TB MDR tetap dilanjutkan.
Tingkatkan dosis piridoksin sampai
dengan 200 mg perhari.
Rujuklah ke ahli neurologi bila terjadi
gejala neuropati berat (nyeri, sulit
berjalan), hentikan semua pengobatan
selama 1-2 minggu.
Dapat diobati dulu dengan amitriptilin
dosis rendah pada malam hari dan
OAINS (obat anti inflamasi non
steroid).
Bila gejala neuropati mereda atau hilang
OAT dapat dimulai kembali dengan
dosis uji.
Bila gejalanya berat dan tidak membaik
bisa dipertimbangkan penghentian
sikloserin dan mengganti dengan PAS.
Hindari pemakaian alkohol dan rokok
karena akan memperberat gejala
neuropati.
3 Mual muntah Eto, PAS, Z, E, -Pengobatan tetap dilanjutkan.
ringan Lfx. -Pantau pasien untuk mengetahui berat
ringannyanya keluhan.
-Singkirkan sebab lain seperti gangguan

39
hati, diare karena infeksi, pemakaian
alkohol atau merokok atau obat-obatan
lainnya.
-Berikan domperidon 10 mg 30 menit
sebelum minum OAT.
-Untuk rehidrasi, berikan infus cairan
IV jika perlu.
-JIka berat, rujuk ke fayankes Rujukan
TB MDR
Mual muntah berat Eto, PAS, Z, E, Rawat inap untuk penilaian lanjutan jika
Lfx. gejala berat
Jika mual dan muntah tidak dapat
diatasi hentikan etionamid sampai gejala
berkurang atau menghilang kemudian
dapat ditelan kembali.
Jika gejala timbul kembali setelah
etionamid kembali ditelan, hentikan
semua pengobatan selama 1 (satu)
minggu dan mulai kembali pengobatan
seperti dijadualkan untuk memulai OAT
TB MDR dengan dosis uji yaitu dosis
terbagi.
Jika muntah terus menerus beberapa
hari, lakukan pemeriksaan fungsi hati,
kadar kalium dan kadar kreatinin.
Berikan suplemen kalium jika kadar
kalium rendah atau muntah berlanjut
beberapa hari.
Bila muntah terjadi bukan diawal terapi,
muntah dapat merupakan tanda
kekurangan kalium pada pasien yang

40
mendapat suntikan kanamisin.
4 Anoreksia Z, Eto, Lfx Perbaikan gizi melalui pemberian nutrisi
tambahan
Konsultasi kejiwaan untuk
menghilangkan dampak psikis
dan depresi KIE mengenai pengaturan
diet, aktifitas fisis dan istirahat cukup.
5 Diare PAS Rehidrasi oral sampai dengan rehidrasi
intravena bila muncul tanda dehidrasi
berat.
-Penggantian elektrolit bila perlu
-Pemberian loperamid, norit
-Pengaturan diet, menghindari makanan
yang bisa memicu diare.
-Pengurangan dosis PAS selama masih
memenuhi dosis terapi
6 Nyeri kepala Eto, Cs Pemberian analgesik bila perlu (aspirin,
parasetamol, ibuprofen).
Hindari OAINS (obat anti inflamasi non
steroid) pada pasien dengan gastritis
berat dan hemoptisis.
Tingkatkan pemberian piridoksin
menjadi 300 mg bila pasien mendapat
Cs.
Bila tidak berkurang maka
pertimbangkan konsultasi ke ahli jiwa
untuk mengurangi faktor emosi yang
mungkin berpengaruh.
Pemberian paduan parasetamol
dengan kodein atau amitriptilin bila
nyeri kepala menetap.

41
7 Vertigo Km, Cm, Eto Pemberian antihistamin-anti vertigo:
betahistin metsilat
Konsultasi dengan ahli neurologi bila
keluhan semakin berat
Pemberian OAT suntik 1 jam setelah
OAT oral dan memberikan etionamid
dalam dosis terbagi bila
memungkinkan.
8 Artralgia Z, Lfx Pengobatan TB MDR dapat dilanjutkan.
Pengobatan dengan OAINS akan
membantu demikian juga latihan/
fisioterapi dan pemijatan.
Lakukan pemeriksaan asam urat, bila
kadar asam urat tinggi berikan
alopurinol.
Gejala dapat berkurang dengan
perjalanan waktu meskipun tanpa
penanganan khusus.
Bila gejala tidak hilang dan
mengganggu maka pasien dirujuk ke
fasyankes Rujukan TB MDR untuk
mendapatkan rekomendasi penanganan
oleh TAK bersama ahli rematologi
atau ahli penyakit dalam. Salah satu
kemungkinan adalah pirazinamid perlu
diganti.
9 Gangguan Tidur Lfx, Moxi Berikan OAT golongan kuinolon pada
pagi hari atau jauh dari waktu tidur
pasien
Lakukan konseling mengenai pola tidur
yang baik

42
Pemberian diazepam
10 Gangguan Km, Cm Gejala hipokalemi dapat berupa
elektrolit kelelahan, nyeri otot, kejang,
ringan : baal/numbness, kelemahan tungkai
Hipokalemi bawah, perubahan perilaku atau bingung
- Hipokalemia (kadar < 3,5 meq/L)
dapat disebabkan oleh:
Efek langsung aminoglikosida pada
tubulus ginjal.
Muntah dan diare.
-Obati bila ada muntah dan diare.
-Berikan tambahan kalium peroral
sesuai keterangan tabel.
-Jika kadar kalium kurang dari 2,3 meq/l
pasien mungkin
memerlukan infus IV penggantian dan
harus di rujuk untuk dirawat inap di
fasyankes Rujukan TB MDR.
- Hentikan pemberian kanamisin selama
beberapa hari jika
kadar kalium kurang dari 2.3 meq/L,
laporkan kepada TAK
ad hoc.
-Berikan infus cairan KCl: paling
banyak 10 mmol/jam Hati-hati
pemberian bersamaan dengan
levofloksasin karena dapat saling
mempengaruhi.
11 Depresi Cs, Lfx, Eto Lakukan konseling kelompok atau
perorangan. Penyakit kronik dapat
merupakan fakor risiko depresi.

43
Rujuk ke Pusat Rujukan TB MDR jika
gejala menjadi berat dan tidak dapat
diatasi di fasyankes satelit/RS Sub
Rujukan TB MDR.
TAK bersama dokter ahli jiwa akan
menganalisa lebih lanjut dan bila
diperlukan akan mulai pengobatan anti
depresi.
Pilihan anti depresan yang dianjurkan
adalah amitriptilin atau golongan SSRI
(Serotonin Selective Re-Uptake
Inhibitor) misalnya
Sentraline/Fluoxetine Selain
penanganan depresi, TAK akan merevisi
susunan paduan OAT yang digunakan
atau menyesuaikan dosis paduan OAT.
Gejala depresi dapat berfluktuasi selama
pengobatan dan dapat membaik dengan
berhasilnya pengobatan.
Riwayat depresi sebelumnya bukan
merupakan kontra indikasi bagi
penggunaan obat tetapi berisiko
terjadinya depresi selama pengobatan.
12 Perubahan Cs -Sama dengan penanganan depresi.
perilaku -Pilihan obat adalah haloperidol
-Pemberian 50mg B6 setiap 250mg Cs
13 Gastritis PAS, Eto -Antasida golongan Mg(OH)2
-H2 antagonis (Ranitidin)
14 Nyeri di tempat Km, Cm Suntikan diberikan di tempat yang
Suntikan bergantian
Pengenceran obat dan cara penyuntikan

44
yang benar
Berikan kompres dingin pada tempat
suntikan
15 Metalic taste Eto Pemberian KIE bahwa efek samping
tidak berbahaya

45
Tabel 10. Efek Samping Berat
No Efek samping Kemungkinan Tindakan
OAT penyebab

1 Kelainan fungsi Z,Eto,PAS,E,Lfx -Hentikan semua OAT, rujuk segera pasien


hati ke fasyankesRujukan TB MDR
-Pasien dirawat inapkan untuk penilaian
lanjutan jika gejala menjadi lebih berat.
-Periksa serum darah untuk kadar enzim hati.
-Singkirkan kemungkinan penyebab lain,
selain hepatitis.
Lakukan anamnesis ulang tentang riwayat
hepatitis sebelumnya.
-TAK akan mempertimbangkan untuk
-menghentikan obat yang paling mungkin
menjadi penyebab. Mulai kembali dengan
obat lainnya, apabila dimulai dengan OAT
yang bersifat hepatotoksik, pantau fungsi
hati.

2 Kelainan fungsi Pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan


ginjal diabetes melitus
-atau riwayat gangguan ginjal harus dipantau
gejala dan tanda gangguan ginjal: edema,
penurunan produksi urin, malaise, sesak
nafas dan renjatan.
-Rujuk ke fasyankesRujukan TB MDR bila
ditemukan gejala yang mengarah ke
gangguan ginjal.
-TAK bersama ahli nefrologi atau ahli

xlvi
penyakit dalam akan menetapkan
penatalaksanaannya.
Jika terdapat gangguan ringan (kadar
kreatinin 1.5-2.2 mg/dl), hentikan kanamisin
sampai kadar kreatinin menurun.
TAK dengan rekomendasi ahli nefrologi
akan menetapkan kapan suntikan akan
kembali diberikan.
-Untuk kasus sedang dan berat (kadar
kreatinin > 2.2 mg/dl), hentikan semua obat
dan lakukan perhitungan GFR(Glomerular
filtration rate).
-Jika GFR atau klirens kreatinin (creatinin
clearance) < 30 ml/menit atau pasien
mendapat hemodialisa maka lakukan
penyesuaian dosis OAT sesuai tabel
penyesuaian dosis.
-Bila setelah penyesuaian dosis kadar
kreatinin tetap tinggi maka hentikan
pemberian kanamisin, pemberian
kapreomisin mungkin membantu.
3 Perdarahan PAS, Eto, Z -Hentikan perdarahan lambung.
lambung -Hentikan pemberian OAT sampai 7 (tujuh)
hari setelah perdarahan lambung terkendali.
-Dapat dipertimbangkan untuk mengganti
OAT penyebab dengan OAT lain selama
standar pengobatan TB MDR dapat
terpenuhi.

xlvii
4 Gangguan Cm, Km -Merupakan gangguan elektrolit berat
Elektrolit yang ditandai dengan hipokalemia,
berat (Bartter hipokalsemia dan hipomagnesemia dan
like syndrome) alkalosis hipoklorik metabolik secara
bersamaan dan mendadak.
-Disebabkan oleh gangguan fungsi tubulus
ginjal akibat pengaruh nefrotoksik OAT
suntikan.
-Lakukan penggantian elektrolit sesuai
pedoman.
-Berikan amilorid atau spironolakton untuk
mengurangi sekresi elektrolit.

5 Gangguan Km, Cm Periksa data baseline untuk memastikan bahwa


pendengaran gangguan pendengaran disebabkan oleh OAT
atau sebagai pemburukan gangguan pendengaran
yang sudah ada sebelumnya.
Rujuk pasien segera ke fasyankesrujukan TB
MDR untuk diperiksa penyebabnya dan di
konsulkan kepada TAK.
Apabila penanganannya terlambat maka
gangguan pendengaran sampai dengan tuli dapat
menetap.
Evaluasi kehilangan pendengaran dan singkirkan
sebab lain seperti infeksi telinga, sumbatan dalam
telinga, trauma, dll.
Periksa kembali pasien setiap minggu atau jika
pendengaran semakin buruk selama beberapa
minggu berikutnya hentikan kanamisin.

xlviii
6 Gangguan E Gangguan penglihatan berupa kesulitan
penglihatan membedakan warna merah dan hijau. Meskipun
gejala ringan etambutol harus di hentikan segera.
Obat lain di teruskan sambal di rujuk ke fasyankes
rujukan.
TAK akan meminta di rekomendasi kepada ahli
mata jika gejala tetap terjadi meskipun etambutol
sudah dihentikan.
Aminopglikosida juga dapat menyebabkan
gangguan penglihatanyang reversible : silau pada
cahaya yang terang dan kesulitan lihat.

xlix
7 Gangguan Cs Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan
psikotik dirujuk ke fasyankes Rujukan harus didampingi.
(Suicidal Hentikan sementara OAT yang dicurigai sebagai
tendency) penyebab gejala psikotik, sebelum pasien dirujuk
ke fasyankes
Rujukan TB MDR. Berikan haloperidol 5 mg p.o
Pasien harus ditangani oleh TAK melibatkan
seorang dokter ahli jiwa, bila ada keinginan untuk
bunuh diri atau membunuh, hentikan sikloserin
selama 1-4 minggu sampai gejala terkendali
dengan obat-obat anti-psikotik.
Berikan pengobatan anti-psikotik dan konseling.
Bila gejala psikotik telah mereda, mulai kembali
sikloserin dalam dosis uji.
Berikan piridoksin sampai 200 mg/ hari.
Bila kondisi teratasi lanjutkan pengobatan TB
MDR bersamaan dengan obat anti-psikotik.

l
8 Kejang Cs, Lfx -Hentikan sementara pemberian OAT yang
dicurigai sebagai penyebab kejang.
-Berikan obat anti kejang, misalnya fenitoin 3-5
mg/ hari/kg BB atau berikan diazepam iv 10 mg
(bolus perlahan) serta bila perlu naikkan dosis
vitamin B6 s/d 200 mg/ hari.
-Penanganan pasien dengan kejang harus
dibawah pengamatan dan penilaian TAK di
fasyankes Rujukan TB MDR.
-Upayakan untuk mencari tahu riwayat atau
kemungkinan penyebab kejang lainnya
(meningitis, ensefalitis, pemakaian obat, alkohol
atau trauma kepala).
-Apabila kejang terjadi pertama kali maka
lanjutkan pengobatan TB MDR tanpa pemberian
sikloserin selama 1-2 minggu. Setelah itu
sikloserin dapat dberikan kembali dengan dosis
uji (lihat tabel).
-Piridoksin (vit B6) dapat diberikan sampai
dengan 200 mg per hari.
-Berikan profilaksis kejang yaitu fenitoin 3-5
mg/kg/hari. Jika menggunakan fenitoin dan
pirazinamid bersama-sama, pantau fungsi hati,
hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
-Pengobatan profilaksis kejang dapat dilanjutkan
sampai pengobatan TB MDR selesai atau
lengkap.

li
9 Tendinitis Lfx dosis -Singkirkan penyebab lain seperti gout, arthritis
tinggi rematoid, skleroderma sistemik dan trauma.
-Untuk meringankan gejala maka istirahatkan
daerah yang terkena, berikan termoterapi
panas/dingindan berikan OAINS (aspirin,
ibuprofen).
-Suntikan kortikosteroid pada daerah yang
meradang akan membantu.
-Bila sampai terjadi ruptur tendon maka dilakukan
tindakan pembedahan.

10 Syok Anafilaktik Km, Cm -Segera rujuk pasien ke fasyankes Rujukan TB


MDR. Berikan pengobatan segera seperti tersebut
dibawah ini,
sambil dirujuk ke Fasyankes Rujukan TB MDR:
1.Adrenalin 0,2 – 0,5 ml, 1:1000 SC, ulangi jika
perlu.
2.Pasang infus cairan IV untuk jika perlu.
3.Beri kortikosteroid yang tersedia misalnya
hidrokortison 100 mg im atau deksametason 10
mg iv, ulangi jika perlu.

lii
11 Reaksi alergi Semua OAT Berikan segera pengobatan seperti dibawah ini,
toksik yang sambildirujuk kefasyankes Rujukan TB MDR,
menyeluruh dan digunakan segera:
SJS 1.Berikan CTM untuk gatal-gatal
2.Berikan parasetamol bila demam.
3.Berikan prednisolon 60 mg per hari atau
suntikan deksametason 4 mg 3 kali sehari jika
tidak ada prednisolon
4.Ranitidin 150 mg 2x sehari atau 300 mg pada
malam hari Di fasyankes Rujukan TB MDR :
1.Berikan antibiotik jika ada tanda-tanda infeksi
kulit.
2.Lanjutkan semua pengobatan alergi sampai ada
perbaikan, tappering off kortikosteroid jika
digunakan sampai 2 minggu
3.Pengobatan jangan terlalu cepat dimulai
kembali. Tunggu sampai perbaikan klinis.TAK
merancang paduan pengobatan selanjutnya tanpa
mengikutsertakan OAT yang diduga sebagai
penyebab Pengobatan dimulai secara bertahap
dengan dosis terbagi terutama bila dicurigai efek
samping terkait dengan dosis obat. Dosis total
perhari tidak boleh dikurangi (harus sesuai berat
badan) kecuali bila ada data bioavaibilitas obat
(terapeutic drug monitoring). Dosis yang
digunakan disebut dosis ujia yang diberikan
selama 15 hari.

-
-
.

liii
12 Hipotiroid PAS, Eto -Gejala dan tandanya adalah kulit kering,
kelelahan, kelemahan dan tidak tahan terhadap
dingin.
-Penatalaksanaan dilakukan di RSRujukan
oleh TAK bersama seorang ahli endokrinologi
atau ahli penyakit dalam.
-Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar
peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10
mU/l).
-Ahli endokrin memberikan rekomen-dasi
pengobatan dengan levotiroksin/natiroksin serta
evaluasinya.

Tabel 11. Dosis Uji Dosis Untuk Memulai Kembali Pengobatan OAT MDR
Hari Nama obat Hari pertama (beri obat dalam Hari ke- dua Hari ke- tiga
dosis terpisah pagi & sore)

Hari ke Sikloserin 250 mg (125 mg + 125 mg) 500mg Dosis penuh


1-3
Hari ke Levofloksasin 200 mg (100 mg + 100 mg) 400 mg Dosis penuh
4-6
Hari ke Kanamisin 250 mg (125 mg + 125 mg) 500 mg Dosis penuh
7-9
Hari ke Etionamid 250 mg (125 mg + 125 mg) 500 mg Dosis penuh
10-12
Hari ke Pirazinamid 400 mg (200 mg + 200 mg) 800 mg Dosis penuh
13-15

Tabel 12. Perubahan Dan Penyesuaian Dosis OAT Pada Gangguan Ginjal
Obat Perubahan Perubahan Dosis yang dianjurkan dan
frekuensi? dosis? frekuensi
Z Ya Ya 25-35 mg/kg/dosis, 3
x/minggu

liv
E Ya Tidak 15-25 mg/kg/dosis, 3
x/minggu
Lfx Ya Tidak 750-1000 mg/dosis,
3x/minggu
Cs Ya Ya 250 mg sekali sehari, atau 500
mg/dosis 3 x/minggu
Eto Tidak Ya 250 – 500 mg/dosis harian
Km Ya Ya 12 – 15 mg/kg/dosis, 2 - 3x/
minggu
PAS Tidak 2 x 4 gr sehari

Tabel 12. Perubahan Dan Penyesuaian Dosis OAT Pada Gangguan Ginjal
Kadar Kalium Jumlah KCL Banyaknya KCL Waktu untuk pemeriksaan
(meq/L) (meq/)

> 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih mendapat


kanamisin)
3,7 – 4,0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika masih mendapat
kanamisin)
3,4 – 3,6 20- 40 40 mmol 1 bulan (ketika masih mendapat
kanamisin)

3,0 – 3,3 60 60 mmol 2 mingguan


2,7 – 2,9 80 60 mmol + 400 mg/ 1 mingguan
hari
selama 3 minggu
2,4 – 2,6 80 – 120 80 mmol + 400 mg/ Teliti selang 1 – 6 hari
hari
selama 3 minggu

lv
2,0 – 2,3 60 meq IV + 80 mmol + 400 mg/ Pertimbangkan rawat inap setelah
80 meq PO hari pemantauan 24 jam dengan infus
selama 3 minggu
< 2,0 60 meq IV + 100 mmol + 400 mg/
80 meq PO hari
selama 3 minggu

2.5. Evaluasi Hasil Akhir Pengobatan TB MDR


1. Sembuh.
- Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB
MDR tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
- Hasil biakan selama tahap lanjutan menunjukkan hasil negatif minimal 3 kali
berturut-turut dengan jarak pemeriksaan antar biakan minimal 30 hari
2. Pengobatan lengkap.
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB
MDR tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal.
3. Meninggal.
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR.
4. Gagal.
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan
pengobatan TB MDR secara permanen terhadap 2 (dua) atau lebih OAT
MDR, yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini
yaitu:
- Tidak terjadi konversi sampai dengan dengan akhir bulan ke-8
pengobatantahap awal
- Terjadi reversi pada tahaplanjutan, yaitu biakan dahak kembali menjadi
positif pada 2 (dua) kali pemeriksaan berturut-turut setelah sebelumnya
tercapai konversi biakan
- Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB MDR golongan
fluorokuinolon atau obat injeksi lini kedua
- Terjadi efek samping obat yang berat yang mengharuskan pengobatan
dihentikan secara permanen.

lvi
5. Lost to follow-up.
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.

6. Tidak dievaluasi.
Pasien yang tidak atau belummempunyaihasil akhir pengobatanpada saat
pelaporan karena pengobatan masih berlangsung atau pasien tidak diketahui
hasil akhir pengobatannya karena pindah ke fasyankes di daerah lain.

lvii
BAB III
TINJAUAN DATA
Tabel 14. Jumlah pasien TB MDR tahun 2018

Tahun Jumlah Laki- Drop Pindah


Perempuan Meninggal Sembuh
2018 pasien laki out pengobatan

Januari 5 4 1 2 0 0 0

Februari 4 4 0 0 0 0 0

Maret 4 3 1 0 0 0 0

Total 13 11 2 2 0 0 0

BAB IV
KESIMPULAN

lviii
TB Resistensi ganda( TB MDR ) adalah M tuberculosis yang resisten minimal
rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat
yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS. Oleh karena
tinggi nya prevalensi kejadian TB MDR dimana pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4
juta insiden kasus TB diseluruh dunia, 580.000 diantaranya merupakan kasus TB MDR/TB
RR. Dari perkiraan 580.000 kasus TB RO tersebut hanya 125.000 yang berhasil ditemukan
dan diobati. WHO memperkirakan sekitar 190.000 pasien TB RO akan meninggal
dikarenakan tidak adanya akses terhadap layanan TB RO yang efektif. Tatalaksana TB RO
yang tersedia saat ini di dunia membutuhkan periode waktu yang terlalu lama (minimal 20
bulan), memerlukan biaya yang besar, baik untuk program maupun pasien. Sehingga bulan
Mei 2016 WHO mengeluarkan rekomendasi penggunaan paduan pengobatan standar jangka
pendek 9-11 bulan.

Adapun panduan pengobatan standar jangka pendek terhadap TB MDR yang


direkomendasikan WHO adalah tahap awal pengobatan yang diberikan setiap hari selama 4-6
bulan dengan menggunakan obat kanamisin, moksifloksasin, etionamid / protionamid,
isoniazid dosis tinggi, klofazimin, etambutan dan pirazinamid, sedangkan tahap lanjutan
pengobatannya yaitu diberikan setiap hari selama 5 bulan menggunakan obat moksifloksasin,
clofazimin, etambutol, pirazinamid.

Paduan pengobatan standar jangka pendek yang direkomendasikan WHO diharapkan


dapat mencapai target terapi dengan membunuh dan menghambat pertumbuhanan kuman
micobakterium tuberculosis sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat dari TB MDR
dapat diturunkan diseluruh dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Isbaniyah, Fattiyah, dkk.2011. Tuberkulosis. Jakarta : PDPI

Kementrian kesehatan RI.Petunjuk teknis manajemen terpadu pengendalian TB Resistan


obat. Jakarta. Indonesian: Kementrian kesehatan RI .2014

lix
Kementrian kesehatan RI .peraturan Mentri Kesehatan Nomor 67 tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta. Indonesia. Kementrian Kesehatan RI 2016

World Health Organization. Active tuberculosis drug - safety monitoring and management
(aSDM): Framework for implamentation. Ganeva.Switzerland: WHO,2015.

World Health.Who treatment guidelines for druqqwg-resistant


tuberculosis.Ganeva.Switzerlan.WHO. 2016.

World Health Organization tuberculosis report 2016. Ganeva.Switzerland : WHO.2017.

lx

Вам также может понравиться