Вы находитесь на странице: 1из 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hutan Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati, dan menjadi habitat

bagi 30,000 dari total sekitar 40,000 jenis tumbuhan obat yang telah dikenal di dunia.

Jumlah tersebut mewakili 90% dari tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Asia.

Lebih dari 1000 jenis diantaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat yang

sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berpotensi memberikan manfaat ekonomi,

sosial budaya dan lingkungan bagi masyarakat.

Paradigma baru sektor kehutanan memandang sumber daya hutan mempunyai

potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial

bagi kesejahteraan umat manusia. Sumber daya hutan juga bersifat multi guna dan

memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari

Hasil Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat

hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (pemanfaatan aliran air,

pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan

dan perlindungan), yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga

saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal (Anonim,

2009). Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan

salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling

bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan


dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan

kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No P.35/Menhut-II/2007 telah

ditetapkan jenis-jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari

557 spesies tumbuhan dan hewan. Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK yang

mendapat prioritas pengembangannya yaitu Rotan, Bambu, Madu Lebah, Sutera dan

Gaharu. Selain 5 komoditas HHBK unggulan nasional, daerah dapat mengembangkan

komoditas HHBK yang diunggulkan berdasarkan potensi HHBK dan kemampuan

daerah. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menurut Permenhut tersebut adalah hasil

hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan

kecuali kayu. Produk HHBK ini mencakup (1) hasil nabati beserta turunannya seperti

kayu, rotan, bambu, rerumputan, tanaman obat, jamur, getah-getahan, bagian atau

yang dihasilkan tetumbuhan; dan (2) hasil hewani beserta turunannya seperti satwa

liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok, serta bagian atau yang

dihasilkan hewan hutan. Sedangkan benda non hayati yang secara ekologi merupakan

suatu kesatuan ekosistem dengan organ hayati penyusun hutan seperti air, udara

bersih dan sehat serta jasa tidak termasuk dalam definisi Permenhut ini. Selama ini

HHBK hampir tidak tersentuh dalam kegiatan kehutanan yang masih mengandalkan

hasil hutan kayu baik dari hutan alam maupun dari hutan tanaman. Padahal potensi

pemanfaatan yang bernilai ekonomis sangat besar yang perlu digali dan pengelolaan

perlu dioptimalkan (Suharisno, 2009).


Pemanfaatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan masih

menghadapi banyak kendala pengembangannya baik pada aspek budidaya, skala

ekonomi, penanganan pasca panen, pengolahannya sederhana, rendahnya daya saing,

kualitas produk serta pemasaran lokal. Pemungutan HHBK lebih banyak dilakukan

secara manual (non-mekanis) yang tidak menimbulkan dampak kerusakan

lingkungan.

Pemanfaatan HHBK umumnya dilakukan oleh masyarakat dan mempunyai

peranan ekonomis langsung kepada masyarakat. Suhendang (1999), telah memperinci

manfaat hutan yang sangat banyak, sebagai berikut :

1. Nilai hasil hutan berupa kayu dan HHBK (seperti rotan, bambu, resin (anis), biji-

bijian, madu, minyak lemak, minyak atsiri, tanin dan tumbuhan bahan obat). Manfaat

dari hasil hutan ini bemilai sekitar Rp 1,2 juta/ha/ tahun atau 0,04 % dari total nilai

hutan (TNH).

2. Nilai fungsi hutan sebagai pencegah erosi, penghasil 02, penyerapan C02,

pengendali banjir dan prasarana angkutan air: Rp 21,4 juta/ha/tahun (0,07 % dari

TNH).

3. Nilai habitat satwa hidup (flora dan fauna) yang dilindungi dan endemic serta

manfaat sosial budaya dan nilai religius, memberi manfaat keindahan alam, udara

segar dan suasana nyaman sebagai objek wisata Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu

yang kesemuanya bernilai sekitar Rp 28,83 milyar/ha/tahun (98,89 % dari TNH.).

4. Nilai lain yang sampai saat ini belum dapat dikalkulasikan. Nilai HHBK

sebenarnya dapat diperoleh dari posisi nilai 1) dan 3), karena HHBK juga dapat
dihasilkan dari satwa dan flora hidup. Peranan HHBK dalam menunjang kegiatan dan

kesejahteraan masyarakat sekitar hutan serta pelestarian hutan sudah menjadi

kenyataan.

Pengelolaan hutan perlu diarahkan sebagai penghasil HHBK yang dapat

membuka kegiatan dan penghasilan bagi masyarakat lokal dengan memperhatikan

factor ekologisnya (Anonim, 1999). Untuk mencapai partisipasi aktif masyarakat

dalam pengelolaan hutan yang lestari antara lain adalah program peningkatan peranan

HHBK yang mampu meningkatkan kegiatan dan kesejahteraan masyarakat lokal

sekitar hutan (Silva dan Atar, 1995; Arnold dan Perez, 1998). Oleh karena itu, ke

depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil

hutan kayu, tetapi menggali potensi HHBK.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari Praktikum Hasil Hutan Non Kayu adalah mahasiswa dapat

mengetahui manfaat yang diberikan oleh jenis-jenis hasil hutan non kayu dan dapat

menjadi literatur dalam pembelajaran mata kuliah Hasil Hutan Non Kayu (HHNK).
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian hasil hutan bukan kayu

Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan

kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU

Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati

maupun non hayati. Hasil hutan Bukan kayu (HHBK) merupakan salah satu hasil

hutan selain kayu dan jasa lingkungan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 35

tahun 2007, HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta

produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Beragam

manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diperoleh dari keberadaan HHBK ini.

Sementara ini ada 558 komoditas HHBK yang menjadi urusan Departemen

Kehutanan Hasil hutan non-kayu adalah bahan-bahan atau komoditas yang

didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Mencakup hewan buruan,

rambut hewan, kacang-kacangan, biji, buah beri, jamur, minyak, daun, rempah-

rempah, rempah daun, gambut, ranting untuk kayu bakar, pakan hewan ternak, dan

madu. Selain itu, tumbuhan paku, kayu manis, lumut, karet, resin, getah, dan ginseng

juga masuk ke dalam kategori hasil hutan non-kayu (Kasmudjo, 2011).

B. Pengelompokan hasil hutan bukan kayu

Hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi hasil hutan kayu dan hasil hutan

bukan kayu (HHBK). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35/MENHUT-


II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik nabati dan hayati

beserta produk turunannya dan budidayanya kecuali kayu. Hasil hutan bukan kayu

merupakan potensi besar yang terpendam di hutan dan belum digali untuk dikelola

secara lestari sampai saat ini. Beberapa faktor yang menyebabkan belum

berkembangnya HHBK adalah hasil hutan bukan kayu masih terabaikan

dibandingkan dengan hasil hutan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat akan

hasil hutan bukan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan

hasil hutan bukan kayu, dan tidak tersedianya sarana dan prasarana untuk

pengelolaan. HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas

kayu dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam pengelolaan

hutan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara

utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu.

Salah satu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan masyarakat adalah

tanaman obat-obatan yang berkaitan langsung dengan masyarakat yang ada di sekitar

hutan. Sebagian dari jenis tanaman obat yang terdapat di Desa Bobo ada yang sudah

dikenal dan ada pula yang belum dikenal dalam ilmu pengetahuan yang dapat

berfungsi sebagai bahan obat-obatan tetapi telah dimanfaatkan oleh masyarakat

setempat secara terbatas sebagai obat tradisional. Berdasarkan hal ini, akan sangat

menarik untuk meneliti jenis-jenis tanaman yang merupakan sumber atau bahan baku

obat-obatan tradisional yang mungkin belum dikenal dalam ilmu pengetahuan

modern (Hamzari, 2008).


Tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, dan khasiatnya mempunyai

peluang besar serta memberi kontribusi bagi pembangunan dan pengembangan hutan.

Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan produk berguna bagi

masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama dalam

hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya

tanaman obat dalam hutan adalah: pendapatan, kesejahteraan, konservasi berbagai

sumberdaya, pendidikan nonformal, keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja

serta keamanan sosial. Usaha penyebarluasan penggunaan tanaman obat, merupakan

hal yang perlu dilakukan (Hamzari, 2008).

C. Peranan hasil hutan bukan kayu

Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-

tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang

diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku

untuk suatu industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang

rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan

(masyarakat yang tinggal di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan

memanfaatkan HHNK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan

memanfaatkan HHNK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali

di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (Departemen Kehutanan

1990).
Secara umum peranan HHNK dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Peranan HHNK terhadap aspek ekologis

Dalam ekosistem hutan, HHNK merupakan bagian dari ekosistem hutan. Beberapa

hasil HHNK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin resin dan

minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun anggrek. Untuk

pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem memiliki peranan

sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40 m. Palm berupa sagu,

nipah, dll merupakan bagian dari ekosistem yang berfungsi menjaga abrasi oleh

sungai atau laut.

2. Peranan HHNK terhadap ekonomi rumah tangga

HHNK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan)

terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu

tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar.

Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter,

HHNK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa

negara, karena HHNK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi

hasil.

3. Peranan HHNK terhadap pembangunan wilayah

Dengan pengaturan terhadap HHNK baik dari proses produksi, pengolahan dan

pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income (pendapatan)


dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHNK seperti getah damar,

telah dapat menjadi sektor basis. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan

maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar (Artikel, 2012).

Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan hutan

alam hayati yang tinggi, tercermin dengan keanekaragaman jenis satwa dan flora.

Jika kita mampu mengolah dan memanfaatkan sumber daya hutan tersebut secara

lestari maka sumber daya dapat meningkatkan kesejahteraan masyrarakat (Laporan

HHNK, 2013).

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, manusia mulai mengenal kayu

sebagai bahan bangunan. Penggunaan hasil hutan kayu tetap tidak lepas dari

kehidupan manusia. Walaupun komponen strukturalnya adalah kayu namun masih

tetap mengandalkan bamboo sebagai pagar, tiang, jendela, dan atap. Rotan sebagai

bahan furniture dan pengikat kayu dan ijuk sebagai bahan atap rumah. Di beberapa

daerah di Indonesia penggunaan hasil hutan non kayu sebagai komponen structural

masih tetap di minati (Laporan HHNK, 2013).

Bagi masyarakat pedesaan hasil hutan non kayu merupakan sumber ddaya yang

penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka. Mereka memanfaatkan hasil

hutan non kayu sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren, nira aren), bumbu

makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga menggunakan

hasil hutan non kayu sebagai bahan pembuat pakaian seperti sarung sutera sebagai

bahan pembuat bangunan rumah (Laporan HHNK, 2013).


Sampai saat ini, peranan hasil hutan non kayu sangat penting, bahkan

pemanfaatannya telah mulai ditingkatkan seperti pemanfaatan bamboo sebagai bahan

pembuat kertas dan papan komposit, nira aren sebagai penghasil gula, cuka dan

bioethanol, rotan sebagai furniture yang menarik, bahan ekstraktif sebagai parfume,

dll. Oleh karena itu, semakin tinggi peradaban manusia semakin tinggi pula tingkat

ketergantungan pada hasil hutan non kayu (Sudarmalik, 2006).


III. METODE PRAKTIKUM

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Pengamatan ini dilakukan dihutan Pendidikan Tobemeita, Abeli.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada pengamatan ini adalah kamera, alat tulis,

dan vegetasi yang ada di hutan produksi abeli.

3.3. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mengamati vegetasi disekitar hutan dan mengidentifikasi jenis jenis yang

berpotensi menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu.

2. Mencatat semua vegetasi berpotensi menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu.

3. Mendokumentasikan semua vegetasi berpotensi menghasilkan produk hasil hutan

bukan kayu.
IV. PEMBAHASAN

Hasil hutan dapat dikelompokkan menjadi hasil hutan kayu dan hasil hutan

bukan kayu (HHBK). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 35/MENHUT-

II/2007 Tentang HHBK, definisi HHBK adalah hasil hutan baik nabati dan hayati

beserta produk turunannya dan budidayanya kecuali kayu. Hasil hutan bukan kayu

merupakan potensi besar yang terpendam di hutan dan belum digali untuk dikelola

secara lestari sampai saat ini. Beberapa faktor yang menyebabkan belum

berkembangnya HHBK adalah hasil hutan bukan kayu masih terabaikan

dibandingkan dengan hasil hutan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat akan

hasil hutan bukan kayu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan

hasil hutan bukan kayu, dan tidak tersedianya sarana dan prasarana untuk

pengelolaan. HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas

kayu dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam pengelolaan

hutan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara

utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-

tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang

diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku

untuk suatu industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang

rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan

(masyarakat yang tinggal di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan


memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan

memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali

di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian.

Hasil hutan non-kayu dihargai tinggi oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

hutan dan seringkali merupakan sumber mata pencaharian mereka. Hasil hutan non-

kayu juga banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil hutan non-kayu

dipandang sebagai cara alternatif dalam menggerakkan perekonomian kehutanan

selain dengan melakukan penebangan kayu. Hasil hutan non-kayu juga mampu

menghasilkan diversitas perekonomian suatu wilayah.

Hasil hutan non-kayu dimanfaatkan oleh manusia di seluruh dunia, tidak

dibatasi oleh suku, tingkat usia, dan tingkat kemapanan. Penggunaan hasil hutan non-

kayu oleh penduduk setempat dapat bernilai ekonomi, historis, prestis, dan religius.

Hasil hutan non-kayu merupakan bahan baku industri, mulai dari industri tanaman

hias, industri farmasi, industri pangan, dan sebagainya.

Hasil hutan non-kayu mencakup semua keanekaragaman biologi selain kayu

yang digali dari hutan untuk keperluan manusia. Hasil-hasil hutan ini termasuk

makanan, obat-obatan, bumbu-bumbu, damar, karet, tanaman hias, hewan dan

produk-produk yang dihasilkan oleh hewan (misalnya sarang burung walet, madu,

dan lainnya), rotan, bambu dan serat-serat (mis: pandan yang dapat dianyam menjadi

tikar). Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan HHNK sebagai

produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis, diperoleh dari hutan dan

pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan. Semua HHNK mempunyai karakteristik


yang sama yaitu digali oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan

menggunakan teknologi yang sederhana.

Sebagaimana kita ketahui masalah pengembangan komoditas hasil hutan non

kayu bukan semata terletak pada pemilihan komoditi unggulan, kendatipun upaya

tersebut merupakan fokus tindakan untuk memajukan. Sisi lain dari pengembangan

yang juga dibutuhkan adalah, upaya fokus untuk memberikan dukungan data dan

informasi tentang aspek potensi dan pemanfaatn, pemungutan, pengolahan dan

kualitas produk. Hasil hutan non kayu adalah amanah yang dititipkan untuk disyukuri

dengan cara memanfaatkan dan mengolahnya secara bijaksana sebagai sarana

mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHBK

adalah hasil hutan hayati maupun non hayati. Hasil hutan Bukan kayu (HHBK)

merupakan salah satu hasil hutan selain kayu dan jasa lingkungan. Menurut Peraturan

Menteri Kehutanan No. 35 tahun 2007, HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal

dari hutan. Kemudian pada pengamatan dihutan produksi abeli terdapat potensi Hasil

hutan Bukan kayu (HHBK) seperti sagu, pandan hutan, alang alang, bambu, dan lain

lainnya.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah agar dalam proses pengamatan praktikan

diharapkan lebih serius agar mendapatkan hasil yang sempurna.

Вам также может понравиться

  • Proposal Pemetaan Desa 4
    Proposal Pemetaan Desa 4
    Документ15 страниц
    Proposal Pemetaan Desa 4
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • ID None
    ID None
    Документ7 страниц
    ID None
    ZanneArienta
    Оценок пока нет
  • 1 PB
    1 PB
    Документ7 страниц
    1 PB
    Hesti
    Оценок пока нет
  • Model Model Molekul
    Model Model Molekul
    Документ3 страницы
    Model Model Molekul
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • 215 763 1 PB
    215 763 1 PB
    Документ12 страниц
    215 763 1 PB
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Resume PSDH Pak Zul
    Resume PSDH Pak Zul
    Документ9 страниц
    Resume PSDH Pak Zul
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Cover Mikro 4
    Cover Mikro 4
    Документ1 страница
    Cover Mikro 4
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Proposal Pemetaan Desa 2
    Proposal Pemetaan Desa 2
    Документ10 страниц
    Proposal Pemetaan Desa 2
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Faktor Mempengaruhi Tenaga Kerja Mebel
    Faktor Mempengaruhi Tenaga Kerja Mebel
    Документ69 страниц
    Faktor Mempengaruhi Tenaga Kerja Mebel
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Model Model Molekul
    Model Model Molekul
    Документ3 страницы
    Model Model Molekul
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • 10 PP 010
    10 PP 010
    Документ25 страниц
    10 PP 010
    Ristania Fidyani Hidayat
    Оценок пока нет
  • 71 148 1 SM
    71 148 1 SM
    Документ9 страниц
    71 148 1 SM
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang 01
    Latar Belakang 01
    Документ54 страницы
    Latar Belakang 01
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Lampiran Gambar
    Lampiran Gambar
    Документ1 страница
    Lampiran Gambar
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • I
    I
    Документ10 страниц
    I
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Material Dan Mutu Kayu
    Material Dan Mutu Kayu
    Документ7 страниц
    Material Dan Mutu Kayu
    mustain_heny
    Оценок пока нет
  • Rico Ariyanto
    Rico Ariyanto
    Документ73 страницы
    Rico Ariyanto
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Kebakaran Hutan PDF
    Kebakaran Hutan PDF
    Документ17 страниц
    Kebakaran Hutan PDF
    naynanay
    Оценок пока нет
  • Judul38
    Judul38
    Документ55 страниц
    Judul38
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Analisis Data Ekologi 6
    Analisis Data Ekologi 6
    Документ7 страниц
    Analisis Data Ekologi 6
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
    Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
    Документ17 страниц
    Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit
    Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit
    Документ6 страниц
    Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit
    M Erwin Wibowo
    Оценок пока нет
  • Lampiran Gambar
    Lampiran Gambar
    Документ1 страница
    Lampiran Gambar
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • I
    I
    Документ10 страниц
    I
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Laporan Praktikum Mikro 3
    Laporan Praktikum Mikro 3
    Документ1 страница
    Laporan Praktikum Mikro 3
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Hasil Dan Pembahasan
    Hasil Dan Pembahasan
    Документ1 страница
    Hasil Dan Pembahasan
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Praktikum Ekologi Cover
    Praktikum Ekologi Cover
    Документ2 страницы
    Praktikum Ekologi Cover
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Armin Cendol
    Armin Cendol
    Документ2 страницы
    Armin Cendol
    Armin XVI
    Оценок пока нет
  • Praktikum Ekologi Cover
    Praktikum Ekologi Cover
    Документ2 страницы
    Praktikum Ekologi Cover
    Armin XVI
    Оценок пока нет