Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP TEORI
2.1.1 KETUBAN PECAH PREMATURE
1. PENGERTIAN
 Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah dini (KPD) atau
ketuban pecah premature (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina
sebelum proses persalinan.
 Ketuban pecah premature yaitu pecahnya membrane khorio-amniotik sebelum
onset persalinan atau disebut Premature Rupture of Membrane/Prelabour
Ruptureof Membrane/PROM.
 Ketuban pecah pada premature pada preterm yaitu pecahnya membrane
chorioamniotik sebelum onset persalinan ada usia kehamilan < 37 minggu atau
disebut juga Preterm Premature Rupture of Membrane/Preterm PrelabourRuture
of Membrane/PPROM.
(Asuhan Kebidanan Patologis. 2014 ; 113)
 Ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban
peah dini prematur.
(Sarwono. 2010 ; 677)
 Ketuban Pecah Dini adlah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan
atau dimulainna tanda inpartu.
(Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013 ; 122)
2. INSIDEN
Angka insiden terjadinya PROM adalah 6-19% kehamilan, sedangkan PPROM
adalh 2% dari kehamilan.
(Asuhan Kebidanan Patologis. 2014 ; 114)
3. ETIOLOGI
Penyebab dari KPD tidak atau belum diketahui seara jelas sehingga usaha preventif
tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Faktor yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden di KPD adalah sebagai berikut :
1) Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
2) Inkompetensi serviks
3) Infeksi vagina/serviks
4) Kehamilan ganda
5) Polihidramnion
6) Trauma
7) Distensi uteri
8) Stress maternal
9) Stress vetal
10) Infeksi
11) Serviks yang pendek
12) Prosedur medis
(Asuhan Kebidanan Patologis. 2014 ; 114)
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
2) Infksi traktus genital
3) Perdarahan antepartum
4) Merokok
(Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013 ; 123)
5. DIAGNOSIS
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di vagina.
Jika tidak dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru. Tentukan usia kehamilan, bila
perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi
adalah bila suhu ibu lebih dari 380C serta air ketuban keruh dan berbau. Leokosit darah
> 15.000/mm3. Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi
intrauterine. Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic. Tentukan adnya
kontraksi yang teratur. Pemeriksaan dalam dilakukan apabila akan dilakukan
penanganan aktif (terminasi kehamilan).
(Sarwono. 2010 ; 680)
1) Secara klinik
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit untuk membuat anamnesis. Pada klien
dengan keluarnya air seperti urine dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat
menilai bahwa hal tersebut mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk
menentukannya bisa dilakukan cara tersebut :
a. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak
putih), rambut lanugo (bulu-bulu halus) dimana bila telah terinfeksi akan
tercium bau.
b. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah atau terdapat cairan
ketuban pada forniks posterior.
c. USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion.
d. Terdapat infeksi genetal (sistemik).
e. Gejala chorioamniunitis.

2) Maternal
Demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan
berbau, leukosit (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)
meningkat, kultur darah/urine.
3) Fetal
Takikardi kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang.
4) Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin,
glukosa, leokosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis, maka
angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka distress pernapasan, sepsis
neonatal, dan perdarahan intraventrikular 3x lebih besar.
a. Dilakukan tes valsava, tes nitrazin, dan tes fern
Nilai normal PH cairan vagina adalah 4,5-5,5 dan normal PH cairan amnion
7,0-7,5
b. Dilakuka uji kertas lakmus/tes nitrazine
 Jadi biru (basa) : air ketuban
 Jadi merah (asam) : urine
(Asuhan Kebidanan Patologis. 2014 ; 114-115)
6. PROGNOSIS/KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah dini (KPD) beragntung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalian premature,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
1) Persalinan premature
Setelah ketuban pecah biasanya disusul dengan persalinan. Periode laten
bergantung pada usia kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam
24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
2) Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini (KPD). Pada
ibu terjadi rioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.

3) Hipoksia dan asfiksi


Dengan pecahya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
4) Sindrom deormitas janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertubuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasipulmonar.
(Sarwono. 2010 ; 678-679)
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin sebagai berikut ;
1) Prognosis ibu
a. Infeksi intrapartal/dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi saat
ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat
mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
b. Infeksi puerperalis/masa nifas.
c. Partus lama/dry labour.
d. Perdarahan postpartum.
e. Meningkatkan tindakan operatif obstetrik (khususnya SC).
f. Morbiditas dan mortalitas maternal.
2) Prognosis janin
a. Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan premature diantaranya adalah
respiratory distress syndrome, hipotermia, gangguan makan neonatus,
retinopathy of prematurity, perdarahan intravebtrikular, necrotizing
enterocolitis, gangguan otak (dan risiko cerebral palsy), hiperbulirubinemia,
anemia, sepsis.
b. Prolaps funiculli/penurunan tali pusat.
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal
ginjal, distress pernapasan.
d. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantarannya terjadi hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas, pertumbuhan janin terhambat (PJT).\morbiditas dan
mortalitas perinatal.
(Asuhan Kebidanan Patologis. 2014 ; 114-115)

7. PETOFISIOLOGIS
1) Korio amnionitis, menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh.
2) Inkompetensia serviks, yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan ada serviks uteri (akibat persalinan atau tindakan kuret).
3) Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup Pintu Atas
Panggul (PAP), yang dapat mengurangi tekanan terhadao membrane bagian bawah.
4) Trauma yang menyebabkan tekana intra uterin (intra amniotic) mendadak
meningkat.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi. 2008 ; 112)
8. MEKANISME KETUBAN PECAH DINI
Ketuban pecah dalam persalinan karena diakibakan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pecah daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput inferior rapuh, bukan karena luruh
selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah :
 Berkurangna asam askorbik sebagai komponen kolagen
 Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan anara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodonitis
dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mulai pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya
dengan pembesaran uterus, kontaksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir
terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan premature
disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina. Ketuban Pecah Dini premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta.
(Sarwono. 2010 ; 678)
9. PENATALAKSANAAN
1) Pastikan diagnosis
2) Tentukan umur kehamilan
3) Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal maupun infeksi janin
4) Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Riwayat keluarnya air ketuban berupa ciran jernih keluar dari vagina yang
kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis Ketuban Pecah Dini premature dengan inspekulo dilihat adanya
cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil
sekitar 4,5. Bila cairan ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptic yang alkalin akan
menaikkan pH vagina.
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya Ketuban Pecah Dini dapat
dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion. Bila air ketuban normal agaknya
ketuban pecah dapat diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit
untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien
dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif,
korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi. Bila Ketuban Pecah Dini pada
kehamilan premature, diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum
penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Dini yang tidak dalam persalinan serta tidak
ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanannya bergantung pada usia kehamilan.
(Sarwono. 2010 ; 679)
Penanganan
1) Konservatif
a. Rawat di rumah sakit.
b. Diberikan antibiotika (ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negative : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutanol), deksamitason, dan induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk mamacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2) Aktif
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat perlu diberikan misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan
diakhiri :
 Bila skor pelvic < 5, lakukan ematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
(Sarwono, 2009 ; 219)
2.3 KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Biodata
Identitas pasien dan suami : nama pasien dan suami, umur pasien(pada umur
kurang dari 20 tahun organ-organ reproduksi belum matangsehingga
meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan,persalinan dan nifas begitu juga
untuk wanita usia lebih dari 35 tahun) dan suami,agama/suku bangsa pasien dan
suami, pendidikan pasien dan suami(pendidikan yang ditempuh seseorang
merupakan salah satu factor demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan individu) , pekerjaan pasien dan suami,alamat

2. Keluhan Utama
 Ibu mengatakan keluar cairan ketuban merembes tiba-tiba yang melalui vagina.

 Keluar cairan dari vagina yang tidak berhenti.

 Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut.

 Tidak ada his/ kenceng – kenceng dalam 1 jam setelah ketuban pecah.

(Maryunani, Anik. 2013: 211)


3. Riwayat Menstruasi
Untuk memperkirakan usia kehamilan,KPD terjadi pada usia kehamilan > 22
minggu dan menentukan penanganan yang tepat sesuai usia kehamilan.
4. Riwayat Kesehatan
a. Keluarga
Riwayat kehamilan kembar merupakan faktor predisposisi terjadinya KPD.
b. Riwayat kesehatan yang lalu dan diderita sekarang.
- Vaginitis
- Servisitis
- Trikomoniasis
Penyakit ini sering kali berhubungan dengan KPD, partus prematurus dan
infeksi pasca bedah
- Vaginosis bacterial
Vaginosis bacterial sering kali berhubungan dengan beberapa komplikasi
kehamilan seperti partus prematurus, KPD, korio amnionitis dan endometritis
post partum
- Streptokokus Grup B

- Chlamydia
Penapisan terseleksi dipertimbangkan lebih berguna jika ada abortus yang
rekuren, partus prematurus, KPD, infeksi menular seksual, pap smear abnormal
atau riwayat obstetric yang buruk
5. Riwayat Obstetri yang Lalu
Hipermotilitas rahim / tekanan intra uterin yang meningkat, riwayat CPD,
kehamilan preterm merupakan faktor predisposisi terjadinya KPD.
6. Riwayat Kehamilan Sekarang
Terdapat infeksi vagina / serviks, inkompetensi servik, korioamnionitis,
polihidramnion / hidramnion, kelainan otak (hidrosephalus, anenchepalus),
malpresentasi janin (seperti letak lintang) merupakan faktor penyebab terjadinya
KPD.
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari
- Nutrisi
Ibu hamil harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari. Makanan harus
diet berimbang untuk mendapatkan zat besi protein, mineral dan vitamin yang
cukup
- Aktivitas
Bedrest total karena selaput ketuban telah pecah dan ketuban terus merembes.
Untuk menghindari pengeluaran cairan ketuban akibat gaya gravitasi bumi.
- Pola Seksual
Trimester 1 : Tidak boleh terlalu sering karena cairan sperma mengandung
prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi sehingga
terjadi abortus.
Trimester 2 : Tidak boleh terlalu sering karena cairan sperma mengandung
prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi sehingga
terjadi kelahiran prematuritas
Trimester 3 : Tidak boleh terlalu sering karena cairan sperma mengandung
prostaglandin yang dapat menimbulkan kontraksi sehingga
terjadi KPD
- Pola Kebersihan
Alat genetalia Ibu kurang terjaga kebersihannya, banyak kuman terkumpul
dan beresiko terjadi KPD
- Pola Kebiasaan Lain
Pola kebiasaan minum jamu-jamuan dapat mempengaruhi produksi air
ketuban, yaitu air ketuban menjadi keruh yang berpotensi untuk terjadinya
gawat janin.

B. Data obyektif

KU : Baik/ cukup/ lemah


Kesadaran : Composmentis/letargis/apatis/koma
TD : Normal (90/60-130/90 mmHg)
> 130/90 mmHg terjadi eklamsi
Nadi : Normal (70-96 x/ menit)
>96x/menit potensial syok
Pernafasan : Normal (16-24 x/menit)
Suhu : normal sampai meningkat (> 38oC jika terjadi infeksi).
TB : < 145, kemungkinan CPD (berpotensi untuk terjadi KPD)
BB sbl hml :
BB saat hml : Kenaikannya 9-13 kg
TP :
 Pemeriksaan umum :
 Penentuan cairan ketuban dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru.
 Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
 Tentukan ada tidaknya infeksi.
 Tentukan tanda-tanda persalinan.
 Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
 Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan).
(Saifuddin, Abdul Bari.2009:680)
 Pemeriksaan penunjang :
a. Hitung darah lengkap dengan apusan darah.
Leukositosis di gabung dengan peningkatan bentuk batang pada apusan tepi
menunjukkan infeksi intrauterin.
b. Ultrasonografi
Pengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan panjangnya
lendir memberikan perkiraan umur kehamilan. Sonografi dapat
mengidentifikasi kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong
cairan amnion pada amniosentesis
c. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru
janin.
Pewarnaan gram dan dihitung koloni kuantitatif membuktikan adanya infeksi
intrauterin.
d. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
e. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis
(Maryunani, Anik. 2013: 210)

II. INTERPRETASI DATA DAN DIAGNOSA


Dalam langkah ini dituliskan data subyektif dan obyektif yang mendukung
diagnosa
 Diagnosa : G……P….usia kehamilan…..minggu, hidup / mati, tunggal /
kembar, letak kepala, intra uterin / ekstra uterin keadaan jalan lahir …..keadaan
umum ibu…..dengan Persalinan prematurus iminnent dan ketuban pecah dini.
 Masalah : nyeri perut
(Maryunani, Anik. 2013: 211)
 Kebutuhan : persalinan segera
Usia kehamilan < 37 minggu tidak ada infeksi dipertahankan dan penanganan
konservatif.
Usia kehamilan > 37 minggu dilakukan persalinan segera secara aktif
(Saifuddin Abdul
Bari.2009:219)
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH POTENSIAL
 Pada ibu:
a. Karioamnionitis
b. Oligohidramnion
 Pada anak:
b. Prolaps tali pusat, bisa sampai
c. gawat janin dan kematian janin akibat
c. hipoksia
d. Trauma pada waktu lahir.
e. Prematur.
(Maryunani, Anik. 2013: 212)
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Kolaborasi dengan dr. SpOG untuk pemberian antibiotik dan induksi persalinan
V. INTERVENSI
 Tujuan
Kala I lancar, keadaan ibu dan janin sehat, tidak terjadi komplikasi.
 Kriteria hasil
 KU ibu : baik
 TTV:
 TD : 110/70 – 120/80 mmHg
 S : 36,5 – 37,5 ◦C
 N : 80-100 x/mnt
 Rr : 16-24 x/mnt
 DJJ: 120-160x/ menit
 Fase laten berlangsung 8 jam, serviks membuka sampai 3 cm
 Fase aktif berlangsung 7 jam, serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm
 Pembukaan serviks tidak kurang 1 cm / jam pada primi dan multi
(Saifuddin, Adbul Bari.2009: 100)
Intervensi Rasional
1. Jalin komunikasi dan kerjasama yang 1. Mempermudah petugas dalam
baik dengan ibu anamnase dan mendapat informasi
2. Beritahu ibu hasil pemeriksaan 2. Pasien dan keluarga mengerti kondisi
yng dialami ibu dan bisa lebih
kooperatif.
3. Berikan dukungan terus menerus kepada (Maryunani, Anik. 2013: 216)
ibu 3. Untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu dengan cara:
 Menjaga privasi ibu
 Menjelaskan proses dan kemajuan
persalinan
 Menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan, serta keterlibatan ibu
(Saifuddin, Abdul Bari. 2009: 112)
4. Observasi TTV , DJJ, dan kontraksi

4. Memantau keadaan ibu dan janin


5. Anjurkan ibu untuk badrest
(Sumarah. 2009: 61)
5. Mempertahankan kesehatan ibu
6. Beri asupan cairan dan nutrisi

6. Asupan cairan yang cukup


mengurangi dehidrasi dan memberi
banyak cadangan energi untuk
mengejan.
7. Tawarkan masase
(Sumarah. 2009: 79)
7. Masase membuat santai sementara dan
untuk mengurangi rasa nyeri
(Simkin, Penny. 2005: 40)
8. Anjurkan ibu untuk mengosongkan
8. Kandung kemih yang penuh dapat
kandung kemihnya
menghambat turunnya bagian terendah
janin dan kontraksi uterus
(Sumarah. 2009: 80)
9. Pasien mendapatkan terapy sesuai
9. Kolaborasi dengan Dr. SPOG tentang
dengan kondisi yang dialami:
pemberian therapy :
- mencegah terjadinya infeksi
- Injeksi antibiotic
- sebagai terminasi
- Pemberian induksi
(Maryunani, Anik. 2013: 217)
- Rencana tindakan partus spontan

10. Membantu melahirkan bayi dengan


selamat
10. Pimpin persalinan jika pembukaan
lengkap

VI. IMPLEMENTASI
Diagnosa :
1. Melakukan pendekatan kepada ibu dan keluarga
2. Menyarankan perubahan dan / pengurangan beban kerja atau aktivitas.
2. Menganjurkan ibu untuk menghindari stimulasi pada puting payudara
3. Menganjurkan pemeriksaan prenatal rutin dan evaluasi kembali persalinan premature
dalam 1 minggu.
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk melakukan ultrasonografi
5. Melakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan, DJJ, TTV dan pengeluaran pervaginam
6. Memberikan terapi sesuai advis dokter
Masalah :

1. Memotivasi ibu untuk istirahat yang cukup


2. Memberikan dukungan bahwa kehamilannya masih bisa dipertahankan smapai kehamilan
cukup bulan

VII. EVALUASI
Evaluasi dilakukan terhadap his dan pembukaan, monitor keadaan janin dan ibu
(nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau
darah pervaginam, DJJ, balans cairan, gula darah). (Saifuddin, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Fadlun, Achmad Feryanto. 2014. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & neonatal. Jakarta: TIM.
Paraton, Hari, dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasinal Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari.2009. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.
Jakarta: PT Bina Pusaka Ssarwono prawirohardjo
Sumarah, dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya
Saifudin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta:TIM. 2008.
JNPK-KR APN dan IMD. Jakarta :
Manuaba, Candranita. 2008. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial
Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

Вам также может понравиться