Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan karunia dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kasus seminar kelompok yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Hiperbarik Oksigen dengan Diagnosa Medis Sudden Deafness” dapat selesai
sesuai waktu yang telah ditentukan.
Makalah kasus asuhan keperawatan ini disusun dengan memanfaatkan
berbagai literatur serta mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak, tim penulis menyadari tentang segala keterbatasan kemampuan
dan pemanfaatan literatur, sehingga makalah kasus seminar kelompok ini dibuat
dengan sangat sederhana baik dari segi sistematika maupun isinya jauh dari
sempurna.
Semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis ini mendapatkan
balasan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap laporan studi kasus
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 29 Maret 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
mendadak yang mendapat terapi HBO membuktikan adanya peningkatan
oksigenasi perilimfe, namun masih harus pembuktian lebih lanjut dengan
penelitian lain, begitupula inhalasi karbogen (95% oksigen + 5%
karbondioksida), vasoaktif (pentoksifilin, dekstran, ginkobiloba,) memperlihatkan
hasil yang baik pada penanganan tuli mendadak. Terapi hiperbarik oksigen adalah
memberikan oksigen murni 100 % dengan tekanan lebih dari 1 ATA dalam ruang
udara bertekanan tinggi (RUBT) (Hmshyperbaric, 2013).
1.4. Manfaat
Studi kasus ini diharapakan dapat menjelaskan dan memberikan
pemahaman serta pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada
pasien Sudden Deafness.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Menurut Rauch, penyebab pasti tuli mendadak hanya ditemukan pada 10-
15% kasus, sebagian besar kasus tetap tidak tidak diketahui penyebabnya
(idiopatik) (Rauch, 2008). Tuli mendadak juga dapat disebabkan oleh berbagai hal
antara lain iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala, trauma bising yang keras,
perubahan tekanan atmosfer, autoimun, obat ototoksik, penyakit Meniere dan
neuromakustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi adalah iskemia
koklea dan infeksi virus (Bashiruddin J dkk, 2007).
2.1.3 Patofisiologi
Ada 4 teori postulasi terjadinya tuli mendadak, setiap jalur teori ini belum
tentu terjadi pada setiap kasus tuli mendadak atau sudden deafness.
1. Infeksi virus labirin
Prevalensi menunjukkan 7-13% pasien yang menderita tuli mendadak
sebelumnya menderita infeksi virus (mumps, herpes). Terkadang dapat
ditemukannya histopatologi pada telinga bagian dalam yang menunjukkan
adanya infeksi oleh virus. Ditemukan adanya kerusakan di koklea berupa
3
hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokongnya, atrofi membrane tectorial,
atrofi dtria vascularis, dan hilangnya neuron (Marthur, 2015).
2. Gangguan vaskular labirin
Koklea diperdarahi oleh arteri audit interna, dimana pembuluh darah ini
merupakan arteri ujung atau end-artery, sehingga bila terjadi gangguan pada
pembuluh darah koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Gangguan
vaskular labirin bisa disebabkan oleh adanya trombus, emboli dan
vasospasme yang dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke koklea
sehingga perfusi dan oksigenasi jaringan terganggu (iskemia koklea) yang
menyebabkan perubahan tekanan oksigen perilimfe (Marthur, 2015)
3. Ruptur membran intrakokler
Membran ini memisahkan telinga tengah dan telinga dalam. Pada koklea
membran ini juga memisahkan ruang perilimfe dan endolimfe. Ruptur dari
salah satu atau kedua membran ini dapat menyebabkan tuli mendadak.
Kebocoran cairan perilimfe ke telinga tengah melalui tingkap lonjong dapat
menyebabkan terjadinya tuli mendadak, ruptur membran intrakoklear
menyebabkan bercampurnya cairan perilimfe dan endolimfe sehingga
terjadi perubahan potensial endokoklea (Marthur, 2015).
4. Penyakit telinga dalam yang berhubungan dengan autoimun
Pada sebha studi terhadap 51 pasien yang mengalami tuli mendadak,
ditemukan adanya keterlibatan penyakit autoimun dan tuli mendadak
(Marthur, 2015).
4
penyakit virus tersebut. Pada pemeriksaan klinis tidak terdapat kelainan telinga
(Bashiruddin J, 2007).
2.1.5 Pengobatan
1. Vasodilantasia yang cukup kuat misalnya dengan pemberian complamin
injeksi disertai dengan pemberian tablet vasodilator oral tiap hari.
2. Prednison (kortikosteroid) 4x10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari
3. Vitamin C 500 mg 1x1 tablet/hari
4. Neurobion (neurotonik) 3x1 tablet/hari
5. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
6. Obat anti virus sesuai dengan virus penyebab (Bashiruddin J, 2007)
5
Untuk oksigenasi telinga dalam, HBO berperan meningkatkan potensial
transmembran dan sintesis adenosine triphosphate (ATP) serta aktifitas
metabolisme sel dan pompa natrium kalium yang mengakibatkan terjadinya
keseimbangan ion dan fungsi elektrofisiologi pada labirin.Oksigen arteri
mengalami difusi dari kapiler ke dalam cairan telinga dalam dan meningkatkan
saturasi parsial oksigen yang mempengaruhi tekanan oksigen telinga dalam.
Selama terapi HBO tekanan parsial oksigen yang tinggi menghidupkan kembali
daerah yang mengalami hipoksia pada koklea (Hmshyperbaric, 2013).
Keuntungan HBO pada tuli mendadak adalah peningkatan distribusi oksigen
yang terlarut dalam sirkulasi darah. Peningkatan oksigen pada perilimf dan
endolimf membantu pemulihan fungsi telinga dalam, HBO juga meningkatkan
suplai darah dan berkontribusi pada peningkatan mikrosirkulasi, menurunkan
hematokrit dan viskositas darah serta meningkatkan elastisitas sel darah merah
(Hmshyperbaric, 2013).
6
2.3 WEB OF CAUTION/PATHWAY
Tuli sensorineural
Tuli sensorineural
Tuli
retrokoklea
sensorineural
Proses degenerasi koklea Penyebab lain: Pemaparan bising dari
tulang dalam pd lansia - Neuroma akustik
Tuli mendadak Aplasia(kongenital), lingkungan
- Tumor sudut pons serebelum
labirintis(oleh infeksi
Presbicusis - Mieloma multiple
Penyebab tertentu viru,bakteri), intoksikasi Lama terpapar, intensitas
- Cedera otak
obat tinggi, frekuensi tinggi
Perubahan struktur Iskemia koklea - Perdarahan otak
(sterptomisin,kanamisin,
koklea&nervus - Kelainan otak
garamisin,neomisin,kina,
akustik Bising dg intensitas >
asetosal,alkohol),trauma
Atrofi & degenerasi sel-sel rambut 90dB
Tuli timbul kapitis, trauma akustik
getar koklea, perubahan vaskularis,
jumlah&ukuran sel gangliion saraf mendadak Kerusakan
menurun reseptor
Tuli unilateral,
pendengaran corti Kesulitan Ketidakmampuan
bilateral
Pendengaran berkurang secara
Kurang pendengaran, berkomukas dalam menjalani
perlahan, progresif&simetris pada Tinitus, vertigo tinitus, sukar i terutama hubungan
kedua telinga
menangkap grup personal yang
percakapan
Sensasi pendengaran memuaskan
dengan intensitas yang Perubahan
rendah status
kesehatan
TERAPI HBO 7
TERAPI HBO
8
2.5 Asuhan Keperawatan Oksigen Hiperbarik
1. Pengkajian
a. Identitas : nama, alamat, pendidikan, lahir, pekerjaan, pendidikan
b. Keluhan utama : DCS, klinis, kebugaran
c. Riwayat penyakit sekarang
d. DCS “penyelaman dilakukan dimana kedalaman berapa, pasien
menunjukkan gelaja pada kedalaman berapa, pingsan berapa lama,
menyelam menggunakan apa, dan pertolongan apa yang dilakukan
e. Klinis
Riwayat penyakit sampai dengan dilakukannya terapi HBO
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penurun terhadap beberapa penyakit yang menjadi kontraindikasi
g. Pemeriksaan fisik
Observasi TTV kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan,
neurologis, pernafasan, kardiovaskuler, pencernaan, perkemihan,
muskuloskeletal, integumen
PRA HBO
a. Observasi TTV
b. Ambang deman
c. Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu
d. Auskultasi paru-paru
e. Observasi tanda-tanda cidera orthopedic
f. Uji ketajaman penglihatan
g. Mengkaji tingkat nyeri
h. Penilaian status nutrisi
1) Ada zat dan barang-barang yang tidak diperbolehkan dibawa ke ruang
hiperbarik
a) Secara zat yang mengandung minyak, alkohol (kosmetik, harirspray,
cat kuku, lotion, cologne, salep)
b) Pasien harus melepas perhiasan (cincin, jam tangan, kalung,
anting/giwang)
c) Lensa kontak harus dilepas
9
d) Alat bantu dengar harus dilepas
e) Menggunakan pakaian berbahan katoon 100%
INTRA HBO
a. Mengamati TTV, gejala barotrauma, keracunan oksigen
b. Mendorong pasien untuk menggunakan teknik manuver valsavah hanya
untuk digunakan selama dekompresi
c. Pasien perlu diingatkan bahwa manuver valsavah hanya untuk digunakan
selama dekompresi
d. Jika pasien mengalami nyeri ringan, sedang, hentikan dekompresi hingga
nyeri sudah reda
e. Untuk mencegah barotrauma ajarkan bernafas secara normal
f. Pantau adanya claustropobia untuk mencegah efek dari claustropobia
g. Segera periksa gula darah jika pasien terdapat tanda-tanda hipoglikemia
POST HBO
a. Untuk pasien dengan tanda-tanda barotrauma, uji aurologis harus dilakukan
b. Tes gula darah pada pasienyang 100m
c. Pasien dengan iskemik trauma akut, sindrom homparteren, nekrosis dan
pasca inplantasi harus dilakukan penilaian status reuotranskular dan luka
d. Pasien dengan keracunan oksigen mememrlukan tes psicometri atau tingkat
carboxyhemoglobin
e. Pasien dengan infisiensi arteri akut retina memerlukan hasil pemeriksaan
pandang luas
f. Pasien dirawat karena penyakit dekompres, emboli gas arteri atau edema
cerebral harus dilakukan pemeriksaan penilaian neurologis
g. Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas selama terapi dilarang
mengemudikan alat transportasi atau menghidupkan mesin
h. Lakukan pendokumentasian pasca HBOT
2. Diagnosa
a. Kecemasan b/d perasaan kecemasan terkait dengan ruang oksigen
hiperbarik.
10
b. Resiko tinggi barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas
emboli serebral b/d perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen
hiperbarik
c. Pemeliharaan kesehatan b.d defisit pengetahuan untuk : Manajemen luka
kronis, Pembatasan penyakit dekompresi lebih lanjut, Melaporkan gejala
setelah keracunan karbn monoksida.
3. Intervensi
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Resiko tinggi Tanda-tanda dan terjadinya 1. Sebelum perawatan
barotrauma ke tanda dari barotrauma akan menginstruksikan pasien
telingga, sinus, gigi, diakui, ditangani, dan segera dalam teknik pemerataan
dan paru-paru, atau dilaporkan telinga, seperti menelan,
gas emboli serebral mengunyah, menguap,
b/d perubahan tekanan manuver valsava
udara di dalam ruang dimodifikasi, atau
oksigen hiperbarik. memiringkan kepala.
2. Mengingatkan pasien untuk
bernapas dengan normal
selama perubahan tekanan.
3. Memberitahukan operator
ruang multiplace jika
pasien tidak dapat
mencapai persamaan
tekanan.
4. Terus memantau pasien
selama terapi oksigen
hiperbarik untuk tanda-
tanda dan gejala
barotrauma
5. Mengikuti perintah dokter
hiperbarik untuk
manajemen pasien.
Kecemasan dan Pasien akan mentolerir 1. Selama perawatan terapi
ketakutan yang pengobatan oksigen oksigen hiperbarik,
berhubungan dengan hiperbarik. memantau dan menilai
perasaan kecemasan tanda dan gejala kecemasan
kurungan terkait continemen, termasuk:
dengan ruang oksigen a. Gelisah
hiperbarik. b. Ketidakmampuan untuk
mentolerir masker
wajah atau tudung
kepala.
c. Laporan perasaan
tertutup atau terjebak.
11
2. Menjalin kontak mata
dengan pasien.
3. Meyakinkan pasien bahwa
dia aman.
4. Memberi obat anti
kecemasan setiap perintah
dokter hiperbarik dan
menilai efektifitas atau
pengobatan.
5. Memberitahukan dokter
hiperbarik respon pasien
terhadap anti kecemasan,
langkah-langkah dan
kemampuan untuk
mentolerir kurungan.
Pemeliharaan Pasien atau keluarga Penyakit Dekompresi
kesehatan b.d defisit melaporkan gejala untuk 1. Istrahat untuk menghindari
pengetahuan untuk : terapi hiperbarik berikutnya. alkohol dan kafein,
1. Pembatasan mendorong cairan dan diet
penyakit yang cukup, menghindari
dekompresi lebih aktivitas berat, dan
lanjut. menghindari mandi air
2. Melaporkan gejala panas atau mandi selama 24
setelah keracunan jam setelah selesai terapi
karbn monoksida. oksigen hiperbarik.
2. Hubungi departemen
hiperbarik atau Diviers
Alert Network (DAN) jika
ada gejala kembali.
3. Hindari paparan ketinggian
selama 72 jam atau
menyelam dibawah air
tanpa rekomendasi dokter.
4. Memperkuat pentingnya
tindak lanjut setelah pulang.
Keracunan Karbon
Monoksida
1. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk melaporkan
gejala perubahan perilaku,
kelesuan, muntah persisten,
sakit kepala persisten,
peningkatan kehilangan
memori, nyeri dada, tremor,
ataksia atau haid yang tidak
teratur.
2. Anjurkan pasien untuk tidak
menggunakan kendaraan,
12
tungku atau mesin sampai
sepenuhnya diperiksa dan
diperbaiki oleh tenaga
profesional.
3. Dokumentasi pasien dan
atau keluarga dengan
perintah tertulis.
4. Ajarkan pasien dan
keluarga dan
dokumentasikan,
demonstrasikan kembali
bila perlu.
13
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas pasien
1. Nama Pasien : Tn. J
2. Umur : 57 tahun
3. Agama : Islam
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Pendidikan Terakhir : SMA
6. Alamat : Pasuruan
7. Pekerjaan : Swasta
8. Tanggal pengkajian : 27 Februari 2017
9. Jam pengkajian : 10.00 WIB
3.1.2 Keluhan utama
Tn. J mengatakan bahwa telinga kiri sudah bisa sedikit mendengar.
3.1.3 Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Tn. J datang ke Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S. Phys pada tanggal 27
Februari 2017 pukul 09.30 WIB. Tn. J mengatakan sebelumnya mengalami
penurunan pendengaran secara mendadak pada telinga kiri sejak 3 bulan yang
lalu. Pada tanggal 22 Februari telinga kiri pasien tidak bisa mendengar, lalu pasien
berobat ke poli THT Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 22
Februari 2017, dokter menyarankan untuk menjalani terapi hiperbarik oksigen di
Lakesla. Tn. J mengatakan lingkungan di rumahnya selalu berisik karena
berdekatan dengan tempat pemotong keramik. Pada saat pengkajian, Tn. J
mengatakan sudah menjalani terapi hiperbarik oksigen yang ke 5 kali, dan terapi
pertama dilakukan pada tanggal 23 Februari 2017. Pada saat pengkajian tanggal
27 Februari 2017 Tn. J mengatakan sudah bisa sedikit mendengar pada telinga
sebelah kiri. Tn. J mengatakan sudah bisa melakukan manuver valsavah. Tn. J
juga mengatakan juga saat ini tidak mengalami flu dan tidak cemas untuk
menjalani proses terapi hiperbarik oksigen.
14
2. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Tn. J mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag pada tahun 2015
karena pasien sering telat untuk makan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tn. J mengatakan tidak ada keluarga yang pernah melakukan terapi
hiperbarik oksigen, dan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien.
4. Riwayat pembedahan
Tn. J mengatakan tidak mempunyai riwayat pembedahan atau operasi
sebelumnya.
5. Riwayat alergi
Tn. J mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan maupun
makanan.
3.1.4 Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,2 OC
RR : 22 x/menit
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 65 kg
2. B1 (Breath/ Pernapasan)
a. Inspeksi:
Bentuk dada normochest, ekspansi dada simetris, RR 22 x/menit,
tidak tampak sianosis, irama napas regular, tidak sesak napas, tidak
terdapat alat bantu napas tambahan, suara napas vesikuler, tidak ada
pengeluran sputum.
b. Palpasi
Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan.
c. Perkusi
Sonor.
d. Auskultasi
15
Tidak ada wheezing, tidak ada ronki.
3. B2 (Blood/ Sirkulasi)
a. Inspeksi:
Irama jantung regular.
b. Palpasi
Nadi 86 x/menit, tidak ada keluhan nyeri tekan dada, akral HKM,
CRT < 2 detik.
c. Perkusi
Pekak.
d. Auskultasi
Bunyi jantung S1 S2 tunggal
4. B3 (Brain/ Persyarafan)
Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6 Total 15, konjungtiva anemis, sclera
tidak ikterik, tidak mengalami gangguan penglihatan, pasien mengalami
penurunan pendengaran pada telinga sebelah kiri, tidak mengalami kesulitan
bicara dan menelan, daya ingatan dan memori masih normal. Pasien tidak
merasakan pusing, tidak ada hemiparesis, tidak ada tremor, dan tidak mengalami
kejang.
5. B4 (Bladder/ Perkemihan)
Jumlah urine yang dikeluarkan tidak terukur karena pasien tidak
menggunakan kateter, warna kuning jernih, bau amoniak, pasien BAK 6 x/hari,
pasien tidak mengeluh nyeri saat kencing.
6. B5 (Bowel/ Pencernaan)
a. Inspeksi:
Napsu makan baik, porsi makan habis dalam 1 porsi, cairan ± 2000
ml/hari jenis air putih, mulut tampak bersih dengan mukosa lembab,
abdomen simetris, pasien tidak mual dan muntah.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa ataupun akumulasi
cairan, tidak ada pembesaran lien dan hepar.
c. Perkusi
16
Timpani.
d. Auskultasi
Bising usus normal.
7. B6 (Bone/ Muskuloskeletal)
a. Kemampuan pergerakan bebas
b. Skala kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
17
Pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk tidur. Pasien tidak
terlihat kehitaman pada lingkar mata. Pasien tidak pernah tidur siang, jam
tidur pada malam hari pukul 22.00 – 04.00 WIB.
3. Pola nutrisi – metabolik
a. Pola makan
Pasien mengatakan nafsu makan baik, makan 3 kali dalam sehari, jenis
makanan nasi, lauk, sayur.
b. Pola minum
Pasien mengatakan minum air mineral menghabiskan 2 liter/ hari.
4. Pola eliminasi
a. Pola BAB
Pasien mengatakan BAB 1 kali/ hari, warna kuning kecoklatan,
konsistensi padat, dan berbau khas.
b. Pola BAK
Pasien mengatakan kira-kira BAK 6 kali/ hari, jumla urine tidak
terukur karena pasien tidak menggunakan kateter, warnah kuning
jernih, bau amoniak.
5. Pola kognitif perseptual
Pasien ketika diajak berbicara harus pelan-pelan karena harus mencerna
pembicaraan dari perawat. Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
6. Pola konsep diri
a. Ideal diri: pasien mengatakan bahwa dirinya ingin sembuh dan bisa
ingin mendengar lagi.
b. Gambaran diri: pasien mengatakan menyukai anggota tubuhnya dam
pasien tidak malu atas keadaannya seperti ini.
c. Peran diri: pasien mengatakan sebagai seorang ayah dari 3 anaknya.
d. Harga diri: pasien mengatakan merasa masih sebagai seorang ayah
yang masih berharga dalam keluarganya.
e. Identitas diri: pasien mengatakan namanya Tn. J, umur 57 tahun, dan
sudah menikah.
18
f. Citra tubuh: pasien menerima dengan ikhlas mengenai penyakit yang
diderita saat ini, pasien memiliki semangat yang tinggi untuk sembuh,
dan semangat untuk menjalani terapi hiperbarik oksigen.
g. Orang yang paling dekat: istri dan anak.
h. Keyakinan dan nilai: pasien beragama islam, kegiatan ibadah sholat
teratur dan bahasa yang digunakan sehar-hari adalah bahasa Jawa dan
Indonesia.
i. Koping dan toleransi stres: pasien selalu mendapatkan dukungan dari
keluarga.
3.1.6 Pemeriksaan penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang selama dilakukan terapi hiperbarik
oksigen.
19
DO:
Pasien mencoba
menutup telinga
yang kanan,
hasilnya telinga
kiri mendengar
suaranya masih
kecil.
Pasien harus
mencerna
pembicaraan
secara pelan-pelan
Pasien tidak
mampu untuk
rileks.
3.3 INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi
keperawatan kriteria hasil
1. Risiko Tanda-tanda dan 1. Mengelola dekongestan,
barotrauma ke terjadinya dari per perintah dokter,
telinga, sinus, barotrauma akan sebelum perawatan terapi
gigi dan paru- diakui, ditangani, oksigen hiperbarik.
paru atau gas dan segera 2. Sebelum perawatan
emboli serebral dilaporkan selama menginstruksikan pasien
berhubungan 2 jam, diharapkan dalam teknik pemerataan
dengan pasien: telinga, seperti menelan,
perubahan 1. Pasien mampu mengunyah, menguap,
tekanan udara melakukan manuver valsava
di dalam ruang valsavah dimodifikasi, atau
oksigen dengan benar memiringkan kepala.
hiperbarik. dan tepat. 3. Menilai kinerja pasien
2. Pasien mampu teknik pemerataan telinga
20
menyebutkan sebagai ruang bertekanan
beberapa terjadi.
teknik 4. Mengingatkan pasien
valsavah. untuk bernapas dengan
3. Pasien tidak normal selama perubahan
mengalami tekanan.
nyeri telinga 5. Konfirmasi ET / manset
saat mengikuti Trach diisi dengan NS
terapi sebelum tekanan udara.
hiperbarik 6. Memberitahukan operator
oksigen. ruang multiplace jika
4. Pasien tidak pasien tidak dapat
mengalami mencapai persamaan
perdarahan tekanan.
eksternal pada 7. Dokumen penilaian.
saat mengikuti 8. Terus memantau pasien
terapi selama terapi oksigen
hiperbarik hiperbarik untuk tanda-
oksigen. tanda dan gejala
barotrauma termasuk:
a. Ketidakmampuan
untuk menyamakan
telinga, atau sakit di
telinga dan / atau
sinus (terutama
setelah pengobatan
awal, dan setelah
perawatan
berikutnya).
b. Peningkatan tarif
atau kedalaman
pernafasan
c. Tanda dan gejala dari
pneumotoraks,
termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri
dada tajam
2) Kesulitan,
bernafas cepat
3) Gerakan dada
abnormal pada
sisi yang terkena,
dan
4) Takikardia dan/
kecemasan
9. Mengikuti perintah
dokter hiperbarik untuk
manajemen pasien.
21
2. Risiko tinggi Tanda dan gejala 1. Penilaian hasil laporan
toksisitas keracunan pasien ke dokter
oksigen oksigen akan hiperbarik dari:
berhubungan diakui dan segera a. Suhu tinggi tubuh
dengan ditangani selama b. Riwayat penggunaan
pemberian 2 jam, steroid
oksigen 100% diharapkan: c. Riwayat kejang
selama tekanan 1. Pasien tidak oksigen
atmosfer berkeringat. d. Dosis tinggi vitamin C
meningkat. 2. Pasien tidak atau aspirin
mual. menggunakan
3. Pasien tidak e. Fi O2> 50%, dan
muntah. f. Faktor risiko tinggi
4. Pasien tidak lainnya sebagai
pusing. approriate
2. Memantau pasien selama
terapi oksigen hyperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen sistem saraf pusat
termasuk:
a. Mati rasa dan berkedut
b. Dering di telinga atau
halusinasi pendengaran
lainnya
c. Rasa pusing
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah
tersinggung dan
f. Mual
(Catatan: SSP toksisitas
oksigen pada akhirnya
dapat mengakibatkan
kejang)
3. Mengubah sumber
oksigen 100% untuk udara
untuk pasien jika tanda-
tanda dan gejala muncul,
dan memberitahukan
kepada dokter hiperbarik.
4. Monitor pasien selama
terapi oksigen hiperbarik
dan tanda-tanda dokumen
dan gejala keracunan
oksigen paru, termasuk:
a. Substernal iritasi atau
pembakaran
b. Sesak di dada
22
c. Batuk kering (terhenti-
henti)
d. Kesulitan menghirup
napas penuh, dan
e. Nafas yang sulit pada
pengerahan tenaga
5. Memberitahukan dokter
hiperbarik jika tanda-
tanda dan gejala
keracunan oksigen paru
muncul.
3. Gangguan Selama dilakukan 1. Berikan penjelasan tentang
persepsi sensori terapi hiperbarik prosedur terapi hiperbarik
auditorius oksigen selama 2 oksigen dengan jelas dan
berhubungan jam, diharapkan: singkat.
dengan gejala 1. Pasien dapat 2. Biarkan pasien
penyakit terkait mendengar mengungkapkan perasaan
di tandai dengan jelas tentang penurunan
dengan 2. Pasien merasa pendengaran.
penurunan rileks 3. Berikan edukasi pada
pendengaran. 3. Pasien dapat pasien tentang cara koping
berkomunikas alternative tentang
i dengan penurunan pendengaran
lancer
3.4 IMPLEMENTASI
Waktu No. Dx Tindakan Tanda
tangan
perawat
Senin 1,2,3 Pre HBO:
27 1. Membina hubungan saling
Februari percaya dengan pasien
2017 2. Melakukan pengkajian pada
09.40 Tn. S
3. Mengobservasi TTV: DING
TD: 120/80 mmHg
RR: 22 x/menit
Nadi: 86 x/menit
Suhu: 36,2OC
4. Mengevaluasi tanda-tanda
flu
5. Menanyakan kemampuan
pasien dalam melakukan
teknik valsavah
23
6. Mengajarkan kembali
teknik valsavah dengan
benar.
7. Mengingatkan kembali
kepada pasien untuk
berkemih atau buang air
besar sebelum terapi
hiperbarik oksigen
berlangsung
24
terapi hiperbarik oksigen
25
12.00 1,2,3 Intra HBO:
1. Membantu pasien untuk
masuk kedalam chamber
dan memastikan pasien
dalam kondisi yang aman
dan nyaman
2. Mengobservasi pasien saat
berada didalam chamber
3. Mengingatkan pasien untuk
tidak terlambat valsavah
pada saat tekanan akan
ditambah
4. Membantu pasien untuk
menggunakan masker
oksigen
5. Menganjurkan pasien
bernapas dengan normal
ketika menghirup oksigen
100%
6. Memantau tanda-tanda
keracunan oksigen pada
pasien
7. Memantau kenyamanan
pasien selama terapi
berlangsung
8. Pasien tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda
barotrauma:
a. Pasien mampu
melakukan valsavah
dengan benar dan tepat
b. Pasien tidak mengalami
nyeri telinga pada saat
mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
c. Pasien tidak mengalami
perdarahan eksternal pada
saat mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
26
terapi hiperbarik oksigen
Telinga kirinya sudah dapat
mendengar dengan jelas.
4. Mengobservasi adanya
tanda-tanda barotrauma
5. Mengkaji adanya tanda-
tanda keracunan oksigen
6. Mendokumentasikan
tindakan keperawatan yang
telah dilakukan selama
proses terapi hiperbarik
oksigen
Rabu 1,2,3 Pre HBO: DING
1 Maret 1. Mengobservasi TTV:
2017 TD: 120/70 mmHg
10.15 RR: 23 x/menit
Nadi: 82 x/menit
Suhu: 36OC
2. Menanyakan pada pasien
tentang keluhan saat ini
3. Menayakan pada pasien
apakah sudah sarapan
4. Mengevaluasi tanda-tanda
flu
5. Mengingatkan kembali
teknik valsavah dengan
benar.
27
keracunan oksigen pada
pasien
7. Memantau kenyamanan
pasien selama terapi
berlangsung
8. Pasien tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda
barotrauma:
a. Pasien mampu
melakukan valsavah
dengan benar dan tepat
b. Pasien tidak mengalami
nyeri telinga pada saat
mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
c. Pasien tidak mengalami
perdarahan eksternal pada
saat mengikuti terapi
hiperbarik oksigen
3.5 EVALUASI
Waktu Masalah Evaluasi sumatif Tanda
keperawatan tangan
perawat
Senin Risiko S: DING
27 barotrauma Pasien mengatakan tidak
Februari ke telinga, mengalami nyeri telinga
28
2017 sinus, gigi O:
dan paru-paru Pasien mampu melakukan
12.00 atau gas valsavah selama proses terapi
emboli hiperbarik
serebral Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda barotrauma
(nyeri telinga dan
perdarahan)
Pasien tampak rileks
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Senin Risiko tinggi S: DING
27 toksisitas Pasien mengatakan tidak
Februari oksigen mengalami pusing.
2017 O:
Tidak ditemukan adanya
12.00 tanda-tanda keracunan
oksigen seperti keringat
dingin, mual, muntah,
pusing, penglihatan kabur
Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Senin Gangguan S: DING
27 persepsi Pasien mengatakan telinga
Februari sensori kirinya sudah dapat mendengar
2017 auditorius O:
Pasien mencoba menutup
12.00 telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar.
Pasien mampu untuk relaks
dan nyaman
A:
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi sebagian
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 6 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
29
Selasa Risiko S: DING
28 barotrauma Pasien mengatakan tidak
Februari ke telinga,
mengalami nyeri telinga
2017 sinus, gigi
O:
dan paru-paru Pasien mampu melakukan
14.00 atau gas valsavah selama proses terapi
emboli hiperbarik
serebral Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda barotrauma pada
pasien (nyeri telinga dan
perdarahan)
Pasien tampak rileks
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Selasa Risiko tinggi S: DING
28 toksisitas Pasien mengatakan tidak
Februari oksigen mengalami pusing, mual,
2017 muntah, berkeringat, dan
penglihatan kabur
14.00 O:
Tidak ditemukan adanya
tanda-tanda keracunan
oksigen seperti keringat
dingin, mual dan muntah
Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Selasa Gangguan S: DING
28 persepsi Pasien mengatakan telinga
Februari sensori kirinya sudah dapat mendengar
2017 auditorius dengan jelas
O:
14.00 Pasien mencoba menutup
telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar
dengan jelas.
Pasien mampu untuk relaks
dan nyaman.
A:
30
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 7 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Rabu Risiko S: DING
1 Maret barotrauma Pasien mengatakan tidak
2017 ke telinga, mengalami nyeri telinga setelah
sinus, gigi melakukan terapi hiperbarik
12.30 dan paru-paru oksigen
atau gas O:
emboli Pasien mampu melakukan
serebral valsavah selama terapi
hiperbarik berlangsung
Tidak ditemukan tanda-tanda
barotrauma pada pasien
Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Barotrauma tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Rabu Risiko tinggi S: DING
1 Maret toksisitas Pasien mengatakan tidak
2017 oksigen mengalami pusing, mual,
12.30 muntah, berkeringat, dan
penglihatan kabur
O:
Tidak ditemukan tanda-tanda
keracunan oksigen seperti
keringat dingin, mual,
muntah, pusing, penglihatan
kabur
Pasien tampak rileks dan
nyaman
A:
Toksisitas oksigen tidak terjadi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
Rabu Gangguan S: DING
1 Maret persepsi Pasien mengatakan telinga
2017 sensori kirinya sudah dapat mendengar
12.30 auditorius dengan jelas
31
O:
Pasien mencoba menutup
telinga yang kanan, hasilnya
telinga kiri mendengar
dengan jelas.
Pasien mampu untuk relaks
dan nyaman.
A:
Gangguan persepsi sensori
auditorius teratasi
P:
Intervensi terapi hiperbarik
oksigen ke 8 dilanjutkan sesuai
dengan jadwal
32
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pada pengkajian ditemukan data fokus pasien, Tn. J mengeluh telinga kiri
sedikit bisa mendengar. Saat ini Tn. J melakukan terapi hiperbarik oksigen yang
ke 5 kali. Tn. J mampu melakukan cara valsavah dengan benar, dan Tn. J tidak
mengalami tanda-tanda flu.
Masalah yang muncul pada Tn. J yaitu Risiko barotrauma ke telinga,
sinus, gigi dan paru-paru atau gas emboli serebral, Risiko tinggi toksisitas
oksigen, Gangguan persepsi sensori auditorius. Tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu mengobservasi TTV, mengkaji tanda-tanda flu, mengajarkan
valsavah, mengingatkan BAK dan BAB sebelum prosesi HBO berlangsung,
menganjurkan pasien bernapas secara normal, mengkaji adanya tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen. Selama dilakukan tindakan keperawatan
hiperbarik oksigen selama 7 kali terapi hiperbarik oksigen, telinga kiri pasien
mampu mendengar kembali secara jelas, dan tidak ditemukan tanda-tanda
barotrauma dan keracunan oksigen, Tn. J juga merasa rileks dan nyaman karena
Tn. S dapat mendengar kembali secara jelas., dan dapat berkomunikasi dengan
lancar.
4.2 Saran
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan, maka penulis dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pasien
Diharapkan agar pasien sebelum melakukan terapi hiperbarik oksigen
untuk sarapan dengan makan nasi agar tidak lemas setelah menjalani
terapi hiperbarik oksigen.
2. Bagi pembaca
Diharapkan dengan adanya studi kasus ini bermanfaat, menambah ilmu
pengetahuan, dan menjadi bahan referensi tentang asuhan keperawatan
54
hiperbarik oksigen pada pasien dengan Sudden Deafness atau tuli
mendadak.
3. Bagi Lakesla
Disarankan pada saat ini untuk menambah brankat khusus untuk pasien
yang bedrest, dan disarankan untuk menambahkan sampah medis dan non
medis.
4. Bagi Perawat
Mempertahankan atau meningkatkan komunikasi terapeutik dalam
memberikan pelayanan terapi hiperbarik. Melengkapi pendokumentasian
di rekam medis pasien.
55
DAFTAR PUSTAKA
Bashiruddin, J., Soetirto I. (2007). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. hal.46.
Hmshyperbaric. (2013).Peran Terapi Hiperbarik Oksigen pada Tuli
Mendadak/Sudden Deafness. Artikel.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 879. (2006). Rencana strategi
nasional untuk mencapai sound hearing 2030. Jakarta: Kemenkes.
Mathur, Neeraj N. (2015). Sudden Hearing Losss. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/856313-overview#showall
Pearce, Evelyn C. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta:
Gramedia.
Sutarno, Adi Riono. (2000). Kedokteran Hiperbarik. Jakarta: Senter Hiperbarik
RSAL Dr. Mintohardjo.
56