Вы находитесь на странице: 1из 63

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSIS CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)


DIRUANG HEMODIALISA RSUD WATES KULON PROGO

DISUSUN OLEH

NAMA: FITRIA PERMATA SARI


NIM:PN.17.0075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSIS CKD (CHRONIC KIDNEY


DISEASE) DIRUANG HEMODIALISA RSUD WATES KULON PROGO

Laporan pendahuluan ini telah dibaca, diperiksa pada

Tanggal/hari:................................................................

Pembimbing Klinik Mahasiswa Praktikan

(...................................................) (....................................................)

Mengetahui

Pembimbing Akademik

(..........................................................................)
GAGAL GINJAL

A. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL AKUT

1. DEFINISI

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi

mengsekresi produk-produk limbah metabolism. Biasanya karena

hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu

akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria dimana

haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam. (Nahas & Levin,2010)

Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF)

adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara

mendadak. (M. Nursalam 2006).

2. ETIOLOGI

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis

AKI, yakni:

a. Penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan

gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%)

b. Penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada

parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%)

c. Penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI

pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung

dari tempat terjadinya AKI.

Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)
AKI Prarenal 1. Hipovolemia
a. Kehilangan cairan pada ruang ketiga,
ekstravaskular
b. Kerusakan jaringan (pankreatitis),
hipoalbuminemia, obstruksi usus
c. Kehilangan darah
d. Kehilangan cairan ke luar tubuh
e. Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase),
melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal,
diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
2. Penurunan curah jantung
a. Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
b. Penyebab perikard: tamponade
c. Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
d. Aritmia
e. Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
a. Penurunan resistensi vaskular perifer
b. Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis
berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator
(nitrat, antihipertensi)
c. Vasokonstriksi ginjal
d. Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin,
siklosporin, takrolimus, amphotericin B
e. Hipoperfusi ginjal lokal
f. Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
4. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi
ginjal
a. Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
b. Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis,
hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal kronik),
hipertensi maligna), penurunan prostaglandin
(penggunaan OAINS, COX-2 inhibi tor),
vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal,
siklosporin, takrolimus, radiokontras)
c. Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
d. Penggunaan penyekat ACE, ARB
e. Stenosis a. Renalis
5. Sindrom hiperviskositas
a. Mieloma multipel, makroglobulinemia,
polisitemia
AKI Renal 1. Obstruksi renovaskular
a. Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis,
trombosis, emboli, diseksi aneurisma,
vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,
kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
a. Glomerulonefritis, vaskulitis
3. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis,
ATN)
a. Iskemia (serupa AKI prarenal)
b. Toksin
c. Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik,
kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen),
endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat,
oksalat, mieloma)
4. Nefritis interstitial
a. Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril),
infeksi (bakteri, virus, jamur), infiltasi
(limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular
a. Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir,
metotreksat, sulfonamida
6. Rejeksi alograf ginjal
AKI pascarenal 1. Obstruksi ureter
a. Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan,
kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
a. Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat,
batu, keganasan, darah
3. Obstruksi uretra
a. Striktur, katup kongenital, fimosis

4. MANIFESTASI KLINIS

a. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten,

muntah dan diare.

b. Kuit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas mungkin

berbau urine.

c. Lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.

d. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin dan laju endap darah

tergantung katabolisme.

e. Hiperkalemia menyebabkan disritmia jantung.

f. Asidosis metabolik menyertai gagal ginjal.

g. Abnormalitas Ca dan Po4, peningkatan konsentrasi serum fosfat

mungkin terjadi.

h. Anemia terjadi akibat penurunan produksi eritropoietin, lesi saluran

pencernaan, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah.

(Robert Sinto, 2010)

5. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan hasil penelitian klinis menurut Corwin, E.J (2011) tahapan

kejadian gagal ginjal akut dibagi 3 yaitu :


a. Fase oliguria/anuria

Pada permulaan fase ini mungkin tidak diketahui oleh orang

tua pasien karena gejala penyakit primer sebagai penyebab gagal ginjal

akut lebih menonjol. Jumlah urin berkuran gsampai 10-30 ml sehari

dan umumnya tidak sampai anuria. Oliguria dapat berlangsung 4-5

hari atau lebih dan kadang sampai 1 bulan. Lambat laun gejala uremia

menjadi nyata seperti muntah, pusing, apati sampai somnolen, rasa

haus, pernafasan Kussmaul, anemia, kejang, dan sebagainya. Selain

kadar ureum meningkat ditemukan pula hiperkalemia, hiperfosfatemia,

hiponatremia dan asidosis metabolik. Asam sulfat dan fosfat serta

kalium terbentuk pada kerusakan sel jaringan. Mula-mula sebagian

CO2 dikeluarkan melalui paru-paru (pernafasan Kussmaul) sehingga

terdapat asidosis metabolik terkompensasi, tetapi akhirnya pH juga

menurun (tidak terkompensasi lagi). Karena adanya hiperfosfatemia,

maka akan terjadi hipokalsemia. Hiperkalemia dan hipokalsemia

mengakibatkan faal jantung terganggu. Hiponatremia timbul akibat

pindahnya natrium dan cairan ekstraseluler kedalam sel, adanya retensi

cairan serta masukan garam natrium yang kurang.

b. Fase diuretik

Diuresis dapat timbul dengan mendadak atau urin bertambah

tiap hari sehingga mencapai keadaan poliuria. Diuresis ini dapat

disebabkan oleh kadar ureum tinggi didalam darah (diuresis osmotik).

Disamping faal tubulus belum baik, juga oleh pengeluaran cairan

tubuh yang berlebihan. Cairan tersebut biasanya disertai elektrolit

seperti natrium, kalium, dan klorida. Mungkin terjadi suatu dehidrasi.

Urin yang terbentuk dapat hipotonis atau isotonis dan mengandung

silinder, leukosit serta beberapa eritrosit dan protinuria sedang. Karena

tidak adanya keseimbangan faal glomerulus dan tubulus maka terjadi


difusi ureum kembali sehingga kadar didalam darah masih meningkat

pada awal fase diuresis.

Hiponatremia dalam fase oliguria antara lain disebabkan oleh

retensi cairan dalam tubuh. Dalam fase diuretik, hiponatremia ini

disebabkan oleh kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lama

fase ini berlangsung kira-kira 2 minggu.

c. Fase penyembuhan atau fase pasca diuretik

Poliuria akhirnya akan berkurang, begitu juga gejala uremia.

Didalam beberapa minggu faal glomerulus dan tubulus menjadi baik

tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu ialah

daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi

normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.


Pathway GGA

Sumber: Corwin, E.J (2011)

6. KOMPLIKASI

a. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Dialisis ginjal.

c. Sepsis / septisemia.

d. Perdarahan gastrointestinal atas

e. Jantung : Edema paru, aritmia, efusi

perikardium.

f. Gangguan elektrolit : Hiperkalemia, hiponatremia, asidosis.


g. Neurologi : Tremor, koma, kejang, gangguan

kesadaran.

h. Gastrointestinal : Nausea, muntah, gastritis, ulkus

peptikum.

i. Hematologi : Anemia, diatesis hemoragik.

j. Infeksi : Pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein

b. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah,

Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas

serum.

c. KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan

adanya obstruksi.

d. Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan

ureter.

e. Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstraskular, massa.

f. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung

kemih,refluks ureter,retensi.

g. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya

massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

h. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit

dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda

perikarditis.

(Smeltzer, 2011).
8. PENATALAKSANAAN

Pengobatan harus ditujukan pada penyakit primer yang menyebabkan

gagal ginjal akut ( sepsis, renjatan, dehidrasi, obstruksi, keracunan dan

sebagainya). Disamping itu juga di tujukan pada keadaan ginjal itu sendiri.

Karena gangguan faal glomerulus dan tubulus, maka terganggu pula

ekskresi hasil katabolisme badan, keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh dan juga keseimbangan asam dan basa. Faal glomerulus mungkin

terganggu oleh faktor prarenal(kehilangan cairan, renjatan dan sebagainya)

yang menyebabkan penurunan GFR sehingga terjadi retensi fosfat, sulfat,

ureum, kalium, dan lain-lain. Anamesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan

urin dapat membedakan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh faktor

prarenal atau renal. Bila jumlah urin sedikit disertai kadar natrium di urin

rendah dan berat jenis tinggi, maka parenkim ginjal tidak banyak

mengalami kerusakan, tetapi bila kadar natrium di urin tinggi dan berat

jenis rendah maka parenkim ginjal mengalami banyak kerusakan.

Bila terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hiponatremi, hipokalsemia,

hiperfosfatemia, katabolisme jaringan, anemia, hipertensi, akan di uraikan

sebagai berikut :

a. Dehidrasi

Bila terjadi hipertensi atau banyak kehilangan darah maka perlu

diberikan cairan intravena. Sebaiknya di berikan cairan glukosa 10 –

20%, tetapi hendaknya diperhatikan bahwa kadar glukosa tinggi dapat

menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam

dipindahkan untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah 25

mg hepatin pada setiap 500 ml larutan glukosa 20 – 50% untuk

maksud yang sama. Bila ada gangguan faal jantung, jumlah cairan

tidak boleh terlalu banyak.

b. Asidosis
Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsobsi tubulus

yang meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Juga

oleh gangguan pertukaran ion hidrogen dengan basa oleh tubulus.

Untuk memberantas asidosis di berikan bikarbonas natrikus atau laktas

natrikus. Bila kadar fosfor di dalam serum lebih tinggi harus waspada

terhadap timbulnya tetani, karena ion kalsium berkurang, asidosis

berat dapat di berantas dengan dialisis.

c. Hiperkalemia

Sebelum diuresis menjadi baik, kalium tidak perlu diberikan. Untuk

mencegah intoksikasi kalium, maka pemberian kalium dengan cairan

dan makanan harus dikurangi. Lemak dapat diberikan peroral untuk

protein sparing effect. Perlu pemberantasan infeksi. Selain untuk

memberantas hiperkalemia dipergunakan juga cation-exchange resin

per oral atau per rektum. Juga kombinasi glukosa dan insulin dengan

perbandingan 1 unit untuk tiap 3 gram glukosa, serta larutan NaCl 3%.

Bila perlu kelebihan kalium dapat dikeluarkan dengan dialisis. Kalium

dapat diberikan pada fase poliuri sesudah penetapan kadarnya di dalam

darah.

d. Hiponatremia

Dalam fase oliguria disebabkan oleh masukan natrium yang kurang,

pemindahan dari ekstra ke intraseluler, kehilangan di tinja dan retensi

cairan didalam tubuh. Faktor terakhir diberantas dengan pengurangan

pemberian cairan. Natrium baru diberikan bila ada gejala keracunan

air( water intoxication) yang menyebabkan faal ginjal menjadi jelek

oleh kekurangan natrium didalam tubuh. Dalam fase poliuria natrium

dapat diberikan untuk mengurangi asidosis tetapi harus hati-hati

terhadap timbulnya edema paru. Klorida biasanya diberikan bersama

natrium.
e. Hipokalsemia

Keadaan ini dapat timbul pada pasien dengan gagal ginjal akut dan

menimbulkan gejala tetani. Untuk memberantasnya diberikan

glukonas secara intravena.

f. Hiperfosfatemia

Terjadi akibat retensi fosfat. Dapat dicegah dengan pemberian fosfat

binding gel. Kadang-kadang ada hiperfosfatemia yang dapat

diberantas dengan dialisis.

g. Katabolisme jaringan

Kerusakan jaringan menyebabkan hiperkalemia, asidosis dan lain-lain.

Zat hidrat arang dan lemak mempunyai sifat protein sparing effect dan

mencegah kerusakan jaringan. Bila ada muntah, zat hidrat arang dapat

diberikan sebagai larutan glukosa intravena. Anak diberikan 100-150

gram sehari dan pada bayi jumlah kalori basal untuk mengurangi

katabolisme endogen

h. Anemia

Sering keadaan uremia disertai anemia. Bila perlu diberi transfusi

darah.

i. Hipertensi

Dapat diobati dengan pemberian obat-obat anti hipertensi seperti:

reserpin atau pemblok beta. Obat-obat tersebut dapat mengurangi

filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan hati-hati. Mungkin

terjadi ensefalopati hipertensif dan konvulsi, terutama pada

glomerulonefritis akut. Bila timbul gagal ginjal kongestif dapat diobati

dengan digitalis. Obat ini diberikan dengan pengurangan dosis

sehubungan dengan sifat toksiknya. Bila terjadi edema paru dan gagal

jantung diberikan morfin dan oksigen. Hipervolemia pada

glomerulonefritis akut mungkin menyebabkan gagal jantung dan dapat

diberantas dengan dialisis.


(Suyono & Slamet, 2011).

B. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK

1. DEFINISI

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan

atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &

Levin,2010)

CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal

yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh

gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2011).

2. ETIOLOGI

Menurut Reeves, Roux, Lockhart (2011) Gagal ginjal kronik

terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.

Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus

sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal

polikistik, asidosis tubuler ginjal.

f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,

amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati

timbale.

h. Nefropati obstruktif

a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali

congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

3. PATOFISIOLOGI

Menurut Corwin (2011) Pada waktu terjadi kegagalan ginjal

sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh

sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang

utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.

Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari

nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar

daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri

dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah

banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala

khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.

Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun

sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak

timbunan produk sampah, akan semakin berat.

a. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari

penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan


penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh

ginjal

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi

dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens

kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya

glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin

akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)

biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang

paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara

konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit

renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme

(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

b. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan

urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal

yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-

hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,

meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan

hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin

angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk

kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.

Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,

yang semakin memperburuk status uremik.

c. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis

metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan

muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam

terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi


ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .

penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi

d. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan

kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik

pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,

produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai

keletihan, angina dan sesak napas.

e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan

metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat

tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya

meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi

melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat

dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar

kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar

paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara

normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan

mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu

juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang

secara normal dibuat di ginjal menurun

f. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,

fosfat dan keseimbangan parathormon.

Gagal ginjal kronok di bagi menjadi 3 stadium

1) Satdium 1: Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium

kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.


2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan

telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan

kreatinin serum meningkat.

3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

4) K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan

stadium dari tingkat penurunan LFG :

5) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria

persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73

m2

6) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan

LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2

7) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59

mL/menit/1,73m2

8) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-

29mL/menit/1,73m2

9) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2

atau gagal ginjal terminal.


4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer (2011) manifestasi klinis CKD sebagai berikut:


Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia

Perkemihan& Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


Kelamin Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan
sterilitas

Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis

Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan


Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit Pucat, pigmentasi


Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
Kulit kering
Memar

Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan


penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare

Metabolisme Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


intermedier Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular Mudah lelah


Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi

Gangguan Hiperfosfatemia, hipokalsemia


kalsium dan Hiperparatiroidisme sekunder
rangka Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-
paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)

5. KOMPLIKASI

a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,

katabolisme dan masukan diet berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system

rennin-angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna

kehilangan drah selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

f. Asidosis metabolic

g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis

i. Neuropati perifer

j. Hiperuremia

Smeltzer (2011)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Smeltzer (2011) pemeriksaan penunjang SKD terbagi menjadi 2,

yaitu:

a. Laboratorium

1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

a) Ureum kreatinin.

b) Asam urat serum.

2) Identifikasi etiologi gagal ginjal

a) Analisis urin rutin

b) Mikrobiologi urin

c) Kimia darah

d) Elektrolit

e) Imunodiagnosis

3) Identifikasi perjalanan penyakit

a) Progresifitas penurunan fungsi ginjal

b) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:


Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin : PTH dan T3,T4

Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk

ginjal, misalnya: infark miokard.

b. Diagnostik

1) Etiologi CKD dan terminal

a) Foto polos abdomen.

b) USG.

c) Nefrotogram.

d) Pielografi retrograde.

e) Pielografi antegrade.

f) Mictuating Cysto Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

a) RetRogram

b) USG.
7. PENATALAKSANAAN

Menurut Nahas & Levin (2010) penatalaksanaan CKD terbagi menjadi 3

terapi, antara lain:

a. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic

renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan

sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.

c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang

kuat.

g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.

2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

b) Kendalikan terapi ISK.

c) Diet protein yang proporsional.

d) Kendalikan hiperfosfatemia.
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

f) Terapi hiperfosfatemia.

g) Terapi keadaan asidosis metabolik.

h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

3) Terapi alleviative gejala asotemia

a) Pembatasan konsumsi protein hewani.

b) Terapi keluhan gatal-gatal.

c) Terapi keluhan gastrointestinal.

d) Terapi keluhan neuromuskuler.

e) Terapi keluhan tulang dan sendi.

f) Terapi anemia.

g) Terapi setiap infeksi.

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan

serum K+ (hiperkalemia ) :

a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat

5mg/hari.

b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau

sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan

20 mEq/L.

2) Anemia

a) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi

hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor).

Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human

Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg

BB.
b) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan

adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau

peritoneal dialisis.

c) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan

saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi

pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,

tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif

,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

(1) HCT < atau sama dengan 20 %

(2) Hb < atau sama dengan 7 mg5

(3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum

anemia dan high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

(1) Hemosiderosis

(2) Supresi sumsum tulang

(3) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

(4) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

(5) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting

untuk rencana transplantasi ginjal.

3) Kelainan Kulit

a) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,

insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

(1) Bersifat subyektif


(2) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic

papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

(1) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

(2) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

(3) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6

mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

(4) Pemberian obat

(a) Diphenhidramine 25-50 P.O

(b) Hidroxyzine 10 mg P.O

b) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa

berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan

fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan

dialisis.

4) Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

a) HD reguler.

b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

c) Operasi sub total paratiroidektomi.

5) Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program

terapinya meliputi :

a) Restriksi garam dapur.

b) Diuresis dan Ultrafiltrasi.

c) Obat-obat antihipertensi.

c. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium

5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat

berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal

1) Dialisis yang meliputi :

a) Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis

tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,

indikasi HD adalah

(1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK

dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

(2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan

hemodialisa apabila terdapat indikasi:

(a) Hiperkalemia > 17 mg/lt

(b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2

(c) Kegagalan terapi konservatif

(d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien

uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,

perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau

kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >

100 mg %

(e) Kelebihan cairan

(f) Mual dan muntah hebat

(g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

(h) Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

(i) Sindrom kelebihan air

(j) Intoksidasi obat jenis barbiturat


Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi

absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk

dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak

responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah

persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120

mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10

mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu

LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi

Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua

pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15

mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan

gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5

mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani

dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan

adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat

komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,

asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun

1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di

banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan

ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah

kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre

kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan

panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14

tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal


b) Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan

di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak

dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang

telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien

yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan

stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin

masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-

morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu

keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal.

c) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal,

yaitu:

(1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih

seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

(2) Kualitas hidup normal kembali

(3) Masa hidup (survival rate) lebih lama

(4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah

reaksi penolakan

(5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi


C. KONSEP DASAR HEMODIALISA

1. DEFINISI

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi

pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau

racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran

semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal

buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma &

Nurarif, 2012).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis =

pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis

yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari

dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak

mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan

menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring

semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar

toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah

kerusakan permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari,

2011).

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan

biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal,

dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis

merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement

therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi

ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada

pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi

pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan

HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).


2. ETIOLOGI

Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut

dan kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati,

perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak

responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal,

dan sindrom hepatorenal.

3. PATOFISIOLOGI

Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai

fungsi utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada

ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari

penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal

ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan

darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut

maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada

penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal

memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan

gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya

untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia.

4. TUJUAN HEMODIALISA

Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-

produk limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke

dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan

hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital

lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan

hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal

secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss

sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3


atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui

transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

5. INDIKASI HEMODIALISA

Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD

kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan,

Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):

a. Kegawatan ginjal

1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K

>6,5 mmol/l )

5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)

7) Ensefalopati uremikum

8) Neuropati/miopati uremikum

9) Perikarditis uremikum

10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L

11) Hipertermia

b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran

dialisis.

c. Indikasi Hemodialisis Kronik

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan

berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin

hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15

ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak

selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika


dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al.,

2007):

1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan

muntah.

3) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

6. PENATALAKSANAAN PADA PASIEN YANG MENJALANI

HEMODIALISIS JANGKA PANJANG

a. Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang

rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme,

substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien

dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat

penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik

dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin

yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rendah protein

akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian

meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan

dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.

Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan

resep diet untuk pasien ini.

b. Pertimbangan medikasi

Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian

melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat

glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus


dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini

dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan

akumulasi toksik.

7. PRINSIP HEMODIALISIS

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis,

yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya

perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke

dialisat.

b. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga

kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.

c. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi

jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser

dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk

mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli

udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi,

kram, muntah) perembesan darah, kontaminasi, dan komplikasi

terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari, 2011)

8. FREKUENSI HEMODIALISIS

Menurut Mutaqin & Sari (2011) sebagian besar penderita menjalani

dialisa sebanyak 2 - 3 x/mgg, setiap HD berlangsung ± 4 jam.

Program dialisis dikatakan berhasil, jika :

a. Pasien mencapai BB kering.

b. Pasien makan dengan diit normal.

c. Kadar Hb ≥ 10 g/dl.
d. Tekanan darah normal.

9. KOMPONEN HEMODIALISA

a. Dialyzer / Ginjal Buatan

Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa

metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai

lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan

racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal

Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil

alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya

berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal.

Macam-macam ginjal buatan :

1) Dialisis lempeng paralel, terdiri dari dua lapisan churophane

yang dijepit oleh dua penyokong yang kaku untuk membentuk

suatu amplop yang disusun secara paralel. Dimana darah

mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisis

dapat mengalir dalam arah yang sama, atau dengan alat yang

berlawanan.

2) Hollow Fibre Dialyzer (dialisis serabut berongga), terdiri dari

ribuan serabut mempunyai dinding setebal 30 µm, dan diameter

sebesar 200 µm, dan panjangnya 20 cm.. darah mengalir dari

bagian tengah tabung tabung kecil, dan cairan dialisis

membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisis berlawanan

dengan aliran darah.

b. Dialisat

Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain

supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi

Dialisat pada dialisit:


1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa

metabolisme

2) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama

dialisa

Tabel 2 perbandingan darah dan dialisat :

Komponen elektrolit Darah Dialisat


Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :

1) Batch Recirculating

Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan

perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air

kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan

500 – 600 cc/menit.

2) Batch Recirculating/single pas

Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian

langsung buang.

3) Proportioning Single pas

Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampur secara

konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan

perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur

tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung

dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.

c. Akses Vaskular Hemodialisis

Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangk apanjang, maka

perlu ada jalan masuk kedalam sistem vascular penderita. Darah

harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200


sampai 400 ml/menit. Teknik akses vascular diklasifikasikan sebagai

berikut:

1) Akses Vaskuler Eksternal (sementara)

a) Pirau arteriovenosa (AV) atau system kanula diciptakan

denga nmenempatkan ujung kanula dari Teflon dalam arteri

dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula

dihubungkan dengan selang karet silicon dan suatu

sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu

dilakukan dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan

dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah kemudian

mengalir dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke

vena. Kesulitan utama pirau eksternal adalah masa pemakaian

yang panjang (9 bulan). Pirau eksternal dapat digunakan bila

terapi dialitik diperlukan dalam jangka waktu pendek seperti

pada dialisis karena keracunan, keebihan dosis obat, gagal

ginjal akut, dan fase permulaan pada pengobatan gagal ginjal

kronik.

b) Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal

akut bila diperlukan akses vascular sementara, atau bila teknik

akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi. Terdapat dua tipe

kateter dialysis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter

berlumen tunggal yang memerlukan akses kedua. Tipe kateter

femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen

untuk mengeluarkan darah menuju alat dialysis dan satu lagi

untuk mengembalikan darah ketubuh penderita. Komplikasi

pada kateter vena femoralis adalah laserasi arteria femoralis,

perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.

c) Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat

akses vascular karena pemasangan yang mudah dan


komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena femoralis.

Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran

masuk dan keluar. Kateter vena subklavia dapat digunakan

sampai empat minggu sedangkan kateter vena femoralis

dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan.

Komplikasi yang disebabkan oleh katerisasi vena subklavia

serupa dengan katerisasi vena femoralis yang termasuk

pneumotoraks robeknya arteria subklavia, perdarahan,

thrombosis, embolus, hematoma, dan infeksi.

2) AksesVaskular Internal (permanen)

a) Fistula, yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan

yang (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara

menghubungkan atau menyambungkan (anastomosis)

pembuluh aretri dengan vena secara side to-side

(dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara

ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri fistula

diganakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena

digunakan untuk memasukan kembali (reinfus) darah yang

sudah didialisis. Umur fistula AV adalah empat tahun dan

komplikasinya lebih sedikit dengan pirau AV. Masalah yang

paling utama adalah nyeri pada pungsi vena terbentuknya

aneurisma, trombosis, kesulitan hemostatis pascadialisis, dan

iskemia padatangan.

b) Tandur, dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan

jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara

menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi,

material Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari

pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh

darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan


fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan

atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler

yang terganggu, seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan

pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Karena

tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial risiko

infeksi akan meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan

fistula AV.trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan

yang disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh

dari sirkulasi distal.

10. KOMPLIKASI

Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian

dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit

ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK).

Walaupun tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup

pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis

saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang

menjalani HD adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya

menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD.

Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H

reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru

meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic

hypertension (HID) (Agarwal dan Light, 2010). Komplikasi HD dapat

dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik (Daurgirdas et

al., 2007).

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama

hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:

hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit

punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi yang cukup sering


terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi

saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom

disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan

intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi

komplemen, hipoksemia (Bieber dan Himmelfarb, 2013).

Menurut Bieber dan Himmelfarb (2013) Komplikasi Kronik

adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik.

Komplikasi kronik yang sering terjadi antara lain:

a. Penyakit jantung

b. Malnutrisi

c. Hipertensi / volume excess

d. Anemia

e. Renal osteodystrophy

f. Neurophaty

g. Disfungsi reproduksi

h. Komplikasi pada akses

i. Gangguan perdarahan

j. Infeksi

k. Amiloidosis

l. Acquired cystic kidney disease

11. PERAWATAN HEMODIALISA

a. Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)

1) Persiapan mesin :

a) Listrik

b) Air (sudah melalui pengolahan)

c) Saluran pembuangan

d) Dialyzer (ginjal buatan)

e) AV Blood line
f) AV Fistula/ Abocath

g) Infuse set

h) Spuit 50cc, 5 cc

i) Insulin, Heparin Injeksi

j) Xylocain (anestesi local)

k) Nacl 0,90%

l) Kain Kasa/ Gaas Steril

m) Persiapan peralatan & obat2

n) Duk steril

o) Sarung tangan steril

p) Bak & mangkuk steril kecil

q) Klem, Plester

r) Desinfektan (alkohol, betadin)

s) Gelas ukur

t) Timbangan BB

u) Formulir Hemodialisis

v) Sirkulasi darah

2) Langkah – langkah:

a) Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi

merah diatas

b) Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah

c) Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung

biru VBL dihubungkan dengan alat penampung/ matkan

d) Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah

dibawah, biru diatas

e) Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)

f) Pasang inus set pada kolf NaCl

g) Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau

tempat khusus
h) Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk

hubungan tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-

obatan)

i) Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set

j) Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m

k) Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara

degan cara menekan nekan VBL

l) Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian

m) Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb

dimatikan

n) Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL

dengan ujung VBL, klem tetap dilepas

o) Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000

p) Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500

U dan klem infus dibuka

q) Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB)

selama 10- 15 menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi

sistemik pasien

Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan

Sirkulasi:

a) Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)

b) Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)

c) Soaking (Melembabkan GB)

Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan

GB dengan sirkulasi dialisat. Bila mempergunakan

dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:

(1) Buang formalin dari kompartemen darah dan

kompartemen dialisat
(2) Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan

kurang lebih 15 menit pada posisi rinse. Test

formalin dengan tablet clinitest

(3) Tampung cairan yang keluar dari dialyzer atau

drain ambil 100 tts ( 1/ 2 cc) masukkan ke dalam

tabung gelas, masukan 1 cairan tablet clinitest ke

dalam tabung gelas yang sudah berisi cairan. Lihat

reaksi:

(a) Warna biru : - / negatif

(b) Warna hijau : + / positif

(c) Warna kuning : + / positif

(d) Warna coklat : + / positif

Selanjutnya mengisis GB sesuai dengan cara

mengisi GB baru.

d) Volume priming: darah yang berada dalam sirkulasi

(ABL + GB + VBL)

Cara menghitung volume priming :

NaCl yang dipakai membilas dikurangi jumlah Nacl yang

ada didalam mat kan (gelas tampung/ukur). Contoh:

(1) Nacl yang dipakai membilas 1000 cc

(2) Nacl yang ada didalam mat kan : 750 cc

Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc

r) Persiapan pasien: Persiapan mental, izin hemodialisis,

persiapan fisik (timbang BB, Posisi, Observasi Ku dan ukur

TTV)

b. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien

Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:

1) Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino

2) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan


3) Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol

4) Anestesi local (lidocain, procain inj)

5) Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath,

fiksasi tutup dengan kasa steril

6) Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)

7) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril

8) Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan

vena

9) Bolus heparin inj (dosis awal)

10) Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal

11) Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya

dilengan

12) Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril

13) Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis,

tekan arteri femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis

14) Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)

15) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan

fiksasi, tutup kassa steril

c. Perawatan Selama Hemodialisis (Intra HD) Pasien

Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi:

1) Dengan internal A-V shunt / Fistula cimino

2) Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan dan tangan

3) Teknik aseptic + antiseptic: Betadine + acohol

4) Anestesi local (lidocain, procain inj)

5) Punksi vena. Dengan Av fistula no G. 14 s/d G. 16 abocath,

fiksasi tutup dengan kasa steril

6) Berikan bolus heparin inj (dosisi awal)

7) Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril


8) Dengn eksternal A-V shunt, desifektan, klem kanula arteri dan

vena

9) Bolus heparin inj (dosis awal)

10) Tanpa 1 & 2 (femora, dll), desinfektan anestesi lokal

11) Punksi outlet / vena salah satu vena yang besar biasanya

dilengan

12) Bolus heparin inj (dosis awal), fiksasi dan tutup kassa steril

13) Punksi inlet (vena atau arteri femoralis), raba arteri femoralis,

tekan arteri femoralis 0,5 – 1 cm ke arah medial vena femoralis

14) Anestesi lokal (infiltrasi anestesi)

15) Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3 – 5 menit dan

fiksasi, tutup kassa steril

Cacatan:

(a) Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas

udara posisi kembalikan ke posisi sebenarnya

(b) Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi

outlet, udara harus diamankan lebih dulu

(c) Semua sambungkan dikencangkan

(d) Tempat-tempat punksi harus sering dikontrol, untuk

menghindari terjadi perdarahan dari tempat punksi

Mesin:

Memprogam mesin hemodialisis:

(a) Qb: 200 – 300 ml/ m

(b) Qd : 300 – 500 ml/m

(c) Temperatur : 36 – 400 c

(d) TMP, UFR

(e) Heparinisasi

Dosis awal : 25 – 50 U/ kg BB

Dosis selanjutnya (maintance) = 500 – 1000 U/ kg BB


Cara memberikan:

(a) Kontinus

(b) Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir

sebelum HD selesai

Heparinisasi Minimal:

Syarat – syarat:

Dialyzer Khusus (kalau ada)

Qb tingi ( 250 – 300 ml/ m)

Dosis Heparin : 500 U (pada sirkulasi darah)

Bilas dengan NaCl yang masuk harus dhitung

Banyaknya Nacl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa

dimasukkan ke dalam progam ultrafiltarsi

Catatan :

(a) Dosis awal: diberikan pada waktu punksi (sirkulasi sistem)

(b) Dosis selanjutnya: diberkan dengan sirkulasi ekstra

korporeal

(c) Tekanan (+) , tekanan (-)

(d) Tekanan / Pressure:

(1) Aterial pressure / tekanan arteri: banyaknya darah yang

keluar dari tubuh

(2) Venous pressure/ tekanan vena: lancar atau tidak darah

yang masuk ke dalam.

d. Pengamatan Observasi, Monitor Selama Hemodialisa

1) Pasien: Keadaan umum, TTV, Perdarahan, tempat punksi inlet,

outlet, keluhan / komplikasi hemodialisis

2) Mesin & Peralatan: Qb & Qd, temperature, koduktiviti, Pressure/

tekanan arterial & venous, dialysate, UFR, Air leak & blood

leak, heparinisasi, sirkulasi ekstra corporeal, sambungan-

sambungan
Catatan:

Obat menaikkan TD (Tu. Pend hipotensi berat): Efedrin 1 ampul +

10 cc aquadest kmd disuntik 2 ml/ IV

e. Perawatan Sesudah Hemodialisis (Post HD)

Menghadiri HD:

Persiapan alat:

Kain kassa/ gaas sterl, plester, verband gulung, alkohol/ betadine,

antibiotik powder (Nebacetin/cicatrin), bantal pasir (1 – ½ kram):

pada punksi femoral

Cara Bekerja:

1) Menit sebeum hemodialisis berakhir Qb diturunkan sekitar

100cc/m UFR= 0

2) Ukur TD, nadi

3) Blood Pump Stop

4) Ujung ABL diklem, jarum inlet dicabut, bekas punksi inlet

ditekan dengan kassa steril yang diberi betadine

5) Hubungkan ujung ABL dengan indus set 50 – 100 cc, 100ml/m

Nacl masuk

6) Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan dorong dengan Nacl

sambil Qb dijalankan

7) Setelah darah masuk ke tubuh blood pump stop, ujun VBL

diklem

8) Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet & outlet ditekan dengan

kassa steril yang diberi betadine

9) Bila perdarahan pada punksi sudah berhenti, bubuhi bekas

punksi inlet dan outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup

dengan kain kassa/ band aid lalu pasang verband

10) Ukur TTV : TD, N, S, P

11) Timbang BB (kalau memungkinkan)


12) Isi Formulir Hemodialisis

Catatan:

1) Cairan pendorong/ pembilas NaCl sesuai dengan kebutuhan

kalau perlu didorong dengan udara (harus hati-hati)

2) Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit

3) Bekas punksi femoral lebih lama, setelah peredarahn berhenti,

ditekan kembali dengan bantal pasir

4) Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama

5) Memakai teknik aseptik dan antiseptik

12. PEDOMAN PENGKAJIAN PRAPROSEDUR HEMODILASIS

Untuk memudahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

pasien dengan hemodialisis yang komprehensif, berikut adalah pedoman

dalam melakukan pengkajian keperawatan praprosedur hemodialisa.

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI DARI

KASUS

1. PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

a. Airway

1) Lidah jatuh kebelakang

2) Benda asing/ darah pada rongga mulut

3) Adanya sekret

b. Breathing

1) Pasien sesak nafas dan cepat letih

2) Pernafasan Kusmaul

3) Dispnea

4) Nafas berbau amoniak

c. Circulation
1) TD meningkat

2) Nadi kuat

3) Disritmia

4) Adanya peningkatan JVP

5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

6) Capillary refill > 3 detik

7) Akral dingin

8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

d. Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi

koma, Kelemahan dan

keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai

A : Allert  sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon  kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,

berespon thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive  kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk

bersespon thd nyeri

(Nahas & Levin,2010)

2. PENGKAJIAN SEKUNDER

a. Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-

kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

b. Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,

infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,

riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis

herediter)
c. Anamnesa

1) Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit,

WBC, RBC)

2) Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,

peningkatan kalium

3) Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

4) Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,

penurunan HCO3

5) Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan

menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,

gadtritis, haus.

6) Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

7) Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan

kesadaran, perubahan fungsi motorik

8) Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

9) Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido

10) Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul

11) Lain-lain : Penurunan berat badan

(Nahas & Levin,2010)

3. DIADNOSA KEPERAWATAN

a. Penurunan curah jantung

b. Kelebihan volume cairan

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

d. Gangguan pertukaran gas

e. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit

f. Kerusakan Integritas Kulit


4. INTERVENSI

a. Penurunan Curah Jantung

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Penurunan curah jantung NOC NIC


1. Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
Definisi : 2. Circulation Status 1. Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi, durasi)
Ketidakadekuatan darah 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia jantung
yang dipompa oleh jantung 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
untuk memenuhi Kriteria Hasil : output
kebutuhan metabolik 1. Tanda Vital dalam rentang normal 4. Monitor status kardiovaskuler
tubuh. (Tekanan darah, Nadi, respirasi) 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada jantung
kelelahan 6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
Faktor Yang Berhubungan 3. Tidak ada edema paru, perifer, dan 7. Monitor balance cairan
: tidak ada asites 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
2. Perubahan afterload 4. Tidak ada penurunan kesadaran 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
3. Perubahan antiaritmia
kontraktilitas 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
4. Perubahan frekuensi kelelahan
jantung 11. Monitor toleransi aktivitas pasien
5. Perubahan preload 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
6. Perubahan irama ortopneu
7. Perubahan volume 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
sekuncup
Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus paradoksus
8. Monitor adanya pulsus alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
b. Kelebihan Volume Cairan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Kelebihan volume cairan NOC NIC


1. Electrolit and acid base balance Fluid management
Definisi : 2. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
Peningkatan retensi cairan 3. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
isotonik 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
4. Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan
Kriteria Hasil : (BUN, Hmt, osmolalitas urin)
Faktor Yang Berhubungan : 1. Terbebas dari edema, efusi, 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,MAP, PAP
1. Gangguan mekanisme anaskara dan PCWP
regulasi 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada 6. Monitor vital sign
2. Kelebihan asupan cairan dvspneu/ortopneu 7. Montor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP,
3. Kelebihan asupan 3. Terbebas dari distensi vena edema, distensi vena leher, asites)
Natrium jugularis, reflek hepatojugular (+) 8. Kaji lokasi dan luas edema
4. Memelihara tekanan vena sentral, 9. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
tekanan kapiler paru, output kalori
jantung dan vital sign dalam batas 10. Monitor status nutrisi
normal 11. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai interuksi
5. Terbebas dan kelelahan, kecemasan 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
atau kebingungan dengan serum Na < 130 mEq/l
6. Menjelaskan indikator kelebihan 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
cairan memburuk
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dan
ketidakseimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati,
dll)
3. Monitor berat badan, BP, HR, dan RR
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
jantung
7. Monitor parameter hemodinamik infasif
8. Catat secara akurat intake dan output
9. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
10. Monitor tanda dan gejala dari odema
c. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC NIC


kebutuhan tubuh 1. Nutritional Status : food and Nutrition Management
Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk 2. Nutritional Status: nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memenuhi kebutuhan metabolik Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
3. Weight control dibutuhkan pasien.
Faktor Yang Berhubungan : 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
1. Faktor biologis Kriteria Hasil : Fe (zat besi)
2. Faktor ekonomi 1. Adanya peningkatan berat 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
3. Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi badan sesuai dengan tujuan protein dan vitamin C
nutrien 2. Berat badan ideal sesuai dengan 5. Berikan substansi gula
4. Ketidakmampuan untuk mencerna tinggi badan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
makanan 3. Mampu mengidentifikasi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Ketidakmampuan menelan makanan kebutuhan nutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
6. Faktor psikologis 4. Tidak ada tanda-tanda dikonsultasikan dengan ahli gizi)
malnutrisi 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
5. Menunjukkan peningkatan makanan harian.
fungsi pengecapan dan menelan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
6. Tidak terjadi penurunan berat kalori
badan yang berarti 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkaN
Nutrition Monitoring
1. Kontrol BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
11. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake nutrisi
14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
15. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
d. Gangguan Pertukaran Gas

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan pertukaran gas NOC NIC


1. Respiratory Status : Gas exchange
Definisi : 2. Respiratory Status : ventilation Airway Management
Kelebihan atau defisit pada 3. Vital Sign Status
oksigenasi dan/atau eliminasi 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
karbon dioksida pada membran Kriteria Hasil : jaw thrust bila perlu
alveolar-kapiler 1. Mendemonstrasikan peningkatan 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru-paru dan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Faktor Yang Berhubungan : bebas dari tanda-tanda distress jalan nafas buatan
1. Perubahan membran alveolar- pernafasan 4. Pasang mayo bila perlu
kapiler 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Ventilasi-perfusi suara nafas yang bersih, tidak ada 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
mengeluarkan sputum, mampu tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Tanda tanda vital dalam rentang 10. Berikan pelembab udara
normal 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi padajalan
napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
e. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Daftar Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko ketidakseimbangan NOC NIC
elektrolit (00195) 1. Keseimbangan elektrolit dan asam Manajemen elektrolit
Domain : nutrisi basa 1. Lakukan dialisis jika perlu
Kelas : hidrasi 2. Keseimbangan cairan 2. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan
Definisi:Beresiko mengalami 3. Hidrasi diet pembatasan natrium.
perubahan kadar elektrolit 3. Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap
serum yang dapat mengganggu Setelah dilakukan tindakan keperawatan retensicairan (misalnya, peningkatan berat jenis
kesehatan selama 1x24 jam pasien mampu untuk: urine, peningkatan BUN, penuranan hematocrit
1. Tercapainya keseimbangan elektrolit dan peningkatan kadar osmolalitas urine)
Faktor resiko dan asam-basa, dengan indikator: 4. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan
- Defisiensi volume cairan a. Jumlah elektrolit serum dalam yang tinggi elektrolit (misalnya diare, drainasse
- Kelebihan volume cairan batas normal luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan
- Gangguan mekanisme regulasi b. Tanda-tanda vital seperti nadi dan drainasse ileustomi)
(mis, diabetes insipidus, pernapasan dalam batas normal. 5. Laporkan abnormalitas elektrolit
sindrom ketidaktepatan sekresi c. pH urine dalam batas normal
hormon antidiuretik) 2. Tercapainya keseimbangan cairan, Pemantauan elektrolit
- Muntah dengan indikator: 1. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan
- Disfungsi ginjal a. Tidak ada asites yang tinggi elektrolit (misalnya diare, drainase
b. Tidak ada edema perifer luka, pengisapan nasogastrik, diaforesis,
c. Berat badan dalam keadaan stabil draninase ileostomi)
d. Mempertahankan output urine yang 2. Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema
sesuai dengan usia dan BB, BJ terhadap gangguan sirkulasi dan integritas kulit
urine normal, HT normal 3. Pantau secara teratur lingkar abdomen dan
3. Mempertahankan hidrasi yang ekstremitas
adekuat, dengan indikator:
a. Tidak mengalami haus yang tidak Manajemen cairan
normal 1. Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan
b. Menunjukkan hidrasi yang baik membran mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan
(membran mukosa lembab, darah ortostatik)
mampu berkeringat) 2. Timbang berat badan setiap hari dan pantau
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi kecenderungannya
d. Tidak demam 3. Pertahankan keakuratan catatan asupan dan
haluaran
4. Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan
(misalnya crakcle, peningkatan CVP atau
tekanan baji kapiler paru, edema, distensi vena
leher, dan asites), sesuai dengan keperluan
5. Berikan terapi IV, sesuai program
6. Konsultasi ke dokter jika tanda dan gejala
kelebihan volume cairan menetap atau
memburuk
7. Pasang kateter urine, jika perlu
8. Berikan cairan, sesuai dengan keperluan

Manajemen cairan/elektrolit
1. Identifikasi faktor terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya obat-obatan, demam, stres,
dan program pengobatan)
2. Kaji adanya vertigo ataun hipotensi postural
3. Tentukan lokasi dan derajat edema
4. Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskular
yang diindikasikan dengan peningkatan tanda
gawat nafas, peningkatan frekuensi nadi,
peningkatan tekanan darah, bunyi jantung tidak
normal, atau suara nafas tidak normal.
5. Kaji efek pengobatan (misalnya steroid, diuretik,
litium) pada edema
6. Berikan terapi IV sesuai program
7. Health Education:
a. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara
mengatasi edema;pembatasan diit;dan
peggunaan, dosis, dan efek samping obat yang
digunakan
b. Anjurkan pasien untuk menginformasikan
perawat bila haus

Terapi intravena (IV)


1. Observasi daerah pemasangan infus secara
kontinyu
2. Monitor tetesan infus
3. Hindarkan pasien dari trauma selama terapi IV
4. Berikan posisi yang nyaman untuk pasien
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV
6. Health education:
a. Anjurkan pasien untuk melaporkan
ketidaknyamanan selama pemasangan terapi
intravena.
b. Anjurkan pasien melaporkan jika adanya nyeri
dan bengkak pada daerah sekitar pemasangan
infus.

Pemantauan cairan
1. Kaji riwayat jumlah dan jenis intake cairan dan
eliminasi
2. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan
cairan
f. Kerusakan Integritas Kulit

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan Integritas Kulit 1. Tissue Integrity : Skin and NIC


(00046) Mucous Membranes
Domain : keamanan/perlindungan 2. Wound Healing : primer dan Pressure Management
Kelas : cedera fisik sekunder 1. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
terjadinya tekanan.
Definisi : Setelah dilakukan tindakan 2. Hindari adanya lipatan pada tempat tidur.
Perubahan/gangguan epidermis keperawatan selama 3 x 24 jam 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
dan/atau dermis kerusakan integritas kulit teratasi 4. Lakukan mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
dengan kriteria hasil : setiap dua jam sekali.
Faktor-faktor yang berubungan 1. Capilarry refill < 3 detik 5. Monitor integritas kulit akan adanya kemerahan.
1. Perubahan status cairan 2. Tidak ada pitting edema 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
2. Perubahan tugor 3. Integritas kulit yang baik bisa yang tertekan .
3. Faktor perkembangan dipertahankan (sensasi, 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
4. Ketidakseimbangan nurtisi elastisitas, temperatur, hidrasi, 8. Monitor status nutrisi pasien.
5. Gangguan sirkulasi pigmentasi 9. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
6. Gangguan status metabolik Healt Education
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar.
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson,
E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

Corwin, E.J. 2011. Handbook of pathophysiology. EGC: Jakarta

Doenges E, Marilynn, dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. EGC:
Jakarta

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. 2012. Handbook for Health Student.
Mediaction Publishing: Yogyakarta

Long, B C. 2011. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. 2012. Medical – surgical nursing. Salemba
Medika: Jakarta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC: Jakarta

Suyono, Slamet. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta

Вам также может понравиться

  • KANKER PAYUDARA
    KANKER PAYUDARA
    Документ25 страниц
    KANKER PAYUDARA
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan Nyeri Sendi
    Satuan Acara Penyuluhan Nyeri Sendi
    Документ7 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan Nyeri Sendi
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Konsep Dasar Ameloblastoma
    Konsep Dasar Ameloblastoma
    Документ23 страницы
    Konsep Dasar Ameloblastoma
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • BBLR
    BBLR
    Документ23 страницы
    BBLR
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • CHF Pasien
    CHF Pasien
    Документ11 страниц
    CHF Pasien
    fitria permata
    100% (1)
  • Diabetes Melitus
    Diabetes Melitus
    Документ2 страницы
    Diabetes Melitus
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Analisa Jurnal
    Analisa Jurnal
    Документ20 страниц
    Analisa Jurnal
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Akupuntur
    Laporan Pendahuluan Akupuntur
    Документ22 страницы
    Laporan Pendahuluan Akupuntur
    fitria permata
    100% (2)
  • JUDUL
    JUDUL
    Документ23 страницы
    JUDUL
    fitria permata
    100% (1)
  • Konsep Dasar Ameloblastoma
    Konsep Dasar Ameloblastoma
    Документ23 страницы
    Konsep Dasar Ameloblastoma
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • BBLR
    BBLR
    Документ3 страницы
    BBLR
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Sindrome Koroner Akut
    Sindrome Koroner Akut
    Документ22 страницы
    Sindrome Koroner Akut
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosis Tumor Mamae Di Ruang Ibs Rsud Wates Kulon Progo
    Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosis Tumor Mamae Di Ruang Ibs Rsud Wates Kulon Progo
    Документ22 страницы
    Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosis Tumor Mamae Di Ruang Ibs Rsud Wates Kulon Progo
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • HEMODIALISA
    HEMODIALISA
    Документ30 страниц
    HEMODIALISA
    fitria permata
    100% (3)
  • Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
    Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
    Документ1 страница
    Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Leaflet Ispa
    Leaflet Ispa
    Документ3 страницы
    Leaflet Ispa
    Cii Dede'pupuh Anggraeni
    Оценок пока нет
  • SP 4
    SP 4
    Документ2 страницы
    SP 4
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • CKD
    CKD
    Документ63 страницы
    CKD
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • SP 3
    SP 3
    Документ3 страницы
    SP 3
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • SP 2
    SP 2
    Документ4 страницы
    SP 2
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • BBLR
    BBLR
    Документ23 страницы
    BBLR
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • SP 1
    SP 1
    Документ5 страниц
    SP 1
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • 22 Reseksi Mandibula Ameloblastoma
    22 Reseksi Mandibula Ameloblastoma
    Документ9 страниц
    22 Reseksi Mandibula Ameloblastoma
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Ronde
    Ronde
    Документ10 страниц
    Ronde
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • Akalasia Esofagus
    Akalasia Esofagus
    Документ14 страниц
    Akalasia Esofagus
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • LPSP PK B
    LPSP PK B
    Документ32 страницы
    LPSP PK B
    مفتاح فريد
    Оценок пока нет
  • Ronde
    Ronde
    Документ10 страниц
    Ronde
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • S2 2015 304596 Introduction
    S2 2015 304596 Introduction
    Документ9 страниц
    S2 2015 304596 Introduction
    fitria permata
    Оценок пока нет
  • LP Isos
    LP Isos
    Документ47 страниц
    LP Isos
    Zakiyah Darajat Sulaeman
    Оценок пока нет