Вы находитесь на странице: 1из 9

Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus, reabsorbsi air dan padatan yang

difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita
penyakit ginjal diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan diagnosis
penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan
laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya,
tetapi juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.

Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah. Langkah awal dimulai dengan
pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai
status fungsi ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam keterbatasannya, kedua uji
tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang
lebih tepat dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau penetapan LFG
secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui pengukuran metabolisme air dan mineral
serta keseimbangan asam basa.

Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau semua tes berikut.

1. Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot. Produk limbah ini biasanya
dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat.
Biasanya hasil pemeriksaan serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.

Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada
aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan
kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang
menyebabkan kerusakan masif pada otot.

Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah
vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan
pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan
kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada
malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.

Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer
kimiawi.

Nilai Rujukan
 DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot
yang lebih rendah daripada pria).
 ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua :
0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
 LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan
merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan),
namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat
berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis,
nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi
esensial, dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif),
rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit
Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal]).

Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin,
sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi
sisplatin, trimetoprim, barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.

Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu disatukan (dengan
darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada
pada kisaran 12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia
non-renal (prarenal); dan jika keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih
pesat daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada
kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar
kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.

Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi
protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium Pemeriksaan Kreatinin serum


 Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum.
 Kehamilan
 Aktivitas fisik yang berlebihan
 Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.
2. Glomerular Filtration Rate (GFR)
GFR menggambarkan fungsi ginjal yang kita miliki dan umumnya diperkirakan dari tingkat kreatinin darah.
GFR atau LFG (laju filtrasi glomerular) adalah tes terbaik untuk mengukur tingkat fungsi ginjal dan
menentukan stadium penyakit ginjal. Para dokter biasanya dapat menghitung dari hasil tes darah kreatinin,
usia Anda, ras, gender dan faktor lainnya.Penyakit ginjal lebih awal terdeteksi, semakin baik kesempatan
untuk memperlambat atau menghentikan perkembangannya.
GFR merupakanperhitungan yang menandai tingkat efisiensi penyaringan bahan ampas dari darah oleh
ginjal. Perhitungan GFR yang umum membutuhkan suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur
pada pengambilan air seni 24 jam. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa GFR dapat dihitung tanpa
suntikan atau pengambilan air seni. Hitungan baru ini hanya membutuhkan pengukuran tingkat kreatinin
dalam contoh darah.

Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh penguraian sel otot secara normal selama
kegiatan. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada air seni untuk
dikeluarkan dari tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya, kreatinin bertumpuk dalam darah.

Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada berapa miligram kreatinin dalam satu
desiliter darah (mg/dL). Tingkat kreatinin dalam darah dapat berubah-ubah, dan setiap laboratorium
mempunyai nilai normal sendiri, umumnya 0,6-1,2mg/dL. Bila tingkat kreatinin sedikit di atas batas atas nila
normal ini, kita kemungkinan tidak akan merasa sakit, tetapi tingkat yang lebih tinggi ini adalah tanda bahwa
ginjal kita tidak bekerja dengan kekuatan penuh. Satu rumusan untuk mengestimasikan fungsi ginjal adalah
menyamakan tingkat kreatinin 1,7mg/dL untuk kebanyakan laki-laki dan 1,4mg/dL untuk kebanyakan
perempuan sebagai 50% fungsi ginjal normal. Tetapi karena tingkat kreatinin begitu berubah-ubah, dan dapat
dipengaruhi oleh makanan, perhitungan GFR adalah lebih tepat untuk menentukan apakah kita mempunyai
fungsi ginjal yang rendah.
Perhitungan GFR baru memakai ukuran kreatinin bersamaan dengan berat badan, usia, dan nilai ditentukan
untuk jenis kelamin dan ras. Beberapa laboratorium dapat menghitung GFR saat tingkat kreatinin diukur, dan
memasukkannya pada laporan.

Glomerular filtration rate adalah volume cairan yang disaring dari glomerulus ginjal ke kapsul Bowman per
satuan waktu. Laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dihitung dengan mengukur bahan kimia yang memiliki
tingkat mantap dalam darah dan disaring secara bebas tetapi tidak diserap atau dikeluarkan oleh ginjal.
Tingkat itu diukur adalah jumlah substansi dalam urin yang berasal dari volume diperhitungkan darah. GFR ini
biasanya dicatat dalam satuan volume per waktu, misalnya, mililiter per menit ml / menit.
Ada beberapa teknik yang berbeda digunakan untuk menghitung atau memperkirakan laju filtrasi glomerulus.
Cara yang paling sering dipakai untuk menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip
klirens. Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan suatu zat dari
glomerulus dalam suatu periode waktu. Marker yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini
haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh tubulus renal. GFR ini
dapat ditentukan misalnya dengan menyuntikkan inulin dalam plasma. Inulin tidak diserap atau dikeluarkan
oleh ginjal setelah penyaringan glomerular, hingga laju ekskresi berbanding lurus dengan tingkat filtrasi air
dan zat terlarut di saringan glomerulus. Pada tahap awal penyakit ginjal, hasil akan tetap normal karena
hyperfiltration dalam nefron. Koleksi lengkap urin merupakan sumber penting kesalahan dalam pengukuran
inulin clearance. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan, jumlah marker yang
difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG x P) harus sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam
kemih dalam 1 menit (U x V). Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

LFG x P = U x V

LFG = laju filtrasi glomerulus


P = kadar marker dalam plasma
U = kadar marker dalam kemih
V = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker dalam plasma (P) dan kemih (U)
diketahui, maka LFG dapat dihitung dengan mudah.

Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi untuk mempertahankan
homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna,
sebaliknya GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya dibuang lewat urin.
GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh. GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180
mmHG. GFR dipertahankan dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal myogenik
autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular feedback).

Marker untuk estimasi LFG


Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik, dapat mencapai kadar plasma yang
stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak
disekresi dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.

1. Klirens inulin
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin
dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak.
Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam
praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh kadar
yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak.
1. Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG. Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam
glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. LFG
berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma.

Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin


Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun
pengumpulan kemih 24 jam dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin,
pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai
berikut. Anak diminta untuk miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang, dan
saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam
berikutnya ditampung dan disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam pengumpulan
(pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan mengosongkan bulinya dan kemih ditampung.
Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin.
Darah untuk estimasi kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12
jam); apabila pengambilan darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada akhir dari
pengumpulan kemih.

Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh
(mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:

Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73


Ccr (mL/min/1.73m2) =
Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)
Ccr = klirens kreatinin

Ucr = kadar kreatinin

V = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam

Pcr = kreatinin plasma

SA = luas permukaan tubuh

1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60 menit = 1440 menit)

Penentuan LFG dengan radionuclide scans


Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering digunakan pada anak-anak. Metode
penentuan LFG ini terutama digunakan untuk bayi baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan
dalam melakukan penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat dipakai sebagai
marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tc-diethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-
iothalate, dan Cr-ethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).

Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C


Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu
dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik
dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena
kadar cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai
sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi
glomerulus.
3. Asam urat (uric acid)
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine) yang merupakan konstituen asam
nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat
diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi sebagian sebelum akhirnya
diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung
kepada fungsi ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.

Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan dapat berpotensi
menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila
terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan hiperuresemia adalah gout. Kadar asam
urat sering berubah dari hari ke hari sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah
beberapa hari atau beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik, mielositik, monositik), kanker
metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat, alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat),
gagal ginjal, glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma, polisitemia, stress,
keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi
protein.

Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah : diuretik (tiazid, furosemid,
asetazolamid), levodopa, metildopa, asam askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam
jangka waktu lama), teofilin.

Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme idiopatik atau belum diketahui,
tetapi biasanya karena peningkatan sintesis asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout,
pangkalan asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat dideposit di dalam jaringan
lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang,
dan nyeri. Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai penghambat xantin oksidase.

Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna disebabkan oleh penguraian
asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat
karena peningkatan lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia pernisiosa, dan kadang-kadang
pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon adrenokortikotrofik atau kortikosteroid, yang kerjanya katabolik
protein mempercepat pemecahan inti sel atau dengan obat-obatan sitotoksika, menyebabkan peningkatan
urat plasma.

Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar urin, asam urat serta ureum dan
kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi yang dapat terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia
disebabkan oleh lesi ginjal atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik dan laktat bisa
meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi tubulus ginjal, seperti yang terjadi dengan diuretik tiazid
dan furosemid, dan aspirin dosis rendah.

Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis tubulus ginjal proksimal, anemia
defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan. Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid,
sulfinpirazon.

Prosedur
Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil 3-5 ml darah vena dimasukkan ke
dalam tabung bertutup merah atau tabung bertutup hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya
hemolisis. Serum atau plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak ada pembatasan asupan
makanan atau cairan; namun pada banyak kasus, asupan makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden,
otak, roti manis, dsb) perlu ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian pula dengan obat-
obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika terpaksa harus minum obat, catat jenis obat yang
dikonsumsi.

Nilai Rujukan
 DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl. Kadar panik : >12mg/dl.
 ANAK : 2.5-5.5 mg/dl
 LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL
Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :


 Sampel serum/plasma hemolisis,
 Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum,
 Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat).
4. Blood Urea Nitrogen (BUN)
Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal dalam darah anda yang berasal
dari pemecahan protein dari makanan yang anda makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya
dihapus dari darah Anda dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN naik. BUN juga
dapat meningkat bila mengkonsumsi lebih banyak protein, dan dapat turun jika makan sedikit protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea berdifusi bebas
masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada
keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.

Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat yang
makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah
biasanya tidak dianggap abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi
volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea
bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.

Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena
pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau (heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian
pisahkan serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam
sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.

Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease
yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen
molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi
ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga
konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.

Nilai Rujukan
 DEWASA : 5 – 25 mg/dl
 ANAK : 5 – 20 mg/dl
 BAYI : 5 – 15 mg/dl
 LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa nitrogen
berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga,
yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang
bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal
seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti pada
perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein
leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea.
Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,
nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandung kemih, atau
urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan
pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan.
Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah.

Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik; diuretic
(hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar),
gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa,
guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat
menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.

2. Penurunan Kadar

Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut, sering urea
rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan
sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.

Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea
rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang
terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi
air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan
darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat
pengenceran.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan
darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan
antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20.
Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah
nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada
gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin
cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi
protein, perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium


 Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kadar BUN
rendah palsu, dan sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan kadar tinggi palsu.
 Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar ureum. Sebaliknya, diet tinggi protein dapat
meningkatkan kadar ureum, kecuali bila penderita banyak minum.
 Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat meningkatkan kadar BUN
5. Protein Urine
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin. Adanya protein dalam urin merupakan
tanda awal penyakit ginjal kronis.

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan
diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein
dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak
melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah
raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pra-
menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami
peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama.

Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu
selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan
dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara
visual.

Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi
kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.

2. Spesimen urin 24 jam


Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari pendingin. Jika perlu,
tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau
analyzer kimiawi otomatis.

Nilai Rujukan
 Urin acak : negatif (≤15 mg/dl)
 Urin 24 jam : 25 – 150 mg/24 jam.
Masalah Klinis
Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang memiliki risiko tinggi
menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap ≥
+1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga
akan memberi hasil ≥ +1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah
melakukan aktivitas.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang
sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus,
dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda
yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein dengan menggunakan sampel urine
tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat
keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500mg/24jam). Pengaruh obat : penisilin, gentamisin,
sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati
toksik (toksisitas obat aminoglikosida, toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit
infeksius akut, preeklampsia.

Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut
atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium


 Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular, infus polivinilpirolidon
(pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat), pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8)
 Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam (pH di bawah 3)
6. Osmolalitas urin test
Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut dalam urin. Pengukuran ini lebih tepat dilakukan
daripada berat jenis untuk mengevaluasi kemampuan ginjal untuk menghasilkan urine dengan konsentrasi
pekat ataupun encer. Ginjal yang berfungsi normal akan mengeluarkan lebih banyak air ke dalam urin sebagai
asupan cairan meningkat. Jika asupan cairan menurun, ginjal mengeluarkan air kurang dan urin menjadi lebih
terkonsentrasi. Pengujian dapat dilakukan pada sampel urin dikumpulkan hal pertama di pagi hari, pada
sampel berjangka waktu beberapa, atau pada sampel kumulatif yang dikumpulkan selama periode 24-jam.
Pasien biasanya akan memerlukan makanan protein tinggi selama beberapa hari sebelum ujian dan diminta
untuk minum cairan malam sebelum pengujian.

(Kee, Joyce LaFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.


Jakarta: EGC)

Вам также может понравиться