Вы находитесь на странице: 1из 53

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Amputasi merupakan pembedahan yang menghilangkan sebagian atau seluruh
anggota tubuh bagian ekstremitas. Seringkali masyarakat merasa takut dan tidak
mau untuk diamputasi karena masyarakat atau klien menganggap hal tersebut
sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Padahal dalam konteks
pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana
sedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas.
Namun pada beberapa kondisi, antara lain pada sarcoma jaringan lunak yang
sudah menginfiltrasi semua struktur local di ekstremitas, amputasi merupakan
pilihan. Dalam beberapa kasus, amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit
tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh.
1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran,
penjelasan yang lebih mendalam mengenai amputasi. Diharapkan masyarakat
dapat mengetahui tentang amputasi itu sendiri, pengobatan setelah amputasi
dengan cara yang tepat dan dukungan yang perlu diberikan pada klien yang
mengalami amputasi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal

a. Prinsip Dasar Sistem muskuloskeletal

 Terdiri dari otot,tendon,ligamen,tulang,tulang rawan ,sendi,dan bursa


 Memberikan bentuk dan kemamapuan untuk bergerak pada manusia

b. Otot

 Digolongkan berdasarkan kandungan jaringanya :


1. Otot kardia (jantung) : terdiri dari jaringan lurik jenis khusus
2. Otot polos (involunter): mengandung jaringan otot polos
3. Otot rangka (volunter dan refleks ): terdiri dari jaringan lurik
 Tubuh manusia mempunyai sekitar 600 otot rangka .(Bab ini
membahas hanya otot rangka –jenis yang menempel ke tulang )

c. Fungsi Otot Rangka

 Menggerakkkan bagian-bagian tubuh sebagai satu keseluruhan


 Bertanggung jawab terhadap pergerakan volunter dan refleks
 Mempertahanakan postur dan menghasilkan panas tubuh.

d. Otot Rangka Aksial

 Penting untuk pernapasan,bicara,ekspresi wajah,postur,dan


mengunyah
 Otot rangka aksial meliputi :
1. Otot wajah,lidah dan leher
2. Otot pengunyah
3. Otot kolumna vertebralis yang terletak di sepanjang tulang
belakang

e. Otot Rangka apendikular

 Meliputi :
1. Otot Bahu

2
2. Otot rongga abdominopelvis
3. Otot ekstremitas atas dan bawah
 Otot ekstremitas atas digolongkan berdasarkan tulang yang mereka
gerakan
 Otot yang menggerakan lengan digolongkan lebih lanjut menjadi otot
yang berawal dari rangka aksial dan otot yang berawal dari skapula.

f. Struktur Otot Rangka

 Tersusun atas sel-sel panjang dan besar yang disebut serabut otot
 Setiap serabut mempunyai banyak nukleus dan serangkaian struktur
fibrosa internal yang semakin kecil
 Struktur serabut otot (bekerja dari bagian luar sel sampai ke bagian
dalam) meliputi :
1. Endomisium = Lapisan jaringan ikat yang mengelilingi serabut
otot rangka individual
2. Sarkolema = Membran plasma sel yang terletak dibawah
endomisium dan tepat diatas nukleus sel

g. Otot Rangka Utama (Tampak Anterior )

3
h. Otot Rangka Utama (Tampak posterior )

 Sarkoplasma-sitoplasma sel otot ,yang terdapat didalam sarkolema


 Miofibril-struktur tipis seperti benag yang menetukan panjang serabut
dan membentuk bulbus serabut
 Miosin (filamen tebal) dan aktin (filamen tipis )-serat yang lebih halus
dalam miofibril : terdapat sekitar 1.500 miosin dan 3.000 aktin
 Miosin dan Aktin terdapat di dalam kompartemen yanng disebut
sarkomer
 Saat otot berkontraksi ,miosin dan aktin saling tumpang
tindih,mengurangi panjang sarkomer
 Suatu selubung fibrosa jaringan ikat yang disebut permisium
,mengikat serabut otot menjadi satu ikat atau disebut fasikel .

4
 Selubung yang lebih kuat, epimisium,mengikat semua fasikel menjadi
satu untuk membentuk keseluruhan otot
 Epimisium memanjang melebihi otot untuk menjadi tendon

i. Perlekatan Otot

 Sebagian besar otot rangka melekat ke tulang (baik itu secara langsung
maupun tidak langsung )
 Perlekatan langsung epimesium otot bersatu dengan periosteum,suatu
membran fibrosa yang menutupi tulang
 Perlekatan tidak langsung (paling umum) epimisium memanjang
melebihi otot sebagai tendon atau aponeurosis,dan melekat ke tulang

j. Kontraksi

 Selama Kontraksi ,salah satu tulang tempat otot melekat relatif tidak
bergerak sedangkan yang lainnya tertarik ke arah tulang yang diam
 Origa: tempat otot melekat ke tulang yang diam atau tulang bergerak
 Insersi : tempat otot melekat ke tulang yang lebih banyak bergerak

k. Pertumbuhan Otot

 Otot berkembang jika serabut ototnya mengalami hipertropi


 Kekuatan dan ukuran otot berbeda antar-individu dikarenakan faktor
seperti olahraga ,nutrisi,jenis kelamin ,usia dan pegaruh genetik

l. Pergerakan Otot

 Otot rangka memungkinkan beberapa jenis pergerakan


 Nama funsional sebuah otot berasal dari jenis pergerakan yang
dilakukanya
1. Otot fleksor memungkinkan penekukan (flkesi )
2. Otot adduktor memungkinkan pergerakan ke arah sumbu tubuh
(adduksi)
3. Otot sirkumduktor memungkinkan gerakan melingkar
(sirkumduksi)
 Sendi diartroda memungkinkan 13 pergerakan sudut dan melingkar :

5
1. Bahu melakukan sirkumduksi
2. Siku melakukan fleksi dan ekstensi
3. Pinggul melakukan rotasi internal dan eksterna
4. Lengan melakukan abduksi dan adduksi
5. Tangan melakukan supinasi dan pronasi
6. Rahang melakukan retraksi dan protraksi
7. Kaki melakukan eversi dan inversi

j. Tendon ,Ligamen dan Tulang

 Tendon : Pita jaringan ikat fibrosa yang melekatkan otot ke periosteum


(jaringan fibrosa yang menutupi tulang )
 Tendon memungkinkan tulang untuk bergerak ketika otot rangka
berkontraksi
 Ligamen : Pita jaringan ikat fibrosa yang padat,kuat dan fleksibel yang
mengikat tulang ke tulang yang lainnya
 Tulang : membentuk rangka manusia (terdiri dari 206 tulang )
1. Rangka aksial (terletak di sepanjang garis tengah ,atau sumbuh
tubuh) terdiri dari 80 tulang
2. Tulang rangka aksial melipiti tulang wajah dan kepala, tulang
belakang ,tulang hioid,iga dan sternum
3. Rangka apendikular ( berhubungan dengan anggota gerak .atau
apendase ,tubuh) terdiri dari 126 tulang
4. Tulang rangka apendikular meliputi klavikula,tulang
pelvis,skpula,humerus,radius,ulna,karpal,metakarpal,falang ( pada
jari tangan ),femur .patela,fibula,tibia,tarsal,metatarsal,dan falang
(pada jari kaki)

k. Klasifikasi Tulang

 Tulang Biasanya digolongkan berdasarkan bentuknya


 Pergolongan tulang menjadi :
1. Panjang ( seperti humerus,radius,femur dan tibia )
2. Pendek (seperti karpal dan tarsal )
3. Pipih (seperti skapula,iga,dan tengkorak)
4. Iregular (seperti tulang belakang dan mandibula )
5. Sesamoid,yang merupakan tulang kecil yang berkembang dalam
tendon (seperti patela )

6
l. Fungsi Tulang

 Tulang melindungi jaringan dan organ dalam


 Tulang menstabilkan dan menyokong tubuh
 Tulang memberikan permukaan untuk melekatnya otot,ligamen dan
tendon
 Tulang bergerak lewat metode “pengungkit “ ketikan berkontraksi
 Tulang menghasilkan sel darah merah di sumsum tulang
(hematopoiesis)
 Tulang menyimpan garam-garam mineral

m. Pembentukan Tulang

 Pada Usia 3 bulan dalam kandungan ,rangka janin tersusun atas tulang
rawan
 Sekitar usia 6 bulan ,tulang rawan janin telah berubah menjadi tulang
keras
 Setelah lahir,beberapa tulang(paling nyata pada kapal dan tarsal )
mengalami osifikasi (mengeras)
1. Perubahn ini terjadi akibat osifikasi endokondral
2. Pada proses ini ,osteoblas (sel pembentuk tulang) menghasilkan
osteoid (suatu materi berkolagen yang mengalami osifikasi )

n. Penataan Ulang Tulang

 Penataan ulang : suatu proses berkelanjutan dimana tulang dibuat dan


dihancurkan
 Osteoblas mengendapkan tulang baru
 Osteoklas meningkatkan diameter tulang panjang
 Osteoklas bertanggungjawab terhadap pertumbuhan longitudinal
tulang dengan menyerap ulang tulang yang sudah
diendapkansebelumya
 Pertumbuhan longitudinal berlanjut sampai lempeng epifisis (tulang
rawan yang memisahkan diafisis,atau batang tulang dari epifisis ,atau
ujung tulang ) mengalami osifikasi selama masa remaja akhir

o. Tulang Rawan

7
 Suatu jaringan ikat padat yang terdiri dari serabut yang menempel
didalam zat seperti gel yang kuat
 Menyokong dan memberi bentuk berbagai struktur
 Sebagi bantalan dan meredam getaran,mencegah penghantran secara
langsung ke tulang
 Tidak mempunyai pasokan darah atau saraf
 Terdiri dari tiga jenis :Hialin,fibrosa,dan elastis

p. Tulang Rawan Hialin

 Merupakan jenis yang paling umum


 Menutupi permukaan sendi tulng (tempat satu atau lebih tulang
bertemu pada sebuah sendi )
 Menghubungkan iga ke sternum dan terdapat pada trakea ,bronkus dan
septum nasal

q. Tulang Rawan Fibrosa

 Membentuk simfisis pubis dan diskus intervertebralis


 Tersususn atas sedikit matriks dan banyak elemen fibrosa
 Kuat dan kaku

r. Tulang rawan elastis

 Merupakan Tulang rawan yang paling lentur


 Terletak di kanal auditorius ,telinga luar,dan epiglotis
 Elastis dan lenting

s. Tahap pertumbuhan Tulang

t. Sendi

8
 Sendi (artikulasi ): titik kontak antara dua tuang yang menahan kedua
tulang menjadi satu
 Dapat pula memungkinkan fleksibilitas dan pergerakan
 Dapat digolongkan berdasarkan fungsi ( seberapa luas gerakannya ):
1. Sinartrosis (tidak dapat digerakan )
2. Amfiartrosis (sedikit dapat digerakan )
3. Diartrosis (dapat bergerak bebas )
 Dapat pula digolongkan berdasarkan struktur (terbuat dari apa):
fibrosa,kartilaginosa ,atau sinovium
 Berdasarkan struktur lain dan jenis pergerakan ,sendi sinovium dapat
digolongkan sebgai sndi luncur,sendi engsel,sendi putar,sendi
kondilus,sendi pelana ,serta sendi peluru

u. Bursa

 Merupakan kantong cairan sinovium yang terletak pada lokasi gesekan


di sekitar sendi diantara tendon ,ligamen ,dan tulang
 Berperan sebagai bantalan untuk mengurangi stres pada struktur di
dekatnya
 Contoh : bursa subakromial (terletak di dalam bahu ) dan bursa
prepatela (terletak di dalam lutut )

v. Jenis –jenis Sendi

 Sendi peluru
 Terletak di bahu dan pinggul
 Memungkinkan fleksi ,ekstensi,adduksi,dan abduksi
 Berotasi di dalam kantongnya
 Dinilai berdasarkan derejat rotasi internal dan eksternalnya
 Sendi engsel
 Meliputi lutut dan siku
 Bergerak secara fleksi dan ekstensi
 Sendi putar
 Bagian bulat dari satu tulang pada sebuah sendi putar masuk ke
dalam suatu cekungan dari tulang lainnya
 Hanya memungkinkan rotasi uniaksial dari tulang pertama di
sekeliling tulang ke dua
 Meliputi kaput radius ,yang berotasi di dalam cekungan ulna
 Sendi kondilus

9
 Permukaan oval darisatu tulang tepat masuk ke dlam suatu
cekungan pada tulang lainnya
 Memungkinkan fleksi,ekstensi,abduksi dan sirkumduksi
 Meliputi sendi radiokarpal dan metakarpofalangeal tangan
 Sendi pelana
 Menyerupai sendi kondilus tetapi memungkinkan pergerakan yang
lebih bebas
 Hanya sendi karpometakarpal ibu jari yang merupakan sendi
pelana

2.2 Pengertian Amputasi

Amputasi adalah penghilangan atau pemotongan bagian tubuh yang sering


dilakukan pada ekstremitas. Amputasi dapat dianggap seagai jenis pembedahan
rekonstruksi drastis. Digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi,
dan menyelamatkan atau memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau memperbaiki
kwalitas hidup pasien.
Amputasi pada ekstremitas bawah sering diperlukan sebagai akibat penyakit
vaskuler perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes melitus), gangren,
trauma ( cedera remuk, luka bakar, luka bakar dingin, luka bakar listrik), deformitas
kongenital, atau tumor ganas.

2.3 Etiologi

Alasan utama amputasi ekstrmitas adalah trauma berat (cedera akut, luka bakar
listrik, luka bakar dingin). Tumor ganas, infeksi (gas gangren fulminant, osteomielitis
kronis), dan malformasi kongenital.

2.4 Faktor yang mempengaruhi

Pasien yang memerlukan amputasi biasanya muda dengan trauma ekstremitas


berat atau manua dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat,
sembuh dengan cepat,dan partipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena
amputasi sering merupakan akibat dari cidera, pasien memerlukan lebih banyak
dukungan psikologis untuk menerima perubahan

10
mendadak citra diri dan menerima stress akiba hospitalisasi, rehabilitasi jangka
panjang, dan penyesuaian gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi
perasaan mereka mengenai kehilangan permanen tadi. Reaksi mereka susah diduga
dan dapat berupa keseddihan terbuka dan bermusuhan.

Sebaliknya, lansia dengan penyakit vaskule perifer sering mengidap masalah


kesehatan lain, termasuk diabetes mellitus dan atreriosklerosis. Amputasi eraoeutik
untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri,
disabilitas, dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaan
dan siap menghadapi amputasi. Perencanaan untuk rehabilitasi psikologik dimulai
sebelum amputasi dilaksanakan. Namun, kelainan kardiovaskuler, respirasi, atau
neurologic mungkin dapat membatasi kemajuan rehabilitasi.

2.5 Penatalaksanaan

1. Tingkatan amputasi

Amputasi dilakukan pada titik paling istal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua
faktor :
 peredaran darah pada bagian itu
 kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebutuhan prostesis)

Status peredaran darah dan ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan


fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat pentig untuk
penyembuhan. Floemetri Doppler (penentuan tekanan darah segmental,
dan tekanan parsial oksigen perkuatan / PaO2 ), merupakan uji yang
sangat berguna. Angiografi dilakukan bila revaskularisasi kemunginan
dapat dilakukan .
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin
panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit.
Gambar 69.17 memperlihatkan berbagai tingkat dimana ekstremitas

11
sebaiknya diamputasi. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat
dipasangi prostesis.
Kebutuhan energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya
akan meningkat dari menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat
tanpa prostesis. Maka, pemantauan kardiovaskuler dan nutrisi yang ketat
sangat penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapat seimbang.
Amputasi jari kaki dan sebagian jari kaki hanya menimulkan
perubahan minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme
(modifikasi amputasi disartikuasi pergelangan kaki) dilakukan paling
sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilka ekstremitas yang bebas
nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputassi bawah lutut lebih disukai disbanding amputasi atas lutut karena
pentingnya sendi lutut dan kebutuhan untuk berjalan. Dengan
mempertahan kan lutut sangat berari bagi seorang ansia antara ia bisa
berjalan dengan alat bantu dan hanya duduk di kursi roda. Disartikulasi
sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif yang mampu
mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan
amputasi atas lutut,pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot
dibentuk dan distabilkan, dan kontroktur pinggul dapat dicegah untuk
potensial ambulansi maksimal. Bia dilakukan amputasi disartikulasi sendi
pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk
mobilitasnya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang
fungsional maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa
maksimal.

12
2. Penatalaksanaan Sisa Tungkai

Tujuan bedah utama adaah mencapai penyembuhan luka amputasi,


menghasilkan sisa tungkai (patung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit
yang sehat untuk penggunaan prostesis. Lansia mengkin mengalami
kelambatan penyembuhan luka kerena nutrisi yang buruk dan masalah
kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat dengan penggunaan lembut
terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan
kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam
perawatan lika untuk menghindari infeksi.
 Balutan rigid tertutup
Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol
nyeri, dan mencegah kontraktur. Segera seteah pembedahan
balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang
ekstensi prostesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Kaus kaki
steril dipasang pada sisi anggota. Bantalan dipasang pada sisi peka

13
tekanan. Punting kemudian dibalut dengan balutan gips elastis
yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan yang merata.
Tekanan balutan rigid ini digunakan sebagai cara membuat socket
untuk pengukuran prostesis pascaoperatif segera. Panjang prostesis
disesuaikan dengan individu pasien. Gips diganti dalam sekitar 10-
14 hari. Bila ada peningkatan suhu tubuh, nyeri berat, atau gips
yang mulai longgar harus segera diganti.
 Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan
bila diperlukan inspeksi berkala punting sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutan denga balutan. Hematoma (luka)
patung dikontrol dengan alat drainase lka untuk meminimalkan
infeksi.
 Amputasi bertahap
Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infesi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat
semua jaringan nekrosis dan sepsis. Sepsis ditanganni dengan
antibiotic. Dalam beberapa hari, ketika infeksi telah terkontrol dan
pasien telah stabil, dilakukan amputasi definitif dengan penutupan
kulit.

3. Intervensi Keperawatan

a. Meredakan nyeri

Nyeri bedah dpat dikontrol segera dengan analgetika opioid


atau evakuasi hematoma atau cairan yang terkumpul.
Bila pasien mengalami ketidaknyamanan berat sebelum
pembedahan, nyeri pascaoperasi akan dianggap lebih ringan dan dapat
dikontrol secara efektif dengan dosis minimal analgetika.
Sebaliknya ,nyeri dapat bercampur dengan ekspresi kesedihan dan
perubahan citra diri dan tak dapat dikurangi dengan analgetika.Nyeri
berat bisa disebabkan oleh tekanan berlebihan pada tonjolan tulang

14
atau hematoma.Ahli bedah harus mengetahui dan bisa menentukan
penyebab ketidaknyamanan.Evaluasi nyeri dan respons pasien
terhadap intervensi merupakan peran perawat yang sangat penting
dalam penatalaksanaan nyeri.
Pasien yang diatasi dengan balutan gips biasanya mengalami
nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang dibalut dengan balutan
lunak.Nyeri bedah biasanya dapat dikontrol secara efektif dengan
analgetika oral dan teknik modifikasi nyeri dalam beberapa hari.
Pembebenan berat badan minimal awal pada pada sisa tungkai dengan
pylon ( prostesis sementara ) yang terpasang akan menimbulkan
sedikit rasa tidak nyaman.
Spasme otot dapat menambah ketidaknyamanan pasien selama
masa pemulihan .perubahan posisi pasien,memberikan kompres hangat
,atau meletakan kantung pasir ringan pada sisa tungkai untuk
melawan spasme otot dapat memperbaiki tingkat kenyamanan pasien.

b. Menghilangkan Perubahan Persepsi Sensoris.

Pasien biasanya mengalami nyeri tungkai fantom segera


setelah pembedahan atau 2 sampai 3 bulan setelah amputasi.Lebih
sering terjadi amputasi atas lutut .Pasien menjelaskan nyeri atau
perasaan tak biasa pada bagian yang telah diamputasi. Sensasi tersebut
menimbulkan perasaan bahwa ekstremitasnya masih ada dan mungkin
tergerus,kram atau terpuntir dengan posisi abnormal.Bila pasien
mengeluh nyeri atau sensasi fantom. Perawat perlu menjelaskan
mengenai perasaan tersebut dan membantu pasien menyesuaikan
persepsi mereka sendiri.
Sensasi fantom lama kelamaan akan menghilang. Patogenesis
fenomena anggota fantom tidak diketahui.Menjaga pasien tetap aktif
dapat membantu mengurangi terjadinya nyeri anggota fantom.
Rehabilitasi intensif awal dan desentisasi puntung dengan pijatan

15
mantap akan membantu. Teknik distraksi dan aktivitas sangat
membantu . Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS ), ultrason ,atau
anestesia lokal dapat memberikan pengurangan nyeri pada beberapa
pasien. Obat ganda sangat berguna dalam mengontrol nyeri anggota
fantom. Penyekat beta dapat mengurangi ketidaknyamanan tumpul.
Rasa terbakar : antikonvulsan dapat mengontrol nyeri menusuk dan
kram ; dan antidepresan trisiklik digunakan untuk memperbaiki alam
perasaan dan kemampuan menghadapi masalah.

c. Mempercepat Penyembuhan Luka

Integritas kulit telah mengalami perubahan akibat amputasi


bedah. Potensial masalah kesehatan yang dapat timbul bisa
berhubungan dengan kelainan pembuluh darah perifer,nutrisi atau
kondisi kesehatan lainnya seperti diabet melitus.Tungkai sisa harus
ditangani dengan lembut. Setiap kali penggantian balutan, diperlukan
teknik aseptik untuk mencegah infeksi luka dan kemungkinan
osteomielitis. Bila amputasi tungkai dilakukan pada lansia,pasien
parah,khususnya yang menderita diabetes miletus dan
arteriosklerosis ,inkontinensia urine dan feses dapat terjadi. Bahan
plastik yang direkatkan dengan perekat diatas balutan dapat melinungi
sisa tungkai dari kontaminasi feses dan urine.
Untuk mempercepat penyembuhan,edema dikontrol dengan
gips atau balutan kompresi yang dapat memperbaiki peredaran darah
atau drainase limfa.

 Bila gips atau balutan elastik tanpa sengaja lepas, sisa tungkai
harus segera dibungkus dengan balutan elastis kompresi.Edema
berlebihan akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan akan
mengakibatkan ketelambatan dalam rehabilitasi .Ahli bedah harus

16
diberitahu bila balutan gips lepas agar balutan yang baru dapat
dipasang.

Pembentukan sisa tungkai sangat penting untuk pengepasan


prostesis.Pasien diinstrusikan membungkus sisa tungkai dengan
balutan elastis. Bila insisi telah sembuh ,pasien diajarkan perawatan
terhadap tungkai sisa.

d. Memperbaiki Citra Tubuh

Amputasi merupakan prosedur rekonstruksi yang akan


mengubah citra tubuh pasien. Perawat yang telah membangun
hubungan saling percaya dengan pasien sebaiknya berkomunikasi
mengenai penerimaan pasien yang baru menjalani amputasi. Pasien di
dorong untuk melihat,merasakan ,dan kemudian melakukan
perawatan pada sisa tungkai.Kekuatan dan sumber daya pasien
diidentifikasi untuk memfasilitasi rehabilitasi.Pasien deibantu dengan
hati-hati untuk mencapai kembali tingkat fungsi kemandirian
sebelumnya . pasien yang diterima sebagai manusia seutuhnya lebih
mampu kembali ke tanggung jawab perawatan diri:konsep diri
meningkat perubahan citra tubuh dapat diterima. Bahkan pada pasien
yang motivasinya sangat tinggi sekalipun,proses ini memerlukan
waktu sampai berbulan-bulan.

e. Mengatasi Berduka

Kehilangan ekstremitas ,salah satu atau sebagian,dapat


menyebabkan syok meskipun pasien telah dipersiapkan sebelum
operasi.Tingkah laku pasien (mis, menangis,menarik diri,apati dan
kemarahan)dan ekspresi perasaannya (mis .depresi,ketakutan,tak
berdaya)akan menunjukkan bagaimana pasien menghadapi kehilangan

17
dan menjalani proses bersedih.perawat harus memahami kehilangan
tersebut dengan mendengarkan dan memberikan dukungan.
Perawat harus menciptakan suasana penerimaan dan dukungan
dimana pasien dan keluarganya didorong untuk mengekspresikan dan
berbagi perasaannya dan menjalani proses bersedih. Dukungan dari
keluarga dan sahabat dapat meningkatkan penerimaan terhadap
kehilangan. Perawat membantu pasien menyesuaikan diri dengan
kebutuhan yang baru menjadi lebih berorientasi pada tujuan
rehabilitasi yang masuk akal dan fungsi kemandirian di masa depan
.Rujukan pada spesialis kesehatan mental dan kelompok pendukung
mungkin di perlukan.

f. Perawatan mandiri

Amputasi ekstremitas mempengaruhi kemempuan pasien untuk


melaksanakan perawatan diri.pasien di dorong menjadi partisipan yang
aktif dalam perawatan diri. Pasien membutuhkan waktu untuk
menyeleseikan tugas ini dann tidak boleh terburu-buru.
Melekukan latihan aktivitas dengan supervisi yang mendukung
dan konsistenswi dalam lingkungan yang relaks memungkinkan pasien
mempelajari keterampilan perawatan diri. Perawat dab pasien harus
menjaga tingkah laku yang positif dan meminimalkan keletihan dan
frustasi selama proses belajar.
Kemendirian dalam berpakaian, toileting, dan mandi
tergantung pada kemepuan menerima, seimbang, dan toleransi
fisiologis terhadap aktivitas .
Pasien dengan amputasi ekstremitas atas akan mengalami
kurang perawatan diri dalam hal makan, mandi, dan berpakaian.
Bantuan yang di berikan hanya bila perlu saja; pasien didorong untuk
balajar menjalankan tugas menggunakan alat bantu makan dan

18
berpakaian. Perawat, terapis dan prosthesis bekerja bersama pasien
untuk mencapai kemandirian maksimal.

g. Pengembalian mobilitas fisik

Bila amputasi bukan merupakan prosedur darurat, harus


diusahakan sebelum operasi memperkuat ekstremitas superior selain
otot batang tubuh dan otot abdomen. Otot ekstensor pada lengan dan
otot depresor di bahu terutama yang harus diperkuat, karena kelompok
otot ini yang mempunyai peranan penting saat berjalan dengan
tongkat.
Pada amputasi ekstremitas bawah, pasien harus didorong untuk
mengganti posisi dari satu sisi ke sisi lain dan kembali ke posisi
tertelentang untuk meregangkan otot fleksor dan mencegah kontraktur
fleksi pada pinggul.

h. Latihan pascaoperasi

Pascaoperasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin


kerena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak
meliputi laihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan
latihan pinggul untuk amputasi atas lutut.
Pegangan di atas tempat tidur dapat digunakan pasien untuk
mengubah posisi dan menguatkan bisep. Trisep yang sangat
diperlukan untuk berjalan dengan tongkat, dapat diperkuat dengan cara
menekan telapak tangan pada tempat tidur sementara mendorong
tubuh ke atas(latihan push-up).
Latihan seperti hiperekstensi sisa tungkai, yang dijalankan
dibawah pengawasan fisioterapis, juga membantu memperkuat otot
selain meningkatkan peredaran darah, mengurangi edema, dan
mencegah atrofi.

19
Rintangan lingkungan (mis, tangga, lantai tak rata, pintu, lantai
basah) harus di identifikasi, dan diusahakan metoda untuk
menanganinya. Masalh yang berhubungan dengan penggunaan alat
bantu mobilisasi(mis, tekana pada aksila akibat pemakaian tongkat ,
iritasi kulit tangan akibat pemakaian kursi roda, iritasi sisa anggota
akibat penggunaan protesis).

i. Ambulasi

Amputasi mengakibatkan pergeseran titik gravitasi, sehingga


pasien perlu melakukan latihan perubahan posisi (mis, berdiri setelah
duduk atau berdiri dengan satu kaki). Pasien diajarkan mengenai
teknik berpindah seawal mungkin dan diingatkan untuk tetap menjaga
postur yang baik ketika turun dari tempat tidur. Tekanan yang
berlebihan pada sisa anggota harus dihindari karena dapat
mengganggu penyembuhan luka.
Pasien amputasi biasanya didirikan di antara dua batang sejajar
dua kali sehari. Ketika ketahanannya sudah meningkat, ambulasi dapat
di mulai masih diantara batang parallel, namun pembebanan berat
badan penuh belum di perkenankan pada sisi yang diamputasi.
Berjalan dengan tongkat dimulai bila telah tercapai keseimbangan
yang stabil

j. Pembentukan dan pengkondisian sisa tungkai

Sisa tungkai harus dikerutkan dan dibentuk dengan bentuk


kerucut agar pengukurannya bisa akurat dan kenyamanannya
maksimal dan pas dengan alat protesis. Hal ini dapat dilakukan dengan
memasang balutan, pengerut sisa tungkai elastis, atau bidai udara.
Pasien atau salah satu anggota keluarga diajari metoda pembalutan
yang benar.

20
Pembalutan akan menyangga jaringan lunak dan
meminimalkan pembentukan edema sementara sisa tungkai dalam
posisi tergantung. Pembalut dipasang sedemikian rupa sehingga sisa
otot yang diperlukan untuk mengoperasikan protesis menjadi sepadat
mungkin, sementara otot yang tak diperlukan akan mengalami atrofi.
Balutan elastis yang dipasang tidak dengan benar dapat menyebabkan
masalah peredaran darah dan bentuk sisa tungkai yang tidak bagus.

Dokter biasanya menganjurkan aktivitas untuk “menguatkan”


sisa tungkai sebagai persiapan untuk protesis. Pasien mulai dengan
mendorong sisa tungkai ke bantal lunak, kemudian ke bantal yang
lebih padat, dan akhirnya melawan permukaaan keras. Pasien diajari
melakukan masase sisa tungkai untuk memobilisasi jaringan parut,
mengurangi nyeri tekan, dan memperbaiki peredaran darah. Masase
biasanya dimulai segaera setelah terjadi penyembuhan dan pertama
kali dilakukan oleh fisioterapis. Inspeksi kulit dan perawatan
pencegahan harus diajarkan.

k. Persiapan protesis

Pasien yang merupakan calon untuk protesis akan dikunjungi


oleh ahli protesis. Perawatan protesis yang tepat sangat penting untuk
menyakinkan bahwa pengepasan protesis sudah benar. Masalah utama
yang dapat menghambat pengepasan protesis pada periode ini adalah:

1. Deformitas fleksi
2. Tidak mengerutnya sisa tungkai
3. Deformitas abduksi panggul. Deformitas ini harus dihindari.

Soket protesis dicetak sesuai masing-masing sisa tungkai. Protesis


dirancang khusus untuk setiap tingkatan aktivitas dan kemampuan
pasien jenis protesis meliputi hidrolik, pneumatic, umpan balik
biologic terkontrol, mioelektonis terkontrol, dan protesis sinkronis.

21
Pelatihan cara jalan diteruskan dibawah supervise fisioterapis
sampai diacapai cara jalan yang optimal. Penyesuaian soket protesis
dilakukan oleh ahli protesis untuk mengakomodasikan perubahan sisa
anggota yang terjadi selama 6 bulan sampai 1 tahun pertama setelah
pembedahan. Gips ringan, balutan elastis, atau kaus pengerut dapat
dipergunakan untuk membatasi edema selama pasien tidak sedang
mengenakan protesis permanen.

l. Pemantauan dan penanganan komplikasi potensial

Setiap selesai pembedahan, harus selalu diusahakan


pengembalian homeostasis dan mencegah masalah yang berkaitan
dengan pembedahan, anesthesia, dan imobilitas. Pengkajian system
tubuh (mis: system pernapasan, gastrointestinal, genitourinaria) untuk
masalah yang berhubungan dengan imobilitas (mis: pneumonia,
anoreksia, konstipasi, statis kemih) perlu dilakukan dan dilaksanakan
penatalaksanaan koreksinya. Pencegahan masalah yang berhubungan
denagn imobilitas dan pengembalian aktivitas fisik sangat diperlukan
untuk memelihara kessehatan.

m. Hemoragic

Hemoragic massif akibat lepasnya jahitan merupakan masalah


paling membahayakan. Pasien harus dipantau secara cermat mengenai
setiap tanda dan gejala pendarahan. Tanda vital pasien harus dipantau,
dan drainase berpengisap harus diobservasi sesering mungkin.

 Pendarahan segera setelah pascaoperasi dapat terjadi perlahan atau


dalam bentuk hemoragic massif akibat lepasnya jahitan.

22
 Tornikat besar harus tersedia dengan mudah di sisi pasien sehingga
bila sewaktu-waktu terjadi pendarahan hebat dapat segera dipasang
pada sisa tungkai untuk mengontrol pendarahan.
 Ahli bedah harus diberitahu dengan segera bila hemoragic
berlebihan.

n. Infeksi

Merupakan komplikasi yang sering terjadi pada amputasi.


Pasien yang telah menjalani amputasi sering memiliki peredaran darah
yang yang buruk, lukanya tekontaminasi , atau menderita masalah
kesehatan lain yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi. Insisi,
balutan, dan drainase harus di pantau adanya petunjuk yang mengarah
pada infeksi (mis. Perubahan warna, bau, konsistensi drainase,
bertambahnya rasa tak nyaman). Indikator sistemik adanya infeksi
(mis. Peningkatan suhu) juga di pantau. Bila ada petunjuk adanya
infeksi harus segera di laporkan kepada ahli bedah segera.

o. Kerusakan kulit

Dapat terjadi akibat imobilisasi dan tekanan dari berbagai


sumber. Prostesis dapat menimbulkan daerah tekanan. Perawat dan
pasien mengkaji kulit bila ada kerusakan.
Higiene kulit yang cermat sangat penting untuk mencegah
iritasi, infeksi, dan kerusakan kulit. Sisa anggota di cuci dan di
keringkan (dengan lembut) paling tidak dua kali sehari. Kulit
diinspeksi adanya tanda-tanda daerah tekanan, dermatitis, dan lepuh ;
bila ada, harus di tangani sebelum kerusakan kulit lebih lanjut terjadi.
Biasanya, kaus kaki sisa tungkai di kenakan untuk menyerap keringat
dan menghindari kontak langsung antara kulit dan socket prostesis.
Kaus kaki di ganti setiap hari dan harus pas dengan lembut untuk
mencegah iritasi yang di akibatkan oleh lipatan. Socket prostesis di

23
cuci dengan deterjen ringan, di bilas, dan di keringkan benar dengan
kain kering bersih. Pasien di nasehati bahwa kaus kaki harus benar-
benar kering sebelum pemasangan prostesis.

p. Rehabilitas

Rehabilitasi lengkap pasien yang telah menjalani amputasi


memerlukan usaha yang terpadu seluruh tim rehabilitasi. Ahli bedah
ortopedi, perawat, fisiatris, ahli prostesis, fisioterapis, dan terapis
okupasi bekerja sama membantu pasien menjalankan penyesuaian
yang memuaskan terhadap prostesis. Klinik prostesis dan kelompok
dukungan pasien amputasi dapat memfasilitasi proses tersebut.
Penyuluhan vokasional dan pelatihan kembali pekerjaan mungkin di
perlukan untuk membantu pasien kembali ke pekerjaannya.
Masalah psikologis (mis. penolakan, menarik diri) dapat di
pengaruhi oleh jenis dukungan yang di terima pasien dari tim
rehabilitasi dan dari seberapa cepat aktivitas satu tangan dan
penggunaan prostesis di pelajari. Mengetahui pilihan dan kemampuan
penuh yang ada dengan berbagai alat prostesis dapat memberi pasien
perasaan mampu mengontrol disabilitasnya. Pasien tidak bisa di
rehabilitasi sempurna sampai protesis telah cocok dan pasien di
laksanakan di unit atau pusat rehabilitasi spesialis.
Pasien Amputasi Non-Ambulasi. Ada bebrapa pasien yang
tidak bisa di masukkan sebagai calon pemakai prostesis. Keadaan
yanga dapat membatasi kemampuan pasien untuk berjalan dengan
prostesis meliputi penyakit jantung, stroke, hipertensi, insufisiensi
peredaran darah, lansia, kebutaan, obesitas, infeksi, penyembuhan sisa
tungkai (puntung ampuatsi) yang lambat dan penyakit pembuluh darah
perife. Bila penggunaan prostesis tidak mungkin, pasien di
instruksikan untuk menggunakan kursi roda agar bisa mandiri.

24
Kursi roda yang khusus di rancang bagi pasien yang menjalani
amputasi sangat di anjurkan. Karena kurangnya berat pada bagian
depan, maka kursi roda biasa akan menjungkir kebelakang saat pasien
mendudukinya. Pada kursi roda pasien amputasi, letak poros roda
belakang harus di mundurkan sekitar 5 cm untuk mengkompensasi
perubahan dalam distribusi berat.

q. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah

Bila pasien telah mencapai homeostatis fisiologis dan telah


menunjukkan pencapaian sasaran perawatan kesehatan utama, maka
rehailitasi dapat dianjurkan dalam fasilitas rehabilitasi ataupun di
rumah. Dukungan dan supervisi terus menerus oleh perawat kesehatan
komunitas sangat penting.
Sebelum pasien di pulangkan dari fasilitas perawatan akut,
rumah harus di kaji dahulu. Penyesuaian harus di lakukan untuk
meyakinkan bahwa pasien akan tetap melanjutkan perawatan,
keamanan dan mobilitasnya. Pengalaman semalam atau malam
minggu di rumah bisa di coba untuk mengidentifikasi masalah yang
tak teridentifikasi saat kunjungan pengkajian. Terapi fisik dan terapi
okupasi harus di lanjutkan dirumah atau berdasar rawat jalan.
Tranportasi untuk melanjutkan perjanjian perawatan tindak lanjut
harus di susu. Departemen pelayanan sosial rumah sakit atau lembaga
komunitas yang melanjutkan perawatan kesehatan merupakan bantuan
sangat besar dalam menjaga bantuan personal dan layanan
transportasi.
Selama kunjungan kesehatan tindak lanjut, perawat
mengevaluasi penyesuain fisik dan psikososial pasien mengevaluasi
penyesuaian fisik dan psikososial pasien. Pengkajian kesehatan
pencegahan berkala mungkin perlu. Seringkali pasangan lansia tak
mampu memberikan bantuan yang di butuhkan, sehingga tambahan

25
pembantu di rumah sangat di perlukan. Penyesuaian rencana
perawatan di buat berdasar pada temuan-temuan tersebut. Kadang,
pasien dan keluarganya menyadari bahwa keterlibatan dalam
kelompok pendukung pasien amputasi sangat bermanfaat ; di sini
mereka dapat berbagai masalah, penyelesaian, dan sumber daya.
Berbincang dengan mereka yang telah mampu berhasil mengatasi
masalah serupa dapat membantu pasien mengembangkan penyelesaian
yang memuaskan.

4. Komplikasi

Komplikasi amputasi meliputi pendarahan, infeksi, dan kerusakan


kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi
pendarahan yang massif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan;
dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi,
traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

5. WOC AMPUTASI

26
BAB III

27
SKENARIO

3.1 Kasus

Tn. F (20 tahun) masuk rumah sakit 3 hari yang lalu karena mengalami
kecelakaan lalu lintas dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan sehingga kaki kiri
tersebut di amputasi. Saat ini klien sedang menjalani perawatan post operasi
amputasi. Klien tampak meringis dan gelisah. Klien mengatakan bahwa ia merasa
nyeri pada kaki kiri di atas lutut tepat pada lokasi yang di amputasi. Nyeri tersebut
sering timbul sehingga mengganggu ketenangan klien. Nyeri dirasakan skala 7. Klien
mengatakan bahwa ia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari akibat kaki kirinya
di amputasi. Klien tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini dengan satu kaki
nyang dimilikinya. Klien merasa tidak berguna lagi karena hanya memiliki satu kaki
di usianya yang masih muda. Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit
serius dan tidak pernah dirawat dirumah sakit. Klien mengatakan bahwa keluarga
klien tidak pernah memiliki masalah serius. Ayah klien menderita DM sejak 2 tahun
terakhir dan ibu klien meninggal dunia 4 tahun yang lalu akibat hipertensi yang
dideritanya. Tanda-tanda vital klien saat ini : TD 130/80 mmHg, nadi 82x/menit, suhu
37 ̊ C, pernafasan 22x/menit, BB 62 kg, TB 160 cm, kesadaran compos mentis. Klien
tampak lemah dan pucat. Pemeriksaan penunjang hemoglobin 6,10 gr/dL, eritrosit
2,40 /mm3, leukosit 3,00/mm3, limfosit 17,70%, trombosit 119 mg/dL. Saat ini klien
diberi terapi IVFD RL/NaCl 0,9%, ranitidin 50 mg/12 jam.

3.2 Pengkajian

a. Analisa data

Data Objektif Data Subjektif

 Klien masuk rumah sakit 3 hari  Klien mengatakan bahwa kaki


yang lalu karena kecelakaan lalu kirinya nyeri
lintas
 Klien mengatakan bahwa nyeri
 Klien menjalani operasi amputasi sering timbul dan mengganggu

28
kaki kiri ketenangan klien

 Klien saat ini menjalani perawatan  Klien mengatakan bahwa ia tidak


post operasi amputasi dapat melakukan aktivitas sehari-
hari akibat kaki kirinya di amputasi
 Nyeri skala 7
 Klien mengatakan bahwa ia belum
 Klien tampak lemah dan pucat
pernah mengalami penyakit serius
dan tidak pernah dirawat dirumah
sakit

Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) :

 Klien sedang menjalani perawatan post operasi amputasi

 Klien mengatakan bahwa ia merasa nyeri pada kaki kiri di atas lutut tepat
pada lokasi yang diamputasi

Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD) :

 Klien belum pernah mengalami penyakit serius dan tidak pernah dirawat
dirumah sakit

Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) :

 Keluarga klien tidak pernah memiliki masalah serius

 Ayah klien menderita DM sejak 2 tahun terakhir

 Ibu klien meninggal 4 tahun yang lalu karena menderita hipertensi

Pemeriksaan Fisik (PF) :

 TD : 130/80 mmHg

29
 Nadi : 82x/menit

 Suhu : 37 ̊ C

 RR : 22x/menit

 BB : 62 Kg

 TB : 160 cm

 Kesadaran : compos mentis

Pemeriksaan Penunjang (PP) :


Hemoglobin : 6,10 gr/dL


Eritrosit : 2,40/mm3


Leukosit : 3,00/mm3


Limfosit : 17,70%


Trombosit : 119 mg/dL


Terapi IVFD RL/NaCl 0,9 %


Ranitidin 50 mg

30
31
b. Pola kesehatan fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Bagaimana persepsi klien tentang hidup sehat? Apakah dalam


melaksanakan tatalaksana hidup sehat klien membutuhkan bantuan ornag
lain atau tidak?

Kasus : klien membutuhkan bantuan orang lain karena kemampuan


merawat diri klien menurun sehubungan dengan kaki klien yang
diamputasi. Klien mengalami perubahan dalam pemeliharaan kesehatan.

2. Pola nutrisi metabolik

Bagaimana pola makan dan minum klien selama ini? kaji apakah klien
alergi terhadap makanan tertentu? Apakah klien menghabiskan makanan
yang diberikan oleh rumah sakit? Apakah klien mengalami perubahan pada
berat badan?

Kasus : klien tidak memiliki perubahan pada pola makan. Berat badan klien
juga tidak mengalami perubahan.

3. Pola eliminasi

Bagaimana pola BAB dan BAK klien selama ini? Apakah klien
menggunakan alat bantu untuk eliminasi? Kaji konsistensi BAB dan BAK
klien?

Kasus : sebelum operasi amputasi kaki, klien tidak memiliki masalah pada
pola BAB dan BAK. Setelah dilakukan operasi amputasi kaki, klien
membutuhkan bantuan untuk kebutuhan toileting.

4. Pola aktivitas latihan

Bagaimana perubahan pola aktivitas klien? Kaji aktivitas yang dapat di


lakukan klien secara mandiri. Kaji tingkat ketergangtungan klien.

32
Kasus : Klien mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Klien membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-
hari seperti turun dari atas tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi
dan sebagainya.

5. Pola istirahat tidur

Bagaimana pola tidur klien? Kaji frekuensi dan lama tidur klien. Apakah
klien mengalami gangguan tidur? Apakah klien mengonsumsi obat
tidur/penenang? Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

Kasus : klien mengatakan bahwa ia merasa tidak tenang karena rasa nyeri
yang dirasakannya klien tidak menggunakan obat tidur atau obat penenang
tetapi klien diberi terapi ranitidin untuk menghilangkan rasa nyeri.

6. Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien. Bagaimana kondisi kenyamanan klien.


Bagaimana fungsi kognitif dan komunikasi klien?

Kasus : saat ini klien tidak memiliki masalah dalam komunikasi dan fungsi
kognitif. Tingkat kesadaran klien yaitu compos mentis.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

Bagaimana klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?


Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien? Apakah klien
merasa rendah diri?

Kasus : klien merasa rendah diri karena perubahan citra tubuh akibat kaki
kiri yang diamputasi. Klien merasa tidak berguna diusianya yang masih
muda.

8. Pola peran dan hubungan

33
Bagaimana peran klien didalam keluarganya? Apakah terjadi perubahan
peran dalam keluarga klien. Bagaimana hubungan sosial klien terhadap
masyarakat sosialnya?

Kasus : klien mengalami perubahan dalam peran dan hubungan sosialnya.


Klien tidak dapat lagi melakukan perannya dalam keluarga dengan baik.

9. Pola reproduksi dan seksualitas

Bagaimanakah status reproduksi klien?

Kasus : klien tidak memiliki gangguan pada pola reproduksi dan seksualitas

10. Pola koping dan toleransi stres

Apakah klien mengalami stres terhadap kondisinya saat ini? bagaimanakah


cara klien menghilangkan stres yang dialaminya? Apakah klien
mengonsumsi obat penenang?

Kasus : pada kasus klien mengalami stres akibat amputasi pada kaki
kirinya. Tetapi dia tidak diberi obat penenang.

11. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien. Apakah terjadi perubahan
pola dalam beribadah klien?

3.3 NANDA, NOC, NIC

No. NANDA NOC NIC

1 Nyeri akut b.d agen cidera 1. Level nyeri Manajemen nyeri


(misal : biologis, zat
Definisi : observasi atau Definisi: pengurangan nyeri dan
kimia, fisik, psikologis)
laporan nyeri. reduksi level nyeri pada
Definisi : pengalaman kenyamanan yang dapat diterima
Indikator :
emosional dan sensori

34
yang tidak menyenangkan  Laporan nyeri pasien.
yang muncul dari
 Lamanya episode nyeri Aktivitas:
kerusakan jaringan secara
aktual dan potensial atau  Kelemahan 1. Tunjukan pengkajian
menunjukkan adanya komprehensif dari nyeri seperti
 Mudah marah lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan (Assosiation for
study of pain) : serangan  Menangis frekuensi, kualitas, intensitas
mendadak atau perlahan dan faktor presipitasi
dari intensitas ringan  Berkeringat dingin 2. Yakinkan pasien untuk
sampai berat yang perawatan analgesic
 Mual
diantisipasi atau diprediksi 3. Gunakan komunikasi yang
durasi nyeri kurang dari 6  Intoleransi makanan terapeutik agar pasien dapat
bulan. menyatakan pengalamannya
 Meringis
terhadap nyeri serta dukungan
DO:
 Ekspresi muka nyeri dalam merespon nyeri
 Nyeri skala 7 4. Evaluasi bersama pasien dan
 Merintih dan menangis
tenaga kesehatan lainnya
 Klien tampak meringis
2. Pengetahuan manajemen dalam menilai efektifitas
dan gelisah
nyeri pengontrolan nyeri yang
 Klien tampak lemah pernah dilakukan
Definisi : menyampaikan
dan pucat 5. Tentukan tingkat kebutuhan
pengertian tentang penyebab,
pasien yang dapat memberikan
DS: gejala dan perawatan dari
kenyamanan pada pasien dan
nyeri.
 Klien mengeluh nyeri rencana keperawatan
pada kaki kiri diatas Indikator : 6. Kontrol faktor lingkungan
lutut tepat pada lokasi yang dapat menimbulkan
 Faktor penyebab dan
yang diamputasi ketidaknyamanan pada pasien
kontribusi
(suhu ruangan, pencahayaan,
 Tanda dan gejala nyeri keributan)
7. Ajari untuk menggunakan

35
 Strategi kontrol nyeri tehnik non-farmakologi (spt:
biofeddback, TENS, hypnosis,
 Penjelasan cara
relaksasi, terapi musik,
pengobatan
distraksi, terapi bermain,
 Teknik posisi efektif acupressure, apikasi
hangat/dingin, dan pijatan )
 Efektif distraksi
sebelum, sesudah dan jika

 Aktivitas restriksi memungkinkan, selama


puncak nyeri , sebelum nyeri
3. Kontrol nyeri terjadi atau meningkat, dan

Definisi : tindakan personal sepanjang nyeri itu masih

untuk mengontrol nyeri terukur.


8. Kolaborasikan dengan pasien
Indikator :
dan tenaga kesehatan lainnya

 Menilai faktor penyebab untuk memilih dan


mengimplementasikan metoda
 Penggunaan analgesik dalam mengatasi nyeri secara
yang tepat non-farmakologi.

 Gunakan pemantauan 9. Menyediakan analgesic yang

tanda-tanda vital dibutuhkan dalam mengatasi


nyeri
 Laporkan tanda atau gejala 10. Modifikasi metode kontrol
nyeri pada tenaga nyeri sesuai dengan respon
kesehatan profesional pasien
11. Anjurkan untuk
 Menilai gejala nyeri
istirahat/tidur yang adekuat
 Gunakan catatan nyeri untuk mengurangi nyeri
12. Menyertakan keluarga
dalam mengembangkan
metoda mengatasi nyeri

36
Pemberian Analgesik

Definisi: gunakan agen


farmakologis untuk mengurangi
atau menghilangkan nyeri.

Aktivitas:

1. Menentukan lokasi ,
karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati pasien
2. Periksa order/pesanan medis
untuk obat, dosis, dan
frekuensi yang ditentukan
analgesik
3. Cek riwayat alergi obat
4. Mengevaluasi kemampuan
pasien dalam pemilihan obat
penghilang sakit, rute, dan
dosis, serta melibatkan pasien
dalam pemilihan tersebut
Tentukan jenis yang cocok, rute
pemberian dan dosis optimal

2. Gangguan mobilitas fisik  Ambulasi  Terapi latihan: Ambulasi

Defenisi: Peningkatan dan


Defenisi:
pertolongan dengan
Kemampuan berjalan dari suatu berjalan untuk
tempat ke tempat lain secara perawatan dan
mandiri maupun dengan penyembuhan dari

37
bantuan. penyakit atau
kecelakaan

Aktifitas :
Indikator:
 Mengenakan pakaian
 Berat badan
 Berjalan secara pasien dengan pakaian
efektif/normal nonrestriktif
 Berjalan dengan lambat  Membantu pasien
 Berjalan sesuai yang
menggunakan footwear
dianjurkan
 Berjalan cepat sebagai fasilitas berjalan
 Berjalan sampai tujuan dan pencegahan
 Berjalan menyusuri
kecelakaan
jalan
 Berjalan dengan  Mengatur tinggi rendah
pandangan kedepan tempat tidur, jika
 Berjalan dengan
diperlukan
pandangan kebawah
 Mengganti posisi tidur
 Berjalan dengan jarak
dengan mudah
pendek (<1 blok)
 Berjalan dengan jarak dilakukan
(>1 blok <5bloks)  Meningkatkan
 Berjalan dengan jarak
kemampuan untuk
jauh (>5 bloks)
 Berjalan disekitar bangun dari tidur atau

ruangan dari kursi roda


 Berjalan disekitar  Membantu pasien untuk
tempat tinggal duduj dan menyamping
 Sesuaikan dengan
dari tempat tidur
tekstur tempat yang
 Konsultasi dengan
berbeda
 Berjalan dengan adanya terapi fisik tentang

rintangan/hambatan rencana ambulansi, jika


diperlukan
 Mobilitas
 Mengintruksikan

38
Definisi: penggunaan alat bantu,
jika diperlukan
Kemampuan untuk bergerak
 Mengintruksikan pasien
atas kemauan sendiri secara
bagaiman posisi yang
bebas dengan atau tanpa alat
benar dalam proses
bantu.
berpindah
 Gunakan gaitbelt untuk
membentu berpindah
Indikator :
dan ambulansi, jika
 Keseimbangan diperlukan
 Koordinasi
 Cara Berjalan  Menolang pasien untuk
 Gerakan Otot berpindah, jika
 Gerakan Sendi
 Tampilan Posisi Tubuh dibutuhkan
 Kemampuan Untuk  Menyediakan cueing
Berpindah Posisi ard di kepala sebagai
 Berlari
 Melompat fasilitas untuk
 Merayap berpindah
 Berjalan
 Leluasa Bergerak  Menyediakan alat bantu
(mis. Cane, walker atau
kursi roda) untuk
ambulansi, jika pasien
tidak siap
 Membantu pasien
dengan inisial
ambulansi dan jika
dibutuhkan
 Mengintruksikan pasien
tentang keamanan
berpindah dan teknik
ambulansi

39
 Mengontrol pasien
menggunakan crutches
atau alat bantu jalan
lainya
 Membantu pasien untuk
berdiri dan ambulansi
jarak jauh
 Membantu pasien untuk
meningkatkan
kemandirian dalam
ambulansi jarak jauh
 Meningkatkan
kemandirian ambulansi
dengan batas aman.
 Mambantu pasien untuk
“up ad lib”, jika
diperlukan

 Terapi Latihan: Moblitas


Sendi

Defenisi: Perpindahan tubuh yang


aktif bagi pasien untuk
memlihara dan
memulihkan
fleksibilitas sendi.

Aktifitas :

 Menentukan batasan

40
dari perpindahan sendi
dan dampak dari
fungsinya
 Kolaborasi dengan
dokter terapi dalam
perkembangan dan
memutuskan sebuah
program latihan
 Menetukan tingkat
motifasi pasien untuk
perawatan dan
pemulihan perpindahan
sendi
 Menjelaskan kepada
pasien/keluarga tujuan
dan rencana dari latihan
sendi
 Mengontrol lokasi dan
ketidaknyamanan dan
nyeri selama
beraktifitas/berpindah
 Memulai pengontrolan
ukuran nyeri sebelum
memulai latihan sendi
 Mengenakan pakaian
pasien dengan pakaian
nonresriktif
 Melindungi pasien dari
trauma selama latihan

41
 Membantu pasien untuk
posisi tubuh yang
optimal baik itu
berpindah pasif/aktif
 Meningkatkan rentang
peningkatan latihan,
secara bekala sesuai
jadwal
 Aktifitas pasif (PROM)
atau membantu latihan
(AROM), sebagai
indikasi
 Mengintruksikan
pasien/keluarga
bagaimana aktifitas
pasif yang sistematis,
pertolongan atau
rentang peningkatan
latihan
 Mencata instruksi untuk
latihan
 Membantu pasien untuk
mengembangkan jadwal
latihan aktif ROM
 Menyemangati pasien
untuk gambaran diri
sebelum memulai
perpindahan
 Membantu peningkatan

42
sendi secara berkala
dengan batasan nyeri,
kesabaran dan mobilitas
sendi
 Membantu untuk
bangun dari tempat tidur
atau dari kursi roda
 Meberi semangat
ambulansi, jika
diperlukan
 Menentukan arah tujuan
yang progres dari hasil
yang dicapai
 Menyedikan
pertolongan yang positif
untuk aktifitas latihan
sendi

43
3. Gangguan citra tubuh 1. Body image 1. Body image enhancement
berhubungan dengan:
 Self esteem Aktivitas :
 Biofisika (penyakit
kronis), Setelah dilakukan tindakan  Kaji secara verbal dan
kognitif/persepsi (nyeri keperawatan selama nonverbal respon klien
kronis), ….gangguan body image terhadap tubuhnya
kultural/spiritual,
penyakit,krisis pasien teratasi dengan kriteria  Monitor frekuensi

situasional, hasil: mengkritik dirinya

trauma/injury,
 Body image positif  Jelaskan tentang
pengobatan
pengobatan, perawatan,
(pembedahan,
 Mampu kemajuan dan prognosis
kemoterapi, radiasi)
mengidentifikasi penyakit
kekuatan personal
DS:
 Dorong klien
 Mendiskripsikan secara mengungkapkan
 Depersonalisasi bagian
faktual perubahan perasaannya
tubuh
fungsi tubuh

 Perasaan negatif  Identifikasi arti


 Mempertahankan pengurangan melalui
tentang tubuh
interaksi sosial pemakaian alat bantu
 Secara verbal
menyatakan perubahan  Fasilitasi kontak dengan

gaya hidup individu lain dalam


kelompok kecil
DO :

 Perubahan aktual
struktur dan fungsi

44
tubuh

 Kehilangan bagian
tubuh

 Bagian tubuh tidak


berfungsi

4. Defisiensi pengetahuan Pengetahuan: Prosedur Mengajarkan: Individu


Perawatan
tidak familiar dengan Pengertian: merencanakan,
informasi Definisi : Luasnya pemahaman melaksanakn dan mengevaluasi
dalam menyampaikan tentang dari tujuan perencanaan
Definisi : ketiadaan atau
prosedur yang dibutuhkan program pengajaran untuk
defisiensi informasi
dalam perawatan kebutuhan keterangan pasien
kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu. Indikator : Aktivitas :

DS: 1. Mendeskripsikan prosedur 1. Mengadakan hubungan


perawatan 2. Mengadakan kepercayaan
Klien tidak tahu apa yang 2. Menjelaskan tujuan
pengajar, dengan tepat
harus dilakukannya pada prosedur
3. Menetukan pengetahuan
saat ini. 3. Mendeskripsikan langkah
yang dibutuhkan pasien
prosedur
DO : 4. Mendeskripsikan bagaimana 4. Menghargai tingkat
melakukan prosedur pengetahuan pasien yang
Klien tampak gelisah 5. Mendeskripsikan tindakan
sekarang dan konten yang
pencegahan yang
dimengerti
berhubungan dengan
5. Menghargai tingkat
prosedur
pengetahuan pasien
6. Mendeskripsikan prosedur
6. Menghargai kognitif pasien,
yang terbatas
psikomotor, dan kemampuan
Mendeskripsikan alat dan

45
bahan perawatan affektif atau ketidakmampuan
Menunjukkan prosedur 7. Menentukan kemampuan
perawatan pasien untuk mempelajari
7. Mendeskripsikan tindakan
informasi yang spesifik
mengatasi komplikasi
(misalnya: tingkat
8. Mendeskripsikan efek
perkembangan, status
samping yag potensial
fisiologis, orientasi, penyakit,
keletihan, kebutuhan dasar
yang tidak dipenuhi, emosi,
adaptasi terhadap penyakit)
8. Menentukan motivasi
pasien untuk mempelajari
informasi yang spesifik
(contoh: keyakinan untuk sehat,
kebutuhan yang tidak
terpenuhi, pengalaman buruk
dengan pelayanan
kesehatan/mempelajari, tujuan
yang bertentangan)
9. Meningkatkan kesiapan
pasien untuk belajar, dengan
tepat
10. Mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran objektif untuk
mencapai tujuan
Mengajarkan : Menentukan
Pengobatan

Pegertian: mempersiapkan

46
pasien untuk pengobatan yang
aman dan mengawasi efeknya

Aktivitas:

1. Instruksikan pasien untuk


mengenali karakteristik yang
membedakan pengobatan,
dengan tepat
2. Informasikan pada pasien
dari yang umum dan berbagai
jenis nama di setiap
pengobatan
3. Informasikan pada pasie
maksud dan tindakan di setiap
pengobatan
4. Instruksikan pada pasien
takaran, perjalanan, dan waktu
di setiap pengobatan
5. Instruksikan pada pasien
administrasi yan
sebenarnya/permintaan di
setiap pengobatan
6. Mengevaluasi kemampuan
pasien untuk melakukan
pengobatan sendiri
7. Instruksikan pada pasien
untuk mempersiapkan tata cara
yang dibutuhkan sebelum
melakukan pengobatan
(contoh: mencek nadi dan

47
tingkat glukosa), dengan tepat
8. Informasikan pada pasien
apa yang dilakukan jika dosis
pada saat pengobatan salah
9. Instruksikan pada pasien
kriteria yang digunakan ketika
memutuskan mengubah
takaran pengobatan/jadwal,
dengan tepat
10. Informasikan pada pasien
akibat dari pengobatan yang
tidak dilakukan atau
selanjutnya dilakukan dengan
kasar, dengan tepat

48
BAB IV

TELAAH JURNAL

4.1 Pendahuluan

Pengambilan jurnal ilmiah ini diambil dari datebase google.com dengan kata kunci
pencarian “ nursing journal about amputation”.

4.2 Abstrak

Pasien biasanya mengalami “phantom limb pain”setelah amputasi tetapi juga dapat terjadi
akibat reseksi dari bagian lain tubuh, seperti payudara dan organ-organ internal seperti rektum.
pasien memerlukan yang kompleks dan perawatan yang tepat. Artikel ini menjelaskan
penyebab “phantom limb pain” dan membahas strategi penilaian.

4.3 Identitas Jurnal

Judul Jurnal Dealing with phantom limb pain after amputation


Pengarang Dawn Fieldsen, Huddersfield, Sharon Wood
Volume 107
Halaman 21-23
Tahun publikasi 2011
Penerbit Nursingtimes.net
Bahasa publikasi English
Basis data Google.com

4.4 Hasil

Phantom pain biasanya dilaporkan setelah adaya kasus amputasi pada pasien.
Penyebab amputasi bisa berupa penyakit vascular, trauma, infeksi, dan pertumbuhan
sel abnormal. nyeri nosiseptif normal akan terjadi setelah operasi, tetapi fisiologi yang
tepat dari PLP tidak diketahui (Houser, 2002). mungkin dialami di anggota badan yang
hilang dan tunggul dari bagian tubuh yang dipotong, dan berbagai gejala yang berbeda
dengan yang berhubungan dengan nyeri nosiseptif akan hadir. Mungkin tidak ada
alasan fisik untuk PLP (McCaffrey et al, 1999) tetapi dapat dikaitkan dengan

49
mekanisme fisiologis nyeri neuropatik (Flor, 2002). Nyeri neuropatik dikaitkan dengan
lesi primer atau disfungsi dalam saraf sistem (IASP, 2010)
Alat penilaian nyeri yang umum digunakan:
- Empat titik skala verbal rating (VRS), yang digunakan untuk menggambarkan
peningkatan intensitas nyeri: 0 (tidak ada rasa sakit); 1 (nyeri ringan); 3 (nyeri
sedang); 4 (sakit parah);
- 10 point skala penilaian numerik (NRS), yang direpresentasikan sebagai garis
dengan nomor: 0 (tidak ada rasa sakit) ke 10 (paling nyeri mungkin di mana
pasien menunjukkan tingkat rasa sakit)
Hambatan yang sering ditemukan perawat dalam mengkaji “phantom limb pain”
diantaranya :
- Gejala dari phantom pain yang susah dikenali dan diahami oleh perawat
- beban kerja yang berat, gangguan konstan dan masalah dengan resep obat yang
akan diberikan kepada pasien.

4.5 Kesimpulan

Perawat harus menyadari PLP dan bagaimana perbedaan PLP dari jenis nyeri
yang lain untuk memastikan pasien menerima perawatan holistik. perawat harus
memperoleh informasi tentang rasa sakit dari pasien sebagai bagian dari rencana
perawatan mereka dan menggunakan alat yang tersedia di daerah klinis mereka.
Mungkin juga bagi perawat untuk mengakses pengetahuan khusus tentang nyeri yang
ada untuk mendukung perawat dan pasien dalam proses manajemen nyeri

4.6 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

Kelebihan :
- Abstrak jelas, sehingga dengan membaca abstraknya saja pembaca dapat mengetahui
hasil dari phasil dari -penelitian tersebut
- Kesimpulan yang dibuat sudah terperinci dan dipaparkan secara jelas
- Prosedur penelitian disusun dengan teratur, sehingga mudah untuk dipahami
- Menampilkan gambar kasus yang di bahasnya

50
- Hasil yang di dapat dari penelitian merupakan kenyataan yang ada di lapangan dan
dapat memperlihatkan bagaimana phantom pain yang di rasakan setelah amputasi
- Merupakan pengetahuan baru bagi orang banyak.

Kekurangan :
- Tidak ada respon dari masyarakat tentang hasil dari penelitian tersebut
- Tidak ada presentasenya
- Tidak ada saran untuk penelitian selanjutnya

51
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Amputasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir


manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tiak mungkin dapat diperbaiki
dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahyakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan infeksi.

Amputasi merupakan pilihan pembedahan terkhir dimana sedapat mungkin


dilakukakan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa
kondisi, antara lain sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur local di
ekstremitas, maka amputasi merupakan pilihan.

52
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Brunner And Suddarth.1997.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Jakarta:EGC

Saputra,Lyndon.2014.Visual Nursing Musculosceletal System.Tanggerang Selatan:Binarupa

Aksara Publisher

Dealing with phantom limb pain after amputation.vol 107 no 1.

http://www.nursingtimes.net/Journals/2013/01/11/k/n/k/110111Dealing-with-phantom-limb-

pain-after-amputation.pdf Diakses pada selasa,15 Agustus 2015

Nanda international.2013.NANDA.

Nursing interventions classification (2013) sixth edition

Nursing outcomes clasification (2013) fifth edition

53

Вам также может понравиться